Mempelajari Pengaruh Penambahan Hidrokoloid Terhadap Karakteristik Nugget Tempe

(1)

ME

EMPELAJA

TERH

F

ARI PENG

HADAP KA

RA

FAKULTA

INSTIT

GARUH PE

ARAKTERI

SKRI

ATHIH WU

F2408

AS TEKNOL

TUT PERTA

BOG

201

ENAMBAH

ISTIK NUG

IPSI

ULANSAR

0047

LOGI PER

ANIAN BO

GOR

13

HAN HIDR

GGET TEM

RI

RTANIAN

OGOR

ROKOLOID

MPE


(2)

Study of The Effect of Hydrocolloid Addition Towards Tempe Nugget

Characteristics

Rathih Wulansari, Rizal Syarief and Joko Hermanianto

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus,

PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia

Phone : 62 856 1971957, Email : rathihwulansari@yahoo.com

ABSTRACT

Tempe nugget is one of solutions to increase the value of tempe and diversification in making process. Texture is an important quality specification in meat product because it will determine consumer acceptance. Therefore, this research used hydrocolloid as binding material to improve the texture. The aims of this research are determination for proper formulation of tempe nugget added chicken meat based on organoleptic test, investigation for characteristics of tempe nugget using hydrocolloid, and raw material cost analysis for the choose product. This research was divided into two parts. The first part is trial for tempe nugget and determining the best formulation. The second part was adding three types of hydrocolloids (sodium alginate, CMC and guar gum) with conc. 0%, 0.5% and 1% against the best formulation and analyzing the quality. The results showed that the best formulation of tempe nugget based on organoleptic test was nugget tempe with 60 part of tempe and 40 of chicken meat. Tempe nugget with hydrocolloid added based on physic analysis was having pick up predust (5.19±0.44)-(5.82±0.19)%, pick up batter (20.16 ±1.18)-(23.57±0.12)%, pick up breader (12.27±0.56)-(14.58 ±0.15)%, cooking loss (1.40±0.03)-(2.18±0.22)%, hardness (2607.43±42.67)-(4926.70±77.15) gf, and elasticity (0.68±0.01)-(0.73±0.01). The breader loss of samples was high in the 1st cycle and decreasing in 2nd to 5th cycle. The most preferable tempe nugget based on organoleptic test is tempe nugget with CMC 1% added. The proximate analysis for the choosen product was 49.47% moisture, 1.84% ash, 12.62% protein, 15.51% fat, and 20.57% carbohydrate. From raw material cost analysis got the tempe nugget price lower than chicken nugget.

Keywords: Tempeh Nugget, Texture, Hydrocolloid


(3)

RATHIH WULANSARI. F24080047. Mempelajari Pengaruh Penambahan Hidrokoloid Terhadap Karakteristik Nugget Tempe. Di bawah bimbingan Rizal Syarief dan Joko Hermanianto. 2013.

RINGKASAN

Tempe sebagai sumber pangan masih memiliki kendala dalam pemanfaatnya yaitu umur simpannya yang relatif singkat dan mudah rusak. Tempe segar hanya tahan disimpan satu sampai dua hari pada suhu ruang, setelah itu mutunya akan menurun dan rusak. Hal tersebut membuat pengolahan dan pemanfaatan tempe masih terbatas sehingga diperlukan adanya diversifikasi (penganekaragaman) produk pangan olahan tempe, salah satunya adalah dengan mengolah tempe menjadi nugget. Data survei independen yang dilakukan sebuah perusahaan swasta pada tahun 2010 menunjukkan konsumsi produk seperti sosis dan nugget di Indonesia tumbuh dengan baik. Konsumsi nugget oleh masyarakat Indonesia tumbuh 16.72% per tahun (Anonim 2011).

Diversifikasi tempe menjadi nugget, tidak hanya meningkatkan umur simpan dan nilai tambahnya. Namun, dilihat dari sisi nilai gizi, tempe memiliki banyak keunggulan jika digunakan sebagai bahan baku pembuatan nugget. Tempe diketahui sebagai sumber pangan protein tinggi, memiliki delapan asam amino essensial lengkap, asam lemak tidak jenuh yang tinggi, vitamin B

terutama B12. Tempe dapat menurunkan kolesterol (Brata-Arbai 2001), memiliki aktifitas antioksidan

(Astuti 2001), dan digunakan sebagai antibiotik (Syarief et al. 1999). Selain itu, jika dilihat dari sisi ekonomi, penggunaan tempe sebagai bahan baku nugget dapat menurunkan harga produksi pembuatannya. Hal ini dikarenakan harga tempe yang lebih murah jika dibandingkan dengan daging.

Penelitian mengenai tempe sebagai bahan baku utama atau substitusi dalam produk nugget telah banyak diteliti. Penelitian terbaru pada tahun 2012, Adiningsih menggunakan tempe sebagai bahan baku utama pembuatan nugget dengan perlakuan berbagai varietas kedelai. Namun, nugget tempe yang dibuat pada penelitian Adiningsih tidak ditambahkan daging sehingga menghasilkan tekstur yang masih kurang baik. Oleh sebab itu, pada penelitian ini nugget tempe yang akan dibuat, selain tempe digunakan sebagai bahan baku juga ditambahkan daging ayam dan hidrokoloid untuk memperbaiki teksturnya.

Tekstur merupakan salah satu pelengkap mutu penting selain rasa, aroma dan warna pada produk olahan daging, karena menentukan penerimaan konsumen. Hidrokoloid mempunyai banyak fungsi dalam pembuatan produk olahan daging. Hidrokoloid biasanya digunakan dalam produk olahan daging sebagai emulsifier, bahan pengikat, dan bahan tambahan untuk memperbaiki tekstur. Pada penelitian ini, nugget tempe yang telah disubstitusi oleh daging ayam kemudian di tambahkan hidrokoloid sebagai bahan pengikat dan memperbaiki tekstur serta penampilannya. Hidrokoloid yang digunakan dalam penelitian ini yaitu natrium alginat, CMC, dan guar gum dengan konsentrasi 0%, 0.5%, dan 1%.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui proses dan formula dasar untuk pembuatan nugget tempe yang ditambahkan daging ayam terhadap kesukaan panelis, (2) mengetahui pengaruh penambahan hidrokoloid terhadap karakteristik nugget tempe melalui mutu fisik, organoleptik, dan kimia, yang diharapkan dapat diketahui jenis hidrokoloid dengan konsentrasi yang paling tepat untuk menghasilkan nugget tempe yang mempunyai karakteristik mutu terbaik yang disukai oleh panelis, (3) mengetahui analisis raw material cost produk nugget tempe terpilih yang disukai panelis berdasarkan uji organoleptik.


(4)

Proses pembuatan nugget tempe dilakukan dengan beberapa tahap yaitu persiapan bahan, penggilingan dan pencampuran bahan, pencetakan, pembekuan, pemotongan, pelapisan (pedust, batter, breader), pre-frying, dan pembekuan. Formulasi dasar terpilih yaitu tempe 60%, tapioka 10%, putih telur 10%, bawang putih 1.3%, bawang bombay 1.3%, lada 0.5%, garam 1.4%, penyedap rasa 0.5%, serpihan es 15% dengan basis 100 g bahan baku. Melalui basis 60 gram tempe kemudian dilakukan penambahan daging ayam. Perbandingan tempe dan daging ayam 60:40 merupakan formula terpilih berdasarkan penilaian kesukaan panelis dengan nilai rata-rata setiap parameter yaitu: warna sebesar 5.97 (mendekati suka), rasa sebesar 5.97 (mendekati suka), aroma sebesar 5.74 (mendekati suka), kekerasan 5.69 sebesar (mendekati suka), kekenyalan sebesar 5.57 (mendekati suka), juiceness

sebesar 5.21 (agak suka), adhesi coating sebesar 5.46 (agak suka), keseluruhan sebesar 5.86

(mendekati suka).

Mutu fisik nugget tempe menunjukkan bahwa nilai pick up predust nugget tempe berkisar antara (5.19±0.44)-(5.82±0.19)%. Pick up batter nugget tempe berkisar antara (20.16 ±1.18)-(23.57±0.12)%. Pick up breader nugget tempe berkisar antara (12.27±0.56)-(14.58 ±0.15)%. Cooking loss nugget tempe berkisar antara (1.40±0.03)-(2.18±0.22)%. Persen breader loss atau kerontokan breader (bread crumb) nugget tempe menunjukkan bahwa semua perlakuan memiliki nilai persen tertinggi pada satu siklus dan mengalami penurunan pada dua siklus dan lima siklus menunjukkan nilai persen breader loss terkecil. Nilai kekerasan nugget tempe berkisar antara (2607.43±42.67)-(4926.70±77.15) gf. Nilai kekenyalan nugget tempe berkisar antara (0.68±0.01)-(0.73±0.01). Mutu organoleptik nugget tempe menunjukkan bahwa formula nuget tempe yang paling disukai oleh panelis adalah nugget tempe dengan penambahan CMC 1% dengan nilai rata-rata setiap parameter yaitu: warna sebesar 5.84 (mendekati suka), rasa sebesar 5.46 (agak suka), aroma sebesar 5.29 (agak suka), kekerasan 5.30 sebesar (agak suka), kekenyalan sebesar 5.19 (agak suka), juiceness sebesar 5.09 (agak

suka), adhesi coating sebesar 5.54 (mendekati suka), keseluruhan sebesar 5.44 (agak suka). Hasil

analisis mutu kimia nugget tempe terpilih memiliki kadar air sebesar 49.47 (%bb), kadar abu sebesar 1.84 (%bb), kadar protein sebesar 12.62 (%bb), kadar lemak sebesar 15.51 (%bb), kadar karbohidrat sebesar 20.57 (%bb). Hasil analisis kimia nugget tempe terpilih telah memenuhi persyaratan SNI nugget ayam dan nugget tempe ini memiliki kandungan protein yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan SNI nugget ayam dan nugget komersial. Hasil analisis raw material cost menunjukkan bahwa harga 1000 gram nugget tempe terpilih lebih rendah jika dibandingkan dengan harga nugget ayam komersial yakni sebesar Rp. 47,667.


(5)

MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN HIDROKOLOID TERHADAP KARAKTERISTIK NUGGET TEMPE

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

RATHIH WULANSARI F24080047

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(6)

Judul Skripsi : Mempelajari Pengaruh Penambahan Hidrokoloid Terhadap Karakteristik Nugget Tempe

Nama : Rathih Wulansari

NIM : F24080047

Menyetujui,

Tanggal ujian : 22 Februari 2013 Pembimbing I,

(Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS) NIP 19480409.197302.1.001

Pembimbing II,

(Dr. Ir. Joko Hermanianto) NIP 19590528.198503.1.001

Mengetahui:

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Dr.Ir. Feri Kusnandar, MSc NIP 19680526.199303.1.004


(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Mempelajari

Pengaruh Penambahan Hidrokoloid Terhadap Karakteristik Nugget Tempe adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 22 Februari 2013 Yang membuat pernyataan,

Rathih Wulansari F24080047


(8)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tuis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(9)

BIODATA PENULIS

Rathih Wulansari lahir di Jakarta, 29 Agustus 1990 dari pasangan ayah Kusnadi (almarhum) dan ibu Surmiyati sebagai anak tunggal. Penulis menamatkan pendidikan jenjang SD di SDN Jati 05 Pagi Jakarta Timur (2002), jenjang SMP di SMPN 92 Jakarta (2005), jenjang SMA di SMAN 2I Jakarta Timur (2008), dan jenjang S1 di Institut Pertanian Bogor (2012) dengan Mayor Ilmu dan Teknologi Pangan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan, antara lain anggota Tim Penyuluh pada Ksatria Peduli Pangan (2009-2010), dan panitia beberapa acara seperti Masa Perkenalan Fakultas Teknologi Pertanian (Techno-F), BAUR, Orde Keramat, Youth Agrotechnopreneur Competition (YAC), HACCP VII. Selain itu penulis juga mengikuti beberapa seminar dan workshop, seperti Seminar I-FOODEX, NSPC, ACCES dan workshop GLP. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum matakuliah Teknologi Pengolahan Pangan (2012) serta memperoleh Beasiswa BBM (2009-2010) dan Beasiswa BUMN (2011-2012). Prestasi yang pernah diraih oleh penulis adalah masuk IPB melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), menjadi Fasilitator Mahasiswa pada program sawit-A untuk mengatasi kekurangan vitamin A di Darmaga kabupaten Bogor yang merupakan program PT SMART tbk dengan Fateta IPB. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Mempelajari Pengaruh Penambahan Hidrokoloid Terhadap Karakteristik Nugget Tempe”.

                           


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala atas segala rahmat dan hidayah-Nya dan shalawat kepada Nabi Muhammad Sallallahu Alayhi Wasallam sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2012 ini adalah “Mempelajari Pengaruh Penambahan Hidrokoloid Terhadap Karakteristik Nugget Tempe”. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Almarhum Bapak Kusnadi dan Mamah Surmiyati yang selalu memberikan nasihat, kasih sayang,

pengorbanan, semangat, dukungan kepada penulis baik doa maupun materi sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan tugas akhir ini. Karya ini kupersembahkan untuk kalian.

2. Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi.

Terima kasih atas saran, bimbingan, dan perhatian yang telah diberikan

3. Dr. Ir. Joko Hermanianto selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas bantuan, saran,

bimbingan, perhatian, motivasi, dan arahan yang telah diberikan.

4. Prof. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.agr selaku dosen penguji yang banyak memberikan masukan

serta pengetahuan baru selama pengujian.

5. Beasiswa BUMN yang telah memberikan bantuan dana kepada penulis selama perkuliahan

berlangsung dan untuk penyelenggaraan tugas akhir.

6. Bapak Haji Kusworo, Bapak Yanto, Bapak Losin, Bapak Kuswan, Pakde Tarno, Pakde Tukino,

dan Keluarga besar Ibu Yati. Terima kasih atas segala kasih sayang, motivasi yang telah diberikan kepada penulis.

7. Ratna, Rafiqah, Tata, Sagita, Rista, Virza, Mizu dan keluarga besar ITP 45 yang telah

memberikan banyak motivasi kepada penulis.

8. Septhyan Susetyo Aribowo yang selalu mendampingi penulis. Terima kasih atas dukungan,

semangat, doa, perhatian dan sayangnya kepada penulis.

9. Keluarga Harmony 1: Sakinah, Liyona, Rohanah, Risma, Dinia, Ita, Riska, Citra, Hilda, Rara,

Elok, Bu Ani, Harum, Oni, Biti, Dian. Terima kasih atas dukungan, bantuan dan semangatnya.

10. Seluruh analis dan teknisi laboratorium di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas bantuan

yang telah diberikan, terutama Bu Antin dan Bu Rubiyah.

Semoga karya ini bermanfaat terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan. Terima kasih.

Bogor, 22 Februari 2013

Rathih Wulansari  

 

 


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN... ... 2

C. INDIKATOR KINERJA PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. TEMPE... ... 3

B. NILAI GIZI TEMPE ... 3

C. DAGING AYAM ... 5

D. NUGGET ... 6

E. PEMBUATAN NUGGET ... 6

1. Bahan Utama Pembuatan Nugget ... 6

2. Bahan Tambahan ... 7

3. Proses Pembuatan Nugget ... 9

F. HIDROKOLOID ... 9

1. Natrium Alginat ... 10

2. CMC... ... 11

3. Guar Gum ... 11

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 13

A. BAHAN DAN ALAT ... 13

B. METODE PENELITIAN ... 13

C. PENGAMATAN ... 17

D. ANALISIS STATISTIK ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

1. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 21

1.1 Pembuatan Nugget Tempe ... 21

1.2 Pemilihan Formula Nugget Tempe ... 23

2. PENELITIAN LANJUTAN ... 27

2.1 Mutu Fisik Nugget Tempe ... 27

2.2 Mutu Organoleptik Nugget Tempe ... 36

2.3 Mutu Kimia Nugget Tempe ... 40

2.4 Analisis Raw Material Cost ... 40

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 43

A. SIMPULAN ... 43

B. SARAN... ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Syarat mutu tempe kedelai berdasarkan SNI 3144-2009 ... 3 

Tabel 2. Perbandingan komposisi zat gizi kedelai dan tempe (per 100 g basis kering) ... 4 

Tabel 4. Formula nugget tempe yang ditambahkan daging ayam ... 21 

Tabel 5. Komposisi proksimat tempe dan nugget tempe ... 40 

                                         

   

       


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur kimia natrium alginat (Nussinovtch 1997) ... 10

Gambar 2. Struktur kimia CMC (Nussinovtch 1997) ... 11 

Gambar 3. Struktur kimia guar gum (Nussinovitch 1997) ... 11

Gambar 4. Diagram alir penelitian ... 15

Gambar 5. Proses pembuatan nugget tempe ... 16

Gambar 6. Hasil uji rating hedonik formula nugget tempe ... 23

Gambar 7. Histogram pick up predust nugget tempe dengan penambahan jenis dan konsentrasi hidrokoloid yang berbeda ... 28 

Gambar 8. Histogram pick up batter nugget tempe dengan penambahan jenis dan konsentrasi hidrokoloid yang berbeda ... 28

Gambar 9. Histogram pick up breader nugget tempe dengan penambahan jenis dan konsentrasi hidrokoloid yang berbeda ... 30

Gambar 10. Histogram cooking loss nugget tempe dengan penambahan jenis dan konsentrasi hidrokoloid yang berbeda ... 31 

Gambar 11. Grafik breader loss nugget tempe ... 33

Gambar 12. Histogram kekerasan nugget tempe dengan penambahan jenis dan konsentrasi hidrokoloid yang berbeda ... 23

Gambar 13. Histogram kekenyalan nugget tempe dengan penambahan jenis dan konsentrasi hidrokoloid yang berbeda ... 36

Gambar 14. Hasil uji rating hedonik nugget tempe pada penelitian lanjutan ... 37

         


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Formulasi nugget tempe ... 53

Lampiran 2. Formulasi dasar nugget tempe hasil modifikasi ... 53

Lampiran 3. Formulasi batter ... 53

Lampiran 4. Setting alat texture analyzer ... 54

Lampiran 5. Formulir uji organoleptik (rating hedonik) nugget tempe ... 54

Lampiran 6.a. Analisis sidik ragam warna formula nugget tempe ... 55

Lampiran 6.b. Analisis sidik ragam rasa formula nugget tempe ... 56

Lampiran 6.c. Analisis sidik ragam aroma formula nugget tempe ... 57

Lampiran 6.d. Analisis sidik ragam kekerasan formula nugget tempe ... 58

Lampiran 6.e. Analisis sidik ragam kekenyalan formula nugget tempe ... 59

Lampiran 6.f. Analisis sidik ragam juiceness formula nugget tempe ... 59

Lampiran 6.g. Analisis sidik ragam adhesi coating formula nugget tempe ... 60

Lampiran 6.h. Analisis sidik ragam keseluruhan formula nugget tempe ... 60

Lampiran 7. Formulir uji organoleptik (rating hedonik) nugget tempe pada ... 61

Lampiran 8.a. Analisis sidik ragam warna nugget tempe pada penelitian lanjutan ... 62

Lampiran 8.b. Analisis sidik ragam rasa nugget tempe pada penelitian lanjutan ... 62

Lampiran 8.c. Analisis sidik ragam aroma nugget tempe pada penelitian lanjutan ... 62

Lampiran 8.d. Analisis sidik ragam kekerasan nugget tempe pada penelitian lanjutan ... 63

Lampiran 8.e. Analisis sidik ragam kekenyalan nugget tempe pada penelitian lanjutan ... 64

Lampiran 8.f. Analisis sidik ragam juiceness nugget tempe pada penelitian lanjutan ... 64

Lampiran 8.g. Analisis sidik ragam adhesi coating nugget tempe pada penelitian lanjutan ... 65

Lampiran 8.h. Analisis sidik ragam keseluruhan nugget tempe pada penelitian lanjutan ... 65

Lampiran 9. Data mutu fisik nugget tempe ... 66

Lampiran 10. Analisis sidik ragam pick up predust nugget tempe ... 68

Lampiran 11. Analisis sidik ragam pick up batter nugget tempe ... 68

Lampiran 12. Analisis sidik ragam pick up breader nugget tempe ... 69

Lampiran 13. Analisis sidik ragam cooking loss nugget tempe ... 71

Lampiran 14.a Analisis sidik ragam breader loss nugget tempe siklus 1 ... 72

Lampiran 14.b Analisis sidik ragam breader loss nugget tempe siklus 2 ... 73

Lampiran 14.c Analisis sidik ragam breader loss nugget tempe siklus 3 ... 74

Lampiran 14.d Analisis sidik ragam breader loss nugget tempe siklus 4 ... 74

Lampiran 14.e Analisis sidik ragam breader loss nugget tempe siklus 5 ... 75

Lampiran 15. Analisis sidik ragam kekerasan nugget tempe ... 76

Lampiran 16. Analisis sidik ragam kekenyalan nugget tempe ... 78

Lampiran 17. Rekapitulasi data analisis kadar air tempe ... 79

Lampiran 18. Rekapitulasi data analisis kadar abu tempe ... 79

Lampiran 19. Rekapitulasi data analisis protein tempe ... 79

Lampiran 20. Rekapitulasi data analisis lemak tempe ... 80

Lampiran 21. Rekapitulasi data analisis karbohidrat tempe ... 80

Lampiran 22. Rekapitulasi data analisis kadar air nugget tempe ... 81

Lampiran 23. Rekapitulasi data analisis kadar abu nugget tempe ... 81

Lampiran 24. Rekapitulasi data analisis protein nugget tempe ... 81


(15)

Lampiran 26. Rekapitulasi data analisis karbohidrat nugget tempe ... 82 Lampiran 27. Analisis raw material cost ... 83


(16)

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Tempe merupakan produk pangan yang sangat populer di Indonesia, berbahan dasar kedelai yang diolah melalui proses fermentasi menggunakan kapang, terutama Rhizopus sp. (Syarief et al. 1999). Kualitas protein, kandungan vitamin, dan aktivitas antioksidannya menjadikan tempe lebih unggul secara gizi dibandingkan dengan produk pangan lain (Liu 1997). Namun, tempe sebagai sumber pangan juga masih memiliki kendala dalam pemanfaatannya, yaitu umur simpannya yang relatif singkat dan mudah rusak. Tempe segar hanya tahan disimpan satu sampai dua hari pada suhu ruang, setelah itu mutunya akan menurun dan rusak (Koswara 1992). Salah satu cara diversifikasi (penganekaragaman) produk pangan olahan tempe yakni dengan mengolahnya menjadi nugget.

Nugget merupakan produk olahan yang dicetak, dimasak dan dibekukan, dibuat dari campuran daging giling yang diberi bahan pelapis dengan atau tanpa penambahan bahan makanan yang diizinkan (BSN 2002). Dewasa ini kebutuhan makanan yang bersifat cepat saji (ready to cook) semakin tinggi. Data survei independen yang dilakukan sebuah perusahaan swasta pada tahun 2010 menunjukkan konsumsi daging olahan seperti sosis dan nugget di Indonesia tumbuh dengan baik. Konsumsi sosis oleh masyarakat Indonesia tumbuh rata-rata 4.46% per tahun, sementara konsumsi nugget tumbuh 16.72% per tahun (Anonim 2011). Meningkatnya konsumsi makanan cepat saji ini ditopang oleh meningkatnya kehidupan yang padat akan kegiatan dan aktivitas ekonomi masyarakat terutama yang tinggal di kota besar. Hal ini menunjukkan adanya peluang pengembangan produk pangan cepat saji berbahan dasar lain, tempe salah satunya.

Diversifikasi tempe menjadi nugget, tidak hanya meningkatkan umur simpan dan nilai tambahnya. Namun, dilihat dari sisi nilai gizi, tempe memiliki banyak keunggulan jika digunakan sebagai bahan baku pembuatan nugget. Tempe diketahui sebagai sumber pangan protein tinggi, dimana proteinnya mudah dicerna dan memiliki delapan asam amino essensial yang lengkap. Lemak pada tempe mengandung asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat. Beberapa penelitian menunjukkan tempe memiliki keunggulan fungsional diantaranya dapat menurunkan kolesterol (Brata-Arbai 2001) dan aktifitas antioksidan yang berpotensi mencegah penyakit degeneratif (Astuti 2001). Tempe juga memiliki kandungan zat yang berkhasiat sebagai antibiotik (Syarief et al. 1999). Keunggulan lain yang dimiliki tempe, khususnya di Indonesia, adalah

memiliki kandungan vitamin B12 (Liu 1997). Selain itu, jika dilihat dari sisi ekonomi, penggunaan

tempe sebagai bahan baku nugget dapat menurunkan harga produksi pembuatannya. Hal ini dikarenakan harga tempe yang lebih murah jika dibandingkan dengan daging.

Penelitian mengenai penggunaan tempe dalam pembuatan nugget, baik sebagai bahan baku utama atau subtitusi telah banyak dilakukan. Mughniza (2003) melakukan substitusi tempe untuk melihat mutu protein nugget ayam. Apriliyani (2004) melakukan substitusi tepung tempe terhadap daging itik mandalung untuk melihat sifat fisik, kimia, dan organoleptiknya. Yanti (2005) melakukan substitusi tepung tempe terhadap daging sapi untuk mengetahui sifat kimia dan organoleptik nugget daging sapi. Silvia (2008) menggunakan tempe sebagai bahan baku nugget dengan perlakuan berbagai bahan pengisi. Penelitian Adiningsih (2012) menggunakan tempe sebagai bahan baku utama dalam pembuatan nugget tempe dengan perlakuan berbagai varietas kedelai, sedangkan pada penelitian ini selain tempe yang digunakan sebagai bahan baku juga dilakukan penambahan daging ayam dan hidrokoloid.


(17)

Hidrokoloid merupakan suatu polimer larut air yang mampu membentuk koloid, mengemulsikan lemak dan mampu mengentalkan larutan atau membentuk gel dari larutan tersebut (Mantell 1974). Hidrokoloid mempunyai banyak fungsi dalam pembuatan produk olahan daging. Hidrokoloid biasanya digunakan dalam produk olahan daging sebagai emulsifier, bahan pengikat, dan bahan tambahan untuk memperbaiki tekstur. Tekstur merupakan salah satu pelengkap mutu penting dalam produk olahan daging selain rasa, aroma, dan warna karena dapat menentukan penerimaan konsumen (Wirakartakusumah et al. 1992). Menurut Williams (2000), penambahan hidrokoloid hanya sekitar 1% telah cukup memberikan efek yang signifikan terhadap tekstur dan organoleptik produk pangan.

Pada penelitian ini, nugget tempe yang telah disubstitusi oleh daging ayam kemudian ditambahkan hidrokoloid sebagai bahan pengikat dan memperbaiki tekstur serta penampilannya. Hidrokoloid yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu natrium alginat, CMC, dan guar gum dengan konsentrasi 0%, 0.5%, dan 1%. Penambahan hidrokoloid dalam produk nugget tempe ini diharapkan mampu memberikan karakteristik yang baik terhadap mutu produk nugget tempe. Karakter mutu dari suatu produk akan berpengaruh terhadap tingkat penerimaan kosumen terhadap produk tersebut. Penambahan hidrokoloid dalam produk pangan olahan, secara langsung dapat mempengaruhi seluruh atau sebagian karakteristik produk, sehingga diperlukan pengkajian mengenai pengaruh penambahan hidrokoloid terhadap karakteristik mutu produk olahan yang merupakan fokus utama penelitian ini, dalam hal ini produk nugget tempe.

B.

TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui proses dan formula dasar untuk pembuatan nugget tempe yang ditambahkan daging ayam terhadap kesukaan panelis, (2) mengetahui pengaruh penambahan hidrokoloid terhadap karakteristik nugget tempe melalui mutu fisik, organoleptik, dan kimia, yang diharapkan dapat diketahui jenis hidrokoloid dengan konsentrasi yang paling tepat untuk menghasilkan nugget tempe yang mempunyai karakteristik mutu terbaik yang disukai oleh panelis, (3) mengetahui analisis raw material cost produk nugget tempe terpilih yang disukai panelis berdasarkan uji organoleptik.

C.

INDIKATOR KINERJA PENELITIAN

Indikator kinerja penelitian antara lain:

1. Diketahui proses pembuatan nugget tempe yang ditambahkan daging ayam.

2. Diketahui karakteristik mutu nugget tempe, baik mutu fisik (pick up, cooking loss, breader loss

dengan freeze thawing, kekerasan, dan kekenyalan), mutu organoleptik pada nugget tempe

yang ditambahkan natrium alginat, CMC, guar gum dengan konsentrasi berbeda.

3. Diperoleh satu formulasi nugget tempe yang ditambahkan hidrokoloid yang diterima panelis

secara organoleptik (minimal 5 dari skala 7).

4. Diketahui mutu kimia atau nilai gizi nugget tempe yang disukai panelis meliputi kadar air,

kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat.


(18)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

TEMPE

Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan baku kedelai yang difermentasi dalam waktu tertentu menggunakan kapang Rhizopus sp. Spesies kapang Rhizopus yang umumnya digunakan dalam fermentasi tempe antara lain Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolofiner (kapang roti) atau Rhizopus arrhizus. Fermentasi tempe berlangsung secara aerob karena kapang merupakan mikroorganisme yang bersifat aerob obligatif. Oksigen digunakan dalam aktivitas kapang untuk menghasilkan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga membentuk tekstur yang padat dan kompak serta membuat tempe berwarna putih. Menurut Standar Nasional Indonesia (2009), tempe kedelai adalah produk makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang tertentu, berupa padatan kompak dan berbau khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan. Syarat mutu tempe kedelai menurut SNI 3144-2009 dapat dilihat di Tabel 1.

 

Tabel 1.Syarat mutu tempe kedelai berdasarkan SNI 3144-2009

No Parameter Satuan Persyaratan

1 Keadaan Bau Warna Rasa - - -

normal khas tempe normal

normal

2 Air , b/b % maks. 65.00

3 Abu, b/b % maks. 1.50

4 Protein (N × 6.25), b/b % min. 16.00

5 Lemak, b/b % min. 10.00

6 Serat kasar, b/b % maks. 2.50

7 Cemaran logam

Kadmium (Cd)

Timbal (Pb) Timah (Sn) Merkuri (Hg) mg/kg mg/kg mg/kg maks 0.20 maks. 0.25 maks. 40.00 maks. 0.03

8 Cemaran arsen (As) mg/kg maks. 0.25

9 Cemaran mikroba

Bakteri coliform Sallmonella APM/g - maks. 10 negatif/25 g

B.

NILAI GIZI TEMPE

Menurut Sudigbia (1996), tempe memiliki beberapa sifat yang menguntungkan dari segi kesehatan sebagai bahan pangan, antara lain:

a. Tempe mengandung delapan macam asam amino esensial.

b. Memiliki kandungan vitamin B12 yang tinggi

c. Memiliki kandungan asam lemak jenuh dan kolesterol yang rendah.


(19)

Tempe mengandung protein yang lengkap karena terdiri atas delapan asam amino esensial yakni isoleusin, leusin, lisin, fenilalanin, treonin, triptofan, valin, dan metionin. Lisin merupakan asam amino yang paling banyak terdapat pada tempe (Koswara 1992), sedangkan metionin merupakan asam amino pembatas pada tempe (Syarief et al. 1999). Dari total protein tempe, hanya 56% yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Tiap 100 gram tempe mengandung 18.3 gram protein (Sarwono 2002). Tempe memiliki keunggulan dari segi gizi dan manfaat untuk kesehatan. Kualitas protein, kandungan vitamin, dan aktivitas antioksidan tempe menjadikannya lebih unggul secara gizi dibandingkan dengan produk pangan lain (Liu 1997). Selain kaya akan protein, tempe merupakan sumber gizi yang baik karena banyak mengandung asam amino esensial, asam lemak esensial, vitamin B komplek, dan serat.

Selama fermentasi, banyak bahan dalam kedelai menjadi bersifat lebih larut dalam air dan lebih mudah dicerna (Koswara 1992). Kadar protein dalam kedelai selama fermentasi relatif tidak banyak berubah, tetapi jumlah nitrogen yang larut meningkat 0.50-2.50%. Jumlah asam amino bebas meningkat 1-85 kali dari kedelai yang tidak difermentasikan setelah 48 jam akibat aktivitas proteolitik kapang tempe (Karyadi et al 2001). Kapang tempe menghasilkan enzim protease yang dapat menghidrolisis ikatan peptida pada protein dan senyawa-senyawa peptida lainnya menjadi asam-asam amino bebas. Perbandingan komposisi zat gizi kedelai dengan tempe dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan komposisi zat gizi kedelai dan tempe (per 100 g basis kering)

Kandungan Satuan Kedelai Tempe

Komposisi Proksimat

Air g 0 0

Abu g 6.1 3.6

Protein g 46.2 46.5

Lemak g 19.1 19.7

Karbohidrat g 28.2 30.2

Serat g 3.7 7.2

Mineral

Kalsium mg 254 347

Fosfor mg 781 724

Besi mg 11 9

Vitamin

Tiamin mg 0.48 0.28

Riboflavin mg 0.15 0.65

Niasin mg 0.67 2.52

As. Pantotenat mg 0.43 0.52

Piridoksin mg 0.18 0.10

Vitamin B12 μg 0.15 3.90

Biotin μg 35 53

Total asam amino mg 44.218 44.221 Sumber: Hermana et al. 2001

Selain protease, kapang tempe juga menghasilkan enzim lipase yang menyebabkan lemak terhidrolisis selama fermentasi. Wagenknecht et al. (1961) menyatakan bahwa selama fermentasi tempe berlangsung, terjadi penurunan kadar asam linolenat dan peningkatan bilangan asam sekitar 50-70 kali. Hal ini disebabkan oleh aktivitas lipolitik kapang tempe yang menghidrolisis triasilgliserol


(20)

menjadi gliserol dan asam-asam lemak bebas. Rhizopus oligosporus umumnya menggunakan asam lemak sebagai sumber energi (Nout dan Rambout 1990). Kadar pati selama fermentasi menurun drastis hingga 74% dan terbentuk senyawa-senyawa karbohidrat yang tidak teridentifikasi. Peningkatan kadar serat sebesar 5.85% terjadi akibat miselium cendawan yang mengandung serat (Steinkraus et al. 1960).

Selama fermentasi, terdapat beberapa perubahan kandungan gizi tempe antara lain pH tempe mengalami peningkatan dari 5.0 menjadi 7.6. Peningkatan pH ini terjadi akibat pertumbuhan kapang yang cepat. Tempe yang berkualitas baik memiliki pH pada kisaran 6.3 hingga 6.5 (Steinkraus et al. 1960). Peningkatan pH akan meningkatkan kelarutan protein tempe. Fermentasi kedelai dalam pembuatan tempe juga mengakibatkan terjadinya degradasi faktor antinutrisi (Hyeronymus 1993). Selain itu, selama fermentasi kapang tempe juga dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat menjadi fosfor dan inositol. Asam fitat adalah senyawa antinutrisi yang dapat mengikat beberapa mineral dalam tubuh. Kandungan asam fitat pada tempe lebih rendah sekitar 30% daripada kedelai sebelum fermentasi. Hal ini disebabkan oleh aktivitas enzim fitase yang dihasilkan oleh kapang tempe. Asam fitat dapat menyebabkan defisiensi fosfat, kalsium, dan gangguan penyerapan zat besi (Karyadi et al 2001). Jumlah mineral zat besi, tembaga, dan seng berturut-turut pada tempe adalah 9.39, 2.87, dan 8.05 mg setiap 100 gram tempe (Syarief et al. 1999).

Penelitian terkini menunjukkan tempe memiliki keunggulan fungsional diantaranya seperti kemampuan menurunkan kolesterol (Brata-Arbai 2001) dan aktifitas antioksidan yang berpotensi mencegah penyakit degeneratif (Astuti 2001). Keunggulan lain yang dimiliki tempe adalah vitamin B,

terutama vitamin B12. Tempe juga memiliki kandungan zat yang berkhasiat sebagai antibiotik yaitu

senyawa peptida berantai pendek yang diproduksi oleh kapang Rhizopus sp. Senyawa ini dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif secara efektif (Syarief et al. 1999). Selain itu, penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa tempe mengandung senyawa yang berperan sebagai antioksidan dalam tubuh manusia, yaitu isoflavon, daidzein dan genestein (Haron et al. 2009). Isoflavon dalam tubuh manusia bermanfaat sebagai antioksidan, antikanker, antiosteoporosis, menopause symptoms, dan hipokolesterolemik.

C.

DAGING AYAM

Daging ayam merupakan sumber protein hewani berkualitas tinggi, mengandung asam amino esensial yang lengkap dan asam lemak tidak jenuh yang tinggi. Selain itu, serat-serat dagingnya pendek dan lunak sehingga mudah dicerna (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Daging ayam memiliki rasa dan aroma yang enak, tekstur yang lunak dan harga yang relatif murah, sehingga disukai hampir semua orang. Komposisi kimia daging ayam terdiri atas protein 18.2%, lemak 25%, air 55.9%, energi 298%, kalsium 14%, dan besi 1.5% (Persagi 2008). Daging ayam yang biasa digunakan dalam pembuatan nugget adalah daging ayam pedaging (broiler).

Ayam termasuk ke dalam jenis unggas selain itik dan burung. Menurut Smith (2010), setiap 100 gram daging unggas mengandung 20-23% protein. Protein daging unggas terdiri dari tiga jenis yakni stroma (3-5%), sarkoplasma (35%), dan miofibril (55%) (Smith 2010). Protein miofibril merupakan protein yang berperan penting dalam pengolahan daging. Menurut Rinaldi (1992), protein miofibril yang paling banyak berperan dalam pembentukan emulsi adalah miosin, karena mempunyai gugus hidrofilik dan lipofilik, sehingga dapat membentuk ikatan air dengan lemak. Pada daging unggas, kandungan miosin yakni sebesar 50-55% dari total protein miofibril (Smith 2010).


(21)

D.

NUGGET

Menurut SNI 01-6683-2002, nugget adalah produk olahan yang dicetak, dimasak, dan dibekukan, terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan pelapis dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan makanan yang diizinkan. Produk nugget dapat dibuat dari daging sapi, ayam, ikan, dan lain-lain. Nugget yang paling banyak terdapat di pasaran adalah nugget daging ayam. Nugget termasuk ke dalam salah satu bentuk produk beku siap saji. Produk beku siap saji adalah suatu produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang kemudian dibekukan. Produk beku siap saji ini memerlukan waktu pemanasan akhir yang cukup singkat untuk siap dikonsumsi. Sekalipun dibekukan terlebih dahulu, makanan siap saji tidak akan kehilangan banyak gizi, juga tidak ada perubahan cita rasa terutama teksturnya (Apriadji 2001).

E.

PEMBUATAN NUGGET

1.

Bahan Utama Pembuatan Nugget

Nugget merupakan suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi dua yang dilapisi dengan bahan pelapis, digoreng setengah matang, kemudian dibekukan. Nugget umumnya dibuat dari daging, bahan pengisi, bahan pengikat, bahan pelapis dan bahan tambahan lainnya seperti garam, STPP, bumbu, dan penyedap. Proses pembuatan nugget diperlukan penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi. Bahan pengisi dan bahan pengikat merupakan fraksi bukan daging yang biasanya ditambahkan dalam pembuatan produk emulsi seperti nugget, bakso, dan sosis. Tujuan penambahan bahan-bahan ini adalah memperbaiki stabilitas emulsi, mereduksi penyusutan selama pemasakan, memperbaiki sifat irisan, meningkatkan citarasa, dan terutama mengurangi biaya produksi (Kramlich 1971).

Perbedaan antara bahan pengikat dan bahan pengisi adalah kemampuannya mengemulsikan lemak. Bahan pengisi adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air, tetapi mempunyai pengaruh yang kecil terhadap emulsifikasi (Soeparno 1994). Bahan pengisi pada nugget umumnya terdiri dari karbohidrat yang memiliki pengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Kandungan utama dari bahan pengisi adalah pati. Pati terdiri dari dua fraksi, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus, sedangkan amilopektin bercabang. Perbandingan kandungan antara amilosa dan amilopektin berperan dalam pembentukan adonan. Semakin besar kandungan amilopektin atau semakin kecil kandungan amilosa, maka semakin rekat produk olahannya (Winarno 1997). Salah satu bahan pengisi yang biasa digunakan pada nugget, yaitu tapioka. Tapioka merupakan pati yang diperoleh dari hasil ekstraksi ubi kayu jenis Manihot esculenta dan Manihot utilissima yang kaya akan pati. Kandungan amilopektin tapioka sebesar 76.26-83% (Laga 2001).

Bahan pengikat mengandung protein yang lebih tinggi dan memiliki pengaruh besar terhadap emulsifikasi lemak dibandingkan bahan pengisi. Fungsi dari bahan pengikat, yaitu mengurangi penyusutan pada waktu pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Bahan pengikat dalam adonan emulsi juga dapat berfungsi sebagai pengemulsi (emulsifier), yaitu pengikat antara lemak dan air (Kramlich 1971). Salah satu bahan pengikat yang digunakan yakni putih telur. Putih telur mengandung ovalbumin yang merupakan fosfoglikoprotein yang memiliki fungsi dalam pembentukan gelling, foaming, dan emulsifying properties (Mine dan Nolan 2006).

Pada pembuatan nugget, tepung digunakan untuk melapisi nugget. Tepung yang biasa digunakan antara lain tepung terigu, maizena, dan tepung roti (Alamsyah 2007). Pemilihan tepung


(22)

pelapis mempengaruhi hasil olahan. Umumnya, tepung balut (coating flour) terdiri dari tiga jenis yakni predust, batter, dan breader. Ketiga jenis tepung ini diaplikasikan secara berurutan. Pelapisan pertama dilakukan dengan predust flour, dilanjutkan dengan pencelupan ke larutan batter, dan terakhir breader (pelapisan dengan tepung roti).

Predust merupakan tahap awal dalam proses coating pada produk nugget. Fungsi predust adalah meningkatkan daya ikat (adhesi) substrat dengan lapisan coating, melindungi produk dari kehilangan air, dan menjaga flavor terutama yang sensitif terhadap suhu tinggi atau komponen yang mudah menguap selama pemasakan (ASEAN-Canada Fisheries 1994). Predust umumnya menggunakan tepung sebagai bahan pelapis adonan nugget tanpa atau dengan penambahan bahan tambahan lainnya (Barbut 2002).

Batter merupakan campuran yang terdiri dari air, tepung, pati dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk merekatkan sesuatu pada produk makanan atau juga dapat berfungsi sebagai final coater pada produk sebelum dimasak (Mallikarjunan et al. 2010). Menurut Owens (2010), komposisi batter terdiri dari tepung terigu, maizena, bumbu, protein, leavening agent, stabilizer, pewarna, dan browning agent. Salah satu jenis protein yang dapat digunakan pada komposisi batter adalah protein susu yang berasal dari susu skim. Susu skim merupakan susu yang telah dipisahkan lemaknya yang hanya mengandung lemak sebesar 0.5-2% (Varnam dan Sutherland 1994). Komponen terbesar dalam susu skim adalah protein susu. Menurut Barbut (2002), penambahan protein dalam komposisi batter dapat berfungsi sebagai bahan pengikat. Selain itu, adanya laktosa pada susu dapat membantu memperbaiki warna, aroma, dan penyerapan air. Leavening agent yang sering digunakan pada adonan batter, yaitu sodium bikarbonat (soda kue). Leavening agent ditambahkan pada adonan batter nugget untuk menghasilkan ruang udara pada lapisan coating, memberikan tekstur yang unik (kerenyahan) pada produk yang digoreng, meningkatkan volume produk akhir (Barbut 2002). Albert et al. (2009) menggunakan sodium bikarbonat sebagai formulasi dasar pada batter untuk membuktikan kerenyahan nugget ikan.

Breader merupakan bagian yang penting dalam proses pembuatan produk pangan beku, khususnya nugget. Breader merupakan lapisan terakhir nugget yang menggunakan tepung roti. Kerenyahan produk yang dilumuri breader akan membuat produk tersebut lebih enak dan lezat (Fellows 2000). Ukuran breader mempengaruhi pick up dan tekstur. Breader kasar akan menghasilkan pick up yang lebih baik dan tekstur renyah dibandingkan breader halus.

2.

Bahan Tambahan

Bahan tambahan atau bahan pembantu adalah bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam suatu adonan dengan maksud atau tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, serta memantapkan bentuk dan rupa (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan nugget tempe adalah garam, STPP, air es, dan bumbu.

Garam terdapat secara alami dalam makanan atau ditambahkan dalam pengolahan dan penyajian makanan. Penggunaan garam dianjurkan tidak terlalu banyak karena akan menyebabkan penggumpalan atau salting out dan rasa produk terlalu asin. Menurut Owens (2010), penambahan garam pada produk nugget tidak lebih dari 2%, sedangkan pada industri umumnya 1%. Garam memiliki dua fungsi pada produksi nugget, yaitu memperbaiki rasa dan membantu mengekstrak protein (Owens 2010). Selain itu, garam juga dapat meningkatkan daya ikat air (water holding capacity/WHC) protein otot (Wilson et al. 1981). Oleh sebab itu, garam merupakan faktor kritis yang harus diperhatikan karena tanpa garam pembentukan emulsi tidak akan terjadi pada produk olahan


(23)

daging seperti nugget. Karmlich (1971) menambahkan, selain sebagai pemberi rasa dan untuk mengekstraksi protein, garam juga berfungsi sebagai pengawet karena dapat mencegah pertumbuhan mikrob sehingga memperlambat pembusukan.

Sodium Tripolyphospat (STPP) ditambahkan dalam pembuatan chicken nugget untuk membantu ekstraksi protein. Penambahan STPP dapat meningkatkan daya ikat air (water holding capacity/WHC) oleh daging karena terjadi peningkatan pH dan membuka protein otot sehingga terjadi pengikatan air. Selain itu, penambahan STPP juga dapat mempertahankan juiceness, meningkatkan produk akhir, mempertahankan warna produk, menghambat ketengikan karena fosfat mempunyai sifat sebagai antioksidan, dan meningkatkan mutu produk daging (Osburn dan Keeton 2010). Ockerman (1983), menambahkan bahwa penambahan STPP juga berfungsi menurunkan susut masak karena dapat mengurangi air yang hilang selama pemasakan. STPP dan garam mempunyai efek sinergisme sehingga dapat meningkatkan daya ikat air (WHC). Penggunaan STPP memiliki batas (self limiting) yang disebabkan STPP memiliki rasa yang agak pahit pada konsentrasi tertentu, sehingga penggunaannya pada industri umumnya sekitar 0.3-0.5%. Menurut Owens (2010), penggunaan STPP sebanyak 0.5% dapat menyebabkan rasa sabun dan licin pada produk.

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena keberadaan air ikut menentukan daya terima, kesegaran dan daya tahan bahan makanan tersebut. Menurut Kramlich (1971), tekstur dan keempukan produk akhir dari produk emulsi daging dipengaruhi oleh kandungan air yang ditambahkan. Penambahan air ke dalam adonan nugget pada waktu penggilingan adalah dalam bentuk serpihan es. Menurut Pisula (1984), suhu optimum untuk ekstraksi protein serabut otot adalah 4-5 °C, sedangkan suhu untuk mempertahankan kestabilan adonan tidak diperkenankan melebihi 20 °C. Suhu adonan yang lebih dari 20 °C akibat gesekan daging di dalam alat penghancur daging dapat menghambat ekstraksi protein serabut otot akibat terjadinya denaturasi protein.

Penambahan air dalam bentuk es bertujuan melarutkan garam dan mendistribusikan secara merata ke seluruh bagian massa daging, memudahkan ekstraksi protein otot, membantu pembentukan emulsi, mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama penggilingan, dan pembuatan adonan (Kramlich 1971). Jumlah air yang ditambahkan akan mempengaruhi juiceness dan rendemen produk. Selain itu, peningkatan penambahan air menyebabkan tekstur nugget menjadi lebih basah dan lembut. Bumbu yang digunakan dalam pembuatan nugget tempe, yaitu lada, bawang putih, bawang bombay, dan penyedap rasa. Bumbu yang ditambahkan dalam pembuatan nugget bertujuan menambah cita rasa produk dan memberikan aroma khas pada makanan. Beberapa bumbu juga selain untuk menambah cita rasa juga berfungsi sebagai antioksidan. Lada merupakan bumbu yang umum digunakan dalam masakan untuk meningkatkan cita rasa dan memberikan warna tertentu pada makanan. Lada sering digunakan dalam masakan karena memiliki dua sifat penting, yaitu rasa pedas

dan aroma yang khas. Rasa pedas disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin serta chacivia

(Rismunandar 1993). Bawang putih dan bawang bombay digunakan pada makanan untuk memberi cita rasa produk dan memberikan aroma yang khas pada makanan. Bau khas bawang berasal dari

komponen volatile yang muncul ketika terjadi kerusakan jaringan atau pemotongan. Keduanya akan

memiliki bau ketika dihancurkan atau dipotong, karena pada waktu tersebut enzim allinase akan

bereaksi dengan aliin sehingga dengan cepat membentuk alisin. Alisin selanjutnya akan

terdekomposisi menjadi dialil sulfida dan senyawa-senyawa turunan sulfida lainnya. Penyedap rasa ditambahkan untuk meningkatkan cita rasa produk. Menurut Soeparno (1994), penambahan bahan penyedap dan bumbu terutama ditujukan untuk menambah atau meningkatkan cita rasa, karena bahan penyedap dapat meningkatkan dan memodifikasi flavor yang berbeda.


(24)

3.

Proses Pembuatan Nugget

Nugget merupakan salah satu bentuk produk pangan yang bersifat ready to cook. Nugget yang biasa dibuat berbahan dasar daging ayam atau daging ikan giling yang diberi bumbu dan bahan

tambahan lain, dicetak, dilapisi dengan tepung berbumbu (batter dan breader) kemudian digoreng

dalam minyak panas dengan deep fat frying. Secara umum pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu penggilingan yang disertai pencampuran (bumbu, bahan pengikat, dan bahan pengisi), pencetakan, pelapisan, pre-frying, dan pembekuan (Tanoto 1994).

Tahap pertama dalam pembuatan nugget adalah penggilingan dan pencampuran. Tanoto (1994)

menyatakan bahwa penggilingan daging sebaiknya dilakukan pada suhu di bawah 15 °C dengan

menambahkan es pada saat penggilingan daging. Penambahan es bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas yang terjadi pada saat penggilingan daging. Selain itu, pada proses penggilingan daging sebaiknya ditambahkan dengan garam dan STPP. Garam dan STPP bersifat sinergis untuk meningkatkan ekstraksi protein pada daging (Owens 2010). Selanjutnya pada tahap penggilingan, juga dilakukan pencampuran bumbu, bahan pengikat, dan bahan pengisi.

Adonan nugget yang telah digiling kemudian dilakukan pencetakan. Bentuk nugget yang paling umum adalah oval atau lonjong dan lingkaran. Pencetakan nugget pada industri skala besar menggunakan mesin Formax yang dilengkapi dengan conveyor belt atau ban berjalan (Owens 2010). Pencetakan nugget pada industri kecil dapat dilakukan dengan menggunakan tangan. Selanjutnya adonan nugget dibalur dengan bahan pelapis (coating). Sistem coating atau pelapisan diaplikasikan pada adonan nugget yang telah dicetak. Menurut Fellows (2000), pelapisan atau coating dapat digunakan untuk melindungi produk dari dehidrasi produk selama pemasakan dan penyimpanan. Pelapisan terdiri dari tiga tahap yakni predust, batter, dan breader.

Penggorengan awal (pre-frying) adalah langkah terpenting dalam proses aplikasi batter dan breader. Tujuan pre-frying adalah untuk menempelkan bahan pelapis dengan adonan nugget sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan. Pre-frying juga akan memberikan warna pada produk, membentuk kerak pada produk setelah digoreng, memberikan penampakan goreng (fried) pada produk serta berkontribusi pada rasa produk (Fellows 2000). Menurut Owens (2010), waktu yang diperlukan untuk tahap pre-frying adalah 30 sampai 45 detik dengan suhu minyak sebesar 179.4-198.8 °C.

Produk yang telah mengalami proses pre-frying kemudian dibekukan atau disimpan pada suhu dingin. Penyimpanan merupakan usaha untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan yang disebabkan oleh berbagai hal antara lain seperti mikroorganisme, serangga, tikus, dan kerusakan fisiologis atau biokimia (Damayanti dan Mudjajanto 1995). Penyimpanan dengan suhu rendah (pembekuan) diharapkan berbagai hal yang menyebabkan kerusakan produk dapat dicegah sehingga mutu dan kualitas produk dapat bertahan lama.

F.

HIDROKOLOID

Hidrokoloid merupakan suatu polimer larut dalam air, mampu membentuk koloid, dan mengentalkan larutan atau membentuk gel dari larutan tersebut. Menurut Fardiaz (1989), berdasarkan sumber asalnya, hidrokoloid dapat dibedakan menjadi tiga jenis utama, yaitu hidrokoloid alami, hidrokoloid alami termodifikasi, dan hidrokoloid sintesis. Hidrokoloid mempunyai sifat fungsional yang berbeda-beda. Namun salah satu sifat utama yang berlaku bagi semua jenis hidrokoloid adalah kekentalannya dalam suatu medium air. Sifat utama lainnya dari hidrokoloid adalah pembentukan gel. Pembentukan gel atau gelasi adalah suatu fenomena yang mengikutsertakan penggabungan atau pengikatan silang (cross-linking) dari rantai-rantai polimer membentuk suatu jala tiga dimensi.


(25)

Selanjutnya jala ini dapat mengikat dan memobilisasi air di dalamnya membentuk struktur kuat yang kaku yang tahan terhadap aliran bawah tekanan (Fadiaz 1989). Hidrokoloid sangat berperan dalam industri pangan karena hidrokoloid memiliki banyak fungsi dalam industri pangan. Selain sebagai pengental, hidrokoloid dapat berperan sebagai perekat, pengikat, penghambat kristalisasi es, penjernih, pengeruh, pelapis, pengemulsi, pembentuk film, pembentuk buih, koloid pelindung, pemantap, pensuspensi, dan penghambat sineresis (Fardiaz 1989).

1.

Natrium Alginat

Alginat adalah istilah umum untuk senyawa dalam bentuk garam dan turunan asam alginat (Glicksman 1983). Alginat berasal dari dinding sel dan bagian interseluler alga coklat. Menurut Onsoyen (1992), asam alginat merupakan bentuk asam bebas dari alginat dan sebagai produk antara dari alginat. Asam alginat ini memiliki kestabilan yang terbatas, seperti bentuk asam bebas lainnya dari polisakarida. Untuk membuat alginat yang stabil, asam alginat diubah menjadi bentuk lain dengan

penggabungannya dengan garam-garam seperti Na2CO3, K2CO3, NH4OH, Mg(OH)2, CaCl2, dan

propilen oksida. Alginat yang mengandung kation seperti K+, Na+, NH4+, Ca+2, dan propilen glikol alginat, larut dalam air dingin maupun panas dan membentuk larutan yang stabil (Klose dan Glicksman 1972).

Natrium alginat merupakan produk dari karbohidrat yang telah dipurifikasi, diekstraksi dari alga laut coklat dengan penambahan garam alkali. Garam alkali yang ditambahkan mengandung ion

Na+ seperti NaOH atau Na2CO3. Menurut Food Chemical Codex (1981), rumus molekul natrium

alginat adalah (C6H7O6)n. Garam natrium dari asam alginat berwarna putih sampai dengan

kekuningan, berbentuk tepung atau serat, hampir tidak berbau atau berasa, larut dalam air dan mengental (larutan koloid), tidak larut dalam larutan hidroalkohol dengan kandungan alkohol lebih dari 30%, dan tidak larut dalam kloroform, eter, asam dengan pH kurang dari 3.

Struktur kimia natrium alginat dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur kimia natrium alginat (Nussinovtch 1997)

Alginat paling banyak digunakan dalam industri tekstil 50%, industri pangan 30%, industri kertas 6%, welding rods 5%, farmasi 5%, dan lain-lain 4% (Mc. Hugh 2008). Pada industri pangan, alginat digunakan sebagai pengental, pembentuk gel, stabilizer, pembentuk bodi, agen pengemulsi dan pesuspensi. Alginat juga digunakan dalam produk makanan yang direstrukturisasi atau dibentuk kembali menjadi seperti potongan daging dengan pengikat atau binder berupa serbuk natrium alginat, kalsium karbonat, asam laktat, dan kalsium laktat. Produk yang dihasilkan dapat berupa nugget, roast, meat loaf dan steak.


(26)

2.

CMC

CMC (Carboxy Methyl Cellulose) merupakan jenis hidrokoloid alami termodifikasi yang berasal dari tumbuhan yang telah dimodifikasi membentuk komponen eter selulosa. CMC merupakan turunan dari selulosa yang memiliki bentuk linier. Monomer penyusunnya merupakan glukosa bentuk linier. Monomer penyusunnya merupakan glukosa dengan substituen berupa karbomeksimetil eter (Fennema 1985). CMC diperoleh dengan cara menambahkan asam kloroasetat pada selulosa. CMC umumnya dijual dalam bentuk bubuk putih halus yang tidak berwarna dan tidak memiliki rasa. CMC teknik umumnya memiliki kemurnian 94-99%, sedangkan yang biasa digunakan pada produk makanan adalah CMC dengan kemurnian 99.5% (Nussinovtch 1997). CMC bersifat larut dalam air panas maupun air dingin serta juga dapat larut dalam pelarut organik seperti aseton dan etanol sehingga menjadikannya hidrokoloid serba guna. CMC dapat larut pada maksimal 50% etanol atau 40% aseton yang berperan penting pada pembuatan minuman beralkohol. Salah satu karakteristik penting CMC adalah kemampuan untuk meningkatkan viskositas (Stelzer dam Klug 1980). Aplikasi CMC yang sangat luas pada produk pangan berdampak pada kompatibilitasnya dengan berbagai ingredient pangan. CMC sebagai agen peningkat viskositas dapat diaplikasikan secara tunggal maupun dicampur dengan bahan lain. Untuk mendapatkan sifat fungsional sebagai binding, thickening, stabilizer, jumlah CMC yang digunakan pada bahan pangan berkisar 0.1-0.5% atau pada umumnya kurang dari 1%. Struktur molekul CMC dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia CMC (Nussinovtch 1997)

3.

Guar Gum

Guar gum merupakan jenis hidrokoloid alami yang berasal dari hasil ekstraksi endosperma biji dari dua tanaman kelas Legumininaceae yaitu Cyamopsis tetragonolobus dan C. psoraloides yang banyak ditemukan di barat laut India dan Pakistan. Guar gum merupakan polisakarida yang tersusun dari galaktosa dan manosa (galaktomanan). Backbone guar gum adalah manosa yang dihubungkan

dengan β-(1,4)-glikosida dengan galaktosa sebagai rantai sampingnya yang dihubungkan dengan

ikatan α-(1,6)-glikosida. Rasio manosa dan galaktosa pada guar gum sebesar 1.8:1 sampai 2:1.Struktur molekul guar gum dapat dilihat pada Gambar 3.


(27)

Guar gum yang digunakan untuk produk pangan mengalami purifikasi sempurna sehingga gum yang didapat hanya berasal dari bagian endospermae. Sebagian besar guar gum yang dipasarkan ke industri pangan memiliki viskositas sekitar 3000-5000 cps jika dibuat konsentrasi larutan sebesar 1%. Penggunaan guar gum pada makanan pada kisaran kurang dari 1% dapat meningkatkan kekenyalan produk pangan. Guar gum dapat berfungsi sebagai pengikat komponen adonan sehingga komponen tersebut tidak lepas ketika dimasak. Guar gum dapat digunakan dalam produk olahan daging seperti

sosis, canned meat. Penggunaan guar gum dalam canned meat yakni sebesar 0.5% yang dapat

berfungsi sebagai pengikat air pada daging saat penggilingan, meningkatkan berat produk, menurunkan lemak, mencegah terjadinya pemisahan air, menurunkan penyusutan akibat pemasakan, dan mempertahankan tekstur produk saat pendinginan (Fox 1992).


(28)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempe yang diperoleh dari perajin tempe di daerah Rawa Kalong, Ciherang. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan nugget lainnya, yakni tapioka, tepung terigu, maizena, bawang putih, bawang bombay, lada, garam, penyedap rasa, putih telur, tepung roti (bread crumb), soda kue, susu skim, air, serpihan es yang diperoleh dari pasar dan pertokoan di Darmaga, Bogor. Hidrokoloid yang digunakan yakni natrium alginat, CMC, dan guar gum. Bahan yang digunakan untuk analisis kimia antara lain pelarut heksan, K2SO4, H2SO4 pekat, NaOH, Na2S2O3, HgO, HCl, H3BO3 jenuh, indikator merah metil, dan biru metilen.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan nugget antara lain pisau, baskom, loyang, panci, sendok, kompor, timbangan, food processor Panasonic MK5087 M, deep fat fryer. Alat analisis yang digunakan adalah ayakan, buret, tanur listrik, pembakaran bunsen, cawan aluminium, cawan porselin, labu erlenmeyer, neraca analitik, oven pengering, alat destilasi yang dilengkapi kondensor, labu lemak, labu Kjeldahl, desikator, gegep, pinset, termometer, gelas ukur, gelas piala, gelas pengaduk, pH meter, Texture Analyzer TA-XT2i Stable Micro Systems serta alat gelas lain.

B.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan.

Secara umum diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar4.

1.

PENELITIAN PENDAHULUAN

Penelitian pendahuluan dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses pembuatan nugget tempe dan formulasi dasar nugget tempe yang nantinya akan ditambahkan daging ayam, menemukan satu formulasi nugget tempe yang ditambahkan daging ayam yang memiliki penilaian kesukaan panelis terbaik melalui uji organoleptik. Hasil dari penelitian pendahuluan kemudian digunakan untuk penelitian lanjutan.

1.1

Pembuatan Nugget Tempe

 

Pembuatan nugget tempe dalam penelitian ini dimulai dengan menentukan formulasi dasar nugget tempe. Formulasi dasar nugget tempe yang digunakan merupakan hasil modifikasi formulasi nugget tempe yang digunakan dalam penelitian Adiningsih (2012) yang

dapat dilihat padaLampiran 1. Formulasi pembuatan nugget tempe dilakukan dengan metode

trial and error untuk mendapatkan formulasi yang tepat. Formulasi batter yang digunakan merupakan hasil modifikasi formula batter yang berasal dari penelitian Hikmawati (2012) dan kemudian dimodifikasi dengan formulasi batter pada penelitian Adiningsih (2012) untuk


(29)

1.2

Pemilihan Formulasi Nugget Tempe

Formulasi nugget tempe yang diperoleh dengan metode trial and error, kemudian dibuat tiga formula berdasarkan perbandingan tempe dan daging ayam (70:30, 60:40 dan 50:50). Ketiga formulasi tersebut kemudian dianalisis secara sensori untuk menentukan formulasi terpilih yang akan digunakan pada penelitian lanjutan. Uji organoleptik yang digunakan yakni uji rating hedonik menggunakan 70 panelis. Parameter yang dinilai meliputi warna, rasa, aroma, kekerasan, kekenyalan, juiceness, adhesi coating dan keseluruhan. Skala yang digunakan adalah tujuh skala, mulai dari sangat tidak suka (1) sampai dengan sangat suka (7).

2.

PENELITIAN LANJUTAN

Penelitian lanjutan digunakan untuk melanjutkan hasil-hasil yang diperoleh melalui penelitian pendahuluan. Menurut Williams (2000), penggunaan hidrokoloid dalam bahan pangan umumnya sekitar 1% dan sudah cukup untuk memberikan efek yang signifikan bagi tekstur dan organoleptik produk pangan. Penelitian lanjutan ini dilakukan untuk melihat perbedaan karakteristik nugget tempe yang ditambahkan natrium alginat, CMC dan guar gum dengan tiga konsentrasi berbeda yaitu 0%, 0.5%, dan 1%.

Produk nugget yang dihasilkan kemudian dilakukan analisis terhadap mutu nugget yang

dihasilkan meliputi analisis pick up (predust, batter dan breader), susut masak (cooking loss),

breader loss dengan freeze thaw, kekerasan, kekenyalan. Selain itu dilakukan uji organoleptik dengan uji rating hedonik menggunakan 70 panelis. Parameter yang dinilai meliputi warna, rasa, aroma, kekerasan, kekenyalan, juiceness, adhesi coating dan keseluruhan. Skala yang digunakan adalah tujuh skala, mulai dari sangat tidak suka (1) sampai dengan sangat suka (7). Selanjutnya dilakukan analisis proksimat terhadap bahan baku yaitu tempe dan nugget tempe terpilih yang memperoleh skor keseluruhan tertinggi pada penelitian lanjutan dan dilakukan analisis raw material cost produk nugget tempe terpilih. Proses pembuatan nugget tempe dapat dilihat pada Gambar 5.


(30)

Gambar 4. Diagram alir penelitian  

 

Penelitian Lanjutan

Analisis raw material cost nugget tempe terpilih

Nugget tempe dengan penambahan hidrokoloid (Natrium alginat, CMC dan guar gum) dengan konsentrasi 0%, 0.5% dan 1%

Analisis mutu fisik nugget tempe:

- Pick up (predust, batter, dan breader) - Cooking loss

- Breader loss dengan freeze thawing

- Tekstur nugget (kekerasan dan kekenyalan)

menggunakan Texture Profile Analysis

Analisis mutu organoleptik nugget tempe dengan uji rating hedonik menggunakan 70 panelis

Analisis mutu kimia (analisis proksimat) tempe dan nugget tempe terpilih (melalui uji organoleptik)

Penelitian Pendahuluan

Pembuatan nugget tempe

Uji Organoleptik dengan rating hedonik menggunakan 70 panelis Formulasi

terpilih

      

       Nugget tempe 70:30 (tempe:daging

ayam)

Nugget tempe 60:40 (tempe:daging

ayam)

Nugget tempe 50:50 (tempe:daging


(31)

 

Gambar 5. Proses pembuatan nugget tempe  

Tapioka, bumbu, putih

telur, Tempe

segar

Dikukus selama 20 menit

Daging ayam

Penggilingan ke-2 dengan food processor

Garam , Es, STPP Penggilingan ke-1 dengan

food processor

Pemasukan adonan ke loyang yang diberi plastik dan diatur ketebalan nugget sebesar 1 cm

Pembekuan (freezer) selama 90 menit

Pemotongan adonan 3x3 cm

Pelumuran tepung roti (breader) Pencelupan dalam larutan batter Pelumuran predust dengan tepung terigu

Penggorengan awal (Pre-frying) 1800C selama

30 detik

Nugget tempe Pembekuan


(32)

C.

PENGAMATAN

1.

Analisis Proksimat (AOAC 1995)

Analisis proksimat dilakukan pada tempe dan nugget tempe terpilih melalui uji organoleptik pada penelitian lanjutan. Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Analisis proksimat dilakukan dengan dua kali ulangan dan duplo.

Kadar Air

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven bersuhu 100 oC selama 15 menit, kemudian

didinginkan disalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang (W2). Sampel sejumlah 3-5 gram ditimbang (W) dan kemudian dimasukkan kedalam cawan yang telah dikeringkan sebelumnya

dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven pada 100-105 oC

selama 6 jam. Cawan kemudian dipindahkan ke dalam desikator untuk didinginkan, kemudian ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot konstan (W1). Kadar air sampel dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar air (%bb) = W - (W1-W2)

W × 100%

Kadar air (%bk) = Kadar air (%bb)

100-Kadar air (%bb)×100%

%bb = kadar air per bahan basah (%)

%bk = kadar air per bahan kering (%)

Kadar Abu

Cawan porselin dipanaskan terlebih dahulu di dalam oven pada 400-600 oC selama 15 menit,

kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W2). Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang (W) dan dimasukkan ke dalam dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan diatas bunsen

sampai tidak berasap lagi, lalu dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600 oC

selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W1). Kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar abu (%bb) = W1-W2

W ×100%

Kadar abu (%bk) = Kadar abu (%bb)

100-Kadar air %bb × 100%

Kadar Protein

Sampel sebanyak 1.0-2.0 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL, lalu ditambahkan 1.0 gram K2SO4, 40 mg HgO dan 2.0 ml H2SO4 pekat. Setelah itu didestruksi sampai cairan berwarna

hijau jernih. Dibiarkan dingin, lalu ditambahkan sedikit air suling dan 10 mL 60% NaOH-5% Na2S2O3

lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi 5 mL H3B03 dan 2-4

tetes indikator merah metil serta metil biru hingga diperoleh sekitar 15 mL destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N standar hingga titik akhir. Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus :


(33)

Kadar N (%) = mL HCL-mL blanko)× N× 14,007 × 100%

mg sampel

Kadar Protein (%bb) = % N × FK Kadar Protein (%bk) = Kadar protein (%bb)

100-Kadar air %bb × 100%

% N = kandungan nitrogen pada contoh (%)

FK = faktor koreksi protein: Tempe (5.75) dan Nugget Tempe (6.25)

Kadar Lemak

Labu lemak yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven pada 100-110 oC,

didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W2). Sampel dalam bentuk tepung sebanyak 5 gram ditimbang (W) dan dibungkus dengan kertas saring, lalu dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut (heksana atau dietil eter). Refluks dilakukan selama 5 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi

dipanaskan dalam oven yang pada 100 oC sampai beratnya konstan, didinginkan dalam desikator dan

ditimbang (W1). Kadar lemak dihitung dengan menggunakan rumus :

Kadar lemak (%bb) = W ‐W

W × %

Kadar lemak (%bk) = Kadar lemak (%bb)

100-Kadar air %bb × 100%

Kadar Karbohidrat (

by difference)

Kadar karbohidrat metode by difference dapat ditentukan dengan rumus: Kadar karbohidrat (%bb) = 100% - (P+A+Ab+L) Kadar karbohidrat (%bk) = Kadar karbohidrat (%bb)

100-Kadar air (%bb) %

P = Protein (%bb)

A = Air (%bb)

Ab = Abu (%bb)

L = Lemak (%bb)

2.

Cooking Loss

(Modifikasi Soeparno 1994)

Sampel adonan nugget tempe berukuran 3×3×1 cm yang telah dibekukan dan dilapisi coating

(predust, batter, dan breader) ditimbang beratnya (a). Kemudian sampel potongan nugget tempe

dimasak dengan metode deep fat frying. Metode ini merupakan proses memasak dengan bahan pangan yang terendam di dalam medium minyak yang merupakan penghantar panas. Suhu dan waktu

penggorengan nugget tempe adalah 180 oC selama 60 detik. Sampel nugget tempe yang telah dimasak

kemudian ditiriskan dan didinginkan. Setelah sampel nugget tempe dingin kemudian ditimbang beratnya (b). Cooking loss dihitung dengan menggunakan rumus:

Cooking loss (%) =a-b


(34)

3.

Pick Up

(Yusnita

et al.

2007)

Sampel adonan nugget tempe berukuran 3×3×1 cm yang telah dibekukan kemudian ditimbang (Wa). Sampel potongan nugget tempe kemudian dibalur menggunakan tepung terigu dan ditimbang beratnya (Wb). Selanjutnya dilakukan pencelupan potongan nugget tempe ke dalam adonan batter dan ditimbang beratnya (Wc). Potongan nugget tempe kemudain dibalur dengan tepung roti (bread crumb) dan ditimbang beratnya (Wd). Rumus perhitungan pick up adalah sebagai berikut:

Pick up predust (%) = wb-wa wa

× 100% Pick up batter (%) = wc-wb

wb × 100%

Pick up breader (%) = wd-wc

wc × 100%

4.

Breader Loss

dengan

Freeze Thawing

(Suderman 1979)

Breader loss dilakukan dengan lima siklus. Tahap siklus pertama, mula-mula sampel nugget yang telah di pre-frying ditimbang (A) dan dikemas dalam plastik. Kemudian sampel nugget tersebut disimpan dalam freezer selama 18 jam. Setelah 18 jam, kemudian sampel dikeluarkan dari freezer lalu di-thawing pada suhu ruang selama 6 jam yang sebelumya sampel telah dikeluarkan dari plastik dan

dipindahkan ke wadah. Sampel yang telah di thawing kemudian di getarkan dengan menggunakan

mesin ayakan selama 30 detik. Penggetaran dengan ayakan bertujuan sebagai simulasi kerontokan breader (bread crumb) akibat penyimpanan, distribusi dan pemasaran. Sampel nugget yang telah digetarkan dengan ayakan, kemudian dilihat ada atau tidaknya kerontokan breader (breader loss). Jika ada breader yang rontok, dikumpulkan, lalu ditimbang (B). Setelah breader yang lepas ditimbang, sampel nugget tempe yang telah mengalami siklus pertama kemudian dilanjutkan ke siklus kedua sampai kelima dengan tahapan proses yang sama seperti siklus pertama. Persen kerontokan breader setiap siklus dihitung menggunakan rumus:

Kerontokan breader (%) = %

5.

Kekerasan dan Kekenyalan

Analisis fisik pada produk nugget dilakukan menggunakan instrument texture analyzer dengan pengujian berupa Teksture Profile Analysis (TPA). Parameter yang diamati adalah kekerasan dan

kekenyalan nugget tempe. Tahap awal melakukan analisis ini yakni dengan memasang probe yang

akan digunakan, lalu mengatur (setting) alat texture analyzer dengan pengujian berupa Teksture Profile Analysis (TPA). Setting alat texture analyzer dapat dilihat pada Lampiran 4. Selanjutnya sampel nugget yang akan dianalisis, digoreng terlebih dahulu dengan deep fat frying selama 1 menit, lalu didinginkan. Setelah itu, sampel nugget di letakkan di tempat sampel pada alat texture analyzer

dengan jarak probe yang telah diatur, kemudian alat dinyalakan dengan menekan tombol ENTER

pada komputer. Selanjutnya probe akan menekan sampel nugget tempe sebanyak dua kali penekanan selama 0.5 detik. Hasil pengukuran dengan menggunakan TPA akan menghasilkan grafik. Puncak tertinggi grafik yang dihasilkan pada tekanan pertama menunjukkan kekerasan (hardness) produk. Kekenyalan (elasticity) diukur dari jarak yang ditempuh oleh produk pada tekanan kedua sehingga


(35)

tercapai gaya maksimum dibandingkan dengan jarak yang ditempuh oleh produk pada tekanan pertama sehingga memperoleh nilai maksimumnya.

6.

Uji Organoleptik (Adawiyah dan Waysima 2009)

Uji organoleptik yang digunakan pada penelitian pendahuluan dan lanjutan yaitu uji rating hedonik. Sampel yang disajikan adalah sampel nugget yang telah digoreng (matang). Panelis yang digunakan dalam penelitian yakni 70 panelis. Dalam penelitian ini, uji rating hedonik yang dilakukan menggunakan skala kategori 7 poin yakni: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka. Formulir uji organoleptik (rating hedonik) formula nugget tempe dapat dilihat pada Lampiran 5. Formulir uji organoleptik (rating hedonik) nugget tempe pada penelitian lanjutan dapat dilihat pada Lampiran 7.

D.

ANALISIS STATISTIK

Analisis statistik diperlukan untuk penelitian lanjutan dengan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor yaitu faktor A dan B (2 kali ulangan), dimana:

A: Jenis hidrokoloid (A1 = Natrium alginat, A2 = CMC, A3 = Guar gum)

B: Konsentrasi (B1 = 0%, B2 = 0.5%, B3 =1%)

Bentuk umum dalam rancangan percobaan ini adalah sebagai berikut: Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ijk + εijk Dimana:

Yijk = Output dari nugget ke-k yang dibuat dengan jenis hidrokoloid ke-i dan

konsentrasi ke-j

μ = Nilai rata-rata output yang sesungguhnya

Ai = Pengaruh perlakuan A ke-i

Bj = Pengaruh perlakuan B ke-j

(AB)ijk = Pengaruh interaksi pada level A ke-i dan pada level B ke-j

εijk = Pengaruh galat percobaan pada nugget yang dibuat dengan jenis


(36)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.

PENELITIAN PENDAHULUAN

1.1

Pembuatan Nugget Tempe

Pada tahap awal, dilakukan penelitian untuk mendapatkan formulasi dasar nugget tempe yang akan digunakan. Berdasarkan hasil modifikasi formulasi nugget tempe Adiningsih (2012), didapatkan formulasi dasar nugget tempe yang digunakan untuk penelitian ini. Formulasi dasar nugget tempe hasil modifikasi dapat dilihat di Lampiran 2.

Berdasarkan formulasi nugget tempe pada Lampiran 2, kemudian dibuat menjadi tiga perlakuan dengan penambahan daging ayam. Tiga perlakuan tersebut dibuat berbasis jumlah tempe pada formulasi dasar hasil modifikasi yakni 60 gram, kemudian ditambahkan daging ayam dengan perbandingan tempe dengan daging ayam yaitu 70:30, 60:40, dan 50:50. Adapun ketiga perlakuan formula nugget tempe yang ditambahkan daging ayam dapat dilihat pada Tabel 3. Penambahan daging ayam bertujuan untuk meningkatkan aroma, rasa, dan tekstur nugget tempe.

Tabel 3. Formula nugget tempe yang ditambahkan daging ayam Bahan

Jumlah bahan untuk setiap perlakuan (gram) Formula 1

(70:30)

Formula 2 (60:40)

Formula 3 (50:50)

Tempe 42 36 30

Daging ayam 18 24 30

Tapioka 10 10 10

Putih telur 10 10 10

Bawang putih 1.3 1.3 1.3

Bawang Bombay 1.3 1.3 1.3

Lada 0.5 0.5 0.5

Garam 1.4 1.4 1.4

Penyedap rasa 0.5 0.5 0.5

Serpihan es 15 15 15

STPP (0.3% daging ayam) 0.054 0.072 0.090

Total (gram) 101.054 101.072 101.090

Proses pembuatan nugget tempe dilakukan dengan beberapa tahap yaitu persiapan bahan, penggilingan dan pencampuran bahan, pencetakan, pembekuan, pemotongan, pelapisan (pedust, batter, breader), pre-frying, dan pembekuan. Tempe yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempe yang diproduksi oleh perajin tempe di daerah Rawa Kalong, Ciherang.

Persiapan bahan dilakukan dengan memotong tempe menjadi ukuran kecil yang kemudian dikukus selama 20 menit. Pengukusan tempe bertujuan untuk mematikan kapang pada tempe sehingga proses fermentasi berhenti dan mengurangi rasa pahit. Pemanasan 60 °C selama 10 menit dapat mematikan bentuk vegetatif kapang, tetapi spora kapang membutuhkan ‘heat shock’ yang lebih tinggi,


(37)

dilakukan oleh Hartoyo (1994), proses pengukusan tempe sebelum dikeringkan dapat menghilangkan rasa pahit pada produk tepung tempe. Menurut Barus (2008), rasa pahit tempe disebabkan oleh kapang yang merupakan mikroorganisme utama yang berperan dalam proses pembuatan tempe. Mikroorganisme yang memiliki aktivitas proteolitik penting dalam proses pembuatan tempe, sebab hidrolisis enzimatik protein kedelai dapat menyebabkan timbulnya rasa pahit akibat pembentukan molekul peptida yang bersifat hidrofobik (Reineccius 1994), yaitu peptida yang memiliki berat molekul sekitar 2.4-3.5 kDa (Kim et al. 2003), dan peptida yang berukuran 2kDa dan 4kDa (Myong et

al. 2004). Hasil penelitian Keuth dan Bisping (1994) menyatakan R. oligosporus merupakan jenis

kapang yang memiliki aktivitas proteolitik tertinggi dibandingkan dengan R. orizae dan R. stolonifer. Persiapan bahan selanjutnya yakni pemisahan daging ayam dari tulang dan kulitnya, kemudian dilanjutkan dengan pencucian daging ayam. Menurut Smith (2010), kolagen yang merupakan bagian dari protein stroma banyak ditemukan pada kulit unggas. Pada produk olahan daging, kolagen tersebut harus dihilangkan karena dapat mengganggu fungsi protein miofibril yang mengakibatkan penyusutan produk pada saat dimasak dengan suhu tinggi dan menggangu ikatan antar potongan daging dalam produk (Smith 2010). Pencucian daging ayam bertujuan untuk membersihkan daging ayam dari darah dan kotoran. Selain itu, juga dilakukan penghalusan bawang putih dan bawang bombay. Penghalusan bawang bertujuan untuk mengeluarkan aroma bawang yang berasal dari komponen volatil yang muncul ketika terjadi kerusakan jaringan atau pemotongan sehingga produk yang dihasilkan akan memiliki aroma yang khas.

Proses penggilingan dilakukan menggunakan food processor dengan dua tahap. Tahap penggilingan pertama dilakukan untuk mengekstraksi protein daging ayam. Daging ayam yang telah dicuci kemudian digiling menggunakan food processor dengan ditambahkan serpihan es, garam dan STPP (sebanyak 0.3% dari total daging ayam). Penambahan serpihan es bertujuan melarutkan garam dan STPP, mempertahankan suhu daging pada saat penggilingan sehingga dapat membentuk emulsi daging yang baik. Penggilingan dilakukan selama dua menit bertujuan untuk memaksimalkan emulsi daging ayam. Setelah penggilingan tahap pertama kemudian dilanjutkan dengan penggilingan tahap kedua dengan mencampur tempe, tapioka, putih telur, dan bumbu (bawang putih, bawang bombay, lada, penyedap rasa). Putih telur yang ditambahkan dalam penelitian sebesar 10%. Menurut Evanuarini (2010), penambahan 10% putih telur dalam pembuatan chicken nugget menghasilkan tekstur dan rasa nugget yang baik berdasarkan uji organoleptik. Bahan pengisi yang digunakan pada penelitian ini adalah tapioka sebanyak 10%. Tapioka merupakan salah satu bahan pengisi yang sering digunakan pada nugget ayam. Penggunaan tapioka umumnya 10% dari total bahan (Wibowo 2001). Silvia (2008) menyatakan bahwa nugget tempe yang menggunakan tapioka sebagai bahan pengisi menghasilkan penilaian terbaik berdasarkan uji organoleptik.

Proses selanjutnya yakni pencetakan, pembekuan, dan pemotongan nugget tempe. Pencetakan dilakukan dengan menuangkan adonan nugget tempe di atas plastik kemudian diratakan dan dibuat ketebalan nugget sebesar 1 cm. Setelah itu, nugget dibekukan selama 90 menit. Pembekuan nugget tempe bertujuan mempermudah dalam proses pemotongan nugget dan pelapisan adonan nugget

dengan predust, batter dan breader. Setelah pembekuan, adonan nugget tempe dipotong dengan

ukuran 3×3 cm.

Tahap berikutnya adalah pelapisan nugget tempe. Pelapisan (coating) terdiri dari tiga tahap, yaitu predust, batter dan breader. Pada tahap predust, potongan nugget tempe dibalur dengan tepung terigu. Tepung terigu merupakan tepung yang sering digunakan sebagai predust. Tahap predust merupakan tahap penting karena berpengaruh terhadap menempelnya batter sehingga mempengaruhi

nilai pick up. Tahap selanjutnya yakni pencelupan potongan nugget tempe ke dalam adonan batter.


(1)

Lampiran 17. Rekapitulasi data analisis kadar air tempe

Sampel Ulangan Berat cawan kosong (g)

Berat sampel (g)

Berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g)

Berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g)

Kadar air (Rata-rata kadar air±SD) %bb %bk %bb %bk

Tempe

1a 4.9206 5.4868 10.4074 6.8138 65.50 189.82

65.12±0.71 186.79±5.78 1b 4.5311 5.6414 10.1725 6.4634 65.75 191.95

2a 5.0925 5.3277 10.4202 6.9950 64.29 180.04 2b 4.6242 5.1789 9.8031 6.4390 64.96 185.37

Lampiran 18. Rekapitulasi data analisis kadar abu tempe

Sampel Ulangan Berat cawan kosong (g)

Berat sampel (g)

Berat cawan dan sampel sebelum pengabuan (g)

Berat cawan dan sampel setelah pengabuan (g)

Kadar abu (Rata-rata kadar abu±SD)

%bb %bk %bb %bk

Tempe

1a 21.1795 2.2284 23.4079 21.1935 0.63 1.82

0.64±0.01 1.82±0.02 1b 23.9358 2.1333 26.0691 23.9493 0.63 1.85

2a 20.2198 2.0901 22.3099 20.2333 0.65 1.81 2b 22.6748 2.375 25.0498 22.6899 0.64 1.81

Lampiran 19. Rekapitulasi data analisis protein tempe

Sampel Ulangan Berat sampel (g) mL HCl awal mL HCl akhir mL HCl blanko %N Kadar protein (Rata-rata kadar protein±SD) %bb %bk %bb %bk

Tempe

1a 0.0912 0.00 8.8 0.1 2.8313 16.28 47.19

16.00±0.36 45.90±1.78 1b 0.0941 0.00 9.05 0.1 2.8229 16.23 46.89

2a 0.0949 0.00 8.9 0.1 2.7522 15.83 44.33 2b 0.0915 0.00 8.5 0.1 2.7247 15.67 44.72


(2)

Lampiran 20. Rekapitulasi data analisis lemak tempe

Sampel Ulangan Berat sampel (g) Berat labu lemak kosong (g) Berat labu lemak dan lemak hasil ekstraksi (g)

Kadar lemak (Rata-rata kadar lemak±SD)

%bb %bk %bb %bk

Tempe

1a 3.4642 99.6499 99.9200 7.80 22.60

8.45±0.82 24.20±1.86

1b 3.3433 107.5552 107.8205 7.94 23.17

2a 3.4535 98.7818 99.1021 9.27 25.97

2b 3.4521 107.086 107.389 8.78 25.05

Lampiran 21. Rekapitulasi data analisis karbohidrat tempe

Sampel Ulangan Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat Total

%bb %bk %bb %bk %bb %bk %bb %bk %bb %bk %bb %bk

Tempe

1a 65.50 - 0.63 1.82 17.70 51.29 7.80 22.60 8.37 24.29 100.00 100.00 1b 65.75 - 0.63 1.85 17.46 50.97 7.94 23.17 8.22 24.01 100.00 100.00 2a 64.29 - 0.65 1.81 17.20 48.17 9.27 25.97 8.59 24.05 100.00 100.00 2b 64.96 - 0.64 1.81 17.03 48.60 8.78 25.05 8.59 24.54 100.00 100.00

Sampel Ulangan Kadar karbohidrat (Rata-rata kadar karbohidrat±SD)

%bb %bk %bb %bk

Tempe

1a 8.37 24.29

8.44±0.21 24.22±0.26

1b 8.22 24.01

2a 8.59 24.05


(3)

Lampiran 22. Rekapitulasi data analisis kadar air nugget tempe

Sampel Ulangan Berat cawan kosong (g)

Berat sampel (g)

Berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g)

Berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g)

Kadar air (Rata-rata kadar air±SD) %bb %bk %bb %bk

Nugget tempe

1a 4.6712 5.8973 10.5685 7.6536 49.43 97.74

49.47±0.04 97.9±0.16 1b 5.3923 5.4007 10.7930 8.1221 49.45 97.84

2a 3.7864 5.4798 9.2662 6.5533 49.51 98.05 2b 4.2381 5.6840 9.9221 7.1090 49.49 97.99

Lampiran 23. Rekapitulasi data analisis kadar abu nugget tempe

Sampel Ulangan Berat cawan kosong (g)

Berat sampel (g)

Berat cawan dan sampel sebelum pengabuan (g)

Berat cawan dan sampel setelah pengabuan (g)

Kadar abu (Rata-rata kadar abu±SD) %bb %bk %bb %bk

Nugget tempe

1a 19.9412 2.0663 22.0075 19.9790 1.83 3.62

1.84±0.00 3.63±0.01 1b 17.5721 2.0515 19.6236 17.6101 1.85 3.66

2a 22.6775 2.0530 24.7305 22.7150 1.83 3.62 2b 16.3186 2.0264 18.3450 16.3558 1.84 3.63

Lampiran 24. Rekapitulasi data analisis protein nugget tempe

Sampel Ulangan Berat sampel (g) ml HCL awal ml HCl akhir ml HCl blanko %N Kadar protein (Rata-rata kadar protein±SD)

%bb %bk %bb %bk

Nugget tempe

1a 0.0762 0.00 5.35 0.1 2.0159 12.60 24.91

12.62±0.09 24.97±0.19 1b 0.0760 0.00 5.30 0.1 2.0020 12.51 24.76

2a 0.0763 0.00 5.40 0.1 2.0325 12.70 25.16 2b 0.0744 0.00 5.25 0.1 2.0254 12.66 25.06


(4)

Lampiran 25. Rekapitulasi data analisis lemak nugget tempe

Sampel Ulangan Berat sampel (g) Berat labu lemak kosong (g) Berat labu lemak dan lemak hasil ekstraksi (g)

Kadar lemak (Rata-rata kadar lemak±SD)

%bb %bk %bb %bk

Nugget tempe

1a 4.0960 107.0701 107.7109 15.64 30.93

15.51±0.23 30.69±0.43 1b 3.9649 107.0696 107.6920 15.70 31.06

2a 4.0453 101.8069 102.4294 15.39 30.48 2b 4.0681 102.6904 103.3129 15.30 30.30

Lampiran 26. Rekapitulasi data analisis karbohidrat nugget tempe

Sampel Ulangan Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat Total

%bb %bk %bb %bk %bb %bk %bb %bk %bb %bk %bb %bk

Nugget tempe

1a 49.43 - 1.83 3.62 12.60 24.91 15.64 30.93 20.50 40.54 100 100 1b 49.45 - 1.85 3.66 12.51 24.76 15.70 31.06 20.49 40.52 100 100 2a 49.51 - 1.83 3.62 12.70 25.16 15.39 30.48 20.57 40.74 100 100 2b 49.49 - 1.84 3.63 12.66 25.06 15.30 30.30 20.71 41.01 100 100

Sampel Ulangan Kadar karbohidrat (Rata-rata kadar karbohidrat±SD)

%bb %bk %bb %bk

Nugget tempe

1a 20.50 40.54

20.57±0.10 40.70±0.24 1b 20.49 40.52

2a 20.57 40.74 2b 20.71 41.01


(5)

Lampiran 27. Analisis Raw Material Cost

Bahan batter Harga Barang (Rp) Pemakaian Biaya Pemakaian (Rp)

Terigu 10000/kg 58.8 g 588

Meizena 4500/400g 19.6 g 220.50 Soda kue 4000/45gr 3.1 g 275.56

Bawang putih 12000/kg 0.5 g 6 Bawang bombay 14000/kg 0.5 g 7

Lada 9000/85gr 0.5 g 52.94

Peyedap rasa 300/7gr 0.5 g 21.43

Air 5000/19liter 160 ml 42.11

Susu skim 20000/kg 15 g 300

Garam 1000/250gr 1.5 g 6

Total biaya untuk membuat adonan batter (260 g) 1519.53 Bahan Harga bahan (Rp) Pemakaian Biaya Pemakaian (Rp)

Tempe* 5000/900g 36 g 200

Daging ayam* 32000/800gr 24 g 960

Tapioka* 12000/kg 10 g 120

Garam* 1000/250gr 1.4 g 1.60

Lada* 9000/85gr 0.5 g 52.94

Bawang putih* 12000/kg 1.3 g 15.6 Bawang bombay* 14000/kg 1.3 g 18.2

Es* 500/kg 15 g 7.5

Putih telur* 4500/50gr 10 g 900 Peyedap rasa* 300/7gr 0.5 g 21.43

STPP 4500/100gr 0.072 g 3.24

CMC 15000/100gr 1.01072 g 151.61 Minyak goreng 10000/L 100 g 1000

Predust 10000/kg 5.5 g 55

Batter 1519.53/260gr 22 g 128.6

Breader (bread crum) 4500/250g 16.5 g 297

Total biaya pemakaian 3,933 Total biaya untuk 100 gram nugget tempe 2,860 Total biaya untuk 1000 gram nugget tempe 28,600 Keterangan:

Basis 100 gram adonan nugget tempe (*), akan menghasilkan 11 potong nugget tempe berukuran 3×3×1cm (sebelum dilakukan pelapisan coating) dengan rata-rata beratnya 9 gram. Proses pelapisan

coating akan menambah berat persatuan nugget tempe menjadi 13 gram. Dengan demikian, untuk 100 gram bahan adonan nugget akan menghasilkan nugget tempe dengan berat 143 gram. Total biaya pemakaian untuk basis 100 gram adonan nugget yang menghasilkan 143 gram nugget tempe yakni Rp. 3933. Oleh sebab itu, untuk membuat 100 gram nugget tempe membutuhkan biaya sebesar Rp. 2860, sedangkan untuk membuat 1000 gram nugget tempe yakni membutuhkan biaya sebesar Rp. 28600. Dengan dugaan akan ada pengurangan berat nugget sekitar 4 gram pada saat pre-frying.


(6)

Perhitungan 1000 gram:

0.6 = Rp. 28600

Harga