97 Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup misalnya, sistem pertanggungjawaban korporasi didasarkan pada asas strict liability sebagaimana diatur dalam Pasal 88 dan
didasarkan pada asas vicarious liability sebagaimana diatur dalam Pasal 116. Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 19 1 juga mengatur mengenai tanggung jawab mutlak strict liability pelaku usaha korporasi. Sedangkan di dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam Pasal 20 diatur tentang asas vocarious liability.
Sebagai ius constituendum asas pertanggungjawaban berdasarkan strict liability dan vicarious liability dalam Hukum Pidana Indonesia telah diatur di
dalam Pasal 38 ayat 1 dan 2 Rancangan KUHP 2011-2012 yang berbunyi: 1
Bagi tindak pidana tertentu, undang-undang dapat menentukan bahwa seseorang dapat dipidana semata-mata karena telah dipenuhinya
unsur-unsur tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan adanya kesalahan.
2 Dalam hal ditentukan oleh undang-undang, setiap orang dapat
dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukan oleh setiap orang lain.
Dengan demikian berarti Indonesia mempergunakan sistem pertanggungjawaban pidana berdasarkan asas strict liability dan asas vicarious liability untuk
membebankan suatu pertanggungjawaban pidana kepada korporasi.
C. Korporasi Sebagai Subyek Hukum Pidana Dalam Peraturan Perundang- undangan di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia perkembangan korporasi sebagai subjek tindak pidana terjadi diluar KUHP, yaitu terdapat dalam perUndang-undangan, baik Undang-undang
pidana khusus maupun Undang-undang pidana administrasi. Sedangkan KUHP sendiri masih tetap menganut subjek tindak pidana berupa orang sebagaimana
diatur dalam Pasal 59 KUHP. Perumusan atau penyebutan korporasi sebagai subjek tindak pidana dalam
peraturan perUndang-undangan di Indonesia antara lain terdapat dalam : 1.
Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi UUTPE Undang-Undang Nomor 7 Drt 1995 tentang Pengusutan, Penuntutan dan
Peradilan Tindak Pidana Ekonomi TPE Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 27 yang disingkat dengan UUTPE, diatur dalam Pasal 15 ayat 1 dan 2 yang
berbunyi :
149
1 Jika suatu tindak-pidana ekonomi dilakukan oleh atau atas nama suatu
badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang yang lainnya atau suatu yayasan, maka tuntutan-pidana dilakukan dan hukuman-
pidana serta tindakan tata-tertib dijatuhkan, baik terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu, baik terhadap mereka
yang memberi perintah melakukan tindak-pidana ekonomi itu atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan atau kelalaian itu,
maupun terhadap kedua-duanya.
2 Suatu tindak-pidana ekonomi dilakukan juga oleh atau atas nama
suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau suatu yayasan, jika tindak itu dilakukan oleh orang-orang yang, baik
berdasar hubungan-kerja maupun berdasar hubungan lain, bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan
itu, tak perduli apakah orang-orang itu masing-masing tersendiri melakukan tindak-pidana ekonomi itu atau pada mereka bersama ada
anasir-anasir tindak-pidana tersebut.
2. Undang-Undang Tentang Psikotropika
149
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Drt 1995 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1955 Nomor 27
Universitas Sumatera Utara
99 Kemudian, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
150
menyatakan dengan tegas dalam Pasal 1 angka 13, bahwa “korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang danatau kekayaan, baik merupakan badan
hukum maupun bukan badan hukum.” Oleh karena kejahatan yang dilakukan oleh korporasi dianggap sebagai kejahatan yang serius, maka ancaman pidananya pun
lebih berat daripada yang dilakukan oleh perorangan. Selanjutnya, ketentuan yang berkaitan dengan korporasi tersebut diatur dalam Pasal 59 ayat 3 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1997 yang menyatakan :
151
3. Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat “Jika tindak pidana dilakukan
oleh korporasi, maka disamping dipidananya pelaku tindak pidana, kepada korporasi dikenakan denda sebesar Rp 5.000.000.000,00 lima milyar rupiah.”
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tidak menyatakan dengan tegas
korporasi sebagai subyek Hukum Pidana sebagaimana dirumuskan oleh undang- undang yang telah disebutkan sebelumnya. Dalam pasal 1 angka 5 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan : Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
150
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3671
151
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10
Universitas Sumatera Utara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang
ekonomi.
Lebih lanjut mengenai penjatuhan pidana tambahan diatur dalam Pasal 49
yang berbunyi :
152
a. pencabutan izin usaha; atau
Pasal 49 Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran
terhadap undang-undang ini untuk menduduk i jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 dua tahun dan selama-lamanya 5 lima tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian pada pihak lain Dengan demikian meskipun dalam undang-undang ini tidak menentukan
secara tegas tentang status korporasi sebagai subyek Hukum Pidana. Penyebutan badan pelaku usaha bisa berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum
lebih mengarah kepada hukum keperdataan. Akan tetapi, bila dikaitkan dengan ketentuan pidana tambahan, tampak pembentuk undang-undang menghendaki
korporasi dapat dijatuhi pidana. 4.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Pasal 1 angka 3 mendefenisikan pelaku usaha sebagai:
153
152
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 33
153
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42 Tahun 1999
“setiap orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun
bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
Universitas Sumatera Utara
101 dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-
sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”
5. Undang-Undang Tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar
Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar
154
Meskipun terjadi perbedaan dalam redaksi pasal, akan tetapi apabila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 yang
telah diatur korporasi sebagai subyek Hukum Pidana yang dapat dijatuhi pidana berdasarkan undang-undang ini, karena korporasi juga
dapat melakukan tindak pidana di bidang devisa. Akan tetapi, jika hendak mencari istilah korporasi dalam undang-undang ini tidak akan ditemukan karena dalam
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 ditentukan bahwa: “Penduduk adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya, yang berdomisili atau
berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1 satu tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik Republik Indonesia di luar negeri.”
Ketentuan tersebut berbeda misalnya dengan ketentuan Pasal 1 undang- undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang
berbunyi bahwa setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, selanjutnya dinyatakan bahwa yang dimaksud korporasi adalah kumpulan orang
danatau kekayaan yang terorganisasi, baik berupa badan hukum maupun bukan badan hukum.
154
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa Dan Sistem Nilai Tukar, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 67,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3844
Universitas Sumatera Utara
menyebutkan: “Barang siapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 2 diancam dengan pidana denda
sekurang- kurangnya Rp 250.000.000,00 dua ratus lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.” Ketentuan Pasal 3 ayat
2 yang dimaksud itu berbunyi: “Setiap Penduduk wajib memberikan keterangan dan data mengenai kegiatan Lalu Lintas Devisa yang dilakukannya, secara
langsung atau melalui pihak lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,” sementara itu, pengertian penduduk sebagaimana telah dikemukakan Pasal 1 angka 3
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 meliputi badan hukum. 6.
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korporasi telah dimasukkan sebagai subyek tindak pidana yang sebelumnya di dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 19 tanggal 29 Maret 1971 tidak diatur demikian. Pasal 1angka 1 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan :
155
7. Undang-Undang Tentang Minyak dan Gas Bumi
“korporasi adalah kumpulan terorganisasi dan orang dan atau kekayaan, baik merupakan badan hukum maupun bukan.” Karena itu, baik
perseroan terbatas, yayasan, koperasi, maupun usaha yang tidak berbadan hukum dapat dituntut melakukan tindak pidana korupsi.
155
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor Nomor 140
Universitas Sumatera Utara
103 Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Gas Dan
Bumi, tidak ada ketentuan yang menyebutkan bahwa korporasi merupakan subyek hukum yang dijatuhi pidana berdasarkan undang-undang tersebut. Akan tetapi,
dalam ketentuan Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa badan usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap,
terus-menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Untuk memastikan apakah korporasi merupakan subyek Hukum Pidana
atau bukan, maka dapat dikaitkan dengan ketentuan Pasal 56 undang-undang tersebut, yang menentukan beberapa hal sebagai berikut :
156
1 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan
oleh atau atas nama Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, tuntutan dan pidana dikenakan terhadap Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap danatau
pengurusnya.
2 Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap, pidana yang dijatuhkan kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap tersebut adalah pidana denda, dengan ketentuan paling tinggi pidana denda
ditambah sepertiganya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 56 tersebut, berarti korporasi merupakan subyek Hukum Pidana, tetapi penyebutannya bukan korporasi melainkan badan
usaha. Disamping itu, dengan adanya ketentuan bahwa pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku berupa pidana denda maka jelas memperkuat argument
ini. 8.
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
156
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Gas Dan Bumi Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1 ayat 2
Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang
ini menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok
orang baik sipil, militer, maupun polisi yang bertanggung jawab secara individual, atau korporasi.. Selanjutnya, dalam Pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan korporasi yakni kumpulan orang danatau kekayaan yang tergorganisasi baik sebagai badan hukum maupun bukan badan hukum.
157
9. Undang-Undang Perikanan
Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan disebutkan pula pengertian korporasi dalam Pasal 1 angka 15 yang berbunyi :
“Korporasi adalah kumpulan orang danatau kekayaan yang terorgansisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum”.
Kemudian dalam Pasal 101 disebutkan :
158
10. Undang-Undang Kepabeanan
“Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat 1, Pasal 85, Pasal 86, Pasal 87,
Pasal 88, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95, dan Pasal 96 dilakukan oleh korporasi, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan
terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 13 sepertiga dari pidana yang dijatuhkan”.
157
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 45
158
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118
Universitas Sumatera Utara
105 Undang-undang yang mengatur tentang Kepabeanan adalah Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1995 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006. Mengenai pengaturan korporasi sebagai subyek Hukum Pidana
telah diatur dalam Pasal 1 angka 12 yang menyatakan bahwa:
159
11. Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang
“Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.”
Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang mengartikan setiap orang
adalah orang perseorangan atau korporasi yang melakukan tindak pidana perdagangan orang. Sedangkan yang dimaksud dengan korporasi adalah
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 6 yaitu kumpulan orang danatau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan
hukum.
160
12. Undang-Undang Penanaman Modal
Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
161
159
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 93
160
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58
Tahun 2007
161
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4724
merumuskan penanaman modal sebagai perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanaman
modal dalam negeri dan penanaman modal asing.
Universitas Sumatera Utara
13. Undang-Undang Penanggulangan Bencana
Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
162
14. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ITE
mendefenisikan setiap orang tidak hanya perseorangan atau kelompok orang, tetapi juga meliputi badan hukumkorporasi.
Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
163
15. Undang-Undang Pornografi
menyatakan bahwa yang dimaksud orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing,
maupun badan hukum. Sedangkan Pasal 1 angka 11 memaknai badan usaha sebagai perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
164
16. Undang-Undang Penerbangan
menyebutkan bahwa setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
Pasal 1 angka 55 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
165
162
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4723
163
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843
164
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181 Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4928
mengartikan setiap orang sebagai orang perseoranagn atau
Universitas Sumatera Utara
107 korporasi. Pasal 1 angka 20 merumuskan makna badan usaha angkutan udara
sebagai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya
mengoperasikan pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo danatau pos dengan memungut pembayaran. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 43
disebutkan bahwa badan usaha Bandar udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan
terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan Bandar udara untuk pelayanan umum.
17. Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara
Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
166
18. Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
memasukkan badan usahakorporasi subyek delik, yakni setiap badan hukum yang bergerak di bidang pertambangan
yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
165
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4956
166
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 1 angka 33 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup PPLH menyebutkan bahwa
“setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.”
167
19. Undang-Undang Tentang Narkotika
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam pasal 1 angka 21 menyebutkan pengertian korporasi sebagai kumpulan terorganisasi dari
orang danatau kekayaan, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Selanjutnya dalam Pasal 130 ayat 1 disebutkan :
168
20. Undang-Undang Tentang Pos
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118,
Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129 dilakukan oleh korporasi, selain pidana
penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 tiga kali
dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal tersebut.
Kemudian pada ayat 2 dinyatakan : “Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat 1, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
pencabutan izin usaha; danatau pencabutan status badan hukum.”
Dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos menyebutkan korporasi sebagai salah satu subyek Hukum Pidana yaitu dalam pasal 1 angka 13
167
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140
168
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 143
Universitas Sumatera Utara
109 disebutkan :
169
21. Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang
“orang adalah perseorangan ataupun badan hukum.” Selanjutnya dalam BAB X ketentuan pidana dalam undang-undang ini tidak membedakan
tindak pidana yang dilakukan oleh perorangan maupun badan hukum dan tidak ada ketentuan mengenai penjatuhan pidana kepada badan hukum.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
170
22. Undang-Undang Tentang Transfer Dana
secara eksplisit menyebutkan korporasi sebagai subyek Hukum Pidana. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1 angka
9 yang menyatakan: “setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi” dan dalam angka 10 di Pasal yang sama dinyatakan : “korporasi adalah kumpulan
orang danatau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana menyebutkan bahwa yang dimaksud penyelenggara transfer dana adalah
bank dan badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan badan yang menyelenggarakan kegiatan transfer dana.
171
23. Undang-Undang Tentang Keimigrasian
169
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 146
170
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122
171
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5240
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,
172
24. Undang-Undang Tentang Intelejen Negara
korporasi diartikan sebagai kumpulan orang danatau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelejen Negara memperluas makana setiap orang tidak hanya orang perorangan tapi juga
badan hukum.
173
25. Undang-Undang Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD
Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
174
26. Undang-Undang Kehutanan
merumuskan makna partai politik peserta pemilu sebagai partai politik yang telah memenuhi persyaratan sebagai Peserta
Pemilu.
Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan menyebutkan bahwa:
175
172
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 52 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5216
173
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelejen Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5249
174
Undang-Undang Republik Inonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316
175
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5432
“setiap orang adalah orang perseorangan danatau korporasi yang melakukan perbuatan
Universitas Sumatera Utara
111 perusakan hutan secara terorganisasi di wilayah hukum Indonesia danatau
berakibat hukum di wilayah hukum Indonesia”.
Universitas Sumatera Utara
BAB III ASAS
STRICT LIABILITY DAN ASAS VICARIOUS LIABILITY DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
A. Perkembangan Asas Strict Liability dan Asas Vicarious Liability