korporasi tidak hanya memikirkan bagaimana memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyak, tetapi lebih jauh juga memikirkan atau mengkaji kemungkinan-
kemungkinan negatif yang akan timbul akibat aktivitasnya itu, yang tidak jarang menimbulkan kerugian yang sangat besar baik di bidang ekonomi, sosial dan lain
sebagainya.
51
3. Korporasi Sebagai Subjek Tindak Pidana Lingkungan Hidup
Subjek tindak pidana yang diakui oleh KUHP adalah manusia natuurlijk person. Konsekuensinya, yang dapat menjadi pelaku tindak pidana adalah
manusia. Hal ini dapat dilihat dari rumusan delik dalam KUHP yang dimulai dengan kata-kata “barang siapa”. Kata “barang siapa” menunjukkan pada orang
atau manusia, bukan badan hukum. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam ketentuan umum KUHP Indonesia yang digunakan sampai saat ini, Indonesia
masih menganut bahwa suatu delik hanya dapat dilakukan oleh manusia. Sedangkan fiksibadan hukum rechts person tidak diakui dalam hukum pidana.
52
Namun dalam perkembangannya, ada usaha untuk menjadikan korporasi sebagai subjek dalam hukum pidana, yaitu adanya hak dan kewajiban yang
melekat padanya. Usaha tersebut dilatarbelakangi fakta bahwa tidak jarang korporasi mendapat keuntungan yang banyak dari hasil kejahatan yang dilakuka n
pengurusnya. Begitu juga dengan kerugian yang dialami oleh masyarakat yang disebabkan oleh tindakan-tindakan pengurus korporasi. Oleh karenanya tidak adil
kalau korporasi tidak dikenakan hak dan kewajiban seperti manusia.
53
51
Ibid., hlm. 170-171
52
Ibid., hlm. 111
53
Ibid., hlm. 111-112
Universitas Sumatera Utara
41 Barda Nawawi Arief menyatakan, untuk adanya pertanggungjawaban
pidana, harus jelas lebih dahulu siapa yang dapat dipertanggungjawabkan, artinya harus dipastikan dahulu siapa yang dinyatakan sebagai pelaku suatu tindak pidana
tertentu. Masalah ini menyangkut masalah subjek tindak pidana yang pada umumnya sudah dirumuskan oleh pembuat undang-undang untuk pidana yang
bersangkutan. Setelah pelaku ditentukan, selanjutnya bagaimana mengenai pertanggungjawaban pidananya.
54
Adapaun mengenai penggolongan badan usaha dapat dijumpai dalam KUH Perdata dan KUH Dagang, diantaranya:
Berkaitan dengan tindak pidana lingkungan hidup, korporasi sudah diakui sebagai subjek tindak pidana lingkungan hidup. Hal ini bisa dilihat dari pengertian
“setiap orang” dalam Pasal 1 angka 32 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, adalah orang
perorangan atau badan usaha baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
55
1. Persekutuan diatur dalam Pasal 1618 KUH Perdata sampai dengan Pasal
1652 KUH Perdata; 2.
Perkumpulan diatur dalam Pasal 1653 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1665 KUH Perdata;
54
Muladi dan Dwidja Prayitno. Op.Cit., hlm.82
55
Alvi Syahrin, Ketentuan Pidana Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta: PT Softmedia, 2011, hlm.
55
Universitas Sumatera Utara
3. Firma diatur dalam Pasal 16 KUH Dagang sampai dengan Pasal 35 KUH
Dagang; dan 4.
Komanditer Pasal 16 KUH Dagang sampai dengan Pasal 35 KUH Dagang. Korporasi merupakan istilah yang biasa digunakan oleh para ahli Hukum
Pidana dan kriminologi untuk menyebut apa yang dalam bidang hukum lain, khususnya bidang hukum perdata sebagai badan hukum, atau dalam bahasa
Belanda disebut rechtpersoon atau dalam bahasa Inggris dengan istilah legal person atau legal body.
56
Menurut terminologi Hukum Pidana, bahwa “korporasi adalah badan atau usaha yang mempunyai identitas sendiri, kekayaan sendiri terpisah dari kekayaan
anggota”.
57
A.Z Abidin menyatakan bahwa korporasi dipandang sebagai realitas sekumpulan manusia yang diberikan hak sebagai unit hukum, yang diberikan
pribadi hukum, untuk tujuan tertentu.
58
Muladi dan Dwidja Prayitno, dalam bukunya Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, menyatakan bahwa korporasi adalah suatu badan hasil ciptaan hukum,
yang diciptakannya itu terdiri dari corpus, yaitu struktur fisiknya dan kedalamnya hukum memasukkan unsur animus yang membuat badan itu mempunyai
kepribadian. Badan hukum oleh karena itu merupakan ciptaan hukum maka kecuali penciptaannya, kematiannya pun juga ditentukan oleh hukum.
59
Korporasi dalam ruang geraknya dimaksudkan untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat luas, sehingga tujuan memajukan kesejahteraan
56
H. Setiyono, Kejahatan Korporasi, Malang: Bayumedia, 2003, hlm. 2
57
Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 17
58
A.Z Abidin, Bunga Rampai Hukum Pidana, Jakarta: Pradnya Paramita, 1983, hlm. 54
59
Muladi dan Dwidja Prayitno, Op.Cit., hlm. 31
Universitas Sumatera Utara
43 umum yang diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dan Pasal
33 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan guna
meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia. Korporasi dapat melakukan tindak pidana melalui pejabat seniornya yang
memiliki kedudukan dan kekuasaan untuk berperan sebagai otak dari korporasi. Pejabat senior tersebut adalah mereka yang mengendalikan korporasi, baik
sendirian maupun bersama-sama dengan pejabat senior yang lain, yang mencerminkan dan mewakili pikiran atau kehendak dari korporasi. Para
pengendali korporasi dalam pengertian luas terdiri dari para direktur dan manajer. Sedangkan, para pegawai biasa dan agen yang hanya melaksanakan apa yang
telah diarahkan oleh pejabat senior. Tindak pidana yang dilakukan korporasi seringkali tidak tampak
kelihatan karena kompleksitas dan dilakukan dengan perencanaan yang matang, serta pelaksanaannya yang rapi dan terkoordinasi serta memiliki dimensi
ekonomi. Selanjutnya, tidak tampaknya tindak pidana yang dilakukan korporasi oleh karena dari tingkat penyelidikan, penyidikan dan penuntutan bahkan dalam
penegakan hukumnya lemah, karena ketentuan hukum positif yang mengaturnya masih dapat ditafsirkan ganda serta sikat tidak acuh masyarakat atas tindak pidana
yang telah dilakukan oleh korporasi.
60
60
Alvi Syahrin, Op.Cit., hlm. 57
Universitas Sumatera Utara
Tindak pidana lingkungan yang dilakukan untuk dan atas nama korporasi badan usaha, setidak-tidaknya didalamnya terdapat:
61
1. Tindakan illegal dari korporasi dan agen-agennya berbeda dengan prilaku
kriminal kelas sosial ekonomi bawah dalam hal prosedur administrasi. Karenanya, yang digolongkan kejahatan korporasi tidak hanya tindakan
kejahatan atas hukum pidana, tetapi juga pelanggaran atas Hukum Perdata dan Hukum Administrasi;
2. Baik korporasi sebagai “subjek hukum perseorangan atau legal person” dan
perwakilannya termasuk sebagai pelaku kejahatan as a illegal actors, dimana dalam praktek yudisialnya, antara lain bergantung pada kejahatan
yang dilakukan, aturan dan kualitas pembuktian dan penuntutan; 3.
Motivasi kejahatan yang dilakukan korporasi bukan hanya bertujuan untuk keuntungan pribadi, melainkan pada pemenuhan kebutuhan dan pencapaian
keuntungan organisasional. Tidak menutup kemungkinan motif tersebut ditopang pula oleh norma operasional internal dan sub-kultur
organisasional. Korporasi sebagai subjek hukum tidak hanya menjalankan kegiatannya
sesuai dengan prinsip ekonomi mencari keuntungan sebesar-besarnya tetapi juga mempunyai kewajiban untuk mematuhi peraturan hukum di bidang ekonomi yang
digunakan pemerintah guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial. Terjadinya pencemaran danatau kerusakan lingkungan, kebanyakan
dilakukan dalam konteks menjalankan suatu usaha ekonomi dan sering juga
61
Ibid., hlm. 58
Universitas Sumatera Utara
45 merupakan sikap penguasa maupun pengusaha yang tidak menjalankan atau
melalaikan kewajiban-kewajibannya dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup terus meningkat sejalan
dengan meningkatnya kegiatan industri atau sejenisnya, tentunya lingkungan hidup perlu mendapat perlindungan hukum. Lingkungan hidup dengan sumber
dayanya adalah kekayaan bersama yang dapat digunakan setiap orang, yang harus dijaga untuk kepentingan masyarakat untuk generasi mendatang. Perlindungan
lingkungan hidup dan sumber daya alamnya dengan demikian mempunyai tujuan ganda, yaitu melayani kepentingan masyarakat secara keseluruhannya dan
melayani kepentingan-kepentingan individu.
62
F. Metode Penulisan