35 pada dirinya selalu terbuka kemungkinan untuk dapat berbuat lain, jika tidak ingin
melakukan tindak pidana tersebut.
41
Oleh karena itu, berdasarkan teori kesalahan normatif konsep strict liability tidak dianggap sebagai bentuk pengecualian dari konsep tiada pidana
tanpa kesalahan tetapi sebagai bentuk pertanggungjawaban pidana berdasar kesalahan. Pada strict liability pembuatnya tetap dapat diliputi kesalahan yaitu
kesalahan dalam pengertian normatif.
42
Berkaitan dengan asas strict liability terdapat perbedaan pendapat dikalangan sarjana mengenai tepat atau tidaknya konsep strict liability tepat
diterapkan untuk kejahatan korporasi. Mahrus Ali, guru besar ilmu hukum pidana Universitas Islam Indonesia, menyatakan penerapan konsep pertanggungjawaban
strict liability tidak sesuai atau bertolak belakang dengan karakteristik kejahatn korporasi yang termasuk dalam kategori serious crime, sedangkan konsep
pertanggungjawaban strict liability hanya untuk jenis kejahatan yang bersifat ringan seperti pelanggaran lalu lintas, penghinaan pengadilan yang sifatnya
berupa pelanggaran. Pijakan yuridis yang dibangun untuk menuntut korporasi atas konsep pertanggungjawaban strict liability tidak kuat dan tidak beralasan.
43
3. Asas Vicarious Liability Terhadap Korporasi
Asas vicarious liability adalah suatu pertanggungjawaban pidana yang dibebankan kepada seseorang atas perbuatan orang lain the legal responsibility of
41
Mahrus Ali, Op.Cit., hlm. 163-164
42
Ibid.
43
Ibid., hlm. 168
Universitas Sumatera Utara
one person for the wrongful acts of another.
44
Vicarious liability lazim disebut sebagai pertanggungjawaban pengganti, yaitu pertanggungjawaban seseorang atas
salah yang dilakukan oleh orang lain.
45
Dalam Black’s Law Dictionary, vicarious liability diartikan sebagai berikut: “The liability of an employer for the acts of an employee, of an principle
for torts and contracts of an agent” pertanggungjawaban majikan atas tindakan dari pekerja; atau pertanggungjawaban principal terhadap tindakan agen dalam
suatu kontrak.
46
Vicarious liability berasal dari ajaran doctrine of respondeat superior dimana dalam hubungan karyawan dengan majikan atau antara pemberi kuasa
dengan penerima kuasa berlaku adagium qui facit per alium facit per se yang Pertanggungjawaban demikian misalnya terjadi dalam hal perbuatan-
perbuatan yang dilakukan oleh orang lain itu adalah dalam ruang lingkup pekerjaan atau jabatan. Jadi, pada umumnya terbatas pada kasus-kasus yang
menyangkut hubungan antara majikan dengan buruh, pembantu atau bawahannya. Dengan demikian dalam pengertian vicarious liability ini, walaupun seseorang
tidak melakukan sendiri suatu tindak pidana dan tidak mempunyai kesalahan dalam arti yang biasa, ia masih dapat dipertanggungjawabkan. Rasionalitas
penerapan teori ini adalah ksrens majikan korporasi memiliki kontrol dan kekuasaan atas mereka dan keuntungan yang mereka peroleh secara langsung
dimiliki oleh majikan korporasi.
44
Romli Asmasasmita, Op.Cit., hlm. 79
45
Mahrus Ali, Asas-Asas Hukum Pidana Korporasi, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, hlm. 118
46
Ibid., hlm. 119
Universitas Sumatera Utara
37 berarti seseorang yang berbuat melalui orang lain dianggap sebagai perbuatan
yang dilakukan oleh ia sendiri. Seseorang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan tindak pidana
yang dilakukan orang lain dalam hal-hal sebagai berikut:
47
1. Ketentuan umum yang berlaku menurut Common Law ialah bahwa seseorang
tidak dapat dipertanggungjawabkan secara vicarious liability untuk tindak pidana yang dilakukan oleh pelayanburuhnya. Pada prinsipnya, menurut
Common Law, seorang majikan tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh pelayannya
2. Menurut Undang-undang statute law, vicarious liability dapat terjadi dalam
hal-hal sebagai berikut: a.
Seseorang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh orang lain, apabila ia telah mendelegasikan the delegation
principle; b.
Seorang majikan dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang secara fisikjasmaniah dilakukan oleh buruhpekerjanya apabila menurut hukum
perbuatan buruhnya itu dipandang sebagai perbuatan majikan the servant’s act is the master’s act in law. Jadi apabila si pekerja sebagai pembuat
materilfisik auctor fisicus dan majikan sebagai pembuat intelektual auctor intellectualis.
47
Muladi dan Dwidja Prayitno, Op.Cit., hlm. 31
Universitas Sumatera Utara
Dalam vicarious liability terdapat dua syarat penting yang harus dipenuhi untuk dapat menerapkan asas vicarious liability terhadap perbuatan pidana,
yaitu:
48
1 Harus terdapat suatu hubungan, seperti hubungan pekerjaan antara majikan
dengan pekerja; dan 2
Tindak pidana yang dilakukan oleh pekerja tersebut harus berkaitan atau masih dalam ruang lingkup pekerjaannya.
Prinsip hubungan kerja dalam vicarious liability disebut dengan prinsip delegasi, yakni berkaitan dengan pemberian izin kepada seseorang untuk
mengelola suatu usaha. Si pemegang izin tidak menjalankan langsung usaha tersebut, akan tetapi ia memberikan kepercayaan mendelegasikan secara penuh
kepada seorang manager untuk mengelola usaha tersebut. Jika manager itu melakukan perbuatan melawan hukum, maka si pemegang izin pemberi delegasi
bertanggung jawab atas perbuatan manager itu. Sebaliknya, apabila tidak terdapat pendelegasian maka pemberi delegasi tidak bertanggung jawab atas tindak pidana
manager tersebut.
49
Jika teori vicarious liability dihubungkan dengan kejahatan korporasi, hal demikian merupakan upaya untuk menjerat korporasi atas tindak pidana yang
dilakukan oleh pegawainya. Pembebanan pertanggungjawaban pidana yang dibebankan kepada atasan direktur atas perbuatan pidana yang dilakukan oleh
bawahan dalam sebuah struktur organisasi korporasi, dikarenakan perbuatan yang
48
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Op.Cit., hlm. 169-170
49
Mahrus Ali, Asas-Asas Hukum Pidana Korporasi, Op.Cit., hlm. 119-120
Universitas Sumatera Utara
39 dilakukan oleh bawahan tersebut adalah untuk kepentingan korporasi itu sendiri,
sehingga dengan sendirinya pertanggungjawaban tersebut dibebankan kepada atasan direktur yang dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama korporasi.
Keuntungan yang diperoleh dari hasil kejahatan yang dilakukan oleh bawahan pada dasarnya akan kembali dan merupakan keuntungan dari korporasi. Alangkah
tidak adil jika yang dibebani pertanggungjawaban adalah bawahan atas kesalahan yang dilakukannya, sedangkan dia sendiri bekerja untuk kepentingan korporasi,
dan keuntungan yang diperoleh tidak dimiliki olehnya tetapi dimiliki oleh korporasi.
50
Pembebanan pertanggungjawaban pidana kepada atasan direktur atas dasar pertanggungjawaban pengganti vicarious liability dimaksudkan untuk
mencegah atau paling tidak meminimalisir tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi melalui pengurusnya. Hal ini karena korporasi memainkan peranan
penting dalam segala aspek kehidupan, dan tidak jarang korporasi mempunyai peranan yang sangat besar bagi terjadinya kejahatan-kejahatan yang menimbulkan
korban dan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat. Dengan adanya pembebanan pertanggungjawaban pidana kepada atasan direktur yang
merupakan perpanjangan tangan korporasi atas perbuatan pidana yang dilakukan oleh bawahannya, diharapkan korporasi melalui pengurusdirektur dapat lebih
berhati-hati didalam menjalankan aktivitasnya, khusunya yang bersinggungan langsung dengan kepentingan masyarakat luas. Didalam menjalankan aktivitasnya
50
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Op.Cit., hlm. 170
Universitas Sumatera Utara
korporasi tidak hanya memikirkan bagaimana memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyak, tetapi lebih jauh juga memikirkan atau mengkaji kemungkinan-
kemungkinan negatif yang akan timbul akibat aktivitasnya itu, yang tidak jarang menimbulkan kerugian yang sangat besar baik di bidang ekonomi, sosial dan lain
sebagainya.
51
3. Korporasi Sebagai Subjek Tindak Pidana Lingkungan Hidup