1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Liberalisasi yang dimulai sejak tahun 1998
50
menelurkan kondisi yang
mengharuskan masyarakat
Indo nesia “ngos-ngosan” dalam
menghadapi arus ekonomi yang demikian cepat. Proses liberalisasi yang sedang dialami oleh Indonesia ini, turut menggambarkan bahwa efek
globalisasi juga sedang berlangsung dalam dinamika masyarakat Indonesia. Globalisasi, dalam konteks ini globalisasi ekonomi, sebenarnya bukanlah
fenomena baru dalam sejarah peradaban dunia. Seiring dengan berbagai perkembangan dalam berbagai aspek, fenomena globalisasi dipandang
sebagai gelombang masa depan terutama sejak masa sejarah modern, khususnya sebelum memasuki abad ke-20. Dua dekade sebelum Perang
Dunia I, arus uang internasional telah menghubungkan Eropa lebih erat dengan AS, Asia, Afrika, dan Timur Tengah.
51
Namun bagaimanapun juga, tatanan ekonomi global yang didasarkan pada liberalisasi ekonomi telah
membuat ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara negara kaya dan negara miskin semakin besar.
50
Letter of intent adalah persetujuan antara Indonesia dengan IMF dalam hal reformasi ekonomi yang ditandangani pada tanggal 15 Januari 1998 yang mengandung 50 butir kesepakatan. Letter of
intent juga merupakan persetujuan program reformasi ekonomi kedua antara Indonesia dengan IMF, sebelumnya juga telah ada persetujuan yang disepakati pada tanggal 31 Oktober 1997, tetapi
persyaratan pertama yang diajukan oleh IMF dirasakan berat untuk dilaksanakan, sehingga Indonesia meminta negosiasi. Walaupun pada akhirnya persetujuan yang kedua yang disebut Letter of intent ini
pun tidak bertahan lama dan segera diganti dengan
supplementary memorandum
pada tanggal 10 April 1998, berisi 20 butir, 7 appendix dan satu matriks hal yang khusus dalam memorandum ini
adalah penyelesaian utang luar negeri perusahaan swasta Indonesia. Dirangkum dari tulisan Lepi. T. Tarmidi dalam Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Edisi Maret 1999 dengan judul
Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran
. Hlm. 10.
51
Budi Winarno. 2008.
Globalisasi : Peluang atau Ancaman Bagi Indonesia
. Jakarta : Erlangga. Hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
2
Pengaruh globalisasi selalu memiliki dua kecenderungan, yakni sebagai peluang dan juga sebagai tantangan terkhusus bagi negara-negara
yang sedang berkembang. Ini tergantung cara
ways
negara-negara yang mengalaminya dalam pengambilan keputusan atau kebijakan untuk
meminimalisir ketidakseimbangan. Pembuatan kebijakan ekonomi politik regulasi adalah metode akurat dan tepat yang dipakai oleh semua negara
untuk mengatasi, menyaring serta mencegah masalah-masalah yang dapat ditimbulkan oleh globalisasi.
Di era globalisasi pergaulan antar bangsa semakin kental, dan batas antar negara hampir tidak ada artinya. Pengaruh globalisasi memungkinkan
hilangnya berbagai halangan dalam menjadikan dunia semakin terbuka dan saling bergantung satu sama lain serta menghasilkan dunia tunggal.
Globalisasi menunjukkan terus meningkatnya integrasi atas ekonomi- ekonomi nasional menuju pasar-pasar internasional yang semakin luas dan
integratif. Maka bukan tidak mungkin setiap regulasi yang ada di negara- negara mengarah kepada terciptanya pasar bebas. Seperti yang telah
diutarakan sebelumnya, bahwa globalisasi membawa dua sisi yakni sebagai peluang dan sebagai tantangan. Seberapa ketat kebijakan, dalam konteks ini
kebijakan ekonomi politik yang dibuat, akan membantu untuk menentukan sisi globalisasi yang akan dialami oleh negara tersebut.
Perlu ditekankan bahwa dalam tulisan ini, penulis mengambil kasus globalisasi dalam konteks globalisasi ekonomi saja. Maka, kondisi yang
berkenaan dengan globalisasi ekonomi seperti ekonomi politik, liberalisasi perdagangan atau pasar bebas, peran negara dan pemerintah, pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
3
ritel yang semakin meningkat serta poin-poin penting lainnya akan menjadi topik utama dalam tulisan ini.
Telah menjadi suatu fenomena umum, jika liberalisasi perdagangan menjadi salah satu wujud dari globalisasi. Beredarnya barang dan jasa yang
disokong oleh pemodal asing atau negara lain, adalah efek selanjutnya yang terjadi. Perkembangan zaman ini, dari bidang manapun adalah ide yang
berusaha menjawab dan menjelaskan kebutuhan manusia yang tak terbatas, dan juga memberi gambaran tentang
lifestyle
masyarakat yang semakin instan. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari bertambahnya juga jumlah
penduduk dan pertumbuhan ekonomi secara umum. Bertumbuhnya aspek- aspek yang demikian menjadikan permintaan akan barang dan jasa yang
semakin meningkat, sehingga membutuhkan wadah
yang dapat menanggulanginya.
Industri ritel adalah salah satu wadah tersebut. Maraknya
pembangunan ritel modern yang disokong oleh investor asing menjadi salah satu citra menghilangnya batas-batas antar negara yang disebabkan oleh
globalisasi. Teguh Boediyana, ketua Majelis Pakar Dewan Koperasi
Indonesia Dekopin mengatakan, konsekuensi dari kesepakatan liberalisasi yang
ditandatangani pemerintah
menghasilkan dampak
terhadap pertumbuhan pasar di Indonesia yakni pertumbuhan pasar swalayan yang
secara masif melakukan penetrasi terhadap pasar tradisional sampai ke desa- desa.
52
Semua ritel modern Indonesia yang berada di bawah pengaruh investor asing merupakan kekuatan-kekuatan besar dunia yang terbangun
52
Majalah KOMPETISI KPPU, Edisi 34. Negeri Surga Ritel. 2012. Hlm. 13-14.
Universitas Sumatera Utara
4
dalam jaringan
multinational corporation
yang kerap melakukan penetrasi sampai ke bawah.
Ritel dalam sejarahnya bukanlah jenis industri baru. Ritel berasal dari bahasa Perancis
retailer
yang berarti “memotong kecil-kecil”. Dalam bahasa Inggris, ritel berarti “eceran”. Ritel secara sederhana dapat juga
disebut sebagai pasar. Pada Peraturan Presiden No 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko
Modern telah memberikan definisi mengenai pasar, dimana pasar terbagi lagi menjadi dua bagian yaitu pasar tradisional dan pasartoko modern. Pada
pasal 1 ayat 2, bahwa definisi pasar tradisional adalah sebagai berikut : “ Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama
dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimilikidikelola oleh pedagang kecil, menengah,
swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui
tawar menawar.” Sedangkan pada pasal 1 ayat 5 menyebutkan bahwa toko modern :
“ Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri,
menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket
ataupun grosir yang berbent
uk Perkulakan.”
Universitas Sumatera Utara
5
Dari definisi tersebut ada dua hal yang dapat digarisbawahi. Pertama, di pasar tradisional terdapat mekanisme tawar menawar. Artinya
harga yang ditampilkan mungkin berbeda dari harga yang disepakati oleh pembeli dengan penjual. Mekanisme ini tidak terdapat pada toko modern.
Pada toko modern harga bersifat
given
dan konsumen tidak dapat menawar. Kedua, di pasar modern terdapat sistem pelayanan mandiri dimana
konsumen memiliki kebebasan dan keleluasaan untuk berinteraksi langsung dengan produk yang dijual, berbeda dengan pasar tradisional yang
diletakkan di dalam etalase sehingga konsumen tidak memiliki keleluasaan penuh.
53
Terkhusus untuk format ritel modern, banyak jenis yang dapat ditemui. Secara umum, berbagai banner atau brand pelaku usaha dapat
dikelompokkan sebagai berikut
54
: a.
Hypermarket : Carrefour, Giant, Hypermart, Lotte, Yogya,
Lion Superindo b.
Supermarket : Griya, Alfa, Sri Ratu, Hero, Ramayana, Naga
c.
Minimarket : Alfamart, Indomart, Yomart, Alfa-Midi
d.
Perkulakan : Makro, Indogrosir
e.
Convenience Store : Circle K, Starmart, AMPM
f.
Warehouse : Ace Hardware, Index
g.
Department Store : Metro, Matahari, Sogo
h.
Drugstore Personal Care : Watson, Guardian, Boston,
Century
53
Dikutip dari Paper yang ditulis oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 2009.
Position Paper KPPU terhadap Perkembangan Industri Ritel di Indonesia
. Hlm. 61.
54
Ibid. Hlm. 62.
Universitas Sumatera Utara
6
i.
Electronic Specialist : E-City, E-Solution
j.
Bookstore : Gramedia, Gunung Agung
Di Indonesia sendiri industri ini telah berkembang sejak tahun 1960- an.
55
Industri ritel merupakan industri yang strategis dalam kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia. Dalam konteks global, potensi pasar ritel
Indonesia tergolong cukup besar. Industri ritel memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian masyarakat Indonesia. Industri ritel
menempatkan diri sebagai industri kedua tertinggi dalam penyerapan tenaga kerja Indonesia setelah industri pertanian.
56
Hal ini mengindikasikan bahwa banyak orang menggantungkan hidupnya pada industri ritel. Dalam
beberapa tahun terakhir kondisi pertumbuhan ritel di Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Dalam enam tahun, dari tahun 2007-2012 jumlah gerai ritel
modern secara keseluruhan mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57 per tahun. Pada tahun 2007, jumlah ritel modern masih
sebanyak 10.365 gerai, kemudian pada tahun 2012 mencapai 18.152 gerai
57
. b.
Untuk bentuk hypermart, terdapat 3 brand yang memiliki kemajuan yang sangat pesat diantaranya : Carrefour, Hypermart
dan Giant. Dua diantaranya merupakan ritel modern yang berada di bawah pengaruh pemodal asing. Carrefour berasal dari
Perancis, Giant sendiri merupakan ritel asal Malaysia.
55
Ritel modern pertama di Indonesia bernama Toserba Sarinah yang didirikan tahun 1962, dalam bentuk Departemen Store.
56
Dikutip dari Majalah Kompetisi KPPU, Negeri Surga RITEL, edisi 34 tahun 2012, Hlm. 4-5.
57
http:www.indonesianconsume.bblogspot.com201302perkembangan-baru-bisnis-ritel- moden.htmlUm.KvXa nTnc. Diakses pada tanggal 27 Februari 2015 pkl 20 :59.
Universitas Sumatera Utara
7
Sedangkan Hypermart merupakan brand dalam negeri yang sampai tahun 2010 berada dibawah Matahari Putra Prima Lippo
Group, tetapi sekarang telah dijual dan menjadi milik pihak asing yaitu Meadow Asia Co.Ltd anak usaha Asia Color
Company yang pusatnya di Karibia. Ketiga brand ini juga
merupakan ritel-ritel modern yang beromset sangat besar. Dari 10 ritel beromset terbesar di Indonesia pada tahun 2006, Ritel
Asia merilis, Carrefour berada pada posisi pertama dengan omset Rp 7,2 triliun. Hypermart berada pada posisi ke empat Rp 3,5
triliun dan Giant berada pada urutan ke lima dengan omset Rp 3,2 triliun.
58
Carrefour menjadi pemimpin bidang hypermart yang menguasai pasar Indonesia dengan 47 pangsa pasar. Di
Indonesia ada 3 tipe Carrefour yaitu : Carrefour ada, 87 gerai, Carrefour Express, ada 14 gerai, Carrefour Market, ada 7 gerai.
Hypermart berada di posisi kedua dengan jumlah 100 gerai. Dan Giant sendiri, memiliki 46 gerai yang tersebar di seluruh
Indonesia. Di kota Medan sendiri, ketiga brand besar ini juga turut
menguasai pasar dan pusat perbelanjaan. Jumlah gerai terbanyak dipegang oleh Giant dengan 5 gerai, sedangkan Hypermart dan
Carrefour masing-masing ada 2 gerai. c.
Untuk bidang minimarket, tahun 2009, Alfamart telah memiliki lebih kurang 3.098 gerai di seluruh Indonesia yang meningkat
58
Dikutip dari Majalah Gatra , No.12 TH XV Februari 2009. Hlm. 14.
Universitas Sumatera Utara
8
dari tahun 2008 yang berjumlah 2.736 gerai meningkat 13,26. Indomaret juga mencatat peningkatan yang cukup pesat
dengan gerai sejumlah 3531 buah pada tahun 2009 meningkat dari 3093 buah peningkatan sebesar 14,16. Tahun 2013 total
gerai Alfamart dan Indomaret mencapai 13.000.
59
Kota Medan juga tak ketingggalan dalam pertumbuhan ritel modern dengan
format minimarket. Meski ada juga ritel modern asal lokal kebanyakan tidak punya brand, tetapi Alfamart dan Indomaret
masih menguasai pasar. Gerai Indomaret di kota Medan saat ini mencapai ± 200 gerai, sedangkan Alfamart mencapai ± 80 gerai.
60
Maraknya pembangunan ritel modern mengindikasikan bahwa industri ini memang menjanjikan keuntungan yang besar. Dan Indonesia
dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia merupakan ladang yang potensial untuk membangun bisnis waralaba. Selain itu, dengan terbitnya
Keputusan Presiden No 99 Tahun 1998
61
yang membuka pintu masuk bagi para peritel asing, membuat bisnis ini pun semakin diminati oleh pemodal
asing yang ingin menanamkan pengaruhnya di Indonesia. Kebijakan yang
59
http:www.indonesianconsume.blogspot.com201302perkembangan-baru-bisnis-ritel- moden.htmlUm.KvXanTnc. Diakses pada tanggal 27 Februari 2015 pukul 20 :59.
60
Dikutip dari Jurnal yang ditulis oleh Ok. Laksemana Lutfi. 2012.
Dampak Keberadaan Indomaret Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Pedagang Pasar Tradisional Di Kelurahan Terjun Kecamatan
Medan Marelan.
Medan. Hlm. 8.
61
Pada era 1970 sd 1980-an, format bisnis ritel di Indonesia terus berkembang. Pada awal dekade 1990-an ini merupakan tonggak sejarah masuknya ritel asing di Indonesia. Ini ditandai dengan
beroperasinya ritel terbesar Jepang “Sogo” di Indonesia. Ritel modern kemudian berkembang begitu
pesat, berdasarkan Kepres No. 99 tahun 1998, bahwa pemerintah mengeluarkan bisnis ritel dari negative list bagi Penanaman Modal Asing. Sebelum Kepres No. 99 tahun 1998 diterbitkan,
jumlah peritel asing di Indonesia sangat dibatasi. Dan di tahun ini pulalah liberalisasi perdagangan dimulai.
Universitas Sumatera Utara
9
ada untuk mengatur penataan dan pertumbuhan ritel modern juga tidak serta merta membuat nyali para peritel menjadi ciut, malah mereka semakin
gencar untuk membangun ritel dengan brand masing-masing terkhusus brand-brand besar sampai ke daerah pelosok. Ekspansi ritel modern sangat
agresif ini masuk hingga ke wilayah pemukiman rakyat. Ritel tradisional yang berada di wilayah pedesaan maupun pemukiman rakyat pun terkena
imbasnya dengan berhadapan langsung dengan ritel modern tersebut. Persaingan diantara keduanya pun tidak terhindari. Tidak hanya itu, karena
minimnya aturan zonasi untuk pembangunan ritel modern tersebut, maka ritel-ritel tradisional yang berada di kota-kota besar pun terkena imbasnya.
Pemerintah sejauh ini sudah membentuk aturan atau kebijakan ritel, baik secara nasional ataupun tingkat daerah. Praktek monopoli serta
persaingan usaha yang tidak sehat tertuang dalam UU No 5 tahun 1999,
kemudian pemerintah juga mengeluarkan regulasi untuk membatasi pembangunan dan mengatasi penataan pasar tradisional dengan ritel modern
melalui PP No 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dan Permendagri
No 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Sesuai dengan pasal
1 ayat 11 sebelas dan ayat 12 dua belas dalam PP No 112 Tahun 2007 mengatakan bahwa yang berhak memberi izin usaha baik dalam bentuk
pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern ditanggungjawabi oleh pemerintah daerah, serta pembuatan aturan zonasi adalah wewenang
pemerintah daerah. Dengan demikian, setiap daerah wajib memiliki
Universitas Sumatera Utara
10
peraturan daerah yang mengatur hal-hal yang terkait pembangunan dan
penataan ritel.
Kota Medan adalah salah satu kota besar yang mengalami pembangunan ritel yang boleh dikatakan sangat pesat. Ritel-ritel modern ini
sudah bertebaran di setiap sudut kota Medan. Peritel juga tidak hanya berasal dari dalam negeri tetapi juga peritel-peritel asing turut meramaikan
suasana perbelanjaan di kota Medan. Dari 33 kota dan kabupaten di Sumatera Utara, kota Medan menjadi motor penggerak pertumbuhan
ekonomi
engine of growth
Sumatera Utara di luar sektor primer pertanian dan pertambangan. Hasil survey yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan kota Medan di tahun 2013 pun mendapati bahwa sektor perdagangan besar dan eceran menjadi sektor industri unggulan dengan
persentase perkembangan kontribusi sebesar 22, 99 .
62
Namun, sama seperti kota-kota lainnya di Indonesia, kota Medan masih lemah dalam
pengaturan zonasi untuk pembangunan ritel terkhusus untuk ritel modern.
Peraturan Walikota No 20 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
yang kemudian mengalami perubahan sebanyak dua kali sehingga
dikeluarkan peraturan baru yakni Peraturan Walikota No 47 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Medan Nomor 20
Tahun 2011 yang menghapus tentang beberapa pengaturan sehingga
semakin memberi peluang bagi pengusaha ritel untuk memperluas jaringan pertumbuhan ritel. Sebagai akibat dari perubahan peraturan ini gerai
62
Balitbang Kota Medan. 2013.
Laporan Akhir Identifikasi Sektor Industri Unggulan di Kota Medan Tahun Anggaran 2013
. Medan : Pemerintah Kota Medan . Hlm. 44.
Universitas Sumatera Utara
11
Indomaret dan Alfamart yang berdiri hampir di sepanjang jalan dan pusat kota Medan tidak lagi berjarak minimal 500 meter, bahkan sudah ada yang
bersebelahan ataupun bersebrangan, sebab peraturan baru sudah tidak membatasi jarak. Tidak sedikit juga gerai Indomaret dan Alfamart yang
belum resmi memiliki izin.
63
Meski ada hukum yang mengatur hal tersebut
yakni Perda Pemkot Medan No 5 Tahun 2012 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Ditambah lagi, sebagian dari ritel-ritel modern ini
berdampingan juga dengan pasar tradisional, walaupun secara jelas kedua kebijakan di atas mengatur hal-hal yang demikian. Contohnya saja
Carrefour Citra Garden yang berada di samping Pajak Pagi pasar tradisional yang terletak di Pasar V,Padang Bulan Medan. Ramayana
Pringgan yang berada di samping Pajak Pringgan, begitu juga Ramayana Aksara, juga berdampingan dengan Pajak Aksara. Ada pula Plaza Medan
Fair, dan Medan Plaza yang berdekatan dengan Pajak Petisah. Melihat betapa negara ini sudah menjadi “surganya ritel”, dapat
dikatakan bahwa liberalisasi yang dimulai sejak tahun 1998 itu mengharuskan masyarakat Indonesia “mau tidak mau” harus menghadapi
proses keluar-masuk arus ekonomi, dan agar tidak menjadi mangsa pasar bebas, maka regulasi yang ketat wajib segera diciptakan. Hal ini yang
menjadikan globalisasi dan kebijakan ekonomi politik suatu negara berhubungan dan berkaitan satu sama lain. Lemah kuatnya kebijakan dalam
suatu negara juga akan mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh
63
Ok. Laksemana Lutfi. Loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
12
provinsi, kabupatenkota, bahkan sampai tingkat pemerintahan terendah di negara tersebut.
Tulisan ini memakai studi perkaitan
interlinkages
sebagai acuan untuk meneliti masalah. Dalam
interlinkages
, ada beberapa variabel yang akan diamati kemudian dianalisis sehingga menghasilkan
intervening variable
atau fakta lain di luar kondisi yang telah ada misalnya fakta psikologis. Studi ini membahas tentang siapa aktor-aktor atau unit-unit
politik dan ekonomi yang saling terkait, dan sebuah dependensi dapat terjadi dalam bentuk dominasi salah satu pihak dalam interaksinya.
64
Merujuk kepada latar belakang dan studi perkaitan interlinkages yang telah dipaparkan di atas, maka penulis memberi judul penelitian ini,
“ Pengaruh Globalisasi terhadap Kebijakan Ekonomi Politik Studi
Interlinkages Kebijakan Ekonomi Politik Terhadap Maraknya Pembangunan Ritel di Kota Medan”.
B. Rumusan Masalah