1
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia memiliki kemampuan dan pola pikir yang dapat berkembang. Perkembangan tersebut menciptakan berbagai pencapaian yang
sangat beragam, meliputi adat istiadat, tata krama, pergaulan, kesenian, bahasa, keindahan alam, dan keterampilan lokal yang merupakan ciri khas suatu bangsa.
Di Indonesia, keberagaman tersebut perlu dikembangkan dan dilestarikan melalui upaya pendidikan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 1 berikut ini: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Melalui pendidikan, perkembangan kemampuan dan pola pikir masyarakat
menjadi lebih terkondisikan. Terutama pendidikan kesenian dan budaya yang secara teratur dapat diwariskan dan dikembangkan dalam sebuah pembelajaran.
Pembelajaran merupakan proses belajar-mengajar, tercantum dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 20 tentang
Sisdiknas, yaitu ―Pembelajaran adalah proses interaksi perserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.‖ Proses pembelajaran
ini mengarahkan siswa sebagai penerus bangsa agar mengenali sumber belajar,
2
lingkungan pendidikan kesenian, dan budaya yang secara bertahap mendapatkan pengalaman seni yang sangat berguna bagi masa depan siswa.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 18, mengemukakan bahwa:
Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan
Pemerintah Daerah. Pemerintah mencetuskan program wajib belajar bagi warga Indonesia agar setiap warga dapat mengikuti program
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia meliputi 3 jalur, yaitu jalur formal,
nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 6 Ayat
1 menyebutkan bahwa ―Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib untuk mengikuti pendidikan dasar.‖ Pendidikan dasar
tersebut meliputi Sekolah Dasar SD dan Sekolah Menengah Pertama SMP yang diselenggarakan oleh instansi kependidikan.
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal yang harus ditempuh oleh seseorang untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi. Oleh sebab itu, pendidikan dasar harus berkualitas tinggi karena berpengaruh terhadap jenjang pendidikan berikutnya, kualitas pendidikan
yang tinggi telah lama diupayakan oleh pemerintah melalui penyempurnaan kurikulum yang terus dilakukan secara periodik.
Kurikulum yang berlaku di semester genap tahun ajaran 20142015 adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. KTSP adalah kurikulum
operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan
3 pendidikan dengan mengacu pada Standar Isi SI dan Standar Kompetensi
Lulusan SKL yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP. SI adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang tertuang
dalam persyaratan yang harus dipenuhi oleh siswa pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu, meliputi kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian,
silabus pembelajaran, dan kompetensi mata pelajaran, termasuk mata pelajaran bermuatan seni yaitu Seni Budaya dan Keterampilan SBK.
Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan merupakan pendidikan seni berbasis budaya yang terdiri dari empat bagian besar, yaitu seni tari, seni musik,
seni rupa, dan keterampilan. Merupakan mata pelajaran yang di dalamnya terkandung muatan humaniora nilai-nilai humanisme seperti filsafat, hukum,
sejarah, bahasa, sastra, seni, dan sebagainya, yang sangat berguna untuk merangsang kreativitas berpikir bagi perserta didik untuk semua cabang disiplin
ilmu Susanto, 2013: 273. Pendidikan SBK di sekolah dasar memiliki fungsi dan tujuan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan dalam berkarya dan
berapresiasi. Susanto 2013: 273 memaparkan bahwa tujuan dari pendidikan SBK bukan untuk membina anak-anak menjadi seniman, melainkan mendidik
anak menjadi kreatif. Seni merupakan aktivitas permainan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seni digunakan sebagai alat pendidikan. Pendidikan SBK
memiliki peranan penting dalam pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan memerhatikan tingkat perkembangan anak dalam intrapersonal,
interpersonal, visual, musikal, linguistik, logika, matematis, naturalis, dan kecerdasan spiritual, moral, serta kecerdasan emosional.
4 Menurut Jazuli 2008: 17, ―Pendidikan seni hakikatnya adalah suatu
proses kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan nilai-nilai yang bermakna di dalam diri manusia melalu
i pembelajaran seni.‖ Melalui pembelajaran seni, manusia dapat hidup dan berkembang selaras dengan alam, serta dapat memaknai
sebuah kehidupan yang tak lepas dari pencarian kebahagiaan dan cara mempertahankan hidup.
Seni tari menurut Sudarsono dalam Bastomi 1992: 43, merupakan ―Ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak-gerak ritmis yang
indah.‖ Menurut Bastomi 1992: 43 Gerak ritmis pada tari selalu didukung dan dituntun dengan irama musik, oleh karena itu seni tari tidak dapat terlepas dari
seni musik. Gerak-gerak ekspresif pada seni tari adalah gerak-gerak yang indah yang dapat menggetarkan perasaan pengamat. Gerak-gerak ekspresif pada tari
adalah gerak-gerak yang indah yang diberi bentuk dan ritme dari badan manusia dalam ruang. Oleh karena itu seni tari adalah seni yang dapat dihayati
keindahannya apabila disajikan oleh penarinya. Sekarningsih dan Rohayani 2006: 5 menyatakan bahwa ―Menari adalah
dorongan jiwa manusia sejak anak-anak dalam mengekspresikan diri manakala mendengar atau merasakan suatu irama tertentu baik yang datang dari dalam
maupun dari luar dirinya.‖ Jazuli 2008: 4 menjelaskan bahwa ―Menari merupakan keterampilan khusus, bahkan bakat ikut menentukan kualitas
tariannya. Namun demikian bukan berarti bahwa seseorang yang kurang berbakat tidak mempunyai peluang untuk menjadi penari yang berkualitas, karena semua
keterampilan pada prinsipnya bisa dipelajari, dilatih, dibiasakan, dan sangat
5 bergantung pada kemauan seseorang.‖ Pembelajaran tari adalah suatu
pembelajaran yang mengajarkan keterampilan menari bagi siswa, agar siswa tersebut dapat terampil mengekspresikan diri saat mendengar suatu irama yang
datang dari dalam diri maupun dari luar diri siswa. Pada umumnya, siswa mengalami kesulitan untuk memahami dan
menyerap materi yang disampaikan oleh guru dalam pembelajaran SBK di SD, khususnya pada aspek seni tari. Kecerdasan motorik siswa sangat beragam, hal
tersebut mengakibatkan perbedaan nilai yang sangat mencolok. Permasalahan lain yang timbul pada saat pembelajaran seni tari materi Tari Daerah Lain Tari
Saman yaitu siswa kesulitan mengadaptasi gerakan. Kesulitan tersebut disebabkan oleh penyampaian materi Tari Daerah Lain
Tari Saman hanya menggunakan pembelajaran dengan sistem klasikal. Pembelajaran tari menjadi monoton, siswa hanya mendengarkan, melihat, dan
menghafalkan gerak yang dicontohkan oleh guru tanpa ada interaksi dengan siswa lain. Siswa yang kurang aktif akan bergerak dengan tidak maksimal. Siswa
kesulitan untuk mengapresiasikan nilai seni budaya dari dalam diri. Kondisi tersebut terdapat pada proses pembelajaran seni tari di kelas V SD Negeri
Randugunting 01 Kota Tegal. Berdasarkan wawancara dengan guru tari yang mengampu pembelajaran
tari dari kelas I sampai dengan kelas V SD Negeri Randugunting 01 Kota Tegal, didapatkan informasi bahwa di SD tersebut, sebagian siswa kelas V kurang
berminat dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini terlihat dari hasil belajar siswa pada UAS semester 1 siswa kelas V SD Negeri Randugunting 01 Kota Tegal
6 tahun ajaran 20142015 materi Tari Daerah Lain Tari Saman, terdapat banyak
siswa yang belum mencapai KKM. Sejumlah 33 siswa dengan KKM 75, siswa yang tuntas KKM hanya 23 siswa atau sebesar 69,70, dan siswa yang tidak
tuntas KKM sejumlah 10 siswa atau sebesar 30,30. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa penguasaan materi Tari Daerah Lain Tari Saman
siswa kelas V tergolong masih rendah. Terbukti ketuntasan kelas kurang dari 75.
Uraian tersebut menegaskan bahwa mata pelajaran SBK pada aspek seni tari, merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa. Diperlukan suatu
model pembelajaran agar tercipta suasana pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, sehingga pembelajaran seni tari semakin efektif. Pembelajaran
tidak hanya berpusat kepada guru, siswa juga harus berkesempatan untuk mengembangkan potensi secara mandiri dan berinteraksi aktif dengan siswa yang
lain dalam proses pembelajaran. Siswa dapat belajar dengan siswa lain dalam sebuah kelompok yang dinamis, hal tersebut sering disebut pembelajaran
Kooperatif atau Cooperative Learning. Isjoni 2010: 11, menyampaikan bahwa Cooperative Learning atau
pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Cooperative Learning merupakan strategi belajar dengan
sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota
kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami
7 materi pelajaran. Dalam Cooperative Learning, belajar dikatakan belum selesai
jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Terdapat beberapa tipe dalam penyajian Model Cooperative Learning,
salah satunya adalah tipe Tari Bambu atau Bamboo Dancing. Menurut Isjoni 2010: 79, ―Tipe Tari Bambu merupakan modifikasi Lingkaran Kecil-Lingkaran
Besar, karena keterbatasan ruang kelas.‖ Tipe tersebut akan membantu pembelajaran seni tari dalam ruang kelas atau ruang latihan yang terbatas, seperti
ruang latihan yang terdapat pada SD Negeri Randugunting 01 Kota Tegal. Peneliti mengkaji beberapa penelitian terdahulu dalam penggunaan model
Cooperative Learning tipe Bamboo Dancing, antara lain penelitian milik Haryani 2011 dari Universitas Negeri Yogyakarta, berjudul ―Penerapan Model
Cooperative Learning Tipe Bamboo Dancing untuk Meningkatkan Kerjasama dan Pemahaman Siswa dalam Pembelajaran IPS kelas VII B SMP N 4 SLEMAN.‖
Penelitian tersebut dilaksanakan dalam 2 siklus. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas VII B SMP N 4 Sleman yang berjumlah 32 siswa. Penelitian tersebut
membuktikan adanya peningkatan pembalajaran. Pada siklus I rata-rata kerjasama siswa adalah sebesar 51,56, dan pada siklus II meningkat menjadi 78,91.
Pemahaman siswa berdasarkan hasil post tes pada siklus I adalah sebesar 69,20 dan kemudian pada siklus II meningkat menjadi 88,39. Persentase kerjasama
dan pemahaman tersebut sudah mencapai kriteria keberhasilan tindakan sebesar 75 sehingga penelitian ini dapat dikatakan berhasil.
Penelitian Ariyono 2012 dari Universitas Sebelas Maret Solo, dalam penelitian tindakan kelas yang berjudul ―Penerapan Model Kooperatif Tipe
8 Bamboo Dancing untuk Meningkatkan Pemahaman Materi Sistem Pemerintahan
Pusat‖. Penelitian tersebut untuk mengetahui peningkatan pemahaman pembelajaran dan dilaksanakan dalam dua siklus, dengan subjek penelitian adalah
siswa kelas IV SD Negeri Borongan 02 yang berjumlah 16 orang. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, tes, dan dokumentasi. Validitas
data menggunakan teknik triangulasi sumber data, metode dan teori. Analisis data yang digunakan yaitu teknik analisis interaktif. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa model kooperatif tipe Bamboo Dancing dapat meningkatkan pemahaman materi sistem pemerintahan pusat pada siswa kelas IV SD Negeri
Borongan 02 Polanharjo Klaten tahun ajaran 20112012. Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti terinspirasi dan termotivasi untuk
mengadakan inovasi pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan judul ―Peningkatan Pembelajaran Tari Daerah Lain Tari Saman melalui Model
Bamboo Dancing pada Siswa Kelas V SD Negeri Randugunting 01 Kota Tegal.‖
1.2 Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah