5 Marga
: Magnolia Species
: Magnolia champaca L. Sinonim
: Michelia champaca L.
2.1.4 Kandungan Kimia
Tanaman bunga jeumpa memiliki kandungan minyak atsiri, damar, Hariana, 2008, polifenol seperti asam galat Ahmad, et al., 2011, alkaloid,
saponin, tanin, sterol, flavonoid dan triterpenoid Khan, 2002.
2.1.5 Manfaat
Tanaman bunga jeumpa atau cempaka kuning oleh masyarakat Aceh digunakan sebagai obat reumatik, peluruh angin, malaria, sakit mata, bau badan,
cacar, keputihan, demam, obat bisul dan gatal-gatal Zumaidar, 2009. Khasiat lainnya, yaitu untuk dismenore, batuk Seong, et al., 2011, antidiabetes,
menyembuhkan luka, antiinflamasi, antitumor, anti infeksi Ananthi, 2013,
antimikroba dan antioksidan Kumar, et al., 2011; Seong, et al., 2011; Ananthi, 2013.
2.2 Metode Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses penarikan suatu senyawa kimia dari jaringan tumbuhan atau hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Cara ekstraksi yang
tepat tergantung pada bahan tumbuhan yang diekstraksi dan jenis senyawa yang diisolasi Depkes RI, 2000. Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair
dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak kering harus mudah digerus
menjadi serbuk. Cairan penyari dapat digunakan air, eter atau campuran etanol
6 dan air Depkes RI, 1979. Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai
cara Depkes RI, 2000 antara lain: 1.
Cara dingin a.
Maserasi Maserasi adalah proses penyarian dengan merendam simplisia dalam
pelarut yang sesuai dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan dan terlindung dari cahaya.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna exhaustive extraction yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan. 2.
Cara panas a.
Refluks Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan
pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
b. Soxhlet
Soxhlet adalah proses ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. c.
Digesti Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 - 50
o
C.
7 d.
Infus Infus adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut air pada suhu
penangas air temperatur terukur 96 - 98
o
C selama waktu tertentu 15 - 20 menit.
e. Dekok
Dekok adalah penyarian dengan menggunakan air pada suhu 90
o
C selama 30 menit.
2.3 Kandungan Senyawa Kimia
2.3.1 Flavonoid
Golongan senyawa flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C
6
-C
3
-C
6
yang artinya kerangka karbon C
6
cincin benzene tersubstitusi disambungkan oleh rantai alifatik 3-karbon. Flavonoid umumnya terdapat pada
tumbuhan sebagai glikosida Robinson, 1995.
Gambar 2.1 Kerangka flavonoid
Flavonoid berupa senyawa fenol Harborne, 1987, dan telah diketahui memiliki respon terhadap mikroba Robinson, 1995; Havsteen, 2002.
Aktivitasnya dikarenakan kemampuannya membentuk kompleks dengan protein seluler dan dinding sel bakteri Cowan, 1999, dan menghambat enzim virus
seperti reverse transcriptase dan protease Havsteen, 2002.
8
2.3.2 Tanin
Tanin pada tanaman merupakan senyawa fenolik yang larut dalam air yang memiliki berat molekul antara 300 - 3000 dan menghasilkan reaksi warna
biru dengan besi III klorida. Tanin berasal dari bahasa Prancis tanin yang merupakan fenol alami Khanbabaee, 2001. Secara kimia tanin tumbuhan terbagi
dua, yaitu tanin terkondensasi tanin katekin dan tanin terhidrolisis Robinson, 1995.
Tanin memiliki kemampuan untuk mengendapkan protein Robinson, 1995; Ashok, 2012, memiliki aktivitas sebagai antioksidan, antitumor Robinson,
1995, antidiare, disentri, antiinflamasi, menyembuhkan luka bakar, antikoagulan, antibakteri dan antiparasit Ashok, 2012. Sifat antibakteri tanin berhubungan
dengan kemampuannya membentuk komplek dengan protein bakteri Cowan, 1999.
2.3.3 Saponin
Saponin berasal dari kata Latin sapo, yang berarti “sabun” karena molekul saponin membentuk busa sabun ketika dikocok dengan air. Saponin memiliki
molekul struktur beragam yang secara kimia disebut sebagai triterpen glikosida atau steroid glikosida. Saponin terdiri dari aglikon non-polar ditambah dengan
satu atau lebih gugus monosakarida. Kombinasi struktur polar dan non-polar dalam molekul saponin menyebabkan sifat seperti sabun dalam air Vincken, et
al., 2007. Struktur kimia tersebut menetukan sifat biologis saponin sebagai deterjen
alami yang memiliki efek hemolitik, antiinflamasi, antibakteri, antialergi, anti jamur dan antivirus Arabski, et al., 2012. Aktivitasnya sebagai antibakteri
9 dipengaruhi oleh sifatnya sebagai detergen atau surfaktan surface active agent,
yang dapat menyebabkan terganggu permeabilitas dinding sel bakteri Arabski, et al., 2012.
2.3.4 Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam bentuk gabungan dan digunakan luas dalam bidang
pengobatan. Secara kimia alkaloid merupakan senyawa heterogen dan memiliki rasa pahit. Fungsi alkaloid dalam tumbuhan sebagai pengatur tumbuh, penghalau
atau penarik serangga Harborne, 1987. Alkaloid memiliki aktivitas sebagai halusinogen, neurotoksin, teratogenik dan antialergi Waller, 1978 antibakteri
dan antivirus Waller, 1978; Ozcelik, et, al., 2011.
2.3.5 Steroidtriterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C
3
asiklik
,
yaitu skualen Harborne, 1987. Senyawa triterpenoid telah digunakan untuk penyakit
diabetes, gangguan menstruasi, gangguan kulit, kerusakan hati, malaria, antifungus, insektisida dan antivirus Robinson, 1995. Uji yang banyak
digunakan ialah reaksi Liebermann-Burchard anhidrida asetat-H
2
SO
4
pekat yang memberikan warna hijau biru Harborne, 1987.
Steroid adalah triterpenoid yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenatren Harborne, 1987. Senyawa terpenoid aktif sebagai
antibakteri Cowan, 1999; Robinson, 1995, aktivitasnya dipengaruhi oleh interaksi dengan fosfolipid penyusun dinding sel bakteri Fransisco, et al., 2014.
10
Gambar 2.2 Struktur dasar steroid
Gambar 2.3 Struktur dasar triterpenoid
2.3.6 Glikosida
Glikosida adalah suatu golongan senyawa bila dihidrolisis akan terurai menjadi gula glikon dan senyawa lain aglikon atau genin. Umumnya glikosida
mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim. Hidrolisis oleh asam memerlukan panas, sedangkan hidrolisis oleh enzim tidak memerlukan panas
Sirait, 2007. Berdasarkan ikatan antara glikon dan aglikon, glikosida dapat dibedakan menjadi Sirait, 2007:
1. Tipe O-glikosida: yaitu ikatan antara glikon dan aglikon melalui jembatan O,
contohnya dioscin. 2.
Tipe N-glikosida, yaitu ikatan antara glikon dan aglikon melalui jembatan N, contohnya adenosine.
3. Tipe S-glikosida, yaitu ikatan antara glikon dan aglikon melalui jembatan S,
contohnya sinigrin.
11 4.
Tipe C-glikosida, yaitu ikatan antara glikon dan aglikon melalui jembatan C, contohnya barbaloin.
2.3.7 Glikosida antrakinon
Golongan kuinon alam terbesar terdiri dari antrakinon. Beberapa antrakinon merupakan zat warna penting dan yang lainnya sebagai pencahar.
Keluarga tumbuhan yang kaya akan senyawa ini ialah Rubiaceae, Rhamnaceae dan Polygonaceae Robinson, 1995. Golongan kuinon aktif sebagai antibakteri
yang dapat menginaktifkan protein bakteri Cowan, 1999.
2.4 Bakteri
Bakteri merupakan sekelompok mikroba atau mikroorganisme yang bersel satu, berkembangbiak dengan membelah diri, karena bentuknya sangat kecil
sehingga hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” yang berarti tongkat atau batang Dwidjoseputro,
1987. Bakteri pada umumnya terdiri tiga bentuk dasar, yaitu: bentuk bulat
kokus, batang basilus dan spiral Fardiaz, 1992; Pratiwi, 2008.
Berdasarkan reaksi bakteri terhadap pewarnaan Gram, maka bakteri dapat dibedakan menjadi dua bagian:
a. Bakteri Gram positif, yaitu bakteri yang dapat mengikat zat warna utama
kristal violet sehingga tampak berwarna ungu tua. b.
Bakteri Gram negatif, yaitu bakteri yang kehilangan warna utama kristal voilet ketika dicuci dengan alkohol dan menyerap zat warna kedua sewaktu
pemberian safranin tampak berwarna merah Suryanto, 2006.
12
2.4.1 Bakteri Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, selnya berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam rangkaian tak beraturan seperti anggur. Bakteri
ini tumbuh baik pada suhu 37
o
C dan mempunyai pigmen kuning emas Anonim, 2003; Jawetz, et al., 2001. Sistematika Staphylococcus aureus menurut
Dwidjoseputro 1994; Irianto, 2006 adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae Divisi
: Protophyta Kelas
: Schizomycetes Ordo
: Eubacteriales Famili
: Micrococaceae Genus
: Staphylococcus Spesies
: Staphylococcus aureus
2.4.2 Bakteri Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif, aerob atau anaerob fakultatif, berbentuk batang, tidak bergerak. Escherichia coli biasanya terdapat
dalam saluran cerna sebagai flora normal Jawetz, et al., 2001; Dwidjoseputro, 1987; Irianto, 2006. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 37
o
C, membentuk koloni yang bundar, halus dan tepi rata. Bakteri ini dapat menjadi patogen bila berada di
luar usus atau di lokasi lain dalam jumlah yang banyak Jawetz, et al., 2001. Sistematika bakteri Escherichia coli Dwidjoseputro, 1987; Irianto, 2006 adalah
sebagai berikut: Kingdom
: Plantae Divisi
: Protophyta
13 Kelas
: Schizomycetes Ordo
: Eubacteriales Famili
: Enterobacteriaceace Genus
: Escherichia Species : Escherichia coli
2.5 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme
Fase pertumbuhan menurut Pratiwi, 2008; Irianto, 2006 terbagi menjadi empat macam, yaitu:
1. Fase lag fase adaptasi
Merupakan fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan baru dan bakteri belum mengadakan pembiakan. Ciri fase lag adalah tidak adanya
peningkatan jumlah sel tetapi peningkatan ukuran sel.
2. Fase log
Merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum tergantung sifat media dan kondisi pertumbuhan. Sel baru
terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial.
3. Fase stasioner konstan
Merupakan fase dimana pertumbuhan mikrooganisme berhenti dan dapat terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang
mati.
4. Fase kematian
Merupakan fase dimana jumlah sel yang mati meningkat, penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik.
14
2.6 Faktor Pertumbuhan Mikroorganisme
Faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dapat dibedakan menjadi faktor fisik dan faktor kimia. Faktor fisik meliputi temperatur, pH, dan tekanan
osmosis Irianto, 2006; Pratiwi, 2008. Faktor kimia meliputi karbon, oksigen, trace element dan faktor-faktor pertumbuhan organik termasuk nutrisi yang ada
dalam media pertumbuhan Pratiwi, 2008.
2.7 Antibakteri