Fase lag fase adaptasi Fase log Fase stasioner konstan Fase kematian

13 Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Famili : Enterobacteriaceace Genus : Escherichia Species : Escherichia coli 2.5 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme Fase pertumbuhan menurut Pratiwi, 2008; Irianto, 2006 terbagi menjadi empat macam, yaitu:

1. Fase lag fase adaptasi

Merupakan fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan baru dan bakteri belum mengadakan pembiakan. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel tetapi peningkatan ukuran sel.

2. Fase log

Merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum tergantung sifat media dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial.

3. Fase stasioner konstan

Merupakan fase dimana pertumbuhan mikrooganisme berhenti dan dapat terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati.

4. Fase kematian

Merupakan fase dimana jumlah sel yang mati meningkat, penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik. 14

2.6 Faktor Pertumbuhan Mikroorganisme

Faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dapat dibedakan menjadi faktor fisik dan faktor kimia. Faktor fisik meliputi temperatur, pH, dan tekanan osmosis Irianto, 2006; Pratiwi, 2008. Faktor kimia meliputi karbon, oksigen, trace element dan faktor-faktor pertumbuhan organik termasuk nutrisi yang ada dalam media pertumbuhan Pratiwi, 2008.

2.7 Antibakteri

Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Antimikroba meliputi golongan antibakteri, antimikotik dan antiviral Ganiswara, 1995. Senyawa antibakteri dapat bekerja secara bakteriostatik dan bakterisidal Pelczar, 1988. Obat yang digunakan untuk membasmi bakteri penyebab penyakit infeksi pada manusia harus memiliki sifat toksisitas yang selektif yaitu toksis terhadap bakteri tetapi relatif tidak toksis terhadap hospes Jawetz, et al, 2001; Ganiswara, 1995. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal KHM dan kadar bunuh minimal KBM. Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM Ganiswara, 1995. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh suatu bahan antimikroba, seperti mampu mematikan mikroorganisme, mudah larut dan bersifat stabil, tidak bersifat racun bagi manusia dan hewan, efektif pada suhu kamar dan suhu tubuh, tidak menimbulkan karat dan warna, berkemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap, murah dan mudah 15 didapat Pelczar, 1988.

2.8 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba

Pengujian aktivitas bahan antimikroba secara in vitro dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu metode difusi dan metode dilusi Anonim, 2003; Pratiwi, 2008; Jawezt, et al., 2001; Irianto, 2006. Pembagian metode difusi dan dilusi menurut Pratiwi, 2008, yaitu: 1. Metode difusi a. Metode disc diffusion tes Kirby bauer Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar. b. E-test Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC minimum inhibitory concentration atau KHM kadar hambat minimum, yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme. c. Ditch-plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang telah diletakkan ada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji maksimum 6 macam lalu 16 digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba. d. Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji. 2. Metode dilusi Metode dilusi dibagi menjadi dua, yaitu dilusi padat solid dilution dan dilusi cair broth dilution a. Metode dilusi cairbroth dilution test serial dilution Metode ini untuk mengukur MIC minimum inhibitory concentration atau kadar hambat minimum, KHM dan MBC minimum bactericidal consentration atau kadar bunuh minimum, KBM. Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. b. Metode dilusi padatsolid dilution test Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat solid.

2.9 Sterilisasi

Sterilisasi dalam mikrobiologi berarti proses penghilangan semua jenis organisme hidup yang terdapat pada atau di dalam suatu benda. Metode sterilisasi dibagi dua, yaitu: sterilisasi fisik menggunakan panas, baik panas basah atau panas kering dan sterilisasi kimia menggunakan gas atau radiasi Pratiwi, 2008. 1. Sterilisasi fisik 17 a. Sterilisasi panas basah Sterilisasi panas basah dapat dilakukan pada suhu air mendidih 100 o C selama 10 menit yang efektif untuk sel-sel vegetatif, namun tidak efektif untuk endospora bakteri. Sterilisasi panas basah menggunakan temperatur diatas 100 o C dilakukan dengan uap yaitu menggunakan autoklaf. Proses sterilisasi dengan cara mendenaturasi atau mengkoagulasi protein pada enzim dan membran sel mikroorganisme Pratiwi, 2008, dengan suhu 121 o C dengan tekanan 15 psi selama 15-20 menit Anonim, 2003; Irianto, 2006. b. Sterilisasi panas kering Metode sterilisasi ini tidak memerlukan air sehingga tidak ada uap air yang membasahi alat atau bahan yang disterilkan Anonim, 2003; Pratiwi, 2008. Ada dua metode sterilisasi panas kering yaitu dengan insenerasi, yaitu pembakaran menggunakan api dari bunsen dengan temperatur sekitar 350 o C dan dengan udara panas oven dengan temperatur sekitar 160-170 o C Pratiwi, 2008, selama 1-2 jam Anonim, 2003. 18

BAB III METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian yaitu pengambilan bahan tumbuhan, identifikasi, pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak dan fraksi-fraksi. Pengujian aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar menggunakan kertas cakram Uji Kirby-Bauer. Parameter yang diamati yaitu besarnya diameter daya hambat pertumbuhan bakteri. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, autoklaf Fisons, blender Panasonic, desikator, hot plate Fisons, inkubator Fiber Scientific, jarum ose, jangka sorong, kamera digital Samsung, krus porcelin, lemari pendingin Glacio, mikroskop Olympus, mikro pipet Eppendorf, neraca listrik Mettler Tolledo, neraca kasar, oven Memmert, penangas air, pinset, rotary evaporator Haake D, seperangkat alat penetapan kadar air, statif dan klem, spatula, spekrofotometer visibel Dynamica dan tanur Nabertherm.

3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia daun bunga jeumpa, etanol 80, dan air suling. Bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisis, kecuali dinyatakan lain, yaitu: alfa naftol, amil alkohol 19 asam klorida pekat, asam asetat anhidrida, asam nitrat, asam sulfat pekat, besi III klorida, benzena, bismuth III nitrat, etanol, eter, etilasetat, isopropanol, iodium, dimetilsulfoksida DMSO, kalium klorida, kloral hidrat, n-heksana, natrium sulfat anhidrida, raksa II klorida, serbuk magnesium, timbal II asetat dan toluena. Bakteri yang digunakan yaitu bakteri Escherichia coli standart ATCC 25922, bakteri Staphylococcus aureus standart ATCC 29213. Media yang digunakan adalah nutrient agar NA, nutrient broth NB.

3.3 Persiapan Bahan

3.3.1 Pengambilan bahan tanaman