reaksi obat seperti magnesium yang terdapat pada antasida, antibiotik, misoprostol, H2 reseptor bloker, dan proton pum inhibitor Navaneethan
dan Giannella, 2011 b.
Diare persisten .
Diare ini berlangsung selama dua sampai empat minggu. Diare persisten merupakan kelanjutan dari diare akut, yang umumnya disebabkan karena
infeksi bakteri, virus, atau parasit Navaneethan dan Giannella, 2011. c.
Diare kronik Diare ini berlangsung selama lebih dari empat minggu. Penyebabnya adalah
irritable bowel syndrome IBS, inflammatory bowel disease IBD, kanker kolon, malabsorpsi lemak atau karbohidrat. karena penyakit kanker kolon
dan rektum atau penyakit yang berhubungan dengan gastrointestinal Navaneethan dan Giannella, 2011.
2.4.2 Obat antidiare
Penggolongan obat yang sering kali digunakan pada diare adalah: 1.
Kemoterapeutika untuk terapi kausal, yakni membrantas bakteri penyebab diare seperti antibiotika, sulfonamida, dan senyawa kinolon Tan dan
Kirana, 2007. 2.
Obtipansia untuk terapi simtomatis yang dapat menghentikan diare. Ada beberapa cara antara lain:
a. Obat antimotilitas
Dua obat yang dipakai secara luas untuk mengendalikan diare adalah difenoksilat dan loperamid. Keduanya merupakan analog meperidin dan
memiliki efek seperti opioid pada usus, mengaktifkan reseptor opioid presinaptik di dalam sistem saraf enterik untuk menghambat pelepasan
Universitas Sumatera Utara
asetilkolin dan menurunkan peristaltik. Efek samping termasuk rasa mengantuk, kejang perut dan pusing. Karena obat ini dapat menyebakan
megakolon yang toksik, maka tidak digunakan pada anak-anak atau pasien dengan kolitis berat Mycek, 2001. Loperamid adalah opioid yang paling
tepat untuk efek lokal pada usus karena tidak mudah menembus ke dalam otak. Oleh karena itu loperamid hanya mempunyai sedikit efek sentral dan
tidak mungkin menyebabkan ketergantungan Neal, 2006. Waktu paruhnya adalah 7-14 jam. Loperamid tidak diserap dengan baik melaui pemberian
oral dan penetrasinya ke dalam otak tidak baik. Sifat ini menunjang selektivitas kerja loperamid. Sebagian obat diekskresikan bersama tinja.
Loperamid tersedia dalam bentuk tablet 2 mg dan sirup 1 mg5 ml dan digunakan dengan dosis 4-8 mg per hari Dewoto, 2007.
b. Obat antikolinergik
Penggunaan agen antikolinergik untuk pengobatan diare didasarkan pada kemampuannya untuk mengurangi motilitas saluran usus. Dosis efektif yang
digunakan untuk obat ini, setara dengan 0,6 sampai 1,0 mg atropin, terkait dengan tingginya insiden efek samping. Agen antikolinergik memiliki
margin sempit dari segi keamanan, terutama pada anak-anak. Donnagel merupakan produk antidiare yang banyak digunakan, yang mengandung
campuran alkaloid belladonna dan adsorben kaolin dan pektin
c. Obat adsorben
Gerald, 1981.
Obat-obat adsorben seperti kaolin, pektin, norit yang diaktifkan karbon aktif dan atapulgit, digunakan secara luas untuk mengendalikan diare.
Diduga obat-obat ini bekerja dengan mengabsorpsi toksin intestinal dan
Universitas Sumatera Utara
mikroorganisme, atau dengan melapisi atau melindungi mukosa intestinal. Obat-obat ini kurang efektif dibandingkan dengan obat-obat antimotilitas
dan dapat mengganggu absorpsi obat lain Mycek, 2001. d.
Adstringensia Obat yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak tanin dan
tannalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium Tan dan Kirana, 2007.
3. Spasmolitika
Merupakan zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering kali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin Tan dan
Kirana, 2007. 4.
Suplemen Zinc Zn Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS Inducible Nitric Oxide Synthase, dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi
epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian
diare.Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi
volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya Black, et al., 2003.
2.5 Oleum Ricini