Tujuan Penelitian Kerangka Pemikiran

5 Terpenuhinya kebutuhan beras di masa datang akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terkait dalam penyediaan dan permintaan beras, baik secara sendiri-sendiri maupun sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor tersebut. Karena beras merupakan produk yang bersifat strategis, tingkah laku penyediaan, konsumsi beras nasional dan neraca ketersediaan beras nasional sangat perlu diketahui untuk keperluan perencanaan. Informasi ini diharapkan dapat dipakai oleh perencana atau pengambil keputusan dalam melakukan prioritas pelaksanaan peningkatan program ketahanan pangan, khususnya pangan pokok yaitu beras.

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk membangun model neraca ketersediaan beras yang berkelanjutan untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Secara spesifik tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Mengkaji keragaan penyediaan dan kebutuhan beras di Indonesia. 2. Menilai indeks dan status keberlanjutan ketersediaan beras tingkat nasional dan regional. 3. Menganalisis model neraca ketersediaan beras nasional yang berkelanjutan pada masa yang akan datang dengan pendekatan sistem dinamis. 4. Merumuskan strategi dan alternatif kebijakan dalam neraca ketersediaan beras nasional yang berkelanjutan.

1.4. Kerangka Pemikiran

Beras merupakan komoditi yang penting karena merupakan kebutuhan pangan pokok manusia yang hakiki yang setiap saat harus dapat dipenuhi. Kebutuhan pangan pokok perlu diupayakan ketersediaannya dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman dikonsumsi dan mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Sasaran utama pembangunan pertanian adalah memantapkan neraca ketersediaan beras dan pengembangan agribisnis padi agar akses pangan pokok masyarakat terjamin untuk eksistensi hidup sehat dan produktif. Hasil proyeksi penawaran dan permintaan beras menunjukkan bahwa pada tahun 2010 akan terjadi defisit pasokan beras sebanyak 12 juta ton per tahun Swastika et al., 2000. Keadaan ini kemungkinan disebabkan oleh adanya 6 konversi lahan produktif menjadi daerah permukiman dan industri akibatnya pertumbuhan produksi beras tidak dapat lagi mengejar pertumbuhan kebutuhannya, yang terus meningkat sekaligus akibat perkembangan penduduk dan juga meluasnya kecenderungan untuk menjadikan beras sebagai bahan pangan utama menggantikan bahan lain seperti sagu, ketela dan jagung. Kegagalan panen yang akhir-akhir ini terjadi di banyak wilayah Indonesia, sebagai akibat dari El-Nino dan La-Nina, semakin memperburuk keadaan. Sejumlah besar beras akhirnya diimpor. Krisis pangan yang terjadi dan diproyeksikan semakin buruk di masa datang harus menyadarkan kepada kita bahwa kebijakan dalam menciptakan sistem ketahanan pangan yang tangguh dan berkesinambungan sustainable food security serta penataan kembali terhadap kebijakan yang berlaku sudah sangat diperlukan. Untuk mencapai neraca ketersediaan beras yang berkelanjutan perlu diterapkan konsep pembangunan berkelanjutan sustainable development yang dapat memberikan pemecahan masalah terhadap kekurangan penyediaan beras. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri Brundtland Report, 1987 dalam Mitchell et al., 2000 dan Gallopin, 2003. Inti dari konsep ini adalah bahwa tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan harus saling mendukung dan terkait dalam proses pembangunan, sehingga tidak akan terjadi “trade off” antar tujuan Munasinghe, 1993 a . Dalam perkembangannya dimensi yang dipakai untuk menilai pembangunan yang berkelanjutan berkembang tidak hanya tiga dimensi ekonomi, ekologi dan sosial budaya. Etkin 1992 dalam Gallopin 2003 mengukur pembangunan keberlanjutan melalui keberlanjutan ekologi, ekonomi, sosial budaya dan etika, sedangkan Dalal-Clayton and Bass 2002 menilai pembangunan berkelanjutan melalui keberlanjutan ekonomi, ekologi, sosial budaya, kelembagaan, politik dan keamanan. Konsep atau literatur lain menambahkan dimensi teknologi ke dalam kriteria pembangunan berkelanjutan, seperti yang dilakukan di negara Thailand. Pendekatan pembangunan berkelanjutan merefleksikan keragaman yang dihadapi oleh masing-masing negaradaerah atau bahkan sistemobjek yang dikaji. Dalam penelitian ini dipakai lima dimensi yaitu ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan kelembagaan. Hal ini dikaitkan dengan objek penelitian beras yang terkait dengan kelima 7 Penyediaan supply Kebutuhan demand dimensi tersebut. Masing-masing dimensi diwakili oleh peubah-peubah seperti yang terlihat pada Gambar 1. Indikator keberlanjutan ketersediaan beras masing- masing dimensi digunakan konsep dari berbagai sumber yaitu dari Dale dan Beyeler 2001, FAO 2000, Smith dan Mc Donald 1998 serta Chen 2000. Gambar 1. Kerangka Pemikiran Neraca Ketersediaan Beras Yang Berkelanjutan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia FAO mendefinisikan ketahanan pangan sebagai “situasi di mana setiap orang pada setiap saat secara fisik dan ekonomis memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk dapat memenuhi kebutuhannya sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat“. Ketahanan pangan berdasarkan UU No 7 Tahun 1996 tentang pangan diartikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.Hal penting dari kedua konsep di atas adalah ketersediaan pangan sepanjang waktu, sehingga dalam pembahasan ketahanan pangan diperlukan pengetahuan yang memadai mengenai pola NERACA KETERSEDIAAN BERAS YANG BERKELANJUTAN Ekologi Ekonomi Sosbud Teknologi Kelembagaan Harga Inputoutput Modal Pendapatan Lahan Air Iklim HPT Pascapanen IrigasiPompa Budidaya Kelompok Tani Lemb. Masyarakat LKM Lembaga Penyuluhan Lembaga Konsumsi per Kapita Jumlah Penduduk Pengetahuan Pendidikan Akses Penghubung 8 penyediaan penawaran dan kebutuhan permintaan di suatu daerah serta sistem komunitas yang memanfaatkan sumber pangan tersebut. Hal mendasar yang perlu dipertimbangkan adalah pendekatan untuk membedakan terwujudnya ketahanan pangan atau ketidaktahanan pangan pada tingkat yang berbeda seperti pada tingkat nasional, rumah tangga dan individu. Pendekatan untuk melihat ketahanan pangan yang dikemukakan oleh FAO dapat dilihat pada Gambar 2. KETAHANAN PANGAN KETIDAKTAHANAN PANGAN Penawaran Permintaan Penawaran Permintaan Konsumsi Kebutuhan Individu Konsumsi Kebutuhan Sumber: FAO 1997 Gambar 2. Interaksi antara Ketahanan Pangan atau Ketidaktahanan Pangan pada Tingkat Nasional, Rumah Tangga dan Individu Pada Gambar 2 terlihat bahwa pada tingkat rumah tangga, ketahanan pangan didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana hak atas pangan atau permintaan terhadap pangan lebih besar dari kebutuhan. Kebutuhan yang dimaksud merupakan kebutuhan agregat dari semua individu yang ada pada rumah tangga tersebut. Ketahanan pangan individu merupakan kondisi di mana tingkat konsumsi lebih besar dari kebutuhan yang diperlukan. Pada tingkat nasional, ketahanan pangan dicerminkan dari keseimbangan penawaran dan permintaan pada tingkat harga yang layak, ketahanan pangan terjadi bila penawaran penyediaan lebih besar dibandingkan permintaan kebutuhan atau Hubungan antar Rumah Tangga Nasional Pasar Distribusi Pemerintah Rumah Tangga 9 neraca pangan positif ketersediaan pangan positif dan sebaliknya ketidaktahanan pangan terjadi bila penawaran lebih kecil dari permintaan atau neraca pangan negatif ketersediaan pangan negatif. Oleh karena itu sejalan dengan konsep ketahanan pangan nasional yang dikemukakan oleh FAO maka dalam penelitian ini juga untuk melihat neraca ketersediaan beras secara nasional adalah dengan pendekatan neraca beras seperti yang dikemukakan di atas.

1.5. Manfaat Penelitian