113
30 provinsi di Indonesia. Balai ini merupakan balai yang penting dioptimalkan keberadaannya karena tugasnya adalah untuk melakukan segala upaya agar
inovasi yang telah dihasilkan oleh para pakar dan peneliti Badan Litbang Pertanian serta lembaga penelitian nasional dan internasional lainnya tidak saja
hanya diketahui oleh para pakar, peneliti, akademisi atau penentu kebijakan saja tetapi juga dapat dimanfaatkan secara luas dan tepat guna serta langsung oleh
pelaku agribisnis khususnya petani yang berada di berbagai wilayah di Indonesia. BPTP ini diharapkan dapat berfungsi sebagai jembatan penghubung
langsung antara penghasil inovasi pertanian dengan lembaga penyampaian delivery system kepada pelaku agribisnis sebagai pengguna inovasi. BPTP
selain berfungsi sebagai wahana diseminasi teknologi yang dapat mempercepat penyampaian informasi dan penyebaran inovasi teknologi pertanian juga
berfungsi sebagai wahana pengkajian partisipatif yang dapat memberikan umpan balik bagi penelitian, pengembangan dan pembangunan pertanian regional serta
nasional di masa yang akan datang. Penyuluhan juga berperan penting dalam keberhasilan petani dalam
menjalankan agribisnis padinya terutama membantu petani mengatasi masalah masalah teknis dalam sarana produksi benih, proses produksi, pemasaran dan
memperoleh informasi teknologi baru dalam pengelolaan agribisnisnya sehingga keberadaan lembaga seperti BPTPH, BPSBTPH dan BPTP di setiap wilayah
perlu ditingkatkan dan perlu diberdayakan seoptimal mungkin. Lembaga ini merupakan lembaga pemerintah yang bersifat sebagai fasilitator untuk
menggerakkan dan mendorong tumbuh kembangnya serta berjalannya fungsi- fungsi kelembagaan di wilayah masing-masing baik kelembagaan petani,
kelembagaan usaha maupun kelembagaan pemerintah lainnya. Penguatan kelembagaan ini sangat diperlukan untuk pembangunan ketersediaan beras yang
berkelanjutan.
5.2.5. Keberlanjutan Ketersediaan Beras Dimensi Teknologi
Berdasarkan Tabel 35 dan Gambar 24 menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan ketersediaan beras untuk dimensi teknologi di beberapa wilayah di
Indonesia berkisar antara 81.04 sampai 17.59. Bila dilihat dari kisaran nilai ternyata keragaman teknologi yang digunakan dalam perberasan antar wilayah
relatif tinggi.
114
Tabel 35. Indeks dan Status Keberlanjutan Ketersediaan Beras Dimensi
Teknologi di Berbagai Wilayah Indonesia
Wilayah Indeks Keberlanjutan Kategori
Stress R
2
Nasional
77.09 Baik 0.128
0.946
Regional 0.133
0.939 1. Jawa
81.04 Baik
2. Sumatera 55.39
Cukup 3. Sulawesi
36.81 Kurang
4. Kalimantan 17.56
Tidak 5. Lain-lain
30.39 Kurang
Wilayah Jawa mempunyai nilai tertinggi yaitu 81.04 dengan kategori baik, Sumatera 55.39 kategori cukup, sedangkan Sulawesi 36.81 dan Wilayah lain
30.39 kategori kurang, dan yang paling kecil nilainya adalah Kalimantan hanya 17.56 dengan kategori tidak berkelanjutan.
Secara statistik hasil dari analisis keberlanjutan ketersediaan beras dimensi teknologi tingkat nasional dan regional menunjukkan nilai Stress sebesar 0.128
dan 0.133 0.25 dan koefisien determinasi R
2
sebesar 0.946 dan 0.939 mendekati 1. Dengan demikian dari kedua parameter ini menunjukkan bahwa
seluruh atribut yang digunakan dalam analisis dimensi keberlanjutan ketersediaan beras dimensi teknologi di tingkat nasional dan regional cukup baik
dalam menerangkan ketersediaan beras.
Gambar 24. Analisis Keberlanjutan Ketersediaan Beras Dimensi Teknologi dan Faktor Sensitif Yang Mempengaruhi Keberlanjutan Ketersediaan
Beras Dimensi Teknologi
Titik referensi utama Titik referensi tambahan
RAPFISH Ordination
DOWN UP
BAD GOOD
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100 120
Sumbu X Setelah Rotasi: Skala Sustainability 4
2 3
1 5
Analisis Leverage Dimensi Teknologi
0.70 0.71
1.79 2.87
2.47 1.57
2.08 3.55
3.31 1.81
1.71 1.19
0.89
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 4
mesin pengolah lahan jumlah alat pemupukan
mesin pemberantas jasad pengganggu mesin perontok padi
mesin pembersih gabah mesin penggiling padi
mecin pemecah kulit gabah
A tr
ibut
Perubahan RMS Ordinasi Jika Salah Satu Atribut Dihilangkan
RMU Mesin penyosoh beras
Mesin pengering gabah Mesin pemberantas pengganggu jenis
emposan tikus Pompa air
Jumlah alat penanaman
115
Berdasarkan hasil analisis leverage sebagaimana terlihat pada Gambar 24, ada 4 atribut yang paling sensitif mempengaruhi besarnya nilai indeks
keberlanjutan dimensi teknologi ketersediaan beras, yaitu 1 Mesin pengering gabah, 2 mesin pembersih gabah, 3 pompa air dan 4 mesin pemberantas
jasad pengganggu. Mesin pengering gabah dan mesin pembersih gabah merupakan atribut
yang harus diperhatikan pada keberlanjutan teknologi dalam ketersediaan beras, karena kedua mesin ini dapat meningkatkan kualitas beras yang dihasilkan
sehingga sesuai dengan keinginan konsumen dan dapat meningkatkan harga beras. Bila dibandingkan antar wilayah di Indonesia, Jawa mempunyai nilai
indeks keberlanjutan ketersediaan beras yang tinggi, karena aplikasi teknologi yang sudah diterapkan lebih tinggi dibanding wilayah lainnya. Dengan
berkurangnya investasi dalam pembangunan irigasi dan menurunnya kualitas jaringan irigasi yang ada, maka alternatif yang dapat diajukan untuk
pengembangan sistem ketersediaan beras di Indonesia adalah penggunaan pompa air.
Pompa Air ini dapat dipakai untuk memanfaatkan air sungai atau jaringan irigasi sekitar lahan padi yang kemungkinan topografinya lebih tinggi dari aliran
sungai atau saluran irigasi tersebut, seperti yang terjadi di Jawa Barat dan Jawa Timur. Di Jawa Timur terutama di daerah Kediri, Madiun, Nganjuk, Ponorogo,
Bojonegoro dan Ngawi
1
pompa air tanah banyak digunakan untuk mengairi sawah dan tanaman lainnya yaitu dengan mengambil air dari sumur bor pantek
yang ada di sekitar lahan pertanian, pompa air tanah ini bisa dipindah-pindah karena masing-masing pertani mempunyai sumur bor di setiap lahannya. Pompa
air ini bisa disewa dari koperasi biasanya sekitar Rp 11 000 per jam atau Rp 300 000 per hektar
2
atau bila kelompok tani sudah punya pompa, maka petani tersebut hanya menyediakan bahan bakar.
Untuk wilayah Kalimantan nilai indeks keberlanjutan ketersediaan beras dimensi teknologi sebesar 17.56. Nilai ini termasuk pada kategori tidak
berkelanjutan. Keadaan ini mengindikasikan bahwa masih rendahnya aplikasi teknologi pada ketersediaan beras, mulai dari aplikasi teknologi pada sarana
produksi, produksi, pengolahan dan pasca panen. Untuk itu, agar nilai indeks keberlanjutan ketersediaan beras dimensi teknologi dapat ditingkatkan perlu
1
Hasil wawancara dengan Prof. Dr. Ir Suyamto, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor
2
Hasil wawancara dengan Dr. Ir. Hasil Sembiring Kepala Balai Penelitian Padi, Sukamandi
116
perbaikan terhadap atribut-atribut sensitif yang mempengaruhi nilai indeks tersebut.
Hasil analisis ordinasi dari ke lima dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, kelembagaan dan teknologi sistem ketersediaan beras di berbagai
wilayah di Indonesia seperti yang telah disajikan pada Gambar 20, 21, 22, 23 dan 24 memperlihatkan bahwa masing-masing wilayah sangat beragam. Untuk
wilayah Jawa, memperlihatkan bahwa dari kelima dimensi yang dianalisis ternyata dimensi ekologi memiliki indeks keberlanjutan ketersediaan beras paling
rendah dibandingkan dimensi lainnya. Sedangkan untuk wilayah Kalimantan justru sebaliknya dari Jawa, yaitu mempunyai nilai indeks keberlanjutan
ketersediaan beras rendah di empat dimensi ekonomi, sosial budaya, kelembagaan dan teknologi tetapi mempunyai keberlanjutan ketersediaan beras
yang tinggi pada dimensi ekologi bahkan tertinggi dibanding wilayah lainnya di Indonesia dan mempunyai nilai indeks keberlanjutan ketersediaan beras
terendah pada dimensi teknologi, hal ini sangat jelas terlihat pada diagram layang masing-masing wilayah Gambar 25.
Bila dilihat dari gambar diagram layang, Wilayah Sumatera mempunyai pola yang sama dengan Jawa hanya dengan nilai yang lebih rendah, bahkan
untuk dimensi kelembagaan dan ekonomi nilai indeks keberlanjutan ketersediaan beras hampir sama, hal ini dapat dilihat dari gambar diagram layang yang sudah
berhimpit untuk kedua dimensi tersebut yaitu antara Jawa dan Sumatera. Gambar 25 memperlihatkan bahwa keberlanjutan ketersediaan beras untuk
setiap dimensi berbeda-beda di setiap wilayah dan keberlanjutan ketersediaan beras juga beragam antar wilayah. Hal ini menunjukkan dalam berbagai kondisi
wilayah memiliki prioritas dimensi apa yang lebih dominan untuk menjadi perhatian lebih ditingkatkan agar keberlanjutan ketersediaan beras menjadi lebih
baik. Di Tingkat Nasional untuk meningkatkan keberlanjutan ketersediaan beras di Indonesia yang harus diprioritaskan ditingkatkan berturut-turut adalah dimensi
sosial budaya, ekonomi dan ekologi.
117
Gambar 25. Diagram Layang Analisis Keberlanjutan Ketersediaan Beras di Berbagai Wilayah Indonesia
Dalam penelitian ini dipakai Analisis Monte Carlo yang tujuannya adalah untuk menguji tingkat kepercayaan nilai indeks total keberlanjutan ketersediaan
beras maupun indeks keberlanjutan ketersediaan beras di masing-masing dimensi dari beberapa pengaruh, diantaranya adalah pengaruh kesalahan
pembuatan skor pada setiap atribut pada masing-masing dimensi, kesalahan prosedur atau pemahaman terhadap atribut serta variasi pemberian skor,
kesalahan memasukkan data, stabilitas proses analisis MDS dan nilai stress yang terlalu tinggi. Hasil analisis Monte Carlo dapat dilihat pada Tabel 36, yang
menunjukan bahwa nilai indeks keberlanjutan ketersediaan beras di tingkat nasional dan regional atau berbagai wilayah di Indonesia pada selang
kepercayaan 95 persen tidak banyak mengalami perbedaan antara hasil MDS dengan analisis Monte Carlo.
JAWA
76.15 81.64