Keragaan Pasar Beras Dunia

93 Kebijakan tarif ini tercantum dalam Inpres No 9 Tahun 2002 yang dilakukan dalam rangka melindungi petani dari dampak negatif perdagangan bebas untuk komoditi beras. Dalam pelaksanaannya, Departemen Pertanian secara terus menerus berupaya untuk menyesuaikan tarif bea masuk beras hingga mencapai tarif yang paling optimal. Kebijakan penyesuaian tarif ini merupakan pilihan terbaik dari berbagai kebijakan perdagangan yang ada karena kebijakan ini tidak terlalu mendistorsi pasar dan menimbulkan dampak yang dapat diperhitungkan sebelumnya.

4.4.2.5. Kebijakan Jaminan Sosial Pangan

Kebijakan jaminan sosial pangan ini dituangkan dalam program distribusi beras murah kepada rumah tangga miskin melalui program Raskin distribusi beras bersubsidi kepada kelompok masyarakat miskin. Kebijakan untuk memberikan perlindungan bagi konsumen, terutama bagi golongan masyarakat berpendapatan rendah dan rawan pangan ini tercantum dalam Inpres No. 9 Tahun 2002 dan Inpres No 3 Tahun 2007.

4.5. Keragaan Pasar Beras Dunia

Produksi beras dunia tahun 1990 sebesar 351.97 juta ton dan meningkat menjadi 416.56 pada tahun 2006, dengan pertumbuhan 1.08 persen per tahun. Sebagian besar produksi beras dunia diproduksi dan dikonsumsi di Asia. Umumnya Negara-negara di Asia lebih mengutamakan produksi berasnya untuk mencukupi keperluan dalam negeri dalam rangka mempertahankan ketahanan pangan USDA, 2007. Meningkatnya produksi beras tersebut menyebabkan volume beras yang diperdagangkan di pasar internasional meningkat sebesar 6.15 persen per tahun dari 12.80 juta ton pada tahun 1990 menjadi lebih dari dua kali lipat yaitu 28.96 pada tahun 2006 Tabel 27. Namun demikian, meskipun persentase volume beras yang diperdagangkan di pasar internasional terhadap produksi beras cenderung meningkat dari 3.6 persen menjadi 6.9 persen selama periode 1990 - 2006, persentase tersebut cenderung kecil dibandingkan dengan persentase volume perdagangan kedelai, jagung dan gandum terhadap produksinya yang mencapai masing-masing 30, 15 dan 20 persen. 94 Tabel 27. Perkembangan Produksi dan Perdagangan Beras Dunia, 1990 – 2006 000 t Tahun Produksi Perdagangan Dunia Persentase 1990 351,973 12,804 3.64 1991 354,592 15,158 4.27 1992 355,629 15,625 4.39 1993 355,311 16,730 4.71 1994 364,482 21,922 6.01 1995 371,432 20,800 5.60 1996 380,157 19,700 5.18 1997 386,821 18,818 4.86 1998 394,082 27,670 7.02 1999 408,392 24,941 6.11 2000 396,894 22,846 5.76 2001 392,823 24,414 6.22 2002 381,240 27,813 7.30 2003 391,636 27,550 7.03 2004 400,777 27,116 6.77 2005 418,002 27,716 6.63 2006 416,565 28,957 6.95 Rataan 383,577 22,387 R tahun 1.08 6.15 5.07 Keterangan: : Persentase volume beras yang diperdagangkan di pasar internasional terhadap produksi beras dunia Sumber: USDA 2007 diolah Negara produsen utama beras dunia dapat dilihat pada Tabel 28. Selama periode 1990-2006 posisi negara produsen utama beras tidak mengalami perubahan, dimana pada tahun 2006 negara Cina masih menempati posisi teratas dengan pangsa 30.7 persen, diikuti oleh India 21.9, Indonesia 8.0, Vietnam 5.5, Thailand 4.4 dan Myanmar 2.5. Total produksi keenam Negara tersebut pada tahun 1990 dan 2006 masing-masing mencapai 87 persen dan 73 persen dari produksi beras dunia. Dominasi Cina dan India terhadap produksi beras dunia selama satu dekade terakhir terlihat dari kontribusinya yang relatif tinggi, masing-masing 37 persen, 30 persen pada tahun 1990 dan 30 persen, 21 persen pada tahun 2006. Kenaikan pangsa produksi yang konsisten juga dicapai oleh Vietnam, Thailand dan Myanmar dari 3.5 persen, 3.2 persen dan 2.3 persen tahun 1990 menjadi 5.5 persen, 4.4 persen dan 2.5 persen pada tahun 2006. Keberhasilan keenam negara produsen utama beras tersebut terkait erat dengan kebijakan yang berlaku di masing-masing negara. Beberapa faktor penting yang perlu dicatat berkaitan dengan keberhasilan China dalam mewujudkan ketahan pangan yang tangguh adalah: 1 sistem kebijakan pangan nasional yang rasional, obyektif dan fokus serta terkoordinir dengan baik oleh Dewan Negara dengan ujung tombaknya The State Development Planning Commission SDPC, 2 kebijakan industri pedesaan yang dilakukan oleh China sejak tahun 1980-an telah berhasil mengalih profesikan 100 juta jiwa petani untuk 95 bekerja pada sektor industri di pedesaan, 3 dukungan yang kuat dari lembaga- lembaga penelitian dari berbagai perguran tinggi yang selalu meningkatkan usahanya untuk mencapai hasil yang maksimal dan berusaha membimbing petani dan perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor pertanian dan 4 bantuan dan kerjasama teknik luar negeri dan badan-badan pangan dunia dimanfaatkan secara maksimal, fokus, rasional dan berhasil guna Kustia, 2002. Tabel 28. Negara Produsen Utama Beras Dunia, 1990 – 2006 000 t Negara 1990 1996 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Cina 132,532 136,570 131,536 126,700 123,200 112,462 125,363 126,414 128,000 India 111,953 120,012 84,871 91,600 78,000 88,530 83,130 91,790 91,050 Indonesia 29,042 32,084 32,000 32,500 32,500 35,024 34,830 34,959 33,300 Vietnam 12,393 18,003 20,473 20,600 20,500 22,082 22,716 22,772 22,900 Thailand 11,347 13,662 16,830 16,830 16,500 18,011 17,360 18,200 18,250 Myanmar 7,943 9,000 10,771 9,860 10,440 10,730 9,570 10,440 10,600 USA 5,098 5,453 5,941 6,563 6,630 6,420 7,462 7,113 6,239 Pakistan 3,265 4,307 4,700 4,100 3,850 4,848 5,025 5,547 5,200 Mesir 2,122 2,989 3,900 3,422 3,800 3,900 4,128 4,135 4,383 Australia 563 894 1,259 1,000 0.75 - - - - Total 316,258 342,974 312,281 313,175 295,421 302,007 309,584 321,370 319,922 89.9 90.2 78.7 79.7 77.5 77.1 77.2 76.9 76.8 Total Dunia 351,973 380,157 396,894 392,823 381,240 391,636 400,777 418,002 416,565 Keterangan: Angka dalam kurung adalah persentase terhadap produksi beras dunia Sumber: USDA 2007, diolah Lain halnya dengan pemerintah India yang menetapkan kebijakan peningkatan produktivitas sebagai prioritas. Kebijakan ini berupa pemberian susidi pupuk, bahan bakar dan pembelian peralatan pertanian. Subsidi pupuk yang diberikan pemerintah untuk sektor pertanian ini secara konsisten terus menerus mengalami peningkatan. Khusus untuk pembelian peralatan pertanian, pemerintah India memberikan harga konsesi kredit murah melalui sektor perbankan Soemintaatmadja, 2002. Negara produsen utama beras berikutnya adalah Vietnam. Secara garis besar kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Vietnam dapat dibagi dua, yaitu kebijakan umum dan kebijakan khusus. Kebijakan umum yang dibuat oleh pemerintah Vietnam antara lain: a cadangan pangan untuk menjaga kestabilan sosial politik, b rehabilitasi dan pengembangan jaringan irigasi dan c pengembangan varietas unggul padi. Sementara kebijakan khusus yang dibuat oleh pemerintah Vietnam antara lain: a penyediaan lahan pertanian yang dapat digunakan oleh petani dan rakyat miskin tanpa dibebani sewa tanah, b pemberian jaminan tingkat keuntungan tertentu bagi petani padi dengan membeli semua beras yang dijual di pasar jika harga padi jatuh di bawah US 0,09 per kg, c pembebasan pajak penggunaan tanah bagi petani miskin, d pemberian subsidi bunga pinjaman, pembelian produk padiberas untuk keperluan 96 cadangan pangan dan mengurangi tarif impor khususnya bahan baku untuk pembuatan sarana produksi pertanian Mohsin, 2002. Hampir senada dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Vietnam, secara garis besar ada dua kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Thailand yaitu kebijakan umum dan kebijakan khusus. Kebijakan umum yang dibuat antara lain: a pendirian pusat penelitian, b pembentukan Public Warehouse Organization PWO dan c pembentukan Marketing Organization for Farmers MOF. Kebijakan khusus yang menarik untuk disampaikan adalah Paddy Mortgage, disamping kebijakan perdagangan internasional. Dalam skema paddy mortgage pegadaian padi yang dilaksanakan oleh Bank of Agriculture and Cooperative, para petani akan memperoleh pinjaman dengan tingkat kredit yang preferential sampai 90 persen dari nilai padi yang digadaikan Utomo, 2002. Negara produsen beras yang keenam adalah Myanmar. Untuk mendukung pembangunan pertanian, pemerintah Myanmar menggariskan 5 strategi dasar, yaitu: a membuka dan mengembangkan lahan baru, b pembangunan saluran irigasi, c memberikan dukungan terhadap mekanisasi pertanian, d menerapkan teknologi pertanian yang modern dan e penggunaan bibit unggul Koro, 2002. Namun demikian tidak semua negara produsen beras menjadi negara pengekspor. Indonesia dan Myanmar misalnya, merupakan salah satu produsen utama beras dunia, namun bukan merupakan negara pengekspor beras. Hal ini dikarenakan tingginya kebutuhan domestik sehingga hampir semua produksi beras dialokasikan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri. Situasi pedagangan seperti ini mengisyaratkan bahwa sebagian besar produksi beras dunia digunakan untuk konsumsi domestik, sehingga surplus yang diperdagangkan menjadi sangat terbatas Rachman dan Dermoredjo, 2004. Kurang lebih 18 persen dari volume beras yang diperdagangkan di pasar internasional diserap oleh lima negara importir terbesar, yaitu Indonesia 1.8, Nigeria 5.5, Iran 4.3, Irak 4.5 dan Bangladesh 1.8. Total impor kelima negara tersebut mengalami peningkatan dari tahun 1990 sebesar 1.31 juta ton 10.2 menjadi 5.23 juta ton 18 pada tahun 2006 Tabel 29. 97 Tabel 29. Eksportir dan Importir Utama Beras Dunia, 1990 – 2006 000 juta t Negara 1990 1995 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Eksportir Thailand 3,988 5,891 6,549 7,521 7,245 7,552 10,137 7,250 7,376 Vietnam 1,048 2,315 3,370 3,528 3,245 3,795 4,295 5,000 4,705 USA 2,331 2,993 2,847 2,541 3,295 3,834 3,090 3,800 3,363 Cina 689 32 2,951 1,847 1,963 2,583 880 750 1,216 Pakistan 1,274 1,592 2,026 2,417 1,603 1,958 2,986 2,350 3,579 India 505 4,179 1,449 1,936 6,650 4,421 3,172 4,500 4,537 Mesir 159 160 500 705 468 579 826 1,100 958 Australia 619 519 617 617 366 141 131 125 317 Myanmar 176 645 159 670 1,002 388 130 150 47 Total 10,789 18,326 20,468 21,782 25,837 25,251 25,647 25,025 26,098 Total Dunia 12,804 20,800 22,846 24,414 27,813 27,550 27,116 27,716 28,957 84.2 88.1 89.6 89.2 92.9 91.7 94.6 90.3 90.1 Importir Indonesia 192 3,011 1,500 1,500 3,500 2,750 650 900 539 Nigeria 224 450 1,250 1,906 1,897 1,448 1,369 1,600 1,600 Iran 614 1,583 1,100 765 964 900 950 950 1,251 Irak 268 96 1,274 959 1,178 672 889 1,000 1,306 Bangladesh 11 1,567 638 401 313 1,112 801 800 531 Total 1,309 6,707 5,762 5,531 7,852 6,882 4,659 5,250 5,227 Total Dunia 12,804 20,800 22,846 24,414 27,813 27,550 27,116 27,716 28,957 10.2 32.3 25.2 22.7 28.2 24.9 17.2 18.9 18.0 Keterangan: Angka dalam kurung adalah persentase terhadap total perdagangan beras dunia Sumber: USDA 2007 diolah

V. INDEKS DAN STATUS KEBERLANJUTAN KETERSEDIAAN BERAS NASIONAL DAN REGIONAL

Konsep pembangunan berkelanjutan merupakan upaya sadar dan terencana yang harus didukung oleh semua pihak, yang memadukan lingkungan hidup termasuk sumberdaya ke dalam proses pembangunan, untuk menjamin kesejahteraan atau peningkatan mutu kehidupan manusia namun masih dalam kemampuan daya dukung ekosistem. Hal ini dilakukan untuk menjamin kemampuan kesejahteraan dan mutu hidup masa kini dan generasi masa depan. Inti dari konsep pembangunan berkelanjutan dalam penelitian ini adalah bahwa tujuan ekonomi, sosial budaya, ekologi, orientasi perkembangan teknologinya dan pengembangan kelembagaannya konsisten harus saling mendukung selaras harmonis dan terkait dalam proses pembangunan, agar tidak terjadi trade off antar tujuan. Analisis indeks dan status keberlanjutan ketersediaan beras dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metoda Multi Dimensi Scalling MDS yang dimodifikasi dari Rap-Fish menjadi Rap-Rice. Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai indeks dan status keberlanjutan dari ketersediaan beras pada kondisi Existing Condition di tingkat nasional dan juga menganalisis status keberlanjutan ketersediaan beras di tingkat regional atau beberapa wilayah kepulauan di Indonesia yaitu Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Wilayah lainnya Bali, NTB, NTT, Maluku dan Irian Jaya. Analisis di tingkat regional dilakukan dengan tujuan untuk melihat keragaman dari indeks dan status keberlanjutan antar wilayah yang ada di Indonesia. Rap – Rice dalam penelitian ini selain dapat menganalisis status keberlanjutan ketersediaan beras, dapat juga menganalisis atribut atau faktor mana yang sensitif atau dominan berpengaruh terhadap keberlanjutan di masing- masing dimensi melalui analisis leverage analisis sensitivitas.

5.1. Keberlanjutan Ketersediaan Beras Multidimensi

Hasil analisis Rap-Rice multidimensi dengan menggunakan metoda MDS menghasilkan nilai IKB-Rice Nasional Indeks Keberlanjutan Ketersediaan Beras di Tingkat Nasional sebesar 64.50 pada skala 0.00 – 100.00 Gambar 19. Nilai IKB-Rice Nasional ini termasuk kategori cukup berkelanjutan karena nilainya berada pada selang 50.01 – 75.00, sedangkan IKB-Rice Regional bervariasi antar wilayah kepulauan seperti yang terlihat pada Gambar 19 dan Tabel 30.