73
wilayah berturut turut adalah Bali 82.9 , Jawa 77 , Sulawesi 66 , Sumatera 48 dan Kalimantan 20 .
Luas lahan sawah tadah hujan di Indonesia pada tahun 1990 sekitar 2.27 juta hektar dan pada dua dekade terakhir mengalami penurunan menjadi 2.05
juta hektar. Penurunan ini lebih disebabkan terjadinya penurunan luas lahan tadah hujan di Jawa, hal ini terlihat dari pangsa yang menurun dari 42.45 persen
pada tahun 1990 menjadi 37.44 persen pada tahun 2000. Secara keseluruhan selama periode 1981 – 1998, konversi lahan sawah di
Indonesia mencapai 1 771 055 hektar, sedangkan penambahan lahan sawahnya mencapai 3 218 224 hektar, sehingga neraca lahan sawah Indonesia bertambah
1 447 169 hektar. Jumlah lahan sawah yang terkonversi di seluruh Indonesia selama kurun waktu 1981 – 1998 sudah perlu diwaspadai karena jika
dibandingkan dengan luas baku lahan sawah tahun 2000, berarti luas lahan sawah yang terkonversi sudah mencapai sekitar 23 persen dan 13 persen
diantaranya terjadi pada lahan sawah di Jawa Deptan, 2002
b
. Faktor pendorong terjadinya konversi lahan sawah serta sistem
ketersediaan sistem irigasi antara lain: pesatnya peningkatan jumlah penduduk yang telah meningkatkan permintaan tanah untuk perumahan, jalan, kawasan
industri dan perdagangan serta fasilitas umum lainnya seperti pusat perbelanjaan, tempat rekreasi, lapangan golf yang memerlukan tanah yang luas,
sebagian di antaranya berasal dari lahan pertanian termasuk sawah. Tingginya land rent yang diperoleh aktivitas sektor non pertanian dibandingkan sektor
pertanian dalam hal ini padi. Faktor sosial budaya, antara lain karena keberadaan hukum waris yang menyebabkan terfragmentasinya tanah sehingga
tidak memenuhi skala ekonomi usaha yang menguntungkan. Otonomi Daerah yang mengutamakan pembangunan pada sektor yang menjanjikan keuntungan
jangka pendek lebih tinggi guna meningkatkan PAD yang kurang memperhatikan kepentingan jangka panjang dan kepentingan nasional yang sebenarnya penting
bagi masyarakat secara keseluruhan.
4.1.3. Perkembangan Produktivitas Padi
Produktivitas padi di Indonesia bila dilihat dari beberapa dekade meningkat dengan kecenderungan yang melambat pada dekade terakhir dibandingkan
dekade-dekade sebelumnya, hal ini dapat terlihat pada Gambar 16 bahwa produktivitas padi di Indonesia pada tahun 1970, 1980, 1990 dan 2005 berturut
turut adalah 2.321, 3.393, 4.297 dan 4.415 ton per hektar. Bila dibandingkan
74
antar wilayah dari beberapa periode waktu, produktivitas padi di Jawa selalu lebih tinggi daripada wilayah lainnya di luar Jawa untuk tahun 1970, 1980, 1990
dan 2005 produktivitasnya adalah sebesar 2.476, 3.963, 5.021 dan 5.043 ton per hektar. Pada periode waktu 1970-1980 produktivitas padi di Jawa meningkat
sangat pesat dan ini berlanjut sampai dengan tahun 1990, setelah periode tersebut produktivitas meningkat dengan laju peningkatan yang sangat kecil.
Berbeda dengan Jawa, wilayah-wilayah di luar jawa pada periode terakhir produktivitasnya masih mengalami peningkatan yang cukup tinggi.
1 2
3 4
5 6
1970 1980
1990 2001
2002 2003
2004 2005
Tahun P
rod u
k ti
v ita
s
Jaw a Sulaw esi
Bali NT dan Lainnya Indonesia
Sumatera Kalimantan
Gambar 16. Perkembangan Produktivitas Padi per Hektar di Berbagai Wilayah di Indonesia, Tahun 1970- 2005
Selain masalah luas panen dan produktivitas yang peningkatannya cenderung menurun, juga dari sisi pasca panen diketahui bahwa angka konversi
atau rendemen menurun dari waktu ke waktu. Sawit 1999 dalam Surono 2001 menyatakan bahwa angka konversi atau rendemen tahun 1950 adalah sebesar
71 persen, kemudian menjadi 66 persen pada tahun 1987 dan menurun lagi menjadi 63.2 persen pada tahun 1996. Selanjutnya Balitpa Sukamandi
memperkirakan rendemen tersebut pada tahun 1998 paling tinggi hanya 62 persen. Berkurangnya rendemen bukan karena disebabkan kehilangan padi
semasa panen dan pasca panen tapi lebih disebabkan oleh umur mesin penggilingan yang sudah tua dan kapasitasnya kecil-kecil.
75
4.1.4. Analisis Usahatani Padi
Analisis pendapatan usahatani meliputi dua komponen, yaitu komponen biaya dan komponen penerimaan. Sedangkan pendapatan merupakan selisih
antara penerimaan dengan biaya usahatani. Hasil analisis pendapatan usahatani padi yang disajikan dalam penelitian ini merupakan perhitungan dari data
PATANAS Panel Petani Nasional yang dikumpulkan oleh peneliti dari Pusat Penelitian Sosial Ekonomi, Departemen Pertanian di beberapa kasus desa
Patanas, tepatnya di Desa Sumber Rejo Lampung Tengah, Desa Sampalan Karawang, Jawa Barat, Desa Genjak Lombok Tengah, NTB, Desa Selosari
Kediri, Jatim dan Desa Passeno Sidrap, Sulawesi Selatan. Analisis ini dilakukan pada musim hujan dan musim kemarau tahun 2005 dengan 3 jenis
luas lahan yang berbeda yaitu lahan sempit 0.311 ha, lahan sedang 0.311 – 0.795 ha dan lahan luas 0.795 ha.
Berdasarkan Tabel 19 terlihat bahwa usahatani padi di Pedesaan Patanas menguntungkan, ditunjukkan oleh nilai pendapatan yang positif dan RC yang
lebih besar dari satu. Pendapatan yang diterima baik pada musim kering maupun musim hujan pada ketiga jenis luasan yang berbeda berkisar antara Rp
3.148.000 – Rp 3.892.000 per hektar dengan pendapatan terendah dihasilkan pada luasan lahan luas di musim kemarau dan pendapatan tertinggi dihasilkan
pada luasan lahan sedang di musim hujan. RC rasio yang dihasilkan baik pada musim kering maupun musim hujan pada ketiga jenis luasan yang berbeda
berkisar antara 2.34 – 2.65 dengan RC rasio terendah dihasilkan pada luasan lahan sempit di musim kemarau dan RC rasio tertinggi dihasilkan pada luasan
lahan sedang di musim hujan. RC rasio yang lebih besar dari satu menunjukkan biaya cost yang dikorbankan dalam kegiatan usahatani dapat memberikan
imbalan revenue yang lebih besar atau sering disebutkan bahwa aktivitas ekonomi padi adalah efisien.
Komponen biaya usahatani padi umumnya terdiri dari biaya untuk sarana produksi, upah tenaga kerja dan biaya lainnya, dengan total biaya berkisar antara
37.75 – 42.73 persen dari total penerimaan. Biaya terbesar berasal dari upah tenaga kerja yang berkisar antara 23.47 – 25.76 persen dan biaya terendah
berasal dari sarana produksi yang berkisar antara 10.10 – 12.58 persen. Biaya untuk upah tenaga kerja terdiri dari upah pengolahan tanah traktor, ternak,
manusia, persemaian, tanam, penyiangan, pemupukan, pengendalian OPT organisme pengganggu tanaman, panen dan angkut, sedangkan biaya untuk
76
sarana produksi antara lain terdiri dari biaya untuk pembelian benih, pupuk anorganik antara lain urea, SP36, KCl, ZA, pupuk organik, PPCZPT Zat
Pengatur Tumbuh, insektisida dan herbisida. Apabila dilakukan perhitungan secara rinci, terlihat bahwa biaya terbesar dialokasikan untuk upah tenaga kerja
pemanenan yang berkisar antara 11.99 – 13.05 persen, dengan biaya terendah pada luasan lahan sedang dan luas di musim hujan dan biaya terbesar pada
luasan lahan sedang di musim kemarau. Tingginya biaya tenaga kerja ini mengindikasikan bahwa usahatani padi menyerap cukup banyak tenaga kerja
untuk kegiatan pemanenan. Biaya terbesar kedua dialokasikan untuk pupuk anorganik yang berkisar antara 6.76 – 8.55 persen dengan biaya terendah pada
luasan lahan sedang di musim kemarau dan biaya terbesar pada luasan lahan sempit di musim hujan. Secara rinci hal ini dapat dilihat pada Tabel 18 dan Tabel
19. Berdasarkan Tabel 18 produktivitas padi pada musim hujan rata-rata di
ketiga jenis luasan adalah 5.650 ton perhektar, lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau yaitu 4.637 ton perhektar. Sedangkan harga menunjukkan hal
yang sebaliknya yaitu pada musim kemarau harga lebih tinggi yaitu Rp 1.205 per kilogram dibandingkan pada musim hujan yang hanya mencapai Rp 1.074 per
kilogramnya. Hal ini disebabkan pada musim hujan, penawaran wilayah yang menyebabkan harga menurun.
77
Tabel 18. Struktur Biaya Usahatani Padi Sawah Beririgasi di Pedesaan Patanas Indonesia, 2005 , Ha
Uraian M K 2004
M H 200405 Agregat
Sempit Sedang Luas Sub-agregat Sempit Sedang Luas Sub-agregat A. Penerimaan
100 100
100 100
100 100
100 100
100 B.
Total biaya
42.73 39.44 39.97 40.54 39.91
37.75 40.32 39.29
39.00 1.
Sarana produksi
12.58 10.66 10.10 11.10 11.22
10.87 11.19 11.16
11.12 a. Benih
2.14 1.82
1.40 1.78
2.06 1.76
1.52 1.86
1.82 b. Pupuk anorganik
8.03 6.76
7.82 7.54
8.55 7.71
7.95 8.06
7.79 - Urea
4.60 4.22
5.08 4.63
5.14 4.22
4.40 4.58
4.61 - SP-36
2.91 2.24
2.53 2.56
2.89 3.17
3.39 3.15
2.86 - KCI
0.21 0.13
0.17 0.17
0.22 0.18
0.09 0.16
0.15 - ZA
0.14 0.08
0.04 0.09
0.70 0.03
0.01 0.04
0.06 - Lainnya
0.17 0.09
0.00 0.09
0.23 0.11
0.06 0.13
0.11 c. Pupuk organik
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.03
0.09 0.40
0.02 d. PPC ZPT
0.00 0.19
0.11 0.10
0.00 0.14
0.08 0.07
0.09 e. Insektisida
2.25 1.56
0.14 1.31
0.32 0.92
1.18 0.81
1.06 f. Herbisida
0.16 0.33
0.63 0.37
0.29 0.31
0.37 0.32
0.34 2.
Upah tenaga
kerja 25.76 25.18 25.40 25.29 25.45
23.47 25.06 24.56
24.02 a. Pengolahan tanah
5.95 6.19
5.78 5.97
5.58 4.98
5.04 5.15
5.56 - Traktor
4.16 4.59
4.20 4.32
4.35 3.87
4.02 4.08
4.20 - Ternak
1.14 1.03
0.81 0.99
0.83 0.22
0.31 0.45
0.63 - Manusia
0.65 0.57
0.77 0.66
0.40 0.89
0.71 0.62
0.64 b. Persemaian
0.13 0.09
0.21 0.14
0.18 0.11
0.00 0.12
0.13 c. Tanam
4.83 3.48
3.20 3.84
3.44 3.20
3.66 3.43
3.64 d. Penyiangan
1.05 0.76
1.46 1.09
0.87 1.40
1.21 1.16
1.12 e. Pemupukan
0.08 0.11
0.32 0.13
0.05 0.18
0.17 0.13
0.13 f. Pengendalian OPT
0.16 0.20
0.77 0.25
0.33 0.10
0.50 0.28
0.27 g.
Panen 12.14 13.05
12.18 12.46 12.30 11.99
11.99 11.92 12.19
h. Angkut 1.42
1.30 1.52
1.41 2.67
2.05 2.41
2.37 1.89
3. Biaya lain-lain 4.39
3.60 4.47
4.15 3.24
3.41 4.07
3.57 3.86
Keterangan: Sempit 0,311, Sedang 0,311-0,795, Luas 0,795 Ha.
78
Tabel 19. Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Beririgasi di Pedesaan Patanas Indonesia, 2005 Ha
Uraian M K 2004
MH 200405 Agregat
Sempit Sedang Luas Sub-agreqat
Sempit Sedang Luas
Sub-agregat Produktivitas kg
4,838 4,607 4,467 4,637 5,746
5,663 5,541 5,650
5,144 Harga jual
Rpkg 1,205
1,230 1,182
1,205 1,035 1,104
1,085 1,074 1,140
Penerimaan Rp 000
5,830 5,667 5,280 5,588 5,947 6,252
6,011 6,068 5,864
100 100
100 100
100 100
100 100
100 Total biaya
Rp 000 2,491
2,235 2,110 2,265 2,373
2,360 2,424 2,384
2,293 42.73 39.44 39.97 40.54 39.91 37.75 40.32
39.29 39.10
Pendapatan Rp 000
3,339 3,432 3,148 3,323 3,574 3,892
3,587 3,684 3,571
57.27 60.66 60.03 59.46 60.09 62.25 59.68 60.71
60.90 RC
2.34 2.54
2.50 2.47
2.51 2.65
2.48 2.54
2.56 Biaya I unit
Rpkg 515
485 472 488
413 417
437 422
446 Keterangan: Sempit 0,311, Sedang 0,311 - 0,795, Luas 0,795 Ha.
Lokasi: 1 Desa Sumber Rejo, Lampung Tengah Lampung
2 Desa Sampalan, Karawang Jabar 3 Desa Ganjak, Lombok Tengah NTB
4 Desa selosari,
Kediri Jatim
5 Desa Passeno, Sidrap Sulsel
79
4.2. Kebutuhan Beras