Analisis Yuridis Pengecualian Penggunaan Mata Uang Rupiah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang

(1)

ANALISIS YURIDIS PENGECUALIAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011

TENTANG MATA UANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH

ERICK M P KABAN

110200256

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS YURIDIS PENGECUALIAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011

TENTANG MATA UANG SKRIPSI

DiajukanuntukMelengkapiTugas-TugasdanMemenuhiSyarat-SyaratuntukMencapaiGelarSarjanaHukum

OLEH:

ERICK M P KABAN 110200256

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

KetuaDepartemenHukumEkonomi

(Windha, S.H, M.Hum) NIP. 197501122005012002

DosenPembimbing I DosenPembimbing II

(Dr. MahmulSiregar, SH.,M.Hum) (Windha, S.H, M.Hum) NIP. 197302202002121001 NIP. 197501122005012002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang tiada taranya, penulis sampaikan kepada Sang Juruslamat, Tuhan Yesus Kristus, hanya karena kemurahan dan kebaikan-Nya, penulis dapat melalui setiap proses didalam kehidupan ini. Dan hanya karena kemurahan-Nya jugalah penulis dapat melalui proses perkuliahan yang penulis tempuh di Universitas Sumatera Utara, kampus yang sangat penulis cintai. Juga atas berkat-Nya yang tidak ada batasnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Pengecualian Penggunaan Mata Uang Rupiah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang”.

Pada kesempatan yang berharga ini, penulis menyampaikan terimakasih yang sebanyak-banyaknya, atas kemurahan hati dan keinginan dari Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum serta Ibu Windha, S.H., M. Hum yang telah memimbing, dan berbagi ilmu kepada penulis didalam penulisan skripsi ini, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga menyampaika terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan berpengaruh dalam penulisan skripsi ini: 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. Selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M. Hum., DFM. Selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum. Selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Windha, S.H., M. Hum. Selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M. Hum selaku Guru Besar Hukum Ekonomi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Dra. Zakiah, MPd selaku dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sebagai dosen pembimbing akademik penulis.

8. Segenap dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berhaga kepada penulis, selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan administrasi perkuliahan selama penulis menempuh jenjang perkuliahan S-1 pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Rasa syukur dan terimakasih yang berasal dari lubuk hati penulis yang paling dalam, penulis sampaikan kepada orang tua penulis, terutama ibu (Astini br Tarigan) yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun materil, yang selalu meninspirasi penulis untuk terus berusaha menjadi manusia yang lebih baik dari hari ke hari, dan telah mendukung penulis selama proses perkuliahan, sehingga pada akhirnya penulis mendapatkan gelar Sarjana Hukum.


(5)

11. Saudara-saudara kandung penulis, kepada adek Marsixwin Jadiateta Kaban yang selalu memberikan kecerian dan kebahagian ditengah-tengah keluarga. 12. Kepada seluruh sahabat GEMBEL (Gemar Belajar), yang selama penulis

menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, telah memberikan ruang kepada penulis, untuk sama-sama belajar dan bergaul didalam satu perkumpulan kita, SALAM PERSAHABATAN!!!

13. Kepada seluruh Mooters di KPS ( Komunitas Peradilan Semu) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan jiwa kompetisi kepada penulis. Terutama untuk delegasi NMCC UNDIP 2013.

14. Kepada kelompok kecil penulis FOG ( Kakak Fitri, Kakak Carina, Theresia Nova Situmorang, Juwanda Ginting, Ari Pareme, Bruno Saragih) yang telah lama tidak kelompok.

15. Teman-teman group F Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara angkatan 2011 yang telah bersama-sama dengan penulis dalam mengikuti proses belajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan meninggalkan banyak cerita dan kenangan kepada penulis, sekiranya keberhasilan dan kejayaan menyertai kita untuk kedepan.

16. Kepada PERMATA (Persadaan Man Anak Gerejanta) GBKP Rg. Jadimeriah Km.9. Yang telah banyak memberikan pengalaman berpelayanan dari dan pelajaran untuk berorganisasi. Dan rekan-rekan PERMATA ( Edward Pratama Ginting, Herico Kristy Tondang, Marlyn br Ginting, Yani Ginting, Cristine br Sembiring) dan rekan PERMATA yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.


(6)

17. Sonya Theresia Hutabarat yang telah mendukung penulis dan membagikan cintanya yang tulus kepada penulis, sebagai penyemangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

18. Kepada sahabat-sahabat yang keren, dan lucu-lucu, yang selalu menghadirkan tawa dan kecerian kepada penulis, kepada Dian Ekawati, Eni Dora Sipayung, Dessy Siregar, Nimah Tampubolon, Satria Waruwu, Alex Sandro, dan banyak lainya yang tidak pernah cukup untuk disebutkan satu persatu.

19. Salam hormat kepada Penulis Karya Ilmiah atas karya-karya ilmiahnya yang sangat membantu penulis dalam penyelsaian skripsi penulis.

Mengingat akan keterbatasan penulis, dan kodrat penulis yang hanya sebagai manusia biasa, penulis sangat menyadari, bahwa didalam penulisan skripsi ini, banyak kekurangan baik dari segi substansi maupun segi penulisan, oleh sebab itu, penulis membutuhkan kritik maupun saran dari berbagai pihak, agar kedepan hal tersebut dapat menjadi bahan bagi penulis untuk membentuk karya ilmiah yang lebih baik. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat kepada para pihak yang membutuhkan bahan refrensi dalam menghadapi permasalahan didalam ruang lingkup Transaksi Bisnis. Tuhan Memberkati!

Medan, Februari 2015

Erick M P Kaban NIM : 110 200 256


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penulisan ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH DALAM UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG A. Sejarah Singkat Mata Uang Rupiah di Indonesia ... 17

B. Jenis dan Fungsi Uang Rupiah di Indonesia ... 23

C. Penggunaan Rupiah ... 34

D. Peranan Bank Indonesia ... 37

BAB III PENGECUALIAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG A. Teori Pengecualian Penggunaan Mata Uang Rupiah ... 53


(8)

B. Faktor Penyebab Pengecualian Penggunaan Mata Uang

Rupiah ... 56 C. Kegiatan yang Dikecualikan Dalam Penggunaan Mata Uang

Rupiah ... 60

BAB IV PELANGGARAN DALAM PENGGUNAAN RUPIAH

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG

A. Tindakan yang DilarangTerhadap Rupiah BerdasarkanUndang-UndangNomor 7 Tahun 2011 Tentang

Mata Uang ... 78 B. Sanksi Hukum Terhadap Pelanggaran Mata Uang Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang

Mata Uang ... 82 C. Pencegahan Dalam Pelanggaran Undang-UndangNomor

7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang ... 87

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 93 B. Saran ... 94 DAFTAR PUSTAKA


(9)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGECUALIAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG Erick M P Kaban

Mahmul Siregar. Windha.

Dengan adanya peningkatan frekuensi transaksi bisnis maka uang merupakan bagian yang integral dari kehidupan kita sehari-hari. Dan ada pula yang berpendapat bahwa “uang” merupakan “darah”nya perekonomian, karena di dalam masyarakat modern dewasa ini, dimana mekanisme perekonomian berdasarkan lalu lintas barang dan jasa semua kegiatan – kegiatan ekonomi tadi akan memerlukan uang sebagai alat pelancar guna mencapai tujuanya.Namun masalah yang muncul dalam penggunaan uang adalah penggunaan mata uang asing dalam wilayah Negara Republik Indonesia.Sehingga kedaulatan suatu Negara mendapati ntervensi akibat penggunaan uang asing tersebut.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normative dengan pengumpulan data secara studi pustaka (library research),yaitu dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder berbentuk bahan hukum primer yakni peraturan-peraturan yang terkait, bahan hokum sekunder yaitu dokumen-dokumen yang terkait dan hokum tersier yang merupakan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Data sekunder yang telah disusun tersebut kemudian dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif untuk memperoleh kesimpulan.

Pengecualian penggunaan Mata Uang Rupiah diatur dalam Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang adalah transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran dan pendapatan dan belanja negara, penerimaan atau pemberian hibah dari atau keluar negeri, transaksi perdagangani nternasional, simpanan di bank dalam bentuk valuta asing, dan transaksi pembiayaan internasional.Terkait dengan penggunaan Mata Uang Rupiah diatur dalam Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 adalah alat untuk tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Republik Indonesia. Dan pelanggaran penggunaan mata uang Rupiah diatur dalam Pasal 23 hingga Pasal 27 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang antara lain penolakan, pemalsuan, merusak, dan memproduksi Rupiah. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 pengecualian penggunaan Mata Uang Rupiah diatur secara limitatif sehingga wilayah perbatasan, daerah wisata, dan pembayaran dengan uang giral dapat dilakukan dengan menggunakan mata uang asing walaupun tidak termasuk kedalam pengecualian yang diatur di dalamUndang-Undang Nomor 7 Tahun 2011.

Kata Kunci: Mata Uang Rupiah, Pengecualian, Penggunaan Mahasiswa

Dosen pembimbing I Dosen pembimbing II


(10)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGECUALIAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG Erick M P Kaban

Mahmul Siregar. Windha.

Dengan adanya peningkatan frekuensi transaksi bisnis maka uang merupakan bagian yang integral dari kehidupan kita sehari-hari. Dan ada pula yang berpendapat bahwa “uang” merupakan “darah”nya perekonomian, karena di dalam masyarakat modern dewasa ini, dimana mekanisme perekonomian berdasarkan lalu lintas barang dan jasa semua kegiatan – kegiatan ekonomi tadi akan memerlukan uang sebagai alat pelancar guna mencapai tujuanya.Namun masalah yang muncul dalam penggunaan uang adalah penggunaan mata uang asing dalam wilayah Negara Republik Indonesia.Sehingga kedaulatan suatu Negara mendapati ntervensi akibat penggunaan uang asing tersebut.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normative dengan pengumpulan data secara studi pustaka (library research),yaitu dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder berbentuk bahan hukum primer yakni peraturan-peraturan yang terkait, bahan hokum sekunder yaitu dokumen-dokumen yang terkait dan hokum tersier yang merupakan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Data sekunder yang telah disusun tersebut kemudian dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif untuk memperoleh kesimpulan.

Pengecualian penggunaan Mata Uang Rupiah diatur dalam Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang adalah transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran dan pendapatan dan belanja negara, penerimaan atau pemberian hibah dari atau keluar negeri, transaksi perdagangani nternasional, simpanan di bank dalam bentuk valuta asing, dan transaksi pembiayaan internasional.Terkait dengan penggunaan Mata Uang Rupiah diatur dalam Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 adalah alat untuk tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Republik Indonesia. Dan pelanggaran penggunaan mata uang Rupiah diatur dalam Pasal 23 hingga Pasal 27 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang antara lain penolakan, pemalsuan, merusak, dan memproduksi Rupiah. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 pengecualian penggunaan Mata Uang Rupiah diatur secara limitatif sehingga wilayah perbatasan, daerah wisata, dan pembayaran dengan uang giral dapat dilakukan dengan menggunakan mata uang asing walaupun tidak termasuk kedalam pengecualian yang diatur di dalamUndang-Undang Nomor 7 Tahun 2011.

Kata Kunci: Mata Uang Rupiah, Pengecualian, Penggunaan Mahasiswa

Dosen pembimbing I Dosen pembimbing II


(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam lalu lintas perekonomian baik nasional maupun internasional lazimnya uang diartikan sebagai alat pembayaran yang sah. Pada kehidupan sehari-hari, uang merupakan bagian yang integral yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan itu sendiri. Uang adalah sesuatu yang secara umum diterima di dalam pembayaran untuk pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta untuk pembayaran utang-utang. Uang juga sering dipandang sebagai kekayaan yang dimiliki yang dapat digunakan untuk membayar sejumlah tertentu utang dengan kepastian dan tanpa penundaan1

Perbandingan masyarakat yang masih sederhana dengan masyarakat yang sudah maju. Akan nampak bahwa ada perbedaan antara keduanya. Perbedaan tersebut terlihat juga dalam sifat dan kemajuan perekonomian. Pada permulaan tingkat perekonomian, yaitu di dalam masyarakat yang masih primitif, setiap orang selalu berusaha untuk memproduksikan segala apa yang dibutuhkannya. Dengan kata lain, segala sesuatu yang dihasilkan oleh masing-masing orang itu ditujukan untuk memenuhi kebutuhannya dengan keluarganya. Pada taraf ini hampir tidak ada orang yang menghasilkan atau memproduksi sesuatu guna memuaskan kebutuhan orang lain, kecuali untuk kebutuhannya dan keluarganya. Namun adalah suatu kenyataan, terutama karena faktor-faktor alam, terdapat suatu jenis barang dalam jumlah relatif besar pada sesuatu tempat, sedang ditempat lain

1


(12)

hampir tidak dapat diperoleh. Keadaan demikian mungkin pula terjadi karena kecakapan khusus dari pada orang-orang di sesuatu tempat tertentu.2

Masyarakat umumnya menggunakan uang untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa. Uang menjamin kesediaan masyarakat dalam menukarkan uangnya dengan barang-barang dan jasa-jasa. Sehingga setiap orang puas pada pekerjaannya yang sudah sesuai untuk mendapatkan penghasilan dalam bentuk uang. Pembagian tugas (spesialisasi) merupakan ciri khas daripada masyarakat modern yang akan meningkatkan produksi, pertukaran dan kesejahteraan masyarakat.3

Fungsi uang telah berkembang pesat, dari yang semula hanya sebagai alat tukar, kemudian berkembang sehingga memiliki fungsi sebgai ukuran umum dalam menilai sesuatu (common measure of value), sebagai aset likuid (liquid asset), bahkan dewasa ini fungsi uang telah berkembang dan memiliki fungsi yang lebih kompleks lagi, yaitu sebagai komponen dalam rangka pembentukan harga pasar(framework of the market allocative system), faktor penyebab dalam perekonomian (a causative factor in the economy), dan faktor pengendali kegiatan ekonomi (controller of the economy).4

Berkaitan dengan fungsi uang tersebut di atas, bagi bangsa Indonesia, mencetak uang bukan sekedar melakukan kegiatan usaha di bidang jasa percetakan belaka. Tetapi, kegiatan itu juga merupakan bagian dari upaya negara

2

M.Manulang, Ekonomi Moneter (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm.7.

3

Iswardono, Opcit, hlm. 17.

4

Tim Perundang-undangan dan Pengkajian Hukum Direktorat Hukum Bank Indonesia,

“Paradigma Baru Dalam Menghadapi Kejahatan Mata Uang (Pola Pikir, Pengaturan, dan

Penegakan Hukum)” Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume IV, April 2006, hlm. 1.


(13)

dalam menjaga dan mempertahankan ketahanan nasionalnya. Uang suatu negara bukanlah sekedar alat pembayaran, tetapi juga simbol dari suatu negara yang merdeka dan berdaulat.5

Para ahli ekonomi dan keuangan sependapat bahwa arus globalisasi ekonomi yang menimbulkan hubungan interdependensi dan integrasi dalam bidang finansial, produksi dan perdagangan telah membawa dampak pada pengelolaan ekonomi Indonesia. Bagi Indonesia yang sistem perekonomiannya bersifat terbuka akan lebih mudah dipengaruhi oleh prinsip-prinsip perekonomian global dan liberalisasi perdagangan tersebut. Karena perekonomian Indonesia akan berhadapan secara langsung dan terbuka lebar dengan perekonomian negara lain, terutama melalui kerjasama ekonomi dengan mitra dagang Indonesia di luar negeri, seperti pada sektor ekspor-impor, investasi, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung, serta pinjam-meminjam.6

Perkembangan globalisasi yang berlangsung dalam beberapa dasawarsa terakhir telah menyebabkan berbagai perubahan yang fundamental dalam tatanan perekonomian dunia baik sektor keuangan maupun perdagangan. Perubahan tersebut khususnya di bidang perdagangan telah mendorong sebagian besar negara di dunia ini untuk melakukan kebijakan dan praktek perdagangan internasional. Disadari bahwa perdagangan bebas akan membawa manfaat yang lebih besar

5

Disampaikan dalam pidato sambutan Presiden Republik Indonesia (Susilo Bambang

Yudhoyono) dalam rangka peresmian kawasan Perum Percetakan Uang Negara (Perum Peruri).

6

Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi (Bandung: Books Terrace & Library),


(14)

maka tuntutan untuk liberalisasi perdagangan dunia semakin marak yang dilakukan oleh sejumlah negara.7

Keunggulan suatu negara dalam memproduksi suatu jenis barang disebabkan faktor alam, maka negara itu disebut mempunyai keunggulan mutlak (absolute advantage), sedangkan keunggulan suatu negara dalam memproduksi suatu barang yang lebih murah karena lebih baik dalam mengkombinasikan faktor-faktor produksi (alam, tenaga kerja, modal, dan manajemen) maka negara tersebut mempunyai keunggulan dalam perbandingan/biaya (comprarative advantage/cost). Adakalanya produksi suatu negara belum dapat dikonsumsi seluruhnya di dalam negeri sehingga mendorong negara tersebut untuk menjual kelebihan hasil produksinya ke negara lain, di samping itu, karena pertimbangan faktor produksi (comparative cost) suatu negara dapat memutuskan untuk mendatangkan/ membeli suatu jenis barang kebutuhannya dari negara lain.8

Uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya uang di dalam lalu lintas perekonomian dan pergaulan masyarakat suatu negara oleh karena itu di Indonesia tentang uang ini diatur di dalam Pasal 23 B Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 belum diatur dengan undang-undang tersendiri. Pengaturan lebih lanjut tentang uang ini dimuat di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah beberapa kali diubah terakhir dengan

7

Burhanuddin Abdullah, Kerja Sama Perdagangan Internasional (Jakarta: PT Elex

Media Komputindo, 2007), hlm. 1. 8

Daud S.T.Kobi, Buku Pintar Transaksi Ekspor-Impor (Yogyakarta: ANDI, 2011),


(15)

Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang-Undang-Undang (yang selanjutnya disebut dengan UU BI), bahwa satuan mata uang negara Republik Indonesia adalah Rupiah. Dan sekarang diatur di dalam Pasal 1 angka 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (yang selanjutnya disebut dengan UU Mata Uang). Mata uang Rupiah adalah alat pembayaran yang sah di wilayah negara Republik Indonesia. Dalam fungsinya sebagai alat pembayaran yang sah, maka setiap perbuatan yang menggunakan uang dan mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia wajib menggunakan uang Rupiah, kecuali ditetapkan secara lain.9

Keharusan penggunaan mata uang Rupiah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini mengingat mata uang merupakan salah satu simbol kedaulatan negara, yang harus ditegakkan keberadaanya. Penggunaan mata uang Rupiah di wilayah Republik Indonesia berarti penghormatan terhadap kedaulatan Indonesia, sementara penggunaan mata uang asing di wilayah Republik Indonesia dengan mengesampingkan mata uang Rupiah berarti merupakan salah satu tindakan penjajahan terhadap kedaulatan Bangsa Indonesia khususnya di bidang ekonomi yang berpotensi besar untuk menyerang bidang-bidang lain di wilayah Republik Indonesia.10

9

Marsudi Triatmadja, Sularto, Daniar Rahmawati, Edward O.S. Hiariej, dan Amirullah

Setiahadi, “Pengaturan Mata Uang Indonesia”, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan

Volume IV, No.1, April 2006, hlm. 29. 10


(16)

Secara khusus di dalam skripsi ini akan dibahas mengenai pengecualian penggunaan mata uang Rupiah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Adapun permasalahan yang akan dibahas antara lain:

1. Bagaimana penggunaan mata uang Rupiah berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011?

2. Bagaimana pengecualian terhadap penggunaan mata uang Rupiah berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011?

3. Bagaimana pencegahan dalam pelanggaran penggunaan mata uang Rupiah?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah diatas , maka tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain:

1. Mengetahui penggunaan mata uang Rupiah berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011.

2. Mengetahui pengecualian terhadap penggunaan mata uang Rupiah berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011.

3. Mengetahui pencegahan dalam pelanggaran terhadap penggunaan mata uang Rupiah berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011.


(17)

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini, antara lain: 1. Secara teoritis

Diharapkan kehadiran skripsi ini dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam hal penggunaan mata uang Rupiah dan melahirkan pemahaman tentang mata uang Rupiah sekaligus memperkaya serta menambah wawasan ilmiah baik dalam tulisan ini maupun dalam bidang lainnya.

2. Secara praktis

Untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh dan memberikan masukan bagi pembaca untuk memahami jenis-jenis, bentuk dan peranan mata uang Rupiah. Serta memberikan manfaat bagi setiap pihak yang berkepentingan dalam kaitannya dengan penggunaan mata uang Rupiah.

D. Keaslian Penulisan

Untuk mengetahui orisinalitas penulisan, sebelum melakukan penulisan

skripsi berjudul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGECUALIAN

PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG”, terlebih dahulu telah dilakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Perpustakaan fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melalui surat tertanggal 30 Agustus 2014, menyatakan bahwa judul skripsi ini merupakan karya ilmiah yang belum pernah diangkat menjadi judul skripsi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(18)

Dan telah dilakukan penelusuran berbagai judul karya ilmiah melalui media internet, dan sepanjang penelusuran yang dilakukan, belum ada penelitian lain yang pernah mengangkat topik tersebut. Skripsi ini disusun berdasarkan pada pengertian-pengertian, teori-teori, dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak maupun media elektronik. Oleh karena itu, dinyatakan bahwa skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka

Pasal 1 angka 1 UU Mata Uang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut dengan Rupiah. Definisi uang berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU Mata Uang adalah alat pembayaran yang sah. Dan Pasal 9 ayat 2 UU Mata Uang menyatakan bahwa Bank Indonesia yang berhak menetapkan bahan baku dari Rupiah dengan mengutamakan produk dalam negeri dengan menjaga mutu, keamanan, dan harga yang bersaing dengan berkoordinasi dengan pemerintah. Berdasarkan hal tersebut bentuk uang secara fisik adalah uang kertas dan uang logam. Yang hanya dapat ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Uang menurut jenisnya dapat dikelompokkan atau dibagi berdasarkan beberapa hal yaitu berdasarkan bahan atau material yang berupa uang logam dan uang kertas, berdasarkan nilainya berupa uang yang bernilai penuh dan uang yang tidak bernilai penuh, berdasarkan lembaga atau badan pembuatnya berupa uang


(19)

Kartal dan uang Giral, berdasarkan kawasan atau daerah berlakunya berupa uang domestik dan uang internasional.11

Definisi Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Pasal 1 angka 4 UU Mata Uang adalah seluruh wilayah teritorial Indonesia, termasuk kapal dan pesawat terbang yang berbendera Republik Indonesia, Kedutaan Republik Indonesia, dan kantor perwakilan Republik Indonesia lainnya di luar negeri.

Pasal 21 ayat 2 UU Mata Uang menyatakan pengecualian adalah prinsip yang ada di dalam penggunaan Mata Uang Rupiah. Yang berlaku bagi transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri, transaksi perdagangan internasional, simpanan di bank dalam bentuk valuta asing atau transaksi pembayaran internasional.

Pengertian hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah:

1. Peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan atau adat yang dianggap berlaku oleh dan untuk orang banyak, misalnya yang disebut negara hukum ialah negara yang dalam segala hal berdasarkan pada hukum.

2. Segala undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat, ilmu pengetahuan atau falsafat.

3. Ketentuan (kaidah, patokan) mengenai sesuatu peristiwa atau kejadian (alam, dan sebagainya; misalnya sesuai dengan hukum bahasa Indonesia; dalam buku ini hukum-hukum ekonomi diuraikan dan diterangkan dengan jelas.

11


(20)

4. Keputusan (pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim (dalam pengadilan); misal memutuskan hukum, menjatuhkan keputusan; kena hukum, dijatuhi hukuman (yang diputuskan oleh hakim).12

Hukum memuat nilai-nilai moral, seperti keadilan dan kebenaran.Nilai-nilai tersebut harus mampu diwujudkan dalam realitas nyata. Eksistensi hukum diakui apabila nilai-nilai moral yang terkandung dalam hukum tersebut mampu diimplementasikan atau tidak.13

Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun di dalam kenyataannya Indonesia kecenderungannya adalah demikian. Selain itu, ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan-pelaksanaan putusan hakim. Perlu diingat, bahwa pendapat-pendapat yang agak sempit tersebut mempunyai kelemahan-kelemahan apabila pelaksanaan perundang-undangan atau keputusan-keputusan hakim tersebut malahan mengganggu kedamaian di dalam pergaulan hidup.14

Penegakan hukum sebagai sarana untuk mencapai tujuan hukum, maka sudah semestinya seluruh energi dikerahkan agar hukum mampu untuk bekerja mewujudkan nilai-nilai moral dalam hukum. Kegagalan hukum untuk mewujudkan nilai hukum tersebut merupakan ancaman bahaya akan bangkrutnya hukum yang ada. Hukum yang miskin implementasi terhadap nilai-nilai moral akan berjarak serta terisolasi dari masyarakatnya. Keberhasilan penegakan hukum

12

Poerwadarminta, W. J. S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet VII (Jakarta: Balai

Pustaka, 1984), hlm. 1031. 13

Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis (Yogyakarta: Genta

Publishing, 2009), hlm. 7. 14

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (Jakarta: PT


(21)

akan menentukan serta menjadi barometer legitimasi hukum di tengah-tengah realitas sosialnya.15

Pada hakekatnya hukum mengandung ide atau konsep-konsep yang abstrak termasuk ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial. Apabila berbicara tentang penegakan hukum, maka pada hakekatnya berbicara tentang penegakan ide-ide serta konsep-konsep yang sebenarnya adalah abstrak tersebut. Dirumuskan secara lain, penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide tersebut merupakan hakekat dari penegakan hukum.16

F. Metode Penulisan

Menurut Soerjono Soekianto, penelitian dimulai ketika seorang berusaha untuk memecahkan masalah yang dihadapi secara sistematis dengan metode dan teknik tertentu yang bersifat ilmiah, artinya bahwa metode atau teknik yang digunakan tersebut bertujuan untuk satu atau beberapa gejala dengan jalan menganalisanya dan dengan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang ditimbulkan faktor tersebut.17

15

Satjipto Rahardjo, Loc. Cit, hlm. 8.

16

Ibid, hlm. 12. 17

Khudzaifah Dimyati & Kelik Wriono, Metode Penelitian Hukum (Surakarta:


(22)

1. Spesifikasi penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum yaitu penelitian yang berdasarkan undang-undang18 yang dalam hal ini adalah UU Mata Uang dan UU BI. Dan merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menentukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika kelimuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri, Dengan demikian penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, dan beberapa dokumen terkait.

Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif analistis, artinya bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah, dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan mata uang.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statuta approach). Dimana skripsi ini meninjau dari sisi hukum dan peraturan yang mengatur tentang penggunaan mata uang Rupiah.

2. Sumber data

Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder yang berbentuk bahan hukum dan terdiri dari:

18

Law Education, http://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/metode-penelitian-hukum, (diakses pada tanggal 25 September 2014).


(23)

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.19 Dalam penelitian ini bahan hukum primer diperoleh melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, dan peraturan lain yang terkait.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan lain-lain.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari

19

Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar (Yogyakarta: Liberty,


(24)

media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut:20

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel-artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan.

c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan

d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

4. Analisis data kualitatif

Analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis kualitatif, yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.

20

Ronitidjo Hanitijo Soematri, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta:


(25)

G. Sistematika penulisan BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi pengantar yang di dalamnya terurai mengenai latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan diakhiri dengan sistematika penulisan skripsi.

BAB II PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH DALAM UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG

Pada bab ini diuraikan penggunaan mata uang Rupiah dalam kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari sejarah singkat, jenis dan fungsi, tata kelola mata uang Rupiah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang serta peranan Bank Indonesia dalam mata uang Rupiah.

BAB III PELANGGARAN DALAM PENGGUNAAN RUPIAH

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG

Bab ini mengurai tentang aspek hukum dalam pelanggaran terhadap mata uang Rupiah dari tindakan yang dilarang, sanksi hukum, dan pencegahan dalam pelanggaran mata uang Rupiah. Yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.


(26)

BAB IV PENGECUALIAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH

DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011

TENTANG MATA UANG

Pada bab ini akan dibahas pengecualian penggunaan mata uang Rupiah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang serta teori dan faktor penyebab pengecualian penggunaan mata uang Rupiah.

BAB V PENUTUP

Pada bab terakhir ini akan dimuat kesimpulan dari pembahasan yang ada pada bab-bab sebelumnya dan akan diakhiri dengan saran-saran terhadap pembahasan skripsi ini.


(27)

BAB II

PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG

E. Sejarah Singkat Mata Uang Rupiah di Indonesia

Mula-mula logam mulia dipergunakan dalam proses pertukaran dengan bentuk batangan-batangan, dan nilainya dinyatakan menurut kesatuan timbangan dari logam itu. Pada tiap-tiap pertukaran, nilainya harus selalu ditetapkan kadarnya, sehingga hal tersebut merupakan kesukaran. Oleh karena itu, dibuatkan bentuk mata uang tertentu dengan berat dan kadar yang dijamin oleh pemerintah; disertakan pula cap atau stempel pada bentuk mata uang. Yang dimaksudkan dengan mata uang ialah kesatuan-kesatuan logam yang mempunyai bentuk dan tanda tertentu, yang diberikan oleh atau atas nama pembesar atau pemerintah yang sah. Tanda-tanda berbentuk tulisan, gambar, dan di pinggirnya ada garis-garis. Hal ini menyatakan bahwa kesatuan uang tersebut harus diterima dalam lalu lintas pembayaran.21

Sejarah kemunculan mata uang yang memiliki fungsi sebagai alat pertukaran merupakan suatu bentuk respons terhadap timbulnya hambatan atau kendala dalam penerapan sistem barter di masyarakat, dimana pada waktu itu pertukaran barang dengan barang lain secara langsung tanpa menggunakan alat pertukaran, dipandang kurang efektif dalam pelaksanaannya karena membutuhkan tenaga dan waktu yang relatif lama dalam prosesnya, sehingga dalam kenyataanya

21

Indra Darmawan, Pengantar Uang dan Perbankan (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm.


(28)

tidak banyak terjadi transaksi atau kegiatan perdagangan yang mungkin dapat dilakukan apabila sistem barter ini digunakan sebagai satu-satunya cara atau media dalam melakukan pertukaran. Pada sistem barter murni, salah satu hal yang harus dipenuhi sehingga pelaksananya dapat berjalan dengan lancar adalah suatu keinginan yang sama (double coincidence of wants) diantara masing-masing pihak yang akan menukarkan barang tersebut. Tanpa dilandasi oleh prinsip tersebut, maka dalam prakteknya akan sulit untuk terjadinya suatu transaksi atau kegiatan barter diantara para pihak. Selain itu, dalam kenyataanya untuk menemukan orang-orang yang memiliki keinginan yang sama, sudah barang tentu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah untuk dilaksanakan dengan beragamnya jenis kebutuhan dari masing-masing pihak. Dengan Memperhatikan hal tersebut di atas, maka penerapan prinsip kesamaan akan keinginan dan kebutuhan pada sistem barter akan menimbulkan hambatan atau kendala bagi setiap manusia dalam memenuhi berbagai macam kebutuhannya yang beraneka ragam dari waktu ke waktu22

Oleh sebab itu, berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut di masyarakat, yaitu dengan cara menggunakan barang atau komoditi tertentu yang secara umum dapat diterima sebagai alat pertukaran (medium of exchange). Penggunaan benda atau komoditi tersebut didasarkan pada adanya suatu kesepakatan di antara anggota masyarakat yang menggunakannya pada suatu daerah tertentu. Pada umumnya, benda yang dipergunakan tersebut, selain dapat diterima sebagai alat pembayaran dalam sistem perekonomian yang sangat

22

Hendar, Electronic Money dan RUU Mata Uang, makalah disampaikan dalam Seminar

Nasional tentang Mata uang, yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, Bandung, 22 Mei 2006, hlm. 1- 2.


(29)

sederhana tersebut, seringkali juga memiliki kegunaan untuk dikonsumsi atau keperluan produksi.

Menurut pandangan D.H. Robertson, dengan menggunakan barang atau komoditi tertentu tersebut, maka kita dapat mengartikan “uang” sebagai segala sesuatu yang diterima secara umum sebagai pembayaran untuk benda-benda atau untuk melunasi kewajiban-kewajiban lain yang timbul karena dilaksanakannya sesuatu usaha (business obligation). Dari pemahaman tersebut, Robertson mengambil contoh dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, di mana pada abad ke-19 minuman berupa bir dibayarkan sebagai upah kepada para buruh pada pertambangan-pertambangan batu bara di negara Inggris. Pada waktu itu, uang (bir) sangat popular dan bersifat sangat likuid (cair) sebagai alat pembayaran. Namun mengingat pada waktu itu bir tersebut dikeluarkan dalam jumlah yang berlebihan, maka dalam prakteknya menimbulkan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh orang perorangan dalam kaitan dengan peyimpanannya.23

Untuk mengatasi kesulitan ini, maka harus diperlukan suatu ukuran nilai (standar nilai) yang dapat menaruh barang-barang yang akan dipertukarkan ke dalam suatu pembilang. Pembilang ini disebut standar uang atau baku uang. Pada awal mula terjadinya, maka standar itu masih bersifat subjektif. Akan tetapi dengan dilaksanakannya pertukaran secara terus-menerus maka berubahlah menjadi standar yang bersifat objectif, sehingga memungkinkan untuk mengadakan penilaian terhadap barang-barang yang akan dipertukarkan. Standar nilai yang pertama-tama dipergunakan ialah barang-barang konsumsi. Dengan

23

D.H. Robertson, Lang (Money) (London: Nisbet & Co. Ltd, 1969), diterjemahkan oleh


(30)

adanya penggunaan ukuran nilai yang objektif, maka pertukaran barter menjadi lebih cepat dan mudah, meskipun demikian ini tidak berarti bahwa kesulitan-kesulitan barter sudah dapat diatasai sepenuhnya. Jadi dalam pertukaran barter tetap masih ada kesulitan-kesulitan.24

Selanjutnya masalah, kendala serta kesulitan-kesulitan yang dijumpai pada perekonomian barter ini tersebut merupakan tantangan yang harus dipecahkan dan dicari jalan keluarnya dan menyebabkan anggota masyarakat berpikir, berusaha dan mencari akal sehingga akhirnya menemukan suatu “ benda” yang tidak saja hanya sekedar dibutuhkan dan disukai oleh setiap orang, tetapi juga dengan senang hati diterima sebagai pengganti barang yang dipertukarkannya. Dengan demikian seseorang yang akan menukarkan suatu barang tidak perlu merasa khawatir jika hasil penukarannya tersebut nantinya tidak bisa ditukarkan lagi dengan barang lain yang dikehendakinya. Hal tersebut karena dengan “benda” yang disukai dan dibutuhkan oleh masyarakat umum tersebut, seseorang yang memilikinya akan lebih mudah menukarkanya lagi dengan barang apapun yang dikehendakinya dan kepada siapapun.25

Mata uang yang pernah beredar dan berlaku di Indonesia untuk periode 1945-1950 dapatlah disusun sebagai berikut:

1. O.R.I yaitu uang Republik Indonesia yang berlaku di Jawa saja.

2. U.R.I.P.S yaitu uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera yang berlaku di sebagian Sumatera.

24

Indra Darmawan, Op.Cit, hlm.3.

25

H.Rachmad Firdaus & Maya Ariyanti, Pengantar Teori Moneter Serta Aplikasinya


(31)

3. U.R.I.T.A yaitu uang Republik Indonesia Tapanuli yang berlaku di daerah Tapanuli.

4. U.I.P.S.U yaitu uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera Utara yang berlaku di Provinsi Sumatera Utara.

5. U.R.I.B.A yaitu uang Republik Indonesia Baru Aceh yang berlaku di daerah Aceh

6. Uang Mandat Dewan Pertahanan Daerah Palembang yang berlaku di Palembang.26

Kemerdekaan Indonesia yang masih berusia muda ternyata mendapat rongrongan dari berbagai pihak, tidak hanya dari luar tetapi juga dari dalam. Rongrongan dari luar adalah pihak pemerintah sipil Hindia-Belanda (Netherlands India Civil Administration)yang ingin berkuasa kembali ke Indonesia, berkas negeri jajahannya.Usaha tentara NICA untuk menduduki Indonesia kembali menimbulkan revolusi fisik. Mereka menghadapi perlawanan sengit dari pejuang-pejuang Republik Indonesia (RI). Perang kemedekaan tidak hanya melibatkan senjata tetapi juga uang. Pada masa itu terjadi “perang ekonomi”, karena kedua belah pihak yang bermusuhan yaitu RI dan NICA bersama-sama mencetak dan mengedarkan uang untuk merebut simpati masyarakat. Uang keluaran NICA waktu itu disebut “uang merah” sedangkan uang keluaran pemerintah RI atau ORI (Oeang Repoeblik Indonesia) yang didukung oleh pejuang-pejuang RI yang disebut uang putih.27

26

http://arkeologi.web.id/articles/numismatik/441-mata-uang-sebagai-sumber-sejarah-Indonesia (diakses pada tanggal 4 oktober 2014)

27


(32)

Untuk mematahkan perlawanan pejuang-pejuang RI, Tentara NICA mengadakan razia besar-besaran terhadap percetakan ORI yang berada di Jakarta. Menghadapi blokade musuh ini, akhirnya pemerintah RI menetapkan kebijakan kepada daerah-daerah untuk mencetak ORI sendiri yang disebut ORIDA. Oleh karena itu ada ORI daerah Yogyakarta, daerah Banten, Lampung, Jambi, Palembang, Bengkulu dan daerah-daerah lain. Kemudian, pada tahun 1949-1950 Belanda memancarkan taktik baru, devideet impera, yaitu mecoba memecah belah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negara federasi RIS (Republik Indonesia Serikat), sehingga di beberapa daerah timbul gerakan pemberontakan yang intinya ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Akibatnya timbul berbagai pemberontakan, yang masing-masing mencetak dan mengedarkan mata uang di daerahnya sendiri.28

Setelah berlaku Hukum Darurat No. 20, tanggal 27 September 1951 yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia adalah Rupiah (kecuali Irian Barat) dan pada tahun 1968 dengan ketentuan Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 13 Tahun 1968 ditetapkan bahwa satuan hitung uang Indonesia adalah Rupiah dengan singkatan Rp, dibagi dalam 100 (seratus) sen dan tiap pembayaran yang mengenai uang jika dilakukan di Indonesia harus dengan uang rupiah kecuali dengan tegas diadakan ketentuan lain dengan perundangan.29

28

Ibid.

29


(33)

F. Jenis dan Fungsi Uang Rupiah di Indonesia

Menurut pandangan Iswardono, uang menurut jenisnya dapat dikelompokkan atau dibagi berdasarkan beberapa hal, yaitu:30

1. Bahan atau material uang yaitu berupa uang logam dan uang kertas

2. Nilainya, uang dibedakan menjadi uang bernilai penuh (full bodied money), dan uang yang tidak bernilai penuh (representative full bodied money) atau dikenal sebagai “uang bertanda” (token money).

3. Lembaga atau badan pembuatnya, uang dapat dibedakan menjadi uang kartal yaitu uang yang dicetak atau dibuat dan diedarkan oleh bank sentral, dan uang giral yaitu uang yang dibuat dan diedarkan oleh bank-bank umum (komersial) dalam bentuk demand deposit atau yang lebih dikenal dengan check.

4. Kawasan atau daerah berlakunya, uang dapat dibedakan menjadi uang domestic dan uang internasional.

5. Pertimbangan bahwa uang merupakan kekayaan, maka uang dibedakan menjadi inside money (uang dalam) dan outside money (uang luar).

Sebagaimana diatur di dalam UU Mata Uang Pasal 2 ayat 2 bahwa “Macam Rupiah terdiri atas Rupiah kertas dan Rupiah logam”. Maka akan diuraikan mengenai jenis dari mata uang Rupiah tersebut.

1. Jenis uang Rupiah. a. Uang Kertas

Uang kertas, merupakan uang yang bahannya terbuat dari kertas atau bahan lainnya. Uang dari bahan kertas biasanya dalam nominal yang besar

30


(34)

sehingga dengan mudah untuk keperluan sehari-hari. Uang jenis ini terbuat dari kertas yang berkualitas tinggi, yaitu tahan terhadap air, tidak mudah robek atau luntur. Pecahan uang kertas di Indonesia adalah dimulai dari Rp100,- Rp 500, Rp 1.000, Rp 5.000, Rp 10.000, Rp 20.000, Rp 50.000,- dan Rp 100.000,-31

Dewasa ini umumnya negara-negara mempunyai mata uang yang terbuat dari kertas. Setidak-tidaknya uang kertaslah yang lebih banyak dalam peredaran jika dibandingkan dengan jenis mata uang lainnya. Uang kertas itu biasanya disebut dengan folding money, karena uang tersebut dapat dilipat oleh orang yang memegangnya.32

Adapun sebab-sebabnya negara-negara mempunyai mata uang yang dibuat dari kertas terutama karena ongkos pembuatan mata uang kertas itu tidak seberapa, jika dibandingkan dengan ongkos pembuatan mata uang logam. Sebab kedua, karena uang kertas itu mudah dibawa dari tempat yang satu ke tempat lainnya. Syarat ini merupakan syarat yang tidak boleh dilupakan terutama pada negara-negara yang luas daerahnya. Alasan ketiga, bahwa jika kebutuhan sesuatu negara akan mata uang bertambah, maka kebutuhan itu dengan mudah dapat dipenuhi karena kertas mudah mendapatkannya. Hal tersebut tidak mudah dilaksanakan, jika bahan mata uang itu terbuat dari logam, terlebih-lebih kalau logam-logam mulia. Bagi sesuatu negara jumlah logam itu adalah terbatas. Tidak demikian halnya dengan kertas.33

31

Kasmir, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2002), hlm. 19. 32

M. Manulang, Op.Cit, hlm. 28.


(35)

Sebagaimana sudah disinggung di atas, sebenarnya materi mata uang kertas tidak mempunyai nilai apa-apa. Dengan kata lain nilai intrinsik dari mata uang kertas selalu jauh lebih rendah dari nilai nominalnya. Namun hal tersebut tetap diterima oleh masyarakat disebabkan karena adanya kekuasaan pemerintah. Uang itu dikeluarkan oleh pemerintah atau oleh sesuatu badan yang mendapatkan wewenang atau hak monopoli dari pemerintah. Sesuatu alat penukar yang dinyatakan pemerintah sebagai alat penukar. Tentu akan diterima oleh masyarakat yang mengkui pemerintah yang bersangkutan. Jika uang kertas telah dinyatakan pemerintah berlaku, maka masyarakat akan menerimanya sebagai mata uang.

Pada zaman sekarang ini Bank Sentral yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengeluarkan uang kertas harus menyediakan logam murni atau sering disebut dengan dekking atas uang kertas yang dikeluarkannya, ini tidak lah berarti bahwa bank Sentral itu selalu memberikan emas dalam dalam jumlah tidak terbatas kepada setiap orang yang membawa mata uang kertas kepadanya. Dewasa ini dekking tersebut hanya sekedar tanda saja dan tidak lagi berfungsi sebagai persediaan untuk pengganti mata uang kertas yang dibawa orang untuk ditukarkan dengan emas. Bahkan dewasa ini jika kebutuhan memaksa, dekking tersebut dapat dilewati hingga suatu batas tertentu sesuai dengan peraturan-peraturan yang sudah ada.34

b. Uang Logam

Seperti yang sudah disinggung juga di atas bahwa ada jenis mata uang Rupiah selain uang kertas yaitu uang logam. Uang logam merupakan uang dalam

34


(36)

bentuk koin yang terbuat dari logam, baik dari alumanium, kuronikel, bronze, emas, perak atau perunggu dan bahan lainnya. Biasanya uang yang terbuat dari logam dengan nominal yang kecil. Di Indonesia uang logam terdiri dari pecahan Rp 5, Rp 10,-Rp25,-Rp 50,- Rp 100,-, Rp 500,-, Rp 1.000,-.35

Uang logam terdiri dari:

1)Uang Penuh ( Full Bodied Money)

Uang penuh yaitu uang yang nilai nominalnya sama dengan nilai materi atau nilai intrinsiknya yaitu nilai logam yang dijadikan bahan uang tersebut. Nilai nominal atau sering disebut nilai moneter adalah nilai resmi (formal) yang tercantum pada uang tersebut baik berupa tulisan atau huruf maupun angka, yang harus diakui, diterima dan dipatuhi oleh masyarakat sebagai nilai uang tersebut. Dan uang penuh pada umumnya terbuat dari logam mulia, khususnya emas dan perak.36

2)Uang Tanda (Token Money)

Uang tanda adalah uang yang terbuat dari bahan logam yang bukan logam mulia yang nilai nominalnya atau nilai moneternya lebih tinggi dibandingkan dengan nilai intrinsiknya. Biasanya perbedaan nilai tersebut cukup besar, terutama di awal-awal tahun pembuatannya. Sesuai dengan perjalanan waktu maka perbedaan nilai tersebut akan relatif konstan apabila harga-harga yang berlaku juga relative stabil. Namun apabila di negara tersebut terjadi inflasi dimana harga barang-barang pada umumnya, termasuk harga logam yang menjadi bahan uang terjadi peningkatan maka perbedaan nilai nominal dengan nilai interinsik akan

35

Kasmir., Op.Cit, hlm. 18.

36


(37)

semakin mengecil. Dengan demikian keadaan menjadi terbalik dan hal itu bertentangan dengan tujuan penerbitan token money semula.37

Apabila hal itu terjadi, maka uang tersebut dengan sendirinya akan menghilang dari peredaran. Dengan perkataan lain uang tersebut tidak beredar lagi sebagai uang. Karena mata uang tersebut lebih menguntungkan dilebur dan dijual sebagai logam untuk dijadikan berbagai barang-barang kebutuhan manusia.

Contoh paling tepat untuk kasus ini ialah pada tahun 1950-an, di negara kita beredar uang logam yang terbuat dari campuran beberapa jenis logam namun dengan tembaga (cuprum) sebagai bahan utama, dengan seri Pangeran Diponogoro (bergambar Pangeran Diponogoro), dengan nominal Rp50,-. Kemudian pada tahun 1960-an dimana di negara kita terjadi inflasi yang sangat tinggi, maka dari tahun ke tahun harga barang-barang meningkat dengan tajam, termasuk harga tembaga. Dengan demikian harga tembaga yang pada saat uang tersebut diterbitkan (tahun 1950-an) jauh di bawah Rp.50.- (untuk seberat uang logam tersebut), menjadi jauh di atas Rp.50,-. Akibatnya masyarakat memandang bahwa daripada digunakan sebagai uang yang nilainya hanya Rp.50,- jauh lebih menguntungkan apabila dijual sebagai logam dengan harga yang jauh lebih tinggi, kepada pihak-pihak yang membutuhkannya yaitu antara lain pabrik atau pengrajin alat-alat rumah tangga yang memerlukannya untuk pembuatan perabot/ alat-alat dari tembaga seperti dandang dan lain-lain sebagainya.38

Demikianlah, akhirnya uang seri Pangeran Diponogoro tersebut menghilang dari peredaran karena habis dijadikan bahan baku dalam proses

37

Ibid, hlm.23.

38


(38)

pembuatan barang-barang lain. Saat sekarang andaikata kita ingin melihat seri mata uang tersebut mungkin yang paling mudah kita harus berkunjung ke museum uang yang didirikan oleh Bank Indonesia di Jakarta atau mendatangi kolektor mata uang (numismatikus).

c. Uang Kartal

Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam. Uang kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib diterima oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli. Terdapat dua jenis uang kartal, yaitu uang negara dan uang bank. Uang negara adalah uang yang dikeluarkan oleh pemerintah, terbuat dari kertas yang memiliki ciri-ciri: dikeluarkan oleh pemerintah, dijamin dengan undang-undang, bertuliskan nama negara yang mengeluarkannya, ditandatangani oleh menteri keuangan. Namun sejak berlakunya UU BI uang negara diberhentikan peredarannya dan diganti dengan uang bank. Uang bank adalah uang yang dikeluarkan oleh bank sentral berupa uang logam dan uang kertas. Ciri-cirinya sebagai berikut: dikeluarkan oleh bank sentral, dijamin dengan emas atau valuta asing yang disimpan di bank sentral, bertuliskan nama bank sentral negara yang bersangkutan, dan ditandatangani oleh gubernur bank sentral.39

d. Uang Giral

Uang giral tercipta akibat semakin mendesaknya kebutuhan masyarakat akan adanya sebuah alat ukur yang lebih mudah, praktis, dan aman. Di Indonesia, bank yang berhak menciptakan uang giral adalah bank umum selain Bank Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,

39


(39)

defenisi uang giral adalah tagihan yang ada di bank umum, yang dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat pembayaran. Bentuk uang giral dapat berupa cek, giro, telegraphic transfer. Namun, uang giral bukan merupakan alat pembayaran yang sah. Artinya, masyarakat boleh menolak dibayar dengan uang giral.40

2. Fungsi Uang Rupiah.

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa uang kartal dalam bentuk uang kertas maupun uang logam yang dikeluarkan dan diedarkan oleh bank sentral atau institusi/lembaga tertentu sebagai otoritas moneter di suatu negara, pada hakekatnya bertujuan atau dinaksudkan untuk dapat memperlancar jalannya kegiatan transaksi ekonomi sehari-hari di masyarakat.

Terkait dengan pengeluaran dan pengedaran uang kartal yang dilakukan oleh bank sentral sebagai ototitas moneter, menurut pendapat C.F Scheffer dan M.J.H. Smeets, semua uang yang dikeluarkan dan diedarkan tersebut, yang berada dalam sirkulasi merupakan suatu bagian daripada posisi utang dari lembaga -lembaga pencipta uang tersebut, dimana orang sering menyebutnya sebagai kewajiban-kewajiban moneter. Oleh karena itu untuk bilyet-bilyet bank (berupa uang kertas) yang “dipinjamkan”, dicatat atau tampak sebagai suatu pos kredit pada neraca bank sentral.41 Dengan pemahaman yang sederhana dapat dikatakan bahwa uang yang dikeluarkan dan diedarkan oleh bank sentral merupakan hutang atau kewajiban dari bank sentral (otoritas moneter) kepada individu di masyarakat yang memegang uang tersebut.

40

Ibid.

41


(40)

Apabila ditinjau dari aspek yuridis, suatu benda akan sulit memperoleh penerimaan secara umum di masyarakat untuk pembayaran atau untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya (obligations). Undang-undang memainkan peranannya untuk membantu suatu benda tersebut untuk memperoleh penerimaan secara umum di masyarakat dengan cara mengumumkan atau mempublikasikannya sebagai uang. Bahkan dengan undang-undang dapat memberikan kekuatan legal tender (alat pembayaran yang sah menurut hukum) dan menetapkan bahwa uang mempunyai kekuatan legal untuk melunasi utang dan kewajiban-kewajiban, dan seorang kreditur yang menolaknya tidak boleh menuntut yang lain untuk pembayaran utangnya tersebut.

Pada Black’s Law Dictionary, Legal Tender diartikan sebagai “the money (bills and coins) approved in a country for the payment of debts, the purchase of goods, and other exchanges for value”. Dalam terjemahannya uang (baik uang kertas maupun uang logam) yang diterima dalam negara sebagai alat pembayaran atas hutang-hutang, pembelian barang-barang dan pertukaran nilai yang lain.42

Pada saat ini fungsi uang dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu fungsi umum dan fungsi khusus. Menurut Glyn Davies fungsi umum adalah sebagai asset likuid (liqiuid asset), faktor dalam rangka pembentukan harga pasar (framework of the market allocative system), faktor penyebab dalam perekonomian (a causative factor in the economy), dan faktor pengendali kegiatan

42


(41)

ekonomi (controller of the economy, dan faktor pengendali kegiatan ekonomi (controller of the economy).43

Fungsi-fungsi khusus yang dapat diberikan uang terhadap kehidupan manusia dalam perekonomian modern dewasa ini dapat dikelompokkan ke dalam empat fungsi yaitu:

a. Alat tukar menukar (Medium Of Exchange)

Fungsi uang yang pertama adalah sebagai alat tukar-menukar (medium of exchange). Fungsi uang sebagai alat tukar menukar didasarkan pada kebutuhan manusia yang mempunyai barang dan kebutuhan manusia yang tidak mempunyai barang di mana uang adalah seorang perantara di antara mereka. Dengan uang tersebut seseorang biasa memiliki mempunyai barang dan orang yang memiliki barang bisa menerima uang sebagai harga dari barang tersebut. Dengan demikian uang berkaitan dengan masalah produksi dan distribusi dari barang dan uang juga digunakan untuk sebagai media dari pihak produsen dan konsumen. Oleh karena itulah uang mempunyai fungsi tertentu yaitu sebagai perantara. Oleh karenanya, uang yang berfungsi sebagai alat tukar menukar sesungguhnya adalah untuk mempermudah kehidupan manusia sehari-hari walaupun tidak setiap orang menyadari peranan uang dalam kehidupannya.44

b. Sebagai satuan hitung (Unit of Account)

Sebagai satuan hitung, uang memungkinkan harga barang dan jasa dinilai dan dinyatakan dengan unit yang sama. Demikian juga perhitungan-perhitungan dalam aktivitas-aktivitas perekonomian seperti jual-beli, menjadi lebih mudah.

43

Tim Perundang-undangan dan Pengkajian Hukum, Loc. Cit., hlm. 1.

44


(42)

Besar dan kecilnya nilai yang dijadikan sebagai satuan hitung dalam menentukan harga barang dan jasa secara mudah. Dengan adanya uang akan mempermudah keseragaman dalam satuan hitung.45

Sebagaimana dikatakan bahwa harga Rupiah merupakan nilai nominal yang tercantum pada setiap pecahan Rupiah. Satu Rupiah adalah 100 (seratus) sen. Pecahan Rupiah ditetapkan oleh Bank Indonesia yang berkoordinasi dengan Pemerintah. Dalam menetapkan pecahan Rupiah Bank Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah memperhatikan kondisi moneter, kepraktisan sebagai alat pembayaran, dan/ atau kebutuhan masyarakat. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 2 UU Mata Uang.

Sebagai contoh, misalnya kita akan membeli 2 (dua) helai kemeja yang masing-masing harganya Rp.100.000,- dan 1 (satu) pasang sepatu seharga Rp.200.000,-, maka kita tinggal menghitungkan dengan cara menjumlahkan harga kedua jenis barang tersebut yaitu sebesar Rp.400.000,-. Dalam contoh tersebut maka satuan hitungnya adalah Rupiah dengan simbol Rp. Yaitu sebagai mata uang resmi negara Republik Indonesia.

c. Sebagai penyimpan nilai (Store of Value)

Dalam hal ini uang yang dimiliki oleh seseorang atau perusahaan merupakan kekayaan seseorang atau perusahaan tersebut. Setelah uang dipakai satuan nilai dan sebagai alat pembayaran yang umum diterima, maka ia hampir pasti luas dipakai sebagai alat penyimpan nilai. Para pemegang uang itu sesungguhnya adalah pemegang daya beli umum yang dapat membelanjakan

45


(43)

kapan saja dianggap perlu untuk membeli barang-barang yang paling diinginkan. Mengetahui karena uang itu akan diterima kapan saja untuk barang atau jasa-jasa apa saja, dan bahwa nominalnya akan tetap konstan. Ini tidak berarti uang itu stabil dan merupakan alat penyimpan nilai yang benar-benar memuaskan, uang hanya dapat stabil jika daya belinya tidak menurun. Dalam praktek sesungguhnya, ia melaksanakan fungsi ini dengan sangat berubah-ubah.46

d. Sebagai standar pembayaran yang ditangguhkan (Standart of Differed Payment)

Saat bank menghimpun dana dari masyarakat berarti bank menerima simpanan dalam berbagai bentuknya, berarti utang bank kepada penyimpan, dengan demikian bank telah menerima kredit yang pada suatu saat harus dibayar kembali yaitu apabila simpanan tersebut telah jatuh tempo (due date) dan diambil oleh para penyimpannya. Sedangkan apabila bank menyalurkan kembali dana simpanan yang telah dihimpunnya, berarti bank memberikan kredit kepada mereka yang membutuhkannya. Kredit tersebut harus dibayar kembali oleh peminjam (debitur) pada saat jatuh temponya sesuai dengan perjanjian yang dibuat antara bank dengan si peminjam. Pada saat bank membayar simpanan yang ditarik kembali oleh penyimpannya maupun pada saat bank menerima kembali pelunasan dari para peminjamnya, semua itu dilaksanakan dengan uang.

Fungsi ini sering disebut juga sebagai standar pembayaran yang ditangguhkan atau ada yang menyebutnya standar pembayaran yang berjangka waktu. Hal tersebut disebabkan oleh karena uang memungkinkan adanya pinjam

46

Stephen M. Goldfeld & Lester V.Chandler, Ekonomi Uang dan Bank (Jakarta: PT.


(44)

meminjam (lending and borrowing). Tanpa adanya fungsi ini maka tidak ada dasar yang bersifat umum untuk terlaksananya transaksi yang pembayarannya dilakukan di kemudian hari. Hal inilah yang memungkinkan siapa pun dapat melakukan perjanjian pinjaman dengan uang sekarang yang kemudian dibayar di kemudian hari.47

Kedudukan sebagai alat pembayaran yang sah (legal tender) ini dinyatakan di dalam uang kertas yang dikeluarkan oleh bank sentral setiap negara. Di dalam legal tender terdapat dua elemen yang esensial yaitu pertama, keberadaannya dinyatakan oleh hukum dan kedua untuk pembayaran. Ditinjau dari teori Hukum Tata Negara, suatu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang kepada suatu badan atau lembaga bersifat atributif artinya tidak menimbulkan kewajiban menyampaikan kewajiban laporan atas kekuasaan itu.

C. Penggunaan Rupiah

Memahami sejauhmana pengaturan Mata Uang Republik Indonesia baik untuk Bank Indonesia secara kelembagaan atau masyarakat dan kepada penjabat Bank Indonesia termasuk karyawan Bank Indonesia atau kepada pihak lain, maka perlu dipahami tentang penggunaan Rupiah dari Bank Indonesia. Jadi penggunaan mata uang memberikan pembatasan mengenai hal pemberian sanksi yang berhubungan dengan Bank Indonesia.

Dalam UU Mata Uang Pasal 21 ayat 1 Bab V diatur tentang penggunaan Rupiah yaitu:

47


(45)

1. Rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;

2. Rupiah wajib penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang:dan/atau

3. Rupiah wajib digunakan dalam transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang dalam hal ini transaksi keuangan lainnya antara lain meliputi kegiatan penyetoran uang dalam berbagai jumlah dan jenis pecahan dari nasabah kepada bank.

Melalui adanya pengaturan tentang penggunaan Mata Uang Rupiah. Maka kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap Rupiah akan berdampak pada pada kepercayaan masyarakat internasional terhadap Rupiah dan perekonomian nasional pada umumnya sehingga Rupiah memiliki martabat. Baik di dalam negeri maupun di luar negeri dan Rupiah terjaga kestabilannya.

Selain itu penggunaan mata uang Rupiah pada saat sekarang ini, sudah convertible, Bisa ditukar kapan saja dan dimana saja ada. Apalagi penukaran mata uang Rupiah ke mata uang lain ataupun dari mata uang hard/soft currency lain ke Rupiah biasa dilakukan ke beberapa negara. Bagi kalangan swasta dan pebisnis sebenarnya bukan merupakan suatu masalah besar mengingat sifat Rupiah yang convertible, bisa ditukar dalam satuan mata uang lain secara cepat. Selain itu pemakaian jenis mata uang apapun bagi kalangan bisnis yang paling utama adalah profit/keuntungan. Sepanjang dengan menggunakan mata uang Rupiah lebih menguntungkan, digunakanlah Rupiah. Para pebisnis yang melakukan quotation


(46)

dalam dollar, akan senang kalau dibayar dengan denominasi Rupiah dengan kurs yang ditetapkan lebih tinggi dari pada yang ada di pasar.48

Saat ini di Indonesia, agar uang Rupiah dapat diterima oleh masyarakat sebagai alat pembayaran yang sah (Legal Tender), maka sebelum tanggal penerbitan atau pengeluaran uang Rupiah, Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang kartal membuat penetapan uang tersebut sebagai Legal Tender dalam suatu peraturan Bank Indonesia. Langkah ini dilakukan oleh Bank Indonesia agar masyarakat dapat mengetahui secara jelas mengenai kapan tanggal berlakunya uang sebagai alat pembayaran yang sah di negara Republik Indonesia. Begitu pula sebaliknya, apabila uang Rupiah ditetapkan tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Republik Indonesia, maka Bank Indonesia akan menetapkannya ke dalam Peraturan Bank Indonesia.

Seiring dengan adanya kehidupan sehari-hari, uang merupakan sesuatu yang secara umum diterima di dalam pembayaran untuk pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta untuk pembayaran hutang-hutang. Uang juga sering dipandang sebagai kekayaan yang dimilikinya yang dapat digunakan untuk membayar sejumlah tertentu hutang dengan kepastian dan tanpa penundaan. Begitu pentingnya uang, sehingga ada yang berpendapat bahwa dunia sebagaimana yang kita kenal ini tidak dapat berlangsung tanpa uang. Walaupun uang itu bukan faktor produksi seperti tanah dan tenaga kerja, namun uang merupakan syarat mutlak bagi metode-metode produksi modern, sehingga tanpa uang. Tanah, tenaga

48


(47)

kerja dan modal tidak mempunyai kemampuan untuk menjalankan kehidupan perekonomian.

Penggunaan uang Rupiah saat ini adalah hal yang wajib digunakan karena Rupiah adalah satu-satunya mata uang yang dapat dipergunakan di Wilayah Negara Republik Indonesia. Dalam hal adanya penggantian terhadap pergantian penggunaan mata uang Rupiah. Maka Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan dalam menetapkan mata uang akan mengeluarkan jenis mata uang yang lain untuk dipergunakan sebagai mata uang di Wilayah Negara Republik Indonesia.

D. Peranan Bank Indonesia

Peranan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral atau sering juga disebut Bank to bank dalam pembangunan memang penting dan sangat dibutuhkan keberadaanya. Hal ini disebabkan bahwa pembangunan di sektor apapun selalu membutuhkan dana dan dana ini diperoleh dari sektor lembaga keuangan termasuk bank. Tugas-tugas Bank Indonesia sebagai Bank to bank adalah mengatur, mengkoordinir, mengawasi serta memberikan tindakan kepada dunia perbankan.

Peranan lain Bank Indonesia adalah dalam hal menyalurkan uang terutama uang Kartal (kertas dan logam) di mana Bank Indonesia mempunyai hak tunggal untuk menyalurkan uang Kartal. Kemudian mengendalikan jumlah uang yang beredar dan suku bunga dengan maksud untuk menjaga kestabilan Rupiah.49

49


(48)

Dalam UU Mata Uang Pasal 11 ayat 2 dan ayat 3 dikatakan bahwa Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan pengeluaran, pengedaran, dan /atau pencabutan dan penarikan Rupiah. Dan dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan dilakukan oleh Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah. Kemudian di Pasal 29 ayat 1 dikatakan bahwa Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk menentukan keaslian Rupiah.

Hal ini didukung juga dalam UU BI dalam Bab III, IV dan V bahwa Bank Indonesia bertugas mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah, menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.

Berikut ini akan diuraikan garis-garis besar dari masing-masing tugas Bank Indonesia seperti yang tertuang dalam UU BI.

1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter Bank Indonesia berwenang:

a. Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya

b. Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk, tetapi tidak terbatas pada:

1) Operasi pasar terbuka di pasar uang, baik mata uang Rupiah maupun valas

2) Penetapan tingkat diskonto


(49)

4) Pengaturan kredit atau pembiayaan

c. Memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, paling lama 90 (Sembilan puluh) hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bank yang bersangkutan.

d. Melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan system nilai tukar yang telah ditetapkan.

e. Mengelola cadangan devisa.

f. Menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan yang dapat bersifat makro dan mikro.

2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

Dalam tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran Bank Indonesia berwenang:

a. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaran jasa sistem pembayaran.

b. Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan kegiatannya.

c. Menetapkan penggunaan alat pembayaran.

d. Mengatur sistem kliring antar bank baik dalam mata uang Rupiah maupun Asing.

e. Menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank. f. Menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang

digunakan dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah.


(50)

g. Mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah sera mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran, termasuk memberikan penggantian dengan nilai yang sama.50

Dalam hal pengelolaan Rupiah Bank Indonesia wajib melaporkan secara periodik setiap 3 (tiga) bulan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Yang kemudian Badan Pemeriksa keuangan melakukan audit secara periodik yang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Untuk menjamin akuntabilitas pelaksanaan pencetakan, pengeluaran, dan pemusnahan Rupiah.

Sejalan dengan UU BI di atas, maka Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan memberikan wewenang dan kewajiban bagi Bank Indonesia untuk membina serta melakukan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya, baik yang bersifat preventif dalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk, dan nasihat, bimbingan dan pengarahan, maupun secara representif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan, sehingga pada akhirnya Bank Indonesia dapat menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank, baik secara individu maupun secara keseluruhan.

Kewajiban pengawasan terhadap bank selain Bank Indonesia ada lembaga negara Otoritas Jasa Keuangan yang juga dapat melakukan pengawasan terhadap bank. Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan maka Otoritas Jasa Keuangan maka Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang

50


(51)

terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Dan salah satunya adalah bank.

Namun perbedaan antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia adalah bahwa Bank Indonesia berperan sebagai pengawas aspek makroprudensial yang berarti Bank Indonesia menjadi pengawas dalam hal ekonomi moneter dan Otoritas Jasa Keuangan berperan sebagai pengawas mikroprudensial yang berarti Otoritas Jasa Keuangan berperan sebagai pengawas dalam hal kesehatan bank.

Berkaitan dengan apa yang telah diuraikan di atas, menurut ketentuan Pasal 8 UU BI, tugas Bank Indonesia adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank. Dalam hal pengawasan oleh Bank Indonesia adalah dalam hal ekonomi moneter kepada bank.51

Pelaksanaan tugas sebagaimana di atas mempunyai keterkaitan dalam mencapai kestabilan nilai Rupiah. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dilakukan Bank Indonesia, antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga. Efektivitas pelaksanaan tugas ini memerlukan dukungan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal, yang merupakan sasaran dari pelaksanaan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Berdasarkan pada apa yang diuraikan di atas, bisa dikatakan bahwa tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah tersebut perlu ditopang dengan tiga pilar utama, yaitu

51

Https://financeguess.wordpress.com/2014/02/22/perbedaan-bank-indonesia-dengan-otoritas-jasa-keuangan/, (diakses pada tanggal 3 Februari 2015)


(52)

kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian, sistem pembayaran yang cepat, tepat, dan andal, serta sistem perbankan dan keuangan yang sehat.52

Mengelola berarti merencanakan, menyiapkan pengorganisasian, melaksanakan, dan mengontrol bahwa pelaksanaan berjalan sedemikian rupa, untuk selanjutnya memberikan masukan bagi perencanaan yang lebih baik. Pengelolaan pengedaran Rupiah oleh Bank Indonesia dapat pula dilihat dari proses “kehidupan” Rupiah, yakni sejak tahap persiapan pengeluaran sampai dengan uang itu kembali kepada Bank Indonesia untuk “dikebumikan” dengan tertib dan aman.53

Pengelolaan Rupiah adalah suatu kegiatan yang mencakup perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan, dan penarikan, serta pemusnahan Rupiah yang dilakukan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel yang diatur di UU Mata Uang.

1. Perencanaan;

Perencanaan adalah suatu rangkaian kegiatan menetapkan besarnya jumlah dan jenis pecahan berdasarkan perkiraan kebutuhan Rupiah dalam periode tertentu. Yang dilakukan oleh Bank Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah. Yang dimaksud dengan “berkordinasi” diwujudkan dalam bentuk pertukaran informasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah, antara lain terkait dengan asumsi tingkat inflasi, asumsi pertumbuhan ekonomi, rencana tentang macam dan harga Rupiah, proyeksi jumlah Rupiah yang perlu dicetak, serta jumlah Rupiah

52

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2013), hlm. 181. 53Hotbin Sigalingging, “

Kebijakan Pengedaran Uang di Indonesia,” Pusat Pendidikan


(1)

dalam dan tertera di dalamnya yang diatur dan diluar tersebut tidak diatur. Hal tersebut terlihat dari tidak adanya peraturan pelaksana yang dimuat di dalam undang-undang tersebut.

3. Tindakan yang dilarang terhadap mata uang Rupiah yang diatur dalam Pasal 23 hingga Pasal 27 antara lain menolak untuk menerima Rupiah sebagai pembayaran atau alat untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi, meniru Rupiah, merusak Rupiah, memalsukan dan memproduksi Rupiah. Tindakan pelanggaran terhadap mata uang Rupiah dapat menimbulkan dampak yang sangat luas seperti menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap rupiah, mengacaukan stabilitas perekonomian, bahkan dapat mengurangi wibawa negara. Dalam hal pencegahan Bank Indonesia seba gai yang menetapkan Rupiah sebagai mata uang di Wilayah Negara Republik Indonesia melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pelanggaran terhadap mata uang melalui media cetak dan media elektronik. Dan juga melakukan kegiatan pengawasan terhadap perusahaan percetakan uang Rupiah dan melakukan koordinasi serta bekerja sama dengan lembaga perbankan dan Money Changer.

B. SARAN

Berikut merupakan saran yang dapat disampaikan oleh penulis terhadap Pengecualian Penggunaan Mata Uang Rupiah berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang dalam hal bertransaksi di Wilayah Negara Republik Indonesia:


(2)

1. Perlu adanya kesadaran dari masyarakat Indonesia. Dalam hal menggunakan Mata Uang Rupiah dalam melakukan transaksi bisnis di Wilayah Negara Indonesia. Karena Mata Uang Rupiah adalah salah satu tanda kedaulatan suatu negara. Jadi perlu adanya rasa mencintai negara sendiri untuk membangun perekonomian negara Indonesia.

2. Sebaiknya dalam UU Mata Uang. Perlu diberikan penjelasan yang komprehensif dalam Undang-Undang tersebut. Sehingga tidak menimbulkan ketidakjelasan yang menimbulkan hambatan bagi pelaku bisnis, bahkan menjadi celah bagi aparat hukum. Dalam hal perjanjian yang dikecualikan bisa diatur dalam Peraturan Pemerintah. Yang mengatur mengenai perjanjian apa saja yang dikecualikan dalam hal transaksi penggunaan mata uang Rupiah. Karena berapa pun banyaknya Undang-Undang yang diproduksi oleh lembaga legislatif, jika tidak dimengerti justru akan menjadi masalah dalam pembangunan.

3. Perluasan dan pemberian informasi sebagai pembelajaran bagi masyarakat agar dalam melakukan transaksi di Wilayah Negara Republik Indonesia wajib menggunakan mata uang Rupiah. Namun dalam transaksi yang berhubungan dengan luar negeri maka adanya pengecualian terhadap hal tersebut dengan memperhatikan Pasal 21 ayat (2) UU Mata Uang


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdullah, Burhanuddin. Kerja Sama Perdagangan Internasional, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007.

Adolf, Huala. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2005.

Darmawan, Indra. Pengantar Uang dan Perbankan.Jakarta: Rineka Cipta, 1992. Dimyati, Khudzaifah & kelik Wariono.Metode Penelitian Hukum. Surakarta:

Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004.

Firdaus, H. Rahmat & Maya Arianti. Pengantar Teori Moneter Serta Aplikasinya Pada Ekonomi Konvensional & Syariah. Bandung: Alfabeta, 2011.

Frederic S, Miskhin. Ekonomi Uang, Perbankan dan Pasar Keuangan. Jakarta: Salemba Empat, 2008.

Fuady, Munir. Hukum Bisnis dan Teori dan Praktek. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1994.

Ginting, Ramlan. Letter Of Credit:Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis. Jakarta: Salemba Empat, 2000.

Goldfeld, Stephen M & Lester V. Chandler. Ekonomi Uang dan Bank. Jakarta: PT BinaAksara, 1988.

Gunadi W, Ismu & Jonaedi Efendi. Cepat dan Mudah Menghadapi Hukum Pidana. Jakarta: PT Prestasi Pustaka, 2011.

Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia.Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.

Indrati, Maria Farida, Ilmu Perundang-Undangan, Yogyakarta, Kanisius, 2011 Iswardono. Uang dan Bank.Yogyakarta: BPFE, 1994.

Kasmir. Bank & Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.


(4)

Manulang. M. Ekonomi Moneter.Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.

Marpaung, Leden. Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Terhadap Perbankan. Jakarta: Djambatan, 2005.

Mertokusumo.Soedikno.Mengenal Hukum Suatu Pengantar.Yogyakarta: Liberty, 1988.

M.S, Amir. Letter Of Credit: Dalam Bisnis Ekspor Impor.Jakarta: PPM, 2001. Nasution, Bismar. Hukum Kegiatan Ekonomi. Bandung: Books Terrace &

Library, 2003.

Pardede, Marulak, Hukum Pidana Bank.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995. Rahadrjo, Satjipto. Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta:

Genta Publishing, 2009.

Robertson, D.H. Lang (Money).London: Nisbet&Co.Ltd, 1969.

Sandyawati, Wiene. Valuta Asing Jurus Ampuh Dalam Kebutuhan Dana Jangka Pendek Investor.Yogyakarta: GrahaIlmu, 2011.

Scheffer, C.F. & M.J.S. Smeets, Uang dan Negara Peredaran Uang dan Pengaruh Dari Pada Negara. Jakarta: Djambatan, 1978.

Sinungan, Muchdarsyah. Uang dan Bank. Jakarta: Rineka Cipta, 1995.

Soekanto, Soerjono. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005

Soemantri, Ronitidjo Hanitijo. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri.Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.

Syamsudin, Azis. Tindak Pidana Khusus. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Tjandra, W.Riawan. Hukum Keuangan Negara. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2013.

Triadmodjo, Marsudi, Uan gdan Bank. Jakarta: Rineka Cipta, 1992.

W. J. S, Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka, 1984.


(5)

B. Peraturan

Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Pembendaharaan Negara. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia.

Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 Tentang Mata Uang.

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Dan/ Atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman Dan/Atau Hibah Luar Negeri.

Peraturan Bank Indonesia No 6/14/PBI/2004 Tentang Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan dan Penarikan, Serta Pemusnahan Uang Rupiah.

C.Jurnal

Aminah,“Tindak Pidana Pemalsuan Uang Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang MataUang.”Jurnal Ilmiah, Fakultas Hukum, Universitas Mataram, 2013. Longkutoy, Hilkia H. “Alat Bukti Dalam Pemeriksaan Tindak Pidana Rupiah

Sebagai Mata Uang Negara Republik Indonesia.”Lex Crimen,Volume. II No. 6. Oktober 2013.

Sigalingging, Hotbin. “Kebijakan Pengedaran Uang di Indonesia.”Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, No.13.Juli 2004.

Tim Perundang-undangan dan Pengkajian Hukum Direktorat Hukum Bank Indonesia, “Paradigma Baru Dalam Menghadapi Kejahatan Mata Uang

(Pola Pikir, Pengaturan, dan Penegakan Hukum).”Buletin Hukum

Perbankan dan Kebanksentralan Vol 4. April 2006.

Triatmadja, Marsudi, Sularto, Daniar Rahmawati, Edward O.S. Hiariej, dan Amirullah Setiahadi. “Pengaturan Mata Uang Indonesia. ”Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 4 No.1. April 2006.

D. Skripsi

Nursadam, “Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Pengedaran Mata Uang Kertas Palsu di Kota Makassar.”Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, 2014.


(6)

E.Pidato

Hendar. “Electronic Money dan RUU Mata Uang,”(Bandung:PidatoMakalah yang disampaikan dalam Seminar Nasional tentang Mata uang, yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, 22 Mei 2006).

Sutrina, Sobar.“Batas-batas NKRI,” (Yogyakarta: Pidato Makalah dalam Seminar Nasional Batas Wilayah diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa Teknik Geodesi FT-UGM, 3 Mei 2005).

Yudhoyono, SusiloBambang. “Perusahaan Pencetakan Uang Republik Indoenesia (PERUM PERURI),” (Jakarta: Pidato dalam rangka peresmian kawasan Perum Percetakan Uang Negara (Perum Peruri), 10 Juli 2007).

F.Website

http://arkeologi.web.id/articles/numismatik/441-mata-uang-sebagai-sumber-sejarah-Indonesia (diakses tanggal 4 oktober 2014).

http://financeguess.wordpress.com/2014/02/22/perbedaan-bank-indonesia-dengan-otoritas-jasa-keuangan/ (diakses tanggal 3 Februari 2015)

http://id.wikipedia.org/wiki/Jenis-jenis_uang,( diakses pada tanggal 3 Februari 2015)

LawEducation,http://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/metode-penelitian-hukum, (diakses tanggal 25 September 2014).