Sistematika penulisan Sejarah Singkat Mata Uang Rupiah di Indonesia

15

G. Sistematika penulisan

BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi pengantar yang di dalamnya terurai mengenai latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan diakhiri dengan sistematika penulisan skripsi. BAB II PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG Pada bab ini diuraikan penggunaan mata uang Rupiah dalam kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari sejarah singkat, jenis dan fungsi, tata kelola mata uang Rupiah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang serta peranan Bank Indonesia dalam mata uang Rupiah. BAB III PELANGGARAN DALAM PENGGUNAAN RUPIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG Bab ini mengurai tentang aspek hukum dalam pelanggaran terhadap mata uang Rupiah dari tindakan yang dilarang, sanksi hukum, dan pencegahan dalam pelanggaran mata uang Rupiah. Yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Universitas Sumatera Utara 16 BAB IV PENGECUALIAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG Pada bab ini akan dibahas pengecualian penggunaan mata uang Rupiah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang serta teori dan faktor penyebab pengecualian penggunaan mata uang Rupiah. BAB V PENUTUP Pada bab terakhir ini akan dimuat kesimpulan dari pembahasan yang ada pada bab-bab sebelumnya dan akan diakhiri dengan saran-saran terhadap pembahasan skripsi ini. Universitas Sumatera Utara 17 BAB II PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG

E. Sejarah Singkat Mata Uang Rupiah di Indonesia

Mula-mula logam mulia dipergunakan dalam proses pertukaran dengan bentuk batangan-batangan, dan nilainya dinyatakan menurut kesatuan timbangan dari logam itu. Pada tiap-tiap pertukaran, nilainya harus selalu ditetapkan kadarnya, sehingga hal tersebut merupakan kesukaran. Oleh karena itu, dibuatkan bentuk mata uang tertentu dengan berat dan kadar yang dijamin oleh pemerintah; disertakan pula cap atau stempel pada bentuk mata uang. Yang dimaksudkan dengan mata uang ialah kesatuan-kesatuan logam yang mempunyai bentuk dan tanda tertentu, yang diberikan oleh atau atas nama pembesar atau pemerintah yang sah. Tanda-tanda berbentuk tulisan, gambar, dan di pinggirnya ada garis-garis. Hal ini menyatakan bahwa kesatuan uang tersebut harus diterima dalam lalu lintas pembayaran. 21 Sejarah kemunculan mata uang yang memiliki fungsi sebagai alat pertukaran merupakan suatu bentuk respons terhadap timbulnya hambatan atau kendala dalam penerapan sistem barter di masyarakat, dimana pada waktu itu pertukaran barang dengan barang lain secara langsung tanpa menggunakan alat pertukaran, dipandang kurang efektif dalam pelaksanaannya karena membutuhkan tenaga dan waktu yang relatif lama dalam prosesnya, sehingga dalam kenyataanya 21 Indra Darmawan, Pengantar Uang dan Perbankan Jakarta: Rineka Cipta, 1992, hlm. 26. Universitas Sumatera Utara 18 tidak banyak terjadi transaksi atau kegiatan perdagangan yang mungkin dapat dilakukan apabila sistem barter ini digunakan sebagai satu-satunya cara atau media dalam melakukan pertukaran. Pada sistem barter murni, salah satu hal yang harus dipenuhi sehingga pelaksananya dapat berjalan dengan lancar adalah suatu keinginan yang sama double coincidence of wants diantara masing-masing pihak yang akan menukarkan barang tersebut. Tanpa dilandasi oleh prinsip tersebut, maka dalam prakteknya akan sulit untuk terjadinya suatu transaksi atau kegiatan barter diantara para pihak. Selain itu, dalam kenyataanya untuk menemukan orang-orang yang memiliki keinginan yang sama, sudah barang tentu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah untuk dilaksanakan dengan beragamnya jenis kebutuhan dari masing-masing pihak. Dengan Memperhatikan hal tersebut di atas, maka penerapan prinsip kesamaan akan keinginan dan kebutuhan pada sistem barter akan menimbulkan hambatan atau kendala bagi setiap manusia dalam memenuhi berbagai macam kebutuhannya yang beraneka ragam dari waktu ke waktu 22 Oleh sebab itu, berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut di masyarakat, yaitu dengan cara menggunakan barang atau komoditi tertentu yang secara umum dapat diterima sebagai alat pertukaran medium of exchange. Penggunaan benda atau komoditi tersebut didasarkan pada adanya suatu kesepakatan di antara anggota masyarakat yang menggunakannya pada suatu daerah tertentu. Pada umumnya, benda yang dipergunakan tersebut, selain dapat diterima sebagai alat pembayaran dalam sistem perekonomian yang sangat 22 Hendar, Electronic Money dan RUU Mata Uang, makalah disampaikan dalam Seminar Nasional tentang Mata uang, yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, Bandung, 22 Mei 2006, hlm. 1- 2. Universitas Sumatera Utara 19 sederhana tersebut, seringkali juga memiliki kegunaan untuk dikonsumsi atau keperluan produksi. Menurut pandangan D.H. Robertson, dengan menggunakan barang atau komoditi tertentu tersebut, maka kita dapat mengartikan “uang” sebagai segala sesuatu yang diterima secara umum sebagai pembayaran untuk benda-benda atau untuk melunasi kewajiban-kewajiban lain yang timbul karena dilaksanakannya sesuatu usaha business obligation. Dari pemahaman tersebut, Robertson mengambil contoh dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, di mana pada abad ke-19 minuman berupa bir dibayarkan sebagai upah kepada para buruh pada pertambangan-pertambangan batu bara di negara Inggris. Pada waktu itu, uang bir sangat popular dan bersifat sangat likuid cair sebagai alat pembayaran. Namun mengingat pada waktu itu bir tersebut dikeluarkan dalam jumlah yang berlebihan, maka dalam prakteknya menimbulkan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh orang perorangan dalam kaitan dengan peyimpanannya. 23 Untuk mengatasi kesulitan ini, maka harus diperlukan suatu ukuran nilai standar nilai yang dapat menaruh barang-barang yang akan dipertukarkan ke dalam suatu pembilang. Pembilang ini disebut standar uang atau baku uang. Pada awal mula terjadinya, maka standar itu masih bersifat subjektif. Akan tetapi dengan dilaksanakannya pertukaran secara terus-menerus maka berubahlah menjadi standar yang bersifat objectif, sehingga memungkinkan untuk mengadakan penilaian terhadap barang-barang yang akan dipertukarkan. Standar nilai yang pertama-tama dipergunakan ialah barang-barang konsumsi. Dengan 23 D.H. Robertson, Lang Money London: Nisbet Co. Ltd, 1969, diterjemahkan oleh Winardi, Bandung, Tarsito, 1976, hlm. 5. Universitas Sumatera Utara 20 adanya penggunaan ukuran nilai yang objektif, maka pertukaran barter menjadi lebih cepat dan mudah, meskipun demikian ini tidak berarti bahwa kesulitan- kesulitan barter sudah dapat diatasai sepenuhnya. Jadi dalam pertukaran barter tetap masih ada kesulitan-kesulitan. 24 Selanjutnya masalah, kendala serta kesulitan-kesulitan yang dijumpai pada perekonomian barter ini tersebut merupakan tantangan yang harus dipecahkan dan dicari jalan keluarnya dan menyebabkan anggota masyarakat berpikir, berusaha dan mencari akal sehingga akh irnya menemukan suatu “ benda” yang tidak saja hanya sekedar dibutuhkan dan disukai oleh setiap orang, tetapi juga dengan senang hati diterima sebagai pengganti barang yang dipertukarkannya. Dengan demikian seseorang yang akan menukarkan suatu barang tidak perlu merasa khawatir jika hasil penukarannya tersebut nantinya tidak bisa ditukarkan lagi dengan barang lain yang dikehendakinya. Hal tersebut karena dengan “benda” yang disukai dan dibutuhkan oleh masyarakat umum tersebut, seseorang yang memilikinya akan lebih mudah menukarkanya lagi dengan barang apapun yang dikehendakinya dan kepada siapapun. 25 Mata uang yang pernah beredar dan berlaku di Indonesia untuk periode 1945-1950 dapatlah disusun sebagai berikut: 1. O.R.I yaitu uang Republik Indonesia yang berlaku di Jawa saja. 2. U.R.I.P.S yaitu uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera yang berlaku di sebagian Sumatera. 24 Indra Darmawan, Op.Cit, hlm.3. 25 H.Rachmad Firdaus Maya Ariyanti, Pengantar Teori Moneter Serta Aplikasinya Pada Sistem Ekonomi Konvensional Syariah Bandung: Alfabeta, 2011, hlm. 3. Universitas Sumatera Utara 21 3. U.R.I.T.A yaitu uang Republik Indonesia Tapanuli yang berlaku di daerah Tapanuli. 4. U.I.P.S.U yaitu uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera Utara yang berlaku di Provinsi Sumatera Utara. 5. U.R.I.B.A yaitu uang Republik Indonesia Baru Aceh yang berlaku di daerah Aceh 6. Uang Mandat Dewan Pertahanan Daerah Palembang yang berlaku di Palembang. 26 Kemerdekaan Indonesia yang masih berusia muda ternyata mendapat rongrongan dari berbagai pihak, tidak hanya dari luar tetapi juga dari dalam. Rongrongan dari luar adalah pihak pemerintah sipil Hindia-Belanda Netherlands India Civil Administrationyang ingin berkuasa kembali ke Indonesia, berkas negeri jajahannya.Usaha tentara NICA untuk menduduki Indonesia kembali menimbulkan revolusi fisik. Mereka menghadapi perlawanan sengit dari pejuang- pejuang Republik Indonesia RI. Perang kemedekaan tidak hanya melibatkan senjata tetapi juga uang. Pada masa itu terjadi “perang ekonomi”, karena kedua belah pihak yang bermusuhan yaitu RI dan NICA bersama-sama mencetak dan mengedarkan uang untuk merebut simpati masyarakat. Uang keluaran NICA waktu itu disebut “uang merah” sedangkan uang keluaran pemerintah RI atau ORI Oeang Repoeblik Indonesia yang didukung oleh pejuang-pejuang RI yang disebut uang putih. 27 26 http:arkeologi.web.idarticlesnumismatik441-mata-uang-sebagai-sumber-sejarah- Indonesia diakses pada tanggal 4 oktober 2014 27 Ibid. Universitas Sumatera Utara 22 Untuk mematahkan perlawanan pejuang-pejuang RI, Tentara NICA mengadakan razia besar-besaran terhadap percetakan ORI yang berada di Jakarta. Menghadapi blokade musuh ini, akhirnya pemerintah RI menetapkan kebijakan kepada daerah-daerah untuk mencetak ORI sendiri yang disebut ORIDA. Oleh karena itu ada ORI daerah Yogyakarta, daerah Banten, Lampung, Jambi, Palembang, Bengkulu dan daerah-daerah lain. Kemudian, pada tahun 1949-1950 Belanda memancarkan taktik baru, devideet impera, yaitu mecoba memecah belah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negara federasi RIS Republik Indonesia Serikat, sehingga di beberapa daerah timbul gerakan pemberontakan yang intinya ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Akibatnya timbul berbagai pemberontakan, yang masing-masing mencetak dan mengedarkan mata uang di daerahnya sendiri. 28 Setelah berlaku Hukum Darurat No. 20, tanggal 27 September 1951 yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia adalah Rupiah kecuali Irian Barat dan pada tahun 1968 dengan ketentuan Undang- Undang Pokok Perbankan Nomor 13 Tahun 1968 ditetapkan bahwa satuan hitung uang Indonesia adalah Rupiah dengan singkatan Rp, dibagi dalam 100 seratus sen dan tiap pembayaran yang mengenai uang jika dilakukan di Indonesia harus dengan uang rupiah kecuali dengan tegas diadakan ketentuan lain dengan perundangan. 29 28 Ibid. 29 Iswardono, Op.Cit, hlm. 18. Universitas Sumatera Utara 23

F. Jenis dan Fungsi Uang Rupiah di Indonesia