Nilai reliability diatas menunjukkan bahwa peluang untuk memanen po- hon pada umur tertentu masih sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa inten-
sitas pencurian yang terjadi kurang lebih sama dengan intensitas penjarangan yang harus dilakukan.
C. Biaya Pengelolaan
Pengusahaan hutan jati di KPH Bojonegoro terdiri dari beberapa kegiatan yang memerlukan biaya yang tidak sedikit, yaitu mulai dari persemaian hingga
pemanenan. Biaya-biaya pengelolaan untuk penentuan daur dalam penelitian ini meliputi kegiatan persemaian, penanaman, perawatan, pengamanan, dan pema-
nenan. Biaya yang dikeluarkan pada setiap kegiatan mengacu pada buku Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan KPH Bojonegoro Tahun 2007 Tabel 6.
Tabel 6 Rekapitulasi Biaya Pengelolaan Hutan Jati KPH Bojonegoro
No Kegiatan Satuan Biaya
1 Persemaian RpHaTh
554.556,58 2 Penanaman
RpHaTh 1.697.027,79
3 Perawatan RpHaTh
194.475,17 4 Pengamanan
RpHaTh 4.392,32
5 Pemanenan Rpm3
125.015,46
Sumber : Buku Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan KPH Bojonegoro Tahun 2007
yang Sudah Diolah.
Untuk memudahkan pengolahan data, biaya kegiatan pemanenan yang me- miliki satuan berbeda dengan biaya kegiatan pengelolaan lainnya dimasukkan ke
dalam nilai jual per KU. Jadi harga jual kayu jati per KU yang memiliki satuan Rp m3 telah dikurangi dengan biaya kegiatan pemanenan.
D. Perhitungan Pendapatan dan Pengeluaran
Pendapatan yang diperoleh oleh KPH Bojonegoro berasal dari penjualan kayu jati. Harga kayu jati dalam penelitian ini menggunakan Harga Jual Dasar
HJD kayu bundar jati dan rimba KBM Pemasaran Kayu II Bojonegoro tahun 2007. Harga Jual Dasar dipilah menurut ukuran diameter kayu.
Diameter dikelom- pokkan, yang selanjutnya disebut sortimen, ke dalam 3 kategori, yaitu sortimen AI
mempunyai interval diameter 4 – 19 cm, sortimen AII mempunyai interval 22 – 29 cm, dan sortimen AIII mempunyai interval 30 cm dan lebih. Tabel 7 di bawah
ini memperlihatkan harga jual tertimbang per meter kubik kayu jati dengan mem- perhatikan distribusi sortimen yang di produksi.
Tabel 7 Prosentase Produksi Tebang Habis Jati per Sortimen dan Harga Jual Tertimbang per Kelas Umur KU
Sortimen Kelas
Umur KU
AI AII
AIII Harga Jual
Rpm3
I 100 375.900
II 100 375.900
III 90 10
510.761 IV 60
34 6
989.088 V 58
34 8
1.040.641 VI 55
34 11
1.117.970 VII 45
25 30
1.486.346 Harga jual yang dimaksud dalam tabel 7 adalah harga jual kayu apabila
perusahaan tersebut hendak menjual tegakannya pada saat berumur dalam KU di- atas. Dari data tersebut dapat diketahui pertumbuhan harga seperti yang terlihat
pada pada Gambar 2. Pertumbuhan Harga
y = 19091x - 46265
-200000 -100000
100000 200000
300000 400000
500000 600000
700000 800000
900000 1000000
1100000 1200000
1300000 1400000
1500000 1600000
1 7
13 19
25 31
37 43
49 55
61 67
73 79
Harga Linear
Harga
Gambar 2. Pertumbuhan Harga Jual Kayu Jati yang Sudah Diolah
Keterangan gambar : X : Umur Tahun
Y : Harga Kayu Rupiah m3 E. Penentuan Daur Optimal
Dengan menggunakan rumus NPV = ⎥⎦
⎤ ⎢⎣
⎡ T
H [ VT pe
− r T
- c ] R dapat
disusun tabel yang menunjukkan hubungan antara NVP dan umur. Penetapan daur finansial merupakan keputusan untuk memilih waktu yang memberikan NPV
paling tinggi. Penghitungan NPV menggunakan tingkat suku bunga sebesar 2 , luas produktif 26.187,2 Ha, dan biaya pengelolaan hutan per hektar untuk semua
kegiatan dalam satu daur adalah Rp 3.120.368,442. Nilai NPV maksimum untuk bonita 2 sebesar Rp 13.945.263.658 yang ter-
jadi pada daur 35 tahun, untuk bonita 2,5 sebesar Rp 16.312.019.960 yang terjadi pada daur 36 tahun, untuk bonita 3 sebesar Rp 19.190.789.273 yang terjadi pada
daur 35 tahun, dan untuk bonita 3,5 sebesar Rp 22.866.817.256 yang terjadi pada daur 36 tahun. Tabel lampiran 2 memuat nilai NPV maksimum untuk setiap umur
daur. Gambar 3 menunjukkan grafik NPV bonita 3 dalam kondisi aman.
NPV Kondisi Aman
-10000000000 -5000000000
5000000000 10000000000
15000000000 20000000000
25000000000
1 12
23 34
45 56
67 78
Umur NPV
NPV
Gambar 3 Grafik NPV bonita 3 dalam kondisi aman
Dengan memasukkan faktor pencurian di KPH yang relatif kecil, maka ni- lai NPV yang dihasilkan tidak terlalu jauh berbeda dengan NPV dalam kondisi
aman. Nilai NPV yang dicapai setelah dimasukkan faktor penggangu akibat pen-
curian dapat dilihat pada tabel lampiran 3. Gambar 4 di bawah ini menunjukkan grafik NPV bonita 3 dan dalam kondisi terkena gangguan pencurian.
NPV akibat Pencurian
-8000000000 -6000000000
-4000000000 -2000000000
2000000000 4000000000
6000000000 8000000000
10000000000 12000000000
14000000000 16000000000
18000000000 20000000000
22000000000
1 11
21 31
41 51
61 71
Umur NPV
NPV
Gambar 4 Grafik NPV bonita 3 dalam kondisi terkena gangguan pencurian
Dengan cara perhitungan di atas, nilai NPV tertinggi untuk bonita 2 hingga 3,5 dicapai pada saat tegakan berumur 35 dan 36 tahun. Ini merupakan daur opti-
mal tanpa pencurian. Daur ini tidak banyak berubah setelah dimasukkan faktor pencurian yang relatif kecil. Sementara itu, daur yang digunakan oleh Perhutani
KPH Bojonegoro adalah 60 tahun. Perbedaan ini mempunyai implikasi yang sangat penting terhadap perilaku pengambil keputusan di lingkungan Perhutani.
Daur 60 tahun tersebut masih berada pada nilai NPV yang positif sehingga dapat dikatakan masih dalam keadaan untung tapi tidak dalam keadaan yang maksimal.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pemanenan atau penebangan tetap saja tidak dilakukan sesuai umur daur, melainkan dibawah umur daur sehingga
umur tebang rata-rata lebih rendah dari daur. Umur Tebang Rata-rata UTR ada- lah umur rata-rata tanaman ditambah setengah daur. Yang di maksud dengan
umur rata-rata tanaman adalah angka rata-rata aritmatik, yang didapat dari jumlah perkalian luas masing-masing umur tengah dibagi dengan jumlah luas.
Nilai UTR ini sangat dipengaruhi struktur kelas hutan suatu tegakan, dimana apabila tegakan didominasi oleh kelas umur muda maka UTR-nya akan
lebih rendah dibanding dengan tegakan yang didominasi oleh kelas umur tua. Un- tuk mengantisipasi nilai UTR yang terus menurun seiring dengan merosotnya
potensi tegakan hutan, maka digunakan konsep Umur Tebang Minimum UTM sebagai faktor pembatas umur tegakan paling rendah yang boleh ditebang pada
suatu jangka tertentu. Umur Tebang Minimum UTM adalah umur minimum suatu tegakan
boleh ditebang, atau dengan kata lain batas umur terendah dibawah daur yang di- perkenankan untuk ditebang. Apabila terjadi atau menurut perhitungan ada te-
bangan dibawah daur, maka harus diadakan jangka benah. Tabel 8 memerlihatkan umur tebang rata-rata untuk setiap Bagian Hutan di KPH Bojonegoro.
Tabel 8 Umur Tebang Rata-rata UTR per Bagian Hutan BH
No Bagian Hutan
UTR
1 Dander 48
2 Deling 59
3 Cerme 51
4 Clangap 42
5 Ngorogunung 55
6 Temayang 58
F. Insentif Menurunkan Daur