Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Berikut ini merupakan pembahasan selengkapnya:

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu bidang yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan pembangunan bangsa, tidak terkecuali pelaksanaan pendidikan di Sekolah Dasar SD. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 17, “Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar SD dan Madrasah Ibtidaiyah MI atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama SMP dan Madrasah Tsanawiyah MTs, atau bentuk lain yang sederajat.”. Pentingnya peran tersebut disebabkan sumber daya siswa dapat dikembangkan dan dioptimalkan melalui proses pendidikan, sehingga mampu berkontribusi dalam kegiatan pembangunan bangsa. Proses pendidikan sebagai sebuah sistem dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai komponen yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Komponen-komponen dari pendidikan salah satunya yaitu guru. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, 2 membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Guru merupakan komponen terpenting dari pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan sumber daya siswa. Pentingnya peran guru juga disampaikan Ho Chi Minh t.t. dalam Surya 2013:3 “tanpa adanya guru, maka pendidikan tidak akan ada, dan apabila pendidikan tidak ada maka tidak ada perkembangan ekonomi dan sosial”. Oleh karena itu, berdasarkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 42 ayat 1, “Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Menurut Darwis 2006:22, guru adalah orang dewasa yang memiliki keunggulan daripada manusia dewasa lain. Keunggulan yang dimaksud yaitu: 1 Guru sudah dididik serta dipersiapkan khusus di bidang pendidikan. 2 Guru menguasai sejumlah pengetahuan dan keterampilan beserta metodologi pembelajaran yang dapat dijadikan stimulus bagi proses perkembangan anak. Jadi, guru adalah subjek yang telah dipersiapkan di bidang pendidikan dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan. Bekal tersebut digunakan guru untuk memberikan pendidikan, pengajaran, pelatihan, pembimbingan, pengarahan, penilaian hingga tindakan evaluasi pada subjek didikan. Pentingnya peran guru dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia, menjadi salah satu dasar adanya kebijakan sertifikasi guru. Meskipun banyak guru 3 yang sudah mendapatkan sertifikasi, pola pembelajaran sebagai seorang profesional belum terlihat secara signifikan perubahannya Masaong 2012:202. Tidak sedikit guru yang kehilangan jiwa keteladanannya sebagai pendidik. Jiwa keteladanan sebagai pendidik yang dimaksud menurut Suyatno 2007:18-9 yaitu: 1 Merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil pembelajaran yang bermutu. 2 Meningkatkan kualitas akademik dan kompetensi sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 3 Objektif terhadap peserta didik dalam proses pembelajaran. 4 Menjujung tinggi hukum. 5 Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Namun, pada kenyataannya menurut Masaong 2012:202, muncul permasalahan pada guru bersertifikat pendidik seperti: 1 Masih rendahnya hasil uji kompetensi awal. 2 Sikap jujur suatu sekolah dalam penyelenggaraan ujian nasional masih ada yang belum ditegakkan. 3 Tunjangan profesi yang diberikan belum signifikan mengangkat sebagian besar kinerja guru dalam pembelajaran. 4 Sistem penilaian yang belum berorientasi penilaian otentik kinerja siswa. 5 Tingkat kesadaran guru tersertifikasi untuk mengembangkan profesinya dalam kegiatan-kegiatan ilmiah masih rendah. dan 6 Tunjangan profesi oleh sebagian guru lebih dimaknai sebagai tunjangan kesejahteraan sehingga anggaran untuk peningkatan profesi pendidik masih rendah. Menurut Stoner dan Freeman 1994 dalam Usman 2008:487, kinerja harus berfungsi efektif agar organisasi dapat berhasil. Hal sama juga disampaikan Usman 2008:488, kinerja mengarah pada usaha untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Menurut Wibowo 2007:100, pelaksanaan kinerja dipengaruhi 4 beberapa faktor, baik yang bersumber dari pekerja maupun dari organisasi. Faktor yang bersumber dari pekerja dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya. Menurut Goleman 1994 dalam Efendi 2005:173, kecerdasan emosional juga memiliki peranan penting terhadap keberhasilan seseorang karena intelektualitas saja tidak dapat bekerja dengan sebaik-baiknya tanpa kecerdasan emosional. Dengan demikian, selain mengembangkan intelektual dan spiritual, guru perlu meningkatkan kecerdasan emosional. Kecerdasan intelektual, spiritual, dan emosional merupakan tiga kecerdasan yang harus dikembangkan secara seimbang. Pada kenyataannya, saat ini meningkatkan kemampuan intelektual dianggap sebagai keputusan paling baik untuk menjadi guru bagi siswa-siswanya. Hal tersebut dikarenakan sekolah adalah tempat menuntut ilmu pengetahuan dan guru berperan sebagai penyampai informasi, sehingga guru harus mengetahui segala informasi pengetahuan. Informasi pengetahuan dalam hal ini berarti ilmu-ilmu yang ada di dalam mata pelajaran atau tema. Padahal, seperti yang telah ditulis sebelumnya, menurut Goleman 1994 dalam Efendi 2005:181, perlu adanya perhatian khusus terhadap pengembangan kecerdasan emosional. Hal tersebut dikarenakan kecerdasan emosional menjadi faktor yang lebih banyak menentukan kesuksesan daripada kecerdasan intelektual. Goleman 2003 dalam Masaong 2012:204 menegaskan bahwa dengan mengoptimalkan pengelolaan kecerdasan emosional akan menghasilkan empat domain kompetensi yang efektif. Empat domain kompetensi yang perlu dikelola guru agar berjalan efektif yaitu: 1 kesadaran diri; 2 pengelolaan diri; 3 5 kesadaran sosial; dan 4 pengelolaan relasi. Kompetensi tersebut terdiri dari berbagai komponen yang akan menunjang profesi guru ketika dikembangkan seperti: 1 Guru perlu memiliki kepercayaan diri, dapat dipercaya. 2 Memiliki komitmen, inisiatif, dan selalu optimis. 3 Mampu memahami orang lain baik rekan sesama guru, siswa, dan yang lainnya. 4 Mampu menciptakan kerja sama di tempat kerja; dan sebagainya. Menurut Goleman 1998 dalam Efendi 2005:183, kecerdasan emosional sangat diperlukan agar dapat berprestasi, sehingga guru-guru yang mampu mengembangkan kecerdasan ini cenderung akan berkinerja lebih baik. Kecakapan yang ditemukan dan terbukti menjadi kunci utama keberhasilan seseorang yaitu kecerdasan emosi. Kecerdasan emosional guru yang kurang dikembangkan menyebabkan guru tidak dapat menggunakan kognitif dan [sic] intelektual mereka sesuai dengan potensinya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan Kepala Unit Pelayanan Pendidikan Dasar UPPD Kecamatan Tegal Barat pada Kamis, 22 Januari 2015, Kecamatan Tegal Barat merupakan salah satu kecamatan yang memiliki jumlah SD tertinggi kedua setelah Kecamatan Tegal Timur. Guru adalah pelaku pendidikan yang penting dalam sistem pendidikan. Masih ada guru yang lebih mengutamakan mengembangkan kecerdasan intelektual, tetapi mengesampingkan peran penting kecerdasan emosi. Oleh karena itu, secara psikologis, kecerdasan emosi guru di kecamatan tersebut berbeda-beda dan mengakibatkan adanya kesenjangan dalam proses pendidikan di sekolah yang satu dengan yang lain. 6 Sehubungan dengan peran pengawas terhadap pengembangan kualitas guru, peneliti juga telah melakukan wawancara kepada pengawas Daerah Binaan Dabin 1 Kecamatan Tegal Barat Kota Tegal pada Jumat, 19 Desember 2014. Meskipun demikian, masih ada saja guru-guru yang bertindak tidak seharusnya seperti tidak menyusun Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran RPP, membantu siswa kelas 6 menentukan jawaban soal Ujian Nasional, hadir di sekolah tidak sesuai jadwal yang ditentukan, dan sebagainya. Selain itu, guru tidak hanya harus pintar, tetapi juga harus cerdas karakter, emosi, spiritual, dan juga sosial. Guru di Kecamatan Tegal Barat juga masih ada yang belum lulus sertifikasi, sehingga kualitas pelayanan guru dianggap akan kurang optimal karena secara formal belum dinyatakan sebagai guru yang profesional. Berkaitan dengan hal tersebut, masih ada guru-guru yang tidak menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara baik, sehingga mempengaruhi kinerjanya. Dengan demikian, ada banyak faktor yang dapat menyebabkan rendahnya kinerja guru di Kecamatan Tegal Barat, tetapi belum diketahui secara pasti deskripsinya. Harapan yang muncul dari adanya guru yang sudah bersertifikat pendidik yaitu meningkatnya mutu pembelajaran dan mutu pendidikan secara berkelanjutan Suyatno 2007:24. Hal tersebut didasarkan hasil sertifikasi bahwa guru sebagai peserta sertifikasi berhasil memenuhi kriteria masa kerja, usia, golongan bagi PNS, beban mengajar, tugas tambahan, dan prestasi kerja. Kemudian, peserta mampu memenuhi nilai standar dari penilaian portofolio yang terdiri dari 10 komponen. 7 Menurut Suyatno 2007:14, sepuluh komponen yang dimaksud yaitu: 1 kualifikasi akademik; 2 pendidikan dan pelatihan; 3 pengalaman mengajar; 4 perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; 5 penilaian atasan dan pengawas; 6 prestasi akademik; 7 karya pengembangan profesi; 8 keikutsertaan dalam forum ilmiah; 9 pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan 10 penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. Selain itu, peserta juga dinilai berhasil memenuhi nilai standar dalam pelaksanaan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan profesi guru yang diakhiri ujian yang mencakup 4 kompetensi guru. Empat kompetensi guru yang terdiri dari 1 pedagogik, 2 kepribadian, 3 sosial, dan 4 profesional masing-masing memiliki indikator penilaian dan peserta mampu melewati penilaian tahap ini Suyatno 2007:15. Berdasarkan mekanisme penilaian sertifikasi tersebut, guru yang telah bersertifikat pendidik memiliki tanggung jawab lebih terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk pengembangan mutu pendidikan. Kecerdasan emosional guru bersertifikat pendidik tersebut menjadi hal yang perlu dikaji lebih dalam melalui kegiatan penelitian untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja guru. Pengkajian mengenai kecerdasan emosional dengan kinerja pada penelitian sebelumnya juga sudah pernah dilakukan. Penelitian Wahyuni 2013 yang berjudul Pengaruh Komitmen Organisasional, Kecerdasan Emosional dan Kepribadian terhadap Kinerja Guru SMK Swasta di Wilayah Surabaya Barat menghasilkan kesimpulan bahwa komitmen organisasional tidak mempengaruhi kinerja karyawan, sedangkan 8 Kecerdasan emosional dan kepribadian mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru SMK Swasta di Surabaya Barat. Penelitian Javidparvar, dkk. 2013 yang berjudul The Relationship between Emotional Intelligence and Leadership Performance in Primary Schools Managers of Isfahan Hubungan antara Kecerdasan Emosional dan Kinerja Kepemimpinan Manager di Sekolah Dasar Isfahan menghasilkan kesimpulan bahwa kecerdasan emosional dan komponennya, sebaik kinerja manajer. Selain itu, koefisien determinasi antara komponen-komponen kecerdasan emosional dan kinerja signifikan R2= 0.443 dan ρ=0,000. Dengan demikian, secara empiris pada hasil penelitian terdahulu yang relevan, kecerdasan emosional memiliki pengaruh pada pengembangan kinerja guru. Berdasarkan permasalahan guru di bidang pendidikan, amanah Undang- Undang, tugas guru yang sudah bersertifikat pendidik, kinerja guru, dan kecerdasan emosional, maka perlu pengkajian lebih lanjut. Pengkajian tersebut yaitu lebih kepada mengenai kondisi psikologis guru dalam bentuk penelitian. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk menindaklanjuti pengkajian tersebu dalam bentuk penelitian dengan judul “Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Guru Bersertifikat Pendidik di sekolah dasar Kecamatan Tegal Barat Kota Tegal ”.

1.2 Identifikasi Masalah