PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PENGELOLAAN KELAS DI SEKOLAH DASAR NEGERI DAERAH BINAAN 2 KECAMATAN TEGAL SELATAN KOTA TEGAL

(1)

i

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP

PENGELOLAAN KELAS DI SEKOLAH DASAR NEGERI

DAERAH BINAAN 2 KECAMATAN TEGAL SELATAN

KOTA TEGAL

SKRIPSI

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

oleh Siti Nur Azizah

1401411554

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

1. “Kesungguhan itu dapat mendekatkan sesuatu yang jauh dan bisa membuka

pintu yang terkunci ...” (Imam Syafi’i)

2. “Guru yang baik adalah pembelajar yang baik. Jika kita teachable kita akan unstoppable” (Isa Alamsyah)

3. “Pahlawan bukanlah orang yang berani menetakkan pedangnya ke pundak lawan tetapi pahlawan adalah orang yang sanggup menguasai dirinya dikala

ia marah” (Sydney Harris)

4. “Usahamu takkan sia-sia, percayalah akan ada kemudahan setelah kau

berusaha” (Penulis)

Persembahan:

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

Ibu Toipah, Bapak Sarnawi, Umi Rosidah, Tri Suci Yuliarni, dan Keluarga besarku tercinta yang selalu memberikan dukungan dan doa.

Teman-teman seperjuangan PGSD UNNES UPP TEGAL angkatan 2011 dan sahabat-sahabatku yang selalu membantu dan memotivasi.


(6)

PRAKATA

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Pengelolaan Kelas di Sekolah Dasar Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal”.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin dalam penyusunan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Dra. Hartati, M.Pd., Ketua Jurusan PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd., Koordinator PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memfasilitasi dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Drs. Suhardi, M.Pd., Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan kemudahan sejak awal hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

6. Dra. Sri Samiasih, M.Kes., Dosen penguji yang telah memberikan masukan dan perbaikan guna kesempurnaan skripsi ini.


(7)

vii

7. Dra. Sri Ismi Rahayu, M.Pd., Dosen penguji yang telah memberikan masukan dan perbaikan guna kesempurnaan skripsi ini.

8. Kepala Sekolah Dasar Negeri se-Dabin 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian.

9. Staf Guru, Karyawan dan Siswa Sekolah Dasar Negeri se-Dabin 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal yang telah bersedia bekerjasama dalam penelitian. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga semua pihak yang telah membantu diberikan kemudahan oleh Allah SWT. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya sebagai informasi pengetahuan.

Tegal, Juni 2015


(8)

ABSTRAK

Azizah, Siti Nur. 2015. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Pengelolaan Kelas di Sekolah Dasar Negeri Daerah Binaan II Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Drs. Suhardi, M.Pd.

Kata Kunci: kecerdasan emosional; pengelolaan kelas

Kecerdasan emosional guru merupakan kemampuan guru dalam memahami, mengenali, meningkatkan, mengelola, dan memimpin motivasi diri sendiri dan peserta didik untuk mengoptimalkan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal masih dijumpai pengelolaan kelas yang kurang maksimal hal ini ditunjukkan dengan rata-rata nilai Ujian Sekolah yang lebih rendah jika dibandingkan dengan Daerah Binaan 1. Berdasarkan alasan tersebut maka tujuan dari penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional terhadap pengelolaan kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal.

Penelitian ini menggunakan metode ex post facto dengan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh guru di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal yang berjumlah 93 guru. Sampel penelitian sebanyak 76 guru. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu teknik probability sampling dengan jenis simple random sampling. Variabel dalam penelitian ini yaitu kecerdasan emosional sebagai variabel bebas dan pengelolaan kelas sebagai variabel terikat. Teknik pengumpulan data menggunakan angket, observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data meliputi uji prasarat dan analisis akhir. Uji prasarat menggunakan uji normalitas dan linieritas. Analisis akhir menggunakan analisis regresi sederhana dan koefisien determinasi.

Hasil penelitian adalah pertama, diperoleh tingkat kecerdasan emosional sebesar 84,98% dan termasuk kategori sangat kuat. Kedua, diperoleh tingkat pengelolaan kelas sebesar 78,80% dan termasuk kategori kuat. Ketiga, dari perhitungan uji regresi linier sederhana pada kolom sig. pada tabel ANOVA diperoleh nilai 0,000 dapat diartikan 0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima artinya terdapat pengaruh yang signifikan kecerdasan emosional terhadap pengelolaan kelas.

Kedua, besarnya sumbangan kecerdasan emosional terhadap pengelolaan kelas dapat diperoleh dari uji koefisien determinasi yaitu dilihat pada tabel Model Summary kolom R Square sebesar 0,272 atau 27,2%. Dapat diartikan besarnya sumbangan kecerdasan emosional terhadap pengelolaan kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal yaitu 27,2% dan 72,8% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian. Disarankan bagi guru untuk terus meningkatkan kecerdasan emosionalnya khususnya pengelolaan emosi selama pembelajaran agar tercipta pengelolaan kelas yang meksimal sehingga tujuan pembelajaran tercapai secara optimal.


(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

Judul ... i

Pernyataan Keaslian Tulisan ... ii

Persetujuan Pembimbing ... iii

Pengesahan ... iv

Motto dan Persembahan ... v

Prakata ... vi

Abstrak ... viii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xii

Daftar Gambar ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 9

1.3 Pembatasan Masalah ... 9

1.4 Rumusan Masalah ... 9

1.5 Tujuan Penelitian ... 10

1.5.1 Tujuan Umum ... 10

1.5.2 Tujuan Khusus ... 10

1.6 Manfaat Penelitian ... 11

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 11

1.6.2 Manfaat Praktis ... 11

2. KAJIAN PUSTAKA ... 12

2.1. Kajian Teori ... 12


(10)

2.1.2 Pengelolaan Kelas yang Efektif ... 22

2.1.3 Syarat Guru Sukses dalam Mengelola Kelas ... 23

2.1.4 Kecerdasan Emosional ... 27

2.1.5 Karakteristik dan Indikator Kecerdasan Emosional ... 33

2.1.6 Kecerdasan Emosional pada Guru ... 36

2.2 Hubungan Antar Variabel ... 38

2.3 Kajian Empiris ... 39

2.4 Kerangka Berpikir ... 42

2.5 Hipotesis ... 44

2.5.1 Hipotesis Assosiatif ... 44

2.5.2 Hipotesis Statistik ... 44

3. METODE PENELITIAN ... 45

3.1 Desain Penelitian ... 46

3.2 Populasi dan Sampel ... 46

3.2.1 Populasi ... 46

3.2.2 Sampel ... 47

3.3 Variabel Penelitian ... 49

3.3.1 Variabel Bebas ... 49

3.3.2 Variabel Terikat ... 50

3.4 Definisi Operasional ... 50

3.4.1 Kecerdasan Emosional (X) ... 50

3.4.2 Pengelolaan Kelas (Y) ... 50

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 51

3.5.1 Angket atau Kuesioner ... 51

3.5.2 Observasi... 52

3.5.3 Dokumentasi ... 53

3.5.4 Wawancara ... 54

3.6 Instrumen Penelitian ... 54

3.6.1 Angket atau Kuesioner ... 55


(11)

xi

3.7 Analisis Data ... 61

3.7.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 61

3.7.2 Uji Prasyarat Analisis ... 63

3.7.3 Analisis Akhir (Pengujian Hipotesis) ... 64

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 67

4.1 Hasil Penelitian ... 67

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 67

4.1.2 Analisis Deskriptif ... 68

4.1.3 Uji Prasyarat Analisis ... 83

4.1.4 Uji Hipotesis ... 85

4.2 Pembahasan ... 89

4.2.1 Kecerdasan Emosional ... ... 89

4.2.2 Pengelolaan Kelas ... ... 93

4.3 Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Pengelolaan Kelas ... 97

5. PENUTUP ... 100

5.1. Simpulan ... 100

5.2. Saran ... 101

Daftar Pustaka ... 103


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Populasi Penelitian ... 47

3.2 Penarikan Jumlah Sampel Siswa Kelas IV ... 49

3.3 Skor Butir Soal pada Skala Likert ... 52

3.4 Indikator Variabel Kecerdasan Emosional ... 55

3.5 Indikator Variabel Pengelolaan Kelas ... 56

3.6 Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional... 59

3.7 Hasil Uji Validitas Variabel Pengelolaan Kelas... ... 59

3.8 Kriteria Interpretasi Skor... ... 63

4.1 Deskripsi Data Skor Variabel Kecerdasan Emosional... 69

4.2 Kategori Skor Variabel Kecerdasan Emosional Guru ... 71

4.3 Kriteria Skor Variabel Kecerdasan Emosional Per Guru ... 72

4.4 Deskripsi Data Skor Variabel Pengelolaan Kelas ... 78

4.5 Kategori Skor Variabel Pengelolaan Kelas... 79

4.6 Kriteria Skor Variabel Pengelolaan Kelas ... 79

4.7 Hasil Uji Normalitas ... 84

4.8 Hasil Uji Linieritas ... 85

4.9 Hasil Uji Regresi Linier Sederhana ... 86

4.10 Hasil Perhitungan Nilai B Persamaan Regresi ... 86


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Bagan Pola Kerangka Berpikir ... 43 3.1 Desain Penelitian ... 46


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Nama Guru Populasi Penelitian ... 106

2. Daftar Nama Guru Sampel Penelitian... 117

3. Daftar Nama Guru Uji Coba Angket ... 120

4. Kisi-kisi Angket Variabel Kecerdasan Emosional (Uji Coba) ... 121

5. Kisi-kisi Angket Variabel Pengelolaan Kelas (Uji Coba) ... 123

6. Angket Variabel Kecerdasan Emosional dan Pengelolaan Kelas (Uji Coba) ... 125

7. Lembar Validasi Tim Ahli ... 133

8. Kisi-kisi Angket Variabel Kecerdasan Emosional (setelah uji validitas dan reliabilitas)... 139

9. Kisi-kisi Angket Variabel Pengelolaan Kelas (setelah uji validitas dan reliabilitas)... 141

10. Angket Variabel Kecerdasan Emosional dan Pengelolaan Kelas ... 143

11. Tabel Pembantu Analisis Hasil Uji Coba Angket Variabel Kecerdasan Emosional ... 148

12. Tabel Pembantu Analisis Hasil Uji Coba Angket Variabel Pengelolaan Kelas ... 150

13. Rekapitulasi Uji Validitas Angket Variabel Kecerdasan Emosional .... 151

14. Rekapitulasi Uji Validitas Angket Variabel Pengelolaan Kelas ... 154

15. Rekapitulasi Soal Angket Variabel Kecerdasan Emosional yang digunakan ... 157

16 Rekapitulasi Soal Angket Variabel Pengelolaan Kelas yang digunakan ... 159

17. Output Uji Reliabilitas Angket Variabel Kecerdasan Emosional ...160

18. Output Uji Reliabilitas Angket Variabel Pengelolaan Kelas...162

19. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 163

20. Kisi-kisi Lembar Observasi Variabel Kecerdasan Emosional ... 165


(15)

xv

22. Lembar Observasi Variabel Kecerdasan Emosional dan

Pengelolaan Kelas ... 170

23. Data Hasil Rekap Skor Angket Variabel Kecerdasan Emosional ... 174

24. Data Hasil Rekap Skor Angket Variabel Pengelolaan Kelas... 178

25. Data Hasil Rekap Skor Observasi Variabel Kecerdasan Emosional .... 182

26. Data Hasil Rekap Skor Observasi Variabel Pengelolaan Kelas ... 183

27. Hasil Uji Normalitas ... 184

28. Hasil Uji Linieritas ... 185

29. Hasil Analisis Regresi Linier Sederhana ... 186

30. Dokumentasi Penelitian ... 187

31. Surat Ijin Penelitian (UNNES)... 191

32. Surat Rekomendasi Permohonan Ijin Penelitian... 192


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bagian pendahuluan membahas tentang hal-hal yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian. Bab ini terdiri dari: (1) latar belakang masalah; (2) identifikasi masalah; (3) pembatasan masalah; (4) rumusan masalah; (5) tujuan penelitian; dan (6) manfaat penelitian. Uraian selengkapnya ialah sebagai berikut:

1.1

Latar Belakang Masalah

Proses membangun kecerdasan bangsa adalah melalui peningkatan mutu pendidikan. Namun mutu pendidikan di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan, apalagi jika dibandingkan dengan negara lain. Dalam artikel tentang potret pendidikan di Indonesia menjelaskan bahwa Human Development Report (HRD), United Nation Development Programme (UNDP) melaporkan Indeks Pembangunan Pendidikan untuk semua pendidikan di Indonesia menurun dari peringkat 65 pada 2010 ke peringkat 69 pada 2011 (Abd. Majid 2013). Hal ini jelas menjadi sorotan khususnya kepada tenaga pendidik di Indonesia.

Peningkatan mutu pendidikan dapat dicapai melalui pemerolehan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Sesuai dengan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan, masyarakat, bangsa dan negara.


(17)

2 Sekolah merupakan lembaga formal pendidikan yang menjadi harapan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Guru menjadi sentra untuk menciptakan sumber daya manusia yang bermutu dan berkualitas. Undang-Undang No 14 Tahun 2005 Pasal 1 ayat 1 tentang Guru dan Dosen menjelaskan bahwa “guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah”. Dengan demikian guru berperan besar terhadap kualitas pendidikan, peningkatan ini melalui keberhasilan pembelajaran di sekolah. Pembelajaran yang dilakukan guru berupaya memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV

Pasal 10 ayat 91 menyatakan bahwa “Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi

profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.

Guru profesional tidak hanya dihadapkan pada tantangan untuk menampilkan pembelajaran kreatif namun juga tantangan untuk mengendalikan perilaku siswa. Perilaku yang harus dikendalikan adalah perilaku yang membuat gaduh, mencari perhatian dan perilaku yang menyebabkan siswa lain tidak berkonsentrasi. Guru harus mampu meminimalisir hal tersebut agar dapat menciptakan pembelajaran yang nyaman untuk peserta didiknya. Lingkungan kelas yang kondusif dapat meningkatkan daya konsentrasi siswa. Oleh karena itu, peran lingkungan sangat penting dalam keberhasilan suatu pembelajaran.


(18)

Koswara dan Halimah (2008: 109) mengungkapkan untuk mencapai tujuan belajar dengan mudah, lingkungan kelas harus ditata sedemikian rupa menjadi lingkungan yang kondusif, yang dapat mempengaruhi siswa secara positif dalam belajar. Lingkungan belajar yang kondusif dapat menumbuhkan motivasi anak dalam belajar, penyajian bahan pelajaran dapat disuguhkan dengan penuh makna serta memberi kesan tersendiri kepada siswa. Oleh karena itu, agar dapat mengelola kelas dengan baik guru harus memperhatikan berbagai kompenen agar tujuan pembelajaran tercapai. Komponen tersebut tidak hanya menyangkut peserta didik tetapi juga menyangkut lingkungan fisik tempat peserta didik berada.

Menurut Mulyasa (2011: 91) “pengelolaan kelas merupakan keterampilan

guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, dan

mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran”. Dalam

pengelolaan kelas guru harus melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Salah satu aspek yang diperlukan adalah keterampilan mengajar. Keterampilan mengajar merupakan kompetensi profesional yang cukup kompleks, sebagai integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh (Mulyasa 2011: 69).

Seperti yang telah disebutkan bahwa pendidik adalah tenaga profesional.

Mudlofir (2013: 75) mengemukakan bahwa “guru yang profesional adalah guru yang memiliki seperangkat kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan perilaku) yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas

keprofesionalannya”. Dengan demikian, pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dimiliki guru menjadi bekal utama dalam melaksanakan tugas mengajarnya.


(19)

4 Hal ini akan menghasilkan suatu pembelajaran yang maksimal dan nyaman untuk peserta didik.

Perilaku guru menjadi acuan atau teladan bagi peserta didiknya. Siswa akan menyerap sikap-sikap, merefleksikan perasaan-perasaan, menyerap keyakinan-keyakinan, meniru tingkah laku, dan mengutip pernyataan-pernyataan gurunya (Suyanto dan Asep Jihad 2013: 16). Oleh karena itu, guru harus memiliki kepribadian yang baik sehingga mampu memberikan contoh yang baik dan dapat menanamkan perilaku yang baik pula kepada peserta didik.

Elizabeth B. Hurlock dalam Suyanto dan Asep Jihad (2013: 17) mengemukakan bahwa guru yang memiliki kepribadian sehat salah satu cirinya yaitu dapat mengontrol emosi. Hal ini berkaitan dengan kecerdasan emosional guru. Guru mampu menghadapi frustasi, depresi atau stres secara positif atau konstruktif tidak destruktif (merusak). Hal ini sejalan dengan pendapat Goleman (2005: 45) yang menyatakan ciri kecerdasan emosional yaitu kemampuan untuk memotivasi sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa.

Mulyasa (2011: 161) mengemukakan pembelajaran dapat ditingkatkan kualitasnya dengan mengembangkan kecerdasan emosional (emotional quotient), karena ternyata melalui pengembangan intelegensi saja tidak mampu menghasilkan manusia yang utuh seperti yang diharapkan oleh pendidikan nasional.

Dalam pandangan tentang kecerdasan emosional Goleman dalam Mudlofir (2013: 146) menyebutkan untuk mempunyai kecerdasan emosional ada lima


(20)

tahapan, yaitu kesadaran diri (self-awareness), pengaturan diri (self-regulation), motivasi (motivation), empati (empathy), dan keterampilan sosial (social skill). Dengan kecerdasan emosional guru mengerti bagaimana seharusnya dalam bersikap dan berinteraksi dengan peserta didik selama pembelajaran berlangsung. Wiyani (2013: 44) menjelaskan bahwa “kelas yang baik adalah kelas yang bersifat menantang, dapat merangsang peserta didik untuk belajar, serta memberikan rasa

aman dan kepuasan kepada peserta didik dalam belajar”. Dengan kata lain

kecerdasan emosional menuntut guru sebagai pengelola kelas dapat menciptakan pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan bagi peserta didiknya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mareta Parlina Rachman dan

Awaluddin Tjalla (2008) yang berjudul “Keterampilan Pengelolaan Kelas dilihat

dari Jenis Kelamin dan Kecerdasan Emosi Guru Sekolah Luar Biasa” yaitu diperoleh analisis data yang dilakukan dengan menggunakan Independent Sample t-test pada kecerdasan emosional, diperoleh nilai t sebesar 9,732 dengan signifikansi 0,000 (p < 0,05). Hal ini berarti ada perbedaaan yang signifikan dalam keterampilan pengelolaan kelas antara guru yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi dengan keterampilan pengelolaan kelas guru yang mempunyai kecerdasan emosional rendah.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murni Elfrida Naibaho yang berjudul

“Hubungan Kecerdasan Emosional dan Kemampuan Komunikasi Interpersonal dengan Motivasi Belajar di SMP Negeri 41 Medan” yaitu terdapat hubungan

positif dan berarti antara kecerdasan emosional dan kemampuan komunikasi interpersonal secara bersama-sama dengan motivasi belajar siswa SMP Negeri 41


(21)

6 Medan sebesar 20,15% dan sisanya sebesar 79,85% di luar kecerdasan emosional, hal ini menandakan semakin tinggi kecerdasan emosional guru dan kemampuan interpersonal, maka akan semakin tinggi motivasi belajar siswa. Dengan demikian, kecerdasan emosional menjadi faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa, yaitu melalui pengelolaan pembelajaran yang maksimal oleh guru.

Dari uraian penjelasan tersebut, maka diperoleh kecerdasan emosional guru yang baik maka dapat tercipta pengelolaan kelas yang baik pula. Guru berperan menciptakan pengelolaan kelas yang kondusif bagi peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, selain itu guru bertugas melaksanakan pembelajaran dengan baik dan meminimalisir gangguan yang mungkin muncul selama pembelajaran berlangsung. Tujuan yang dimaksud yaitu peserta didik dapat memahami materi dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang meningkat atau tinggi menunjukkan pembelajaran guru dikatakan berhasil. Sebaliknya, apabila hasil belajar siswa rendah maka pembelajaran guru dikatakan kurang berhasil.

Dalam wawancara yang dilakukan oleh kompas dengan Sisdiono Ahmad, Ketua Dewan Pendidikan Kota Tegal (5 Mei 2012) menyatakan bahwa di Tegal, Jawa Tengah, standar nilai kelulusan UN SD yang ditetapkan oleh 153 SD/MI di wilayah tersebut hanya 3,34 untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, 2,43 untuk mata pelajaran Matematika, dan 2,95 untuk mata pelajaran IPA. Standar nilai ini tergolong rendah. Nilai minimal kelulusan tiap mata pelajaran UN dan nilai rata-


(22)

rata ketiga mata pelajaran UN ditentukan sendiri oleh sekolah berdasarkan kesepakatan dengan komite sekolah (Anna 2012).

Sedangkan untuk wilayah Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan nilai Ujian Sekolah (US) tahun 2014 untuk tiga mata pelajaran (Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA) diperoleh jumlah rata-rata 19,26 atau hanya 6,42 untuk setiap mata pelajaran. Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan wilayah Daerah Binaan 1 Kecamatan Tegal Selatan yang jumlah rata-ratanya 19,69.

Dari data tersebut, dapat diartikan bahwa penentuan standar kelulusan yang rendah ini tentu diakibatkan dari hasil belajar siswa tidak maksimal. Jika hasil belajar siswa tinggi tentu standar kelulusan akan tinggi juga. Standar kelulusan yang masih rendah ini seharusnya menjadi tugas guru untuk memperbaiki kemampuan mengajarnya. Guru perlu memperbaiki pembelajarannya agar kemampuan peserta didik meningkat. Guru diharuskan menciptakan pembelajaran efektif sebagai penentu keberhasilan penguasaan materi peserta didik. Pembelajaran yang efektif ditentukan oleh keterampilan guru dalam mengelola kelas. Selain itu, pengelolaan kelas yang baik diperoleh dari guru yang menonjolkan sikap dan perilaku yang membuat siswa nyaman di kelas.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari beberapa Kepala Sekolah Dasar di Dabin 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru masih perlu ditingkatkan lagi. Pengelolaan kelas tidak hanya pada pembelajarannya saja, namun juga pengelolaan terhadap lingkungan fisik atau ruang kelas. Guru yang dapat mengelola kelas dengan baik terlihat dari pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan menantang bagi peserta didik.


(23)

8 Pembelajaran guru menggunakan metode dan media yang bervariasi akan lebih memotivasi peserta didik dalam mengikuti pembelajaran.

Guru selain sebagai pendidik yang memberikan ilmu pengetahuan juga berperan sebagai penanaman moral kepada peserta didik. Dalam hal ini, masih ada beberapa guru yang dalam tugas mengajarnya hanya mementingkan penyampaian materi saja. Guru kurang memiliki sosial emosional yang baik dengan peserta didik sehingga mengakibatkan hubungan antara guru dan peserta didik hanya sebatas guru dan siswa. Padahal sebagai seorang guru hendaknya bisa menjadi orang tua dan juga teman bagi peserta didik. Dengan begitu maka tercipta adanya hubungan yang baik dengan peserta didik, guru akan lebih dihormati dan peserta didik akan lebih nyaman dan terbuka kepada guru. Selain itu, hubungan yang baik akan tercipta oleh pembawaan guru yang ramah, semangat, dan dapat memotivasi peserta didik untuk belajar. Hal ini berkaitan dengan emosional guru dalam mengajar. Masih ada beberapa guru yang terkadang kurang bisa mengontrol emosinya, sehingga peserta didik menjadi takut dan tidak nyaman dalam mengikuti pembelajaran. Dengan demikian, pembawaan guru dalam mengajar dan hubungan sosial emosional yang diciptakan guru memengaruhi keberhasilan pengelolaan kelas. Apabila pengelolaan kelas dilakukan secara optimal maka hasil belajar siswa tentu akan maksimal.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Pengelolaan Kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal”.


(24)

1.2

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah-masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

(1) Pembelajaran guru yang masih kurang maksimal sehingga pembelajaran kurang menyenangkan.

(2) Hasil belajar peserta didik masih rendah.

(3) Masih ada guru yang kurang maksimal dalam mengembangkan keterampilan mengelola kelas.

(4) Masih ada guru yang belum maksimal dalam mengontrol emosinya, hal ini berkaitan dengan pengelolaan kecerdasan emosional yang belum maksimal.

1.3

Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka untuk memfokuskan pembahasan agar tidak terlalu luas perlu dilakukan pembatasan masalah, yaitu sebagai berikut:

(1) Variabel yang diteliti adalah kecerdasan emosional guru dan pengelolaan kelas.

(2) Pengelolaan kelas yang dimaksud yaitu pengelolaan peserta didik.

(3) Populasi dalam penelitian ini yaitu guru di SDNegeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal.

1.4

Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

(1) Bagaimana tingkat kecerdasan emosional guru di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal?


(25)

10 (2) Bagaimana tingkat pengelolaan kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2

Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal?

(3) Apakah ada pengaruh kecerdasan emosional guru terhadap pengelolaan kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal?

(4) Seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional guru terhadap pengelolaan kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal?

1.5

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus.

1.5.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional terhadap pengelolaan kelas yang dimiliki guru di Sekolah Dasar Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal.

1.5.2 Tujuan khusus

(1) Untuk mendeskripsikan tingkat kecerdasan emosional guru di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal.

(2) Untuk mendeskripsikan tingkat kecerdasan emosional guru di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal.

(3) Untuk mengetahui adakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap pengelolaan kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal.

(4) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional guru terhadap pengelolaan kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal.


(26)

1.6

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat tersebut antara lain:

1.6.1 ManfaatTeoritis

(1) Memberikan gambaran tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap pengelolaan kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal.

(2) Menambah referensi bahan kajian untuk penelitian pengembangan yang berkaitan dengan kecerdasan emosioanal dan pengelolaan kelas.

1.6.2 ManfaatPraktis

1.6.2.1Bagi Guru

(1) Sebagai bahan masukan kepada guru dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran.

(2) Sebagai bahan masukkan untuk terus memotivasi dan meningkatkan kecerdasan emosional dalam pengelolaan kelasnya.

(3) Hasil penelitian ini dapat memperkaya dan melengkapi hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan guru-guru lain.

1.6.2.2Bagi Sekolah

(1) Memberikan informasi bagi sekolah untuk dapat meningkatkan pengelolaan kelas.


(27)

12

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Pada bagian ini dijelaskan tentang kajian pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Uraian selengkapnya mengenai landasan teori dan hipotesis yaitu sebagai berikut:

2.1

Kerangka Teori

Bagian ini berisi teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini. Teori yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu pengelolaan kelas, pengelolaan kelas yang efektif, syarat guru sukses dalam mengelola kelas, kecerdasan emosional, karakteristik dan indikator kecerdasan emosional, dan kecerdasan emosional pada guru. Berikut uraian selengkapnya:

2.1.1 Pengelolaan Kelas

2.1.1.1 Pengertian Pengelolaan Kelas

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 657), pengelolaan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan mengelola atau proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan. Kaitannya dengan pembelajaran pengawasan diberikan kepada peserta didik maupun hal lain dalam pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai.

Istilah bahasa Inggris untuk pengelolaan kelas adalah classromm

management. Istilah pengelolaan identik dengan manajemen. Pengertian

pengelolaan atau manajemen umumnya mengacu pada kegiatan-kegiatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengoordinasian, pengawasan, dan penilaian (Suyanto dan Asep Jihad 2013: 102). Sedangkan


(28)

menurut Wiyani (2013: 52) menjelaskan bahwa mengelola kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya jika terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.

Menurut Mulyasa (2011: 91) pengelolaan kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan pengelolaan kelas adalah proses mengelola kegiatan pembelajaran oleh guru untuk menciptakan pembelajaran yang kondusif dan meminimalisir gangguan dalam kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Gangguan yang dimaksud yaitu perilaku siswa yang menggangu pada saat pembelajaran, seperti membuat gaduh, mencari perhatian, bermain sendiri, dan perilaku menggangu temannya.

2.1.1.2Prinsip-prinsip Pengelolaan Kelas

Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas menurut Wiyani (2013: 73-87) adalah sebagai berikut:

1) Hangat dan antusias

Guru yang bersikap hangat dan antusias bukan hanya akan disenangi oleh peserta didik melainkan pula akan menjadi guru yang tidak akan pernah terlupakan bagi mereka (unforgetable teacher). Sikap hangat akan sangat mungkin bisa dimunculkan apabila seorang guru mau dan mampu menjalin ikatan emosional dengan peserta didik. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk membangun ikatan emosional dengan peserta didik yaitu sebagai berikut:


(29)

14 a) Tidak segan untuk menyapa peserta didik terlebih dahulu.

Guru yang ramah dengan senyuman dan sapaan merupakan figur guru yang dapat mengayomi peserta didiknya. Sehingga peserta didik akan merasa nyaman dengan guru dan akan membuat peserta semangat mengikuti kegiatan pembelajaran.

b) Membiasakan diri untuk berjabat tangan dengan peserta didik.

Dengan berjabat tangan, kebencian bisa diredakan dan dengan jabat tangan hubungan seseorang dengan orang lainnya menjadi erat. Kegiatan berjabat tangan ini dapat memunculkan hubungan yang harmonis antara guru dan peserta didik sehingga dapat menumbuhkan semangat peserta didik di sekolah khususnya di kelas.

c) Membuka keran komunikasi dengan peserta didik.

Komunikasi yang terbuka akan membuat guru dapat berbicara dengan jujur dan penuh kasih sayang mengenai pengamatannya tanpa membuat peserta didik bersikap defensif. Selain itu peserta didik juga dapat menceritakan hambatan-hambatannya dalam belajar dan guru dapat memberikan berbagai solusi dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut.

d) Memperlakukan peserta didik sebagai manusia yang sederajat

Guru hendaknya memperlakukan peserta didik sebagaimana ia memperlakukan dirinya sendiri. Jika guru ingin dihormati peserta didiknya, guru harus menghormati peserta didiknya. Jika guru ingin dihargai hak-haknya, guru juga harus menghargai berbagai hak peserta didik. Jika perkataan guru ingin didengar peserta didiknya, guru juga harus mendengarkan perkataan peserta didiknya.


(30)

Untuk menumbuhkan sikap antusiasme guru terhadap peserta didik, seorang guru harus memiliki kemampuan untuk memotivasi peserta didik. Motivasi diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri untuk melakukan serangkaian kegiatan belajar guna mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan.

Beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk memotivasi peserta didik di dalam kelas yaitu sebagai berikut:

a) Menggunakan metode pengajaran dan kegiatan belajar yang beragam. b) Menjadikan peserta didik sebagai peserta aktif.

c) Memberikan tugas yang proporsional, realistik, dan sesuai dengan materi belajar.

d) Menciptakan suasana kelas yang kondusif.

e) Melibatkan diri untuk membantu peserta didik mencapai hasil belajar. f) Memberikan petunjuk kepada peserta didik agar sukses dalam belajar. g) Memberikan penghargaan kepada peserta didik.

h) Menciptakan aktivitas yang melibatkan seluruh peserta didik di dalam kelas. i) Menghindari penggunaan ancaman.

Menurut Rusydie (2011: 37-8) menjelaskan beberapa langkah agar guru memiliki sikap antusias, antara lain:

a) Tidak pelit memberikan pujian kepada siswa.

b) Selalu berusaha untuk membantu siswa atas permasalahan yang dihadapi siswa.


(31)

16 d) Menghargai setiap pendapat siswa yang muncul agar tercipta keakraban

dengan siswa. 2) Tantangan

Berbagai tantangan dapat dilakukan oleh guru melalui penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja maupun bahan-bahan pelajaran yang memang dirancang untuk memberikan tantangan kepada peserta didik. Hal ini akan dapat meningkatkan semangat belajar mereka sehingga dapat mengurangi kemungkinan munculnya perilaku yang menyimpang.

Berikut beberapa kegiatan yang dapat dilakukan guru dalam memberikan tantangan kepada pesera didik.

a) Melakukan evaluasi sederhana secara berkala setiap minggu dan memberikan kuis kepada peserta didik.

b) Mengaitkan materi pelajaran dengan berbagai fakta di lapangan, sehingga kegiatan belajar mengajar akan menjadi menarik dan menantang.

c) Mengajarkan keterampilan hidup dalam kegiatan belajar kepada peserta didik. Untuk mengajarkan keterampilan hidup yang menantang kepada peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru dapat melakukan hal-hal antara lain:

(1) Melakukan eksplorasi atau menggali potensi yang dimiliki peserta didik. (2) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bereksperimen atas

materi yang dipelajarinya.

(3) Membiasakan peserta didik untuk tekun belajar dan berkreativitas.


(32)

(5) Melakukan kunjungan lapangan (field study) ke objek-objek yang memiliki keterkaitan dengan materi pelajaran.

3) Bervariasi

Variasi gaya mengajar guru sangatlah dibutuhkan karena dapat menghindari kajenuhan dan kebosanan. Tujuan dari variasi gaya mengajar ini antara lain:

a) Untuk menarik dan meningkatkan perhatian peserta didik terhadap materi pelajaran.

b) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan bakat dan minatnya terhadap mata pelajaran yang diajarkan.

c) Menanamkan perilaku yang positif pada peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar.

d) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuannya.

Variasi gaya mengajar seperti variasi intonasi suara, variasi gerak anggota badan, dan variasi posisi guru dalam mengajar di kelas, serta variasi dalam menggunakan metode dan media pengajaran.

4) Keluwesan

Keluwesan berasal dari kata luwes. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, luwes diartikan sebagai sesuatu yang pantas, menarik, tidak kaku, tidak canggung, dan mudah menyesuaikan. Keluwesan dalam konteks ini merupakan keluwesan perilaku guru untuk mengubah metode mengajar sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan kondisi kelas untuk mencegah kemungkinan munculnya gangguan


(33)

18 belajar pada peserta didik serta untuk menciptakan iklim belajar mengajar yang kondusif dan efektif.

5) Penekanan pada hal-hal positif

Penekanan pada hal-hal positif, yaitu penekanan yang dilakukan oleh guru terhadap perilaku peserta didik yang positif. Komentar-komentar yang positif dapat diberikan oleh guru kepada peserta didik yang berperilaku positif. Sementara dalam menghadapi perilaku peserta didik yang negatif, guru hendaknya memberikan komentar yang positif yang dapat menjadikan peserta didik tidak mengulangi perbuatan buruknya tersebut.

6) Penanaman disiplin diri

Secara sederhana, disiplin juga dapat diartikan sebagai sikap tertib, taat dan patuh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jadi, ada dua hal yang dapat dilakukan oleh guru agar peserta didiknya disiplin, antara lain:

a) Mendidik peserta didik untuk berperilaku baik.

b) Mendidik peserta didik untuk menjauhi perilaku yang buruk.

Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah bagaimana agar anak didik dapat mengembangkan sikap disiplin dengan baik. Untuk mewujudkan tujuan itu, tentu saja sebagai guru harus memberikan teladan yang sesuai (Rusydie 2011: 45). Mendidik peserta didik untuk disiplin tidaklah dapat dilakukan dengan waktu yang singkat, tetapi harus dilakukan dengan waktu yang lama. Mendidik peserta didik untuk disiplin harus dilakukan sepanjang waktu. Salah satu metode yang efektif adalah dengan menggunakan metode keteladanan.Guru harus bisa


(34)

menjadi model bagi peserta didiknya dengan memberikan contoh perilaku yang positif, baik di kelas, di sekolah, maupun di lingkungan masyarakat. Misalnya, guru datang ke kelas tepat waktu, berpakaian dengan sopan, berbicara dengan santun, dan sebagainya.

2.1.1.3Komponen Pengelolaan Kelas

Menurut Usman (2013: 98-100) keterampilan mengelola kelas memiliki komponen sebagai berikut:

1) Penciptaan dan pemeliharaan iklim pembelajaran yang optimal.

Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pelajaran serta kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan hal-hal tersebut yang meliputi keterampilan sebagai berikut:

a) Menunjukkan sikap tanggap yaitu tanggap terhadap perhatian, keterlibatan, ketidakacuhan, dan ketidakterlibatan siswa dalam tugas-tugas di kelas. Sikap tanggap ini ditunjukkan dengan cara sebagai berikut:

(1) Memandang secara seksama dengan kontak pandangan serta interaksi antar pribadi yang dapat ditampakkan dalam pendekatan guru untuk bercakap-cakap, bekerja sama, dan menunjukkan rasa persahabatan.

(2) Gerak mendekati kelompok kecil atau individu yang menandakan kesiagaan, minat, dan perhatian guru terhadap tugas serta aktifitas siswa. (3) Memberikan pernyataan baik berupa tanggapan, komentar, ataupun

lainnya.

b) Memberi perhatian kepada beberapa kegiatan yang berlangsung dalam waktu yang sama. Membagi perhatian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:


(35)

20 (1) Visual yaitu dengan mengalihkan pandangan dari satu kegiatan kepada

kegiatan yang lain dengan kontak pandang terhadap kelompok siswa atau seorang siswa secara individual.

(2) Verbal yaitu guru memberikan komentar, penjelasan, pertanyaan, dan sebagainya terhadap aktifitas seorang siswa sementara ia memimpin kegiatan siswa yang lain.

c) Memusatkan perhatian kelompok agar tetap pada tugas-tugas yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara berikut:

(1) Menyiagakan siswa untuk memusatkan perhatian kepada suatu hal sebelum guru menyampaikan materi pokok agar siswa menghindari hal-hal yang menyimpang.

(2) Menuntut tanggung jawab siswa dengan meminta siswa untuk memeragakan, melaporkan, dan memberikan respons.

d) Memberikan petunjuk-petunjuk jelas dan singkat dalam pelajaran sehingga tidak terjadi kebingungan pada siswa.

e) Memberi teguran secara bijaksana yaitu menegur secara verbal. Teguran verbal yang efektif ialah sebagai berikut:

(1) Tegas dan jelas tertuju kepada siswa yang mengganggu serta kepada tingkah laku yang menyimpang.

(2) Menghindari peringatan yang kasar dan menyakitkan atau mengandung penghinaan.

(3) Menghindari ocehan atau ejekan, lebih-lebih yang berkepanjangan.

f) Memberi penguatan ketika diperlukan yaitu dengan memberikan penguatan kepada siswa yang mengganggu dan memberikan penguatan kepada siswa


(36)

yang bertingkah laku wajar untuk dijadikan teladan bagi siswa yang mengganggu.

2) Keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal.

Keterampilan ini berhubungan dengan respons guru terhadap gangguan siswa yang berkelanjutan dengan maksud agar guru dapat mengadakan tindakan remedial untuk mengembalikan kondisi belajar optimal. Guru dapat menggunakan seperangkat strategi untuk tindakan perbaikan terhadap tingkah laku siswa yang terus menerus menimbulkan gangguan dan tidak mau terlibat dalam tugas di kelas. Strategi tersebut adalah:

a) Modifikasi perilaku siswa yang mengalami masalah atau kesulitan dan berusaha memodifikasi tingkah laku tersebut dengan mengaplikasikan pemberian penguatan secara sistematis.

b) Guru dapat menggunakan pendekatan pemecahan masalah kelompok dengan cara memperlancar tugas-tugas dan memelihara kegiatan kelompok.

c) Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah yaitu dengan cara mengendalikan tingkah laku keliru yang muncul, mengetahui sebab-sebab tingkah laku tersebut serta berusaha menemukan pemecahannya. Menurut Mulyasa (2011: 91) menemukan dan mengatasi perilaku yang menimbulkan masalah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

(1) Pengabaian yang direncanakan. (2) Campur tangan dengan isyarat. (3) Mengawasi secara ketat.


(37)

22 (5) Mendorong peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya.

(6) Menjauhkan benda-benda yang dapat mengganggu konsentrasi. (7) Menyusun kembali program belajar.

(8) Menghilangkan ketegangan dengan humor. (9) Mengekang secara fisik.

2.1.1.4Pengaturan Siswa

Siswa merupakan individu perbedaan pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis. Tetapi, di dalam perbedaan dari ketiga aspek itu terdapat persamaan. Berbagai perbedaan dan persamaan siswa berguna dalam membantu usaha pengaturan siswa di kelas, terutama berhubungan dengan masalah bagaimana pola pengelompokkan siswa guna menciptakan lingkungan belajar yang penuh kesenangan dan bergairah dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama (Djamarah 2010: 208).

Kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan kelompok memperhatikan pada aspek individual siswa. Siswa ditempatkan berdasarkan postur tubuh, adanya kelainan penglihatan, jenis kelamin. Selain itu penempatan siswa yang cerdas, bodoh, yang pendiam, yang lincah, suka membuat keributan, yang suka mengganggu temannya, dan sebagainya. Pengelompokkan siswa harus dilakukan secara heterogen.

2.1.2 Pengelolaan Kelas yang Efektif

Keharmonisan hubungan guru dan siswa dalam pembelajaran mempunyai efek terhadap pengelolaan kelas. Guru menciptakan pembelajaran yang


(38)

menyenangkan agar siswa merasa nyaman. Dengan rasa nyaman maka materi pelajaran akan mudah dipahami siswa.

Thomas Gordon (1990) dalam Djamarah (2010: 216) menjelaskan bahwa hubungan guru dan siswa dikatakan baik apabila hubungan itu memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1) Keterbukaan, guru dan siswa bersikap jujur dan membuka diri satu sama lain. 2) Tanggap bilamana seseorang tahu bahwa dia dinilai oleh orang lain.

3) Saling ketergantungan, antara satu sama lain.

4) Kebebasan dalam mengembangkan keunikannya, kreativitasnya, dan kepribadiannya.

5) Saling memenuhi kebutuhan.

Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa pengelolaan yang efektif tercipta dari hubungan guru dan siswa yang harmonis. Dengan begitu mampu menciptakan pembelajaran yang nyaman bagi siswa. Guru bertugas untuk meminimalisir atau menghilangkan permasalahan-permasalahan yang mungkin muncul dalam pengelolaan kelas.

2.1.3 Syarat Guru Sukses dalam Mengelola Kelas

Guru bertanggung jawab penuh dalam menciptakan kondisi kelas yang kondusif. Rusydie (2011: 101-29) menjelaskan sebagai guru ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk menciptakna kelas yang baik, yaitu sebagai berikut: 1) Profesional

Mengingat profesi guru yang sangat mulia dan penuh tanggung jawab serta mengandung risiko tinggi, maka diperlukan upaya maksimal bagi


(39)

masing-24 masing guru agar menjadi sosok yang profesional demi meningkatkan mutu dan kualitaspendidikan. Oleh karena itu, adapun kriteria untuk menjadi

guru profesional, sebagai berikut: a) Memiliki keahlian yang mendidik.

b) Berkelas tinggi, yaitu dengan menunjukkan skills, dedikasi, dan pengorbanan kita demi kemajuan dunia pendidikan, sehingga kelak masyarakat yang akan menilai sendiri betapa mulia dan vitalnya peran seorang guru.

2) Kepribadian yang Baik.

Profesi seorang guru memang sangat identik dengan peran seorang pembimbing, pembina, dan pengasuh. Seorang guru yang mampu memberi teladan baik kepada peserta didiknya, maka ia akan dapat menularkan kebaikan di lingkungan anak didiknya. Oleh karena itu, sebagai guru tidak hanya terbatas pada mengajar (transfer of knowledge), tetapi juga sebagai penanaman nilai-nilai moral bagi siswa.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh agar memiliki kualitas kepribadian guru yang baik seperti: (1) selalu tampil prima, (2) bijaksana, (3) ceria, (4) mampu mengendalikan emosi, (5) mampu menjawab pertanyaan siswa, (6) berusaha menerima keadaan, (7) tidak sombong, (8) adil, (9) penuh tanggung jawab.

3) Luwes

Luwes dalam hal perilaku, yaitu seperti antusias, berwibawa, supel, berpandangan positif terutama dalam melihat peluang yang baik, humoris, leluasa yang artinya dapat menemukan lebih dari satu cara untuk mencapai hasil yang maksimal dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar, terbuka dan penerima,


(40)

fasih dalam berkomunikasi dengan jelas, ringkas, dan jujur, tulus, spontan yang artinya dapat mengikuti irama di kelas dan tetap bisa mempersembahkan hasil yang terbaik, menarik dan tertarik, beranggapan bahwa semua siswa mampu mencapai kesuksesan seperti yang mereka impikan, menetapkan dan memelihara harapan siswa dengan baik, berusaha semaksimal mungkin membantu dan mendorong siswa dalam meraihnya.

Luwes dalam hal tindak tanduk. Bersikap luwes dapat ditunjukkan guru dalam memanfaatkan gerak-gerik tubuh pada saat mengajar. Beberapa bagian tubuh dapat dijadikan sarana untuk menunjukkan pentingnya materi yang tengah diajarkan. Seperti melalui tatapan atau kontak mata, ekspresi wajah, dan nada suara.

4) Dapat Berperan sebagai Eksekutor

Beberapa prinsip seorang eksekutor yang perlu diterapkan oleh guru dalam mengajar, yaitu:

(1) Dapat mengetahui hasil yang akan diperoleh. Ketika hendak mengajar, pastikan guru benar-benar mengerti tentang materi yang hendak ia ajarkan. Namun, guru tidak hanya dituntut untuk mengerti apa yang akan diajarkan, melainkan juga harus paham dan mengetahui hasil yang ingin diperoleh dari pengajarannya.

(2) Dapat menjelaskan hasil yang akan diperoleh. Guru dapat melakukan beberapa hal seperti: memaparkan hal-hal positif terhadap materi pelajaran, menunjukkan bagian-bagian penting pada materi yang harus diperhatikan, dan membuat rumus-rumus khusus untuk memudahkan siswa mengingat materi tersebut.


(41)

26 (3) Dapat meraih hasil. Meraih tujuan pembelajaran tidak selalu berarti semua siswa memperoleh nilai yang baik saat ujian. Jika guru sudah mampu menjelaskan materi pelajaran dengan baik dan siswa juga sudah memahaminya dengan benar, maka saat itulah tujuan dari proses pembelajaran dapat tercapai.

Sedangkan menurut Agung (2010: 57) ada beberapa hal yang dapat menjadi acuan bagi guru untuk mewujudkan gagasan dan perilaku kreatif dalam mengelola kelas, yaitu:

1) Mengkaji bahan ajar atau materi pembelajaran yang akan disampaikan dan tujuan pembelajaran. Guru hendaknya menguasai materi yang akan dibelajarkan kepada peserta didiknya.

2) Mengkaji bentuk-bentuk pengelolaan kelas dan menentukan dengan kemungkinan penerapan sesuai dengan bahan ajar yang akan disampaikan dalam bentuk klasikan/kelas, berkelompok, berpasangan, perseorangan atau lainnya.

3) Dalam pengelolaan kelas guru perlu memperhatikan hal-hal yang terkait dengan pemberian dan membangkitkan perhatian dan motivasi peserta didik, mengembagkan keaktifan dalam pembelajaran, keterlibatan langsung peserta didik, pemberian pengulangan, pemberian tantangan belajar, pemberian balikan dan penguatan, serta memperhatikan perbedaan individual siswa. 4) Mengidentifikasi permasalahan dan hambatan dalam pengelolaan dan

kebutuhan ruang/kelas, serta membahas dengan kepala sekolah dan rekan guru lain untuk mencari alternatif pemecahannya.


(42)

5) Menyusun rencana kerja terkait pengelolaan kelas. Setelah guru mengkaji kegiatan diatas maka guru dapat menyusun rencana pengelolaan kelasnya.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan guru bertanggung jawab penuh akan kondisi kelasnya. Dalam mengelola kelas guru harus mengkondisikan kelas agar pembelajaran berjalan efektif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan beberapa hal seperti: penguasaan materi pelajaran, sikap guru yang luwes selama pembelajaran, memberikan teladan kepada siswa dengan memotivasi peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran, mengidentifikasi setiap permasalahan dan hambatan selama pembelajaran serta mencari pemecahan masalahnya , penyampaian materi dengan maksimal melalui gerak tubuh maupun nada suara. Beberapa hal tersebut kemudian dijadikan acuan dalam menyusun rencana kerja terkait pengelolaan kelas, sehingga akan menghasilkan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna bagi peserta didik.

2.1.4 Kecerdasan Emosional

2.1.4.1Pengertian Kecerdasan

Menurut Howaard Gardner, kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan atau menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu. Sedangkaan Alfred Binet dan Yheodore Simon mengemukakan kecerdasan terdiri dari tiga komponen: (1) kemampuan mengarahkan pikiran dan atau tindakan, (2) kemampuan mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut telah dilakukan, dan (3) kemampuan mengkritik diri sendiri. Buzan mendefinisikan kecerdasan pribadi itu menyangkut pengetahuan dan pemenuhan diri, terutama tentang pemahaman


(43)

28 diri sendiri tentang model atau peta mental diri yang baik dan jujur, dan mampu belajar dari pengetahuan tersebut (Efendi 2005: 83).

Definisi kecerdasan lain dikemukakan oleh Piaget yang mengatakan bahwa “Intelligence is what you use when you don’t know what to do”. Yang artinya kecerdasan adalah apa yang kita gunakan pada saat kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan.

Sedangkan D. Wechsler dalam Soeparwoto (2007: 83) mengartikan bahwa intelegensi sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak terarah atau bertujuan, berpikir secara rasional, serta dapat menghadapi lingkungannya dengan efektif.

Menurut Sternberg dalam Efendi (2005: 86) menjelaskan kecerdasan sebagai serangkaian keterampilan berfikir dan belajar yang digunakan dalam memecahkan masalah akademis dan sehari-hari, yang secara terpisah dapat di diagnosa dan diajarkan.

Dari urain diatas, dapat disimpulkan kecerdasan merupakan serangkaian kemampuan yang dimiliki seseorang dalam berpikir, bertindak dan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.

2.1.4.2Pengertian Emosi

Para psikolog menyebutkan bahwa emosi merupakan salah satu dari trilogi mental (kognisi, emosi, dan motivasi). Akar kata emosi adalah movere,

kata kerja Bahasa Latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalam “e” untuk memberi arti “bergerak menjauh”. Artinya bahwa kecenderungan


(44)

Oxfort English Dictionary mendefinisikan emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. Menurut Goleman (2005: 411) menganggap emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Ada ratusan emosi, bersama dengan campuran perasaan, variasi, mutasi, dan nuansanya.

Menurut Chaplin dalam Safaria dan Saputra (2012: 12), emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan terangsang dari organisme, mencakup pengalaman yang disadari yang bersifat mendalam, dan memungkinkan terjadinya perubahan perilaku. Sedangkan menurut James dalam Safaria dan Saputra (2012: 11) emosi adalah keadaan jiwa yang menampakkan diri dengan sesuatu perubahan yang jelas pada tubuh.

Definisi lain menurut Poerbakawatja dalam Rifa’i dan Chatharina (2011: 51), menyebutkan bahwa emosi adalah suatu respon (reaksi) terhadap suatu perangsang yang dapat menyebabkan perubahan fisiologis, disertai dengan perasaan yang kuat, biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus.

Emosi berhubungan dengan motif. Emosi dapat berfungsi sebagai motif yang dapat memotivasi atau menyebabkan timbulnya semacam kekuatan agar individu dapat berbuat atau bertingkahlaku. Tingkah laku yang ditimbulkan emosi tersebut bisa bersifat positif maupun negatif. Misalnya timbul rasa simpati, terharu terhadap korban bencana alam ataupun timbulnya rasa marah, jengkel saat grup sepakbola yang diidolakan kalah dalam pertandingan.

Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi merupakan suatu respon yang kuat dari luar, perasaan dan pikran-pikiran khasnya, suatu keadaan


(45)

30 biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan yang perubahannya tampak jelas pada tubuh, biasanya keadaan seperti ini dapat merangsang keadaan mental yang kuat dan meluap-luap.

Safaria dan Saputra (2012: 16-7) menjelaskan bahwa emosi mempunyai keunggulan, di antaranya sebagai berikut:

1) Emosi adalah bentuk komunikasi yang dapat memengaruhi orang lain. Guratan ekspresi yang terlihat pada raut muka seseorang adalah bagian dari emosi. Sejak dahulu sampai sekarang guratan ekspresi merupakan bentuk komunikasi seperti kata-kata, bahkan lebih cepat dari kata-kata.

2) Emosi dapat mengorganisasi dan memotivasi tindakan.Emosi secara teoritis dapat memotivasi perilaku. Pada situasi tertentu, emosi dapat bereaksi mempersiapkan segala sesuatunya untuk menghadapi situasi tersebut. Emosi akan mempersiapkan segala sesuatunya untuk melewati rintangan yang ada dalam pikiran kita.

2.1.4.3Golongan Emosi

Goleman (2005: 411-2) mengelompokkan emosi dalam golongan-golongan besar, yaitu sebagai berikut:

1) Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan barangkali yang paling hebat, tindak kekerasan dan kebencian patologis.

2) Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan kalau menjadi patologis, depresi berat.


(46)

3) Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sekali, kecut sebagai patologi, fobia dan panik.

4) Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, senang sekali, dan batas ujungnya mania. 5) Cinta: penerimaan, persahabatan kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti,

hormat, kasmaran, kasih.

6) Terkejut: terkejut, terkesiap, takjub, terpana.

7) Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.

8) Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur. Adapun menurut Paul Ekmal dan Seymour dalam Goleman (2005: 414-21) beberapa ciri pikiran emosional sebagai berikut:

Pertama, respon yang cepat tetapi ceroboh. Pikiran emosional (emotional mind) jauh lebih cepat dari pikiran rasional (rational mind). Keunggulan pikiran emosional adalah dapat membaca realitas emosi dalam sekejap. Pikiran emosional juga dapat membuat penilaian singkat secara naluriah, sehingga bisa menunjukkan apa yang perlu dicurigai, siapa yang harus dipercaya, siapa yang menderita. Dengan demikian, pikiran emosional dapat menjadi radar terhadap bahaya.

Kedua, perasaan dan pikiran. Emosi itu mendahului pikiran. Reaksi emosional gerak cepat lebih menonjol dalam situasi-situasi mendesak yang mendahulukan tindakan penyelamatan diri. Keputusan ini, menyiapkan kita dalam sekejap untuk siap siaga mengahadapi keadaan darurat. Perasaan-perasaan kita


(47)

32 yang paling dasyat merupakan reaksi-reaksi diluar kehendak, kita tidak dapat memutuskan kapan perasaan itu akan muncul seperti cinta, amarah dan takut.

Ketiga, realisasi simbolik. Logika emosional itu bersifat asosiatif. Menganggap bahwa unsur-unsur yang melambangkan suatu realitas, atau memicu kenangan terhadap realitas itu, merupakan hal yang sama dengan realitas tersebut. Ada banyak segi dimana akal emosional mirip perilaku kanak-kanak, semakin mirip kanak semakin kuatlah tumbuhnya emosi tersebut. Cara mirip kanak-kanak ini bersifat menegaskan diri sendiri, dengan menekan atau mengabaikan ingatan atau fakta yang akan menggoyahkan keyakinan dan memanfaatkan ingatan serta fakta yang mendukung.

Keempat, memposisikan masa lampau sebagai masa sekarang. Akal emosional bereaksi terhadap keadaan sekarang seolah-olah keadaan itu adalah masa lampau.

Kelima, realitas yang ditentukan oleh keadaan. Bekerjanya akal pikiran sebagian besar ditentukan oleh keadaan. Bagaimana orang bertindak pada saat romantis, bagaimana berperilaku jika kita sedang marah atau ditolak.

2.1.4.4Pengertian Kecerdasan Emosional

Menurut Salovey dan Mayer dalam Soeparwoto (2007: 101) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.

Cooper dan Sawaf dalam Efendi (2005: 172) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai berikut “Emotional Intelligence is the ability to sense,


(48)

understand, and effectively apply the power and acumen of emotions as a source of human energy information, connection, and influence”.

Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif mengaplikasikan kekuatan serta kecerdasan emosi sebagai sebuah sumber energi manusia, informasi, hubungan, dan pengaruh.

Sedangkan menurut Goleman (2005: 45) kecerdasan emosional merupakan kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan mengahadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan kecerdasan emosional adalah (a) kemampuan memahami, mengenali, merasakan, mengelola, dan memimpin perasaan diri sendiri dan orang lain, (b) kemampuan dalam memahami, mengenali, meningkatkan, mengelola, dan memimpin motivasi diri sendiri dan orang lain untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan yang dikehendaki.

2.1.5 Karakteristik dan Indikator Kecerdasan Emosional

Sesuai dengan definisi yang dikemukakan oleh Salovey dan Mayer, maka ciri-ciri kecerdasan emosional antara lain sebagai berikut:

1) Individu mampu memantau perasaan dan emosi, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.

2) Menggejala pada diri individu dalam bentuk: keramahan, percaya diri atau sikap hormat kepada orang lain, empatik, setia kawan, mandiri, kemampuan


(49)

34 menyesuaikan diri, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, dan tekun. 3) Individu nampak ulet, optimis, motivasi tinggi, dan antusiasme.

4) Tindakan individu lebih didasarkan pada karakter atau karakteristik pribadi, bukan didasarkan kepintaran seseorang (Soeparwoto 2007: 103).

Salovey dalam Goleman (2005: 58-9) menguraikan kecerdasan emosional menjadi lima wilayah utama , yaitu sebagai berikut:

1) Mengenali emosi diri. Kesadaran diri mengenali perasaan pada saat perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan kita yang sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan.

2) Mengelola emosi. Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri. Hal ini mengacu pada kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan, atau ketersinggungan.

3) Memotivasi diri sendiri. Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. 4) Mengenali emosi orang lain atau empati. Orang yang empatik lebih mampu

menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain. Hal ini ditunjukkan dengan sikap seperti: lebih terbuka terhadap pendapat orang lain, peka terhadap perasaan orang lain, dan lebih baik mendengarkan orang lain.


(50)

5) Membina hubungan. Seni membina hubungan sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Membina hubungan dapat diwujudkan dengan sikap seperti: lebih tegas dan terampil dalam berkomunikasi, menyelesaikan pertikaian, bekerja sama, berbagi rasa dan suka menolong.

Sedangkan Goleman (2001: 42-3) mengelompokkan kecerdasan emosional ke dalam dua kelompok, yaitu kecakapan pribadi dan kecakapan sosial. Kecakapan pribadi meliputi kesadaran diri, pengaturan diri, dan motivasi. Sementara, kecakapan sosial meliputi empati dan keterampilan sosial.

Lima unsur kecerdasan emosional, yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan kecakapan sosial. Kemudian dari lima unsur tersebut melahirkan keterampilan praktis kecakapan emosi sebagai berikut:

1) Kesadaran diri, meliputi kesadaran emosi, penilaian diri secara teliti, dan percaya diri.

2) Pengaturan diri, meliputi kendlai diri, sifat dapat dipercaya, kewaspadaan, adaptabilitas, dan inovasi.

3) Motivasi, meliputi dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif, dan optimisme. 4) Empati, meliputi memahami orang lain, orientasi pelayanan, pengembangan

orang lain, mengatasi keragaman, dan kesadaran politis.

5) Keterampilan sosial, meliputi pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaborasi dan kooperasi, dan kemampuan tim.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional mengacu pada: (1) pengelolaan emosi pada diri sendiri dan orang lain


(51)

36 (mengendalikan emosi), (2) individu mampu memotivasi diri sendiri untuk terus memperbaiki kualitas diri, hal ini diwujudkan dengan sikap ulet, optimis, dan motivasi tinggi, (3) mampu menjalin hubungan baik dengan orang lain.

2.1.6 Kecerdasan Emosional pada Guru

Guru adalah profesi mulia yang dipercaya masyarakat untuk mencerdaskan manusia. Oleh karena itu, guru harus memiliki seperangkat kompetensi dasar sebagai bekal dalam menjalankan profesinya. Guru tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik anak didiknya untuk menjadi manusia seutuhnya. Hal ini yaitu melalui pembelajaran yang diajarkannya. Pembelajaran diupayakan sedemikian rupa dengan suasana nyaman dan kondusif bagi peserta didik. Dengan suasana yang efektif sudah tentu tujuan pembelajaran akan tercapai.

Dalam pembelajaran yang dilakukan guru terkadang timbul gangguan yang menjadikan suasana kelas tidak lagi kondusif. Guru perlu mengembalikan suasana tersebut. Namun, terkadang guru harus ekstra sabar mengahdapi peserta didiknya terutama siswa yang memang dikategorikan hiperaktif. Menurut Mulyasa (2011: 48) ujian terbesar guru yaitu rangsangan yang memancing emosi. Guru sangat memerlukan kestabilan emosi, menahan emosi terhadap rangsangan yang menyinggung perasaan. Guru yang mudah marah akan membuat peserta didik menjadi takut dan kurang minatnya untuk mengikuti pembelajaran.

Elizabeth B. Hurlock dalam Suyanto dan Asep Jihad (2013: 17) menjelaskan bahwa salah satu kepribadian guru yang sehat adalah dapat mengontrol emosi. Selain itu, dalam penangani berbagai permasalahan peserta didik di kelas yang paling penting adalah adanya hubungan baik antara guru dan peserta didik. Seperti yang dijelaskan Baharuddin (2014: 196) ada lima faktor


(52)

yang memengaruhi kualitas perilaku guru dalam melaksanakan tugasnya, salah satunya yaitu hubungan guru dan murid-muridnya. Apabila guru menciptakan hubungan yang baik dengan peserta didiknya maka peserta didik akan lebih mudah memperhatikan guru dan akan lebih tertarik dengan pembelajaran yang dilakukan guru tersebut.

Guru harus menciptakan iklim sosial dan emosional yang baik. Asumsi ini mengharuskan wali atau guru kelas berusaha menyusun program kelas dan pelaksanaannya yang didasari oleh hubungan manusiawi yang diwarnai sikap saling menghargai dan saling menghormati antarpersonal di kelas. Setiap personal diberi kesempatan untuk ikut serta dalam kegiatan kelas sesuai dengan kemampuan masing-masing, sehingga timbul suasana sosial dan emosional yang menyenangkan pada setiap personal dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing (Djamarah dan Zain 2010: 182). Sesuai dengan pendapat Uno (2008: 71) yang menjelaskan kecerdasan emosional menuntut seseorang belajar mengakui dan menghargai dirinya dan orang lain. Dalam hal ini guru harus mengerti dan menghargai kemampuan peserta didiknya.

Menurut Anne Craight (2008: 26) orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, mereka dapat mempertahankan hubungan antar pribadi dengan sangat baik dan memiliki rasa humor dan senang bergaul. Dengan demikian, jika guru memiliki kecerdasan emosional yang tinggi maka terlihat dalam pembelajaran yang menyenangkan. Guru memasukkan unsur humor dalam pembelajarannya, sehingga akan mendorong siswa untuk tetap mengikuti pembelajarannya. Dengan begitu, guru dikatakan berhasil dalam mengelola kelasnya, dan yang paling penting adalah hasil pembelajaran tercapai dengan baik.


(53)

38

2.2

Hubungan Antar Variabel

Penelitian ini terdiri atas dua variabel yaitu pengelolaan kelas (Y), dan kecerdasan emosional (X). Pengelolaan kelas dalam penelitian ini yaitu pengelolaan peserta didik.

Guru perlu memiliki kepribadian yang matang dan sehat. Salah satu cirinya yaitu dengan dapat mengontrol emosinya (Suyanto dan Asep Jihad 2013: 16-7). Seorang guru harus terus meningkatkan pembelajarannya, yaitu dengan terus memperbaiki diri dan memperbaiki pembelajaran. Selain itu, Mulyasa (2011: 161) menjelaskan bahwa untuk mendongrak kualitas pembelajaran, antara lain dengan mengembangkan kecerdasan emosional, mengembangkan kreativitas dalam pembelajaran, mendisiplinkan peserta didik dengan kasih sayang, membangkitkan nafsu belajar, dan melibatkan masyarakat dalam pembelajaran.

Menurut Peter Salovey dan John Mayer dalam Soeparwoto (2007: 101)

“kualitas-kualitas emosional di anggap penting bagi keberhasilan seseorang. Kualitas itu antara lain empati, mengungkapkan dan memahami perasaan orang lain, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan, menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi ketekunan,

kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat kepada orang lain”.

Dengan demikian, kecerdasan emosional mempengaruhi pembelajaran yang dilakukan guru. Dalam melaksanakan pembelajaran guru harus mengontrol emosi dengan baik sehingga menciptakan pembelajaran yang nyaman bagi peserta didik. Kondisi nyaman seperti ini akan membuat pembelajaran menjadi efektif sehingga peserta didik mampu menyerap materi yang disampaikan. Dengan


(54)

demikian, tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik. Selain itu, dengan kecerdasan emosional guru mampu berhubungan baik dengan peserta didik. Hal ini akan menumbuhkan sosio emosional yang baik antara guru dan peserta didik. Dengan begitu peserta didik akan lebih mudah mematuhi guru dan peserta didik lebih antusias mengikuti pembelajaran.

2.3

Kajian Empiris

Beberapa hasil penelitian yang mendukung pada penelitian ini diantaranya yaitu:

1) Penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi (2004) mahasiswa IAIN Antasari Banjarmasin yang berjudul “Hubungan Antara Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Emosional dan Efektifitas Manajemen Kelas Oleh Guru

Madrasah Aliah Negeri Banjarmasin”. Penelitian ini menghasilkan

penemuan, yaitu terdapat hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan efektivitas manajemen kelas. Keduanya berjalan seiring, artinya makin cerdas emosionalnya makin efektif manajemen kelasnya. Koefisien korelasi untuk kedua variabel ini diperoleh sebesar 0,46. Variasi efektivitas manajemen kelas dapat dijelaskan oleh variasi kecerdasan spiritual sebesar 21,16%. Peningkatan satu unit pada nilai kecerdasan emosional menyebabkan peningkatan sebesar 0,36 unit pada efektivitas manajemen kelas. Ada persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian dilakukan oleh Ahmadi.

Persamaannya yaitu menggunakan variabel kecerdasan emosional. Perbedaannya yaitu penelitian Ahmadi dilakukan di Madrasah Aliah, sedangkan penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar.


(55)

40 2) Penelitian yang dilakukan oleh Diana Widyarani (2011) mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul

Pengaruh Pengelolaan Kelas terhadap Pembelajaran Efektif pada Mata Pelajaran IPS di SMP Al-Mubarak Pondok Aren Tangerang Selatan”. Dari penelitian ini didapat rxy produk momen sebesar 0,739% maka Ho diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pengelolaan kelas dengan pembelajaran efektif pada mata pelajaran IPS. Koefisien determinasi sebesar 54,6% menunjukkan bahwa pengelolaan kelas kontribusi dan pembelajaran efektif pada mata pelajaran IPS sebesar 54,6%. Sedangkan 59,94 pembelajaran efektif pada mata pelajaran IPS dapat dipengaruhi oleh faotor lain seperti kemampuan intelektual, minat, dan bakat siswa.

Ada persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian Diana. Persamaannya yaitu menggunakan variabel pengelolaan kelas sedangkan perbedaannya yaitu penelitian Diana dilakukan di sekolah menengah sementara penelitian ini dilakukan di sekolah dasar.

3) Penelitian yang dilakukan oleh Danang Mukti Wibowo, Annastasia Ediati, dan Achmad Mujab Masykur (2011) mahasiswa Universitas Diponegoro yang

berjudul “Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan Kinerja Guru”. Hasil uji statistik dengan analisis regresi sederhana mendapatkan rxy=0,530 dengan p=0,001 (p<0,05). Artinya tanda positif pada skor korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosi dan


(56)

kinerja guru. Nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,281 menunjukkan bahwa 28,1% kinerja guru SMA Negeri 2 Ngawi dapat dijelaskan oleh variabel kecerdasan emosi sedangkan sisanya 71,9% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diungkap dalam penelitian ini. Letak perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti yaitu variabel pada penelitian yang telah dilakukan menggunakan variabel kecerdasan emosi dan kinerja guru, sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan variabel kecerdasan emosi.

4) Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Widyawati (2014) mahasiswa STKIP Islam yang berjudul “Pengaruh Kreativitas Guru Dalam Pengelolaan Kelas Terhadap Prestasi Belajar Siswa mata Pelajaran IPA Kelas V SD Negeri

Kalierang 01 Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes tahun 2014”. Penelitian

ini menghasilkan hasil uji t hitung sebesar 0,269 (26,9) dengan N = 28 taraf signifikan 5% menunjukan bahwa 26,9% variabel kreativitas guru dalam pengelolaan kelas berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi struktur bumi dan matahari di kelas V SD Negeri Kalierang 01 Kecamatan Bumiayu tahun 2014 dan 73,1% prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil Penelitian dapat disimpulkan bahwa kreativitas guru dalam pengelolaan kelas dapat memberikan pengaruh yang positif sebesar 0,269 (26,9%) terhadap prestasi belajar siswa, untuk itu semakinbaikpengelolaankelas yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran, maka semakin baik pula prestasi belajar siswa kelas V SD Negeri Kalierang 01 Kecamatan Bumiayu.


(57)

42 Letak perbedaan penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian yang akan diteliti yaitu terletak pada variabel yang digunakan, penelitian yang akan diteliti menggunakan variabel kecerdasan emosi dan pengelolaan kelas.

5) Penelitian yang dilakukan oleh Mohamed Abdul Madhar (2010) mahasiswa

College of Applied Science yang berjudul “Emotional Intelligence of Teachers and effective Class Room Management”. Penelitian ini mengungkapkan pentingnya kecerdasan emosional guru. Dalam kelas guru harus bisa mengontrol emosi, harus menampakkan kegembiraan dikelas dan tidak menampakkan kesedihan didepan peserta didiknya karena hal ini jika dilakukan guru akan menurunkan motivasi peserta didiknya.

6) Penelitian yang dilakukan oleh Jasmine Delceva dan Dizdarevik (2014) mahasiswa Institute of Pedagogy, Faculty of Philosophy Ss. Cyril and

Methodius University Skopje Macedonia yang berjudul “Classroom

Management”. Penelitian ini dilakukan dalam rangka untuk memeriksa

keterampilan pengelolaan kelas guru di Republik Makedonia, penelitian telah dilakukan untuk guru-guru di sekolah dasar di Republik Makedonia. Instrumen yang akan digunakan untuk menyelesaikan penelitian dan analisis adalah menggunakan kuesioner untuk guru dan kebijakan pendidikan analisis di negara Republik Makedonia. Analisis hasil menunjukkan bahwa ada penurunan keterampilan pengelolaan kelas guru dikarenakan beberapa penyimpangan dalam pendidikan awal guru.

2.4

Kerangka Berpikir

Pembelajaran yang dilakukan guru memegang peran penting. Peserta didik akan mudah memahami pengetahuan yang diberikan jika guru bisa mengelola


(58)

pembelajaran dengan baik. Dalam mengelola kelasnya guru harus bisa mengelola emosinya. Hal ini berarti guru harus memiliki kecerdasan emosional yang terdiri dari kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan kerangka berpikir seperti pada diagram berikut ini:

Gambar: 2.1 Pola Kerangka Berpikir

Diagram tersebut menunjukan bahwa pengelolaan kelas dipengaruhi oleh kecerdasan emosional yang dimiliki guru yaitu yang meliputi kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial. Pengelolaan kecerdasan emosional yang maksimal akan membantu guru dalam mengelola emosinya secara baik, sehingga dapat menciptakan pengelolaan kelas yang maksimal, yaitu terlihat dari penggunaan prinsip-prinsip pengelolaan kelas secara maksimal, penciptaan dan pemeliharaan iklim pembelajaran yang optimal, dan pengendalian kondisi belajar yang optimal.

Selain itu, kecerdasan emosional dapat menciptakan hubungan sosio emosional yang baik antara guru dengan peserta didik. Hal ini sangat membantu

Prinsip-prinsip pengelolaan kelas

Pengendalian kondisi belajar Kecerdasan Emosional

(X)

Kesadaran Diri Pengaturan Diri

Motivasi Empati Keterampilan

Sosial

Pengelolaan Kelas (Y)


(59)

44 guru dalam menciptakan pembelajaran yang nyaman bagi peserta didik. Guru dapat memotivasi Peserta didik untuk mengikuti pembelajaran dan akan tercipta iklim pembelajaran yang kondusif. Dengan demikian, tujuan pembelajaran akan tercapai dengan baik dan hasil belajar menjadi maksimal.

2.5

Hipotesis

Menurut Sugiono (2013: 99) “hipotesis adalah jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah

dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”. Berdasarkan landasan teori dan

kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu:

2.3.1 Hipotesis Assosiatif

1) Ho : tidak ada pengaruh yang signifikan kecerdasan emosional terhadap pengelolaan kelas di Sekolah Dasar Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal.

2) Ha : ada pengaruh yang signifikan kecerdasan emosional terhadap pengelolaan kelas di Sekolah Dasar Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal.

2.3.2 Hipotesis Statistik 1) Ho : ρ = 0


(60)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bagian metodologi penelitian, berisi penjelasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini. Hal-hal tersebut antara lain: (1) desain penelitian; (2) populasi dan sampel; (3) variabel penelitian; (4) definisi operasional; (5) teknik pengumpulan data; (6) instrumen penelitian; (7) analisis data. Berikut uraian selengkapnya.

3.1

Desain Penelitian

Desain penelitian dalam sebuah penelitian berguna untuk pengembalian keputusan sebelum kegiatan penelitian dilaksanakan. Pada penelitian ini digunakan metode ex post facto dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ex post facto menurut Sugiyono (1999) dalam Riduwan (2013: 50) merupakan “suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian melihat ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat

menimbulkan kejadian tersebut.”

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian ex post facto tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap pengelolaan kelas di Sekolah Dasar Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal. Pada penelitian ini terdapat variabel bebas X yaitu kecerdasan emosional, serta variabel terikat Y yaitu pengelolaan kelas. Dalam hal ini peneliti memilih pengelolaan kelas sebagai akibat dan kecerdasan emosional sebagai sebab. Kecerdasan emosional ini menjadi sebab dalam menciptakan kemaksimalan pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru.


(61)

46 Adapun desain penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap pengelolaan kelas di Sekolah Dasar Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal SelatanKota Tegal digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Desain Penelitian Keterangan :

X : Kecerdasan Emosional Y : Pengelolaan Kelas

3.2

Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Sugiyono (2013: 119) menjelaskan “populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas subjek atau objek yang memiliki kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan diambil kesimpulannya”. Sedangkan menurut Arikunto (2010: 173) menjelaskan bahwa “populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Dapat disimpulkan bahwa populasi adalah subjek atau objek yang memiliki karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti sebagai bahan untuk mencari informasi dan pengambilan kesimpulan.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru SD pada Dabin 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal yang berjumlah 93 guru tersebar dalam 11 SD. Rincian selengkapnya sebagai berikut.


(62)

Tabel 3.1 Populasi Penelitian

No Nama SD Populasi

1 SD Negeri Debong Kulon 7 guru

2 SD Negeri Debong Kidul 14 guru

3 SD Negeri Tunon 1 7 guru

4 SD Negeri Tunon 2 7 guru

5 SD Negeri Keturen 10 guru

6 SD Negeri Bandung 1 7 guru

7 SD Negeri Bandung 2 9 guru

8 SD Negeri Bandung 3 7 guru

9 SD Negeri Kalinyamat Wetan 1 8 guru 10 SD Negeri Kalinyamat Wetan 2 8 guru 11 SD Negeri Kalinyamat Wetan 3 9 guru

Jumlah 93 guru

Sumber: UPPD Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal 3.2.2 Sampel

Sugiyono (2013: 120) mendefinisikan sampel sebagai bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Menurut Arikunto (2010: 174) sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sedangkan Riduwan (2013: 11) menyimpulkan bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Sampel harus representatif oleh karena itu harus dilakukan teknik pengambilan sampel atau teknik sampling. Pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili dan dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik probability sampling dengan jenis simple random sampling. Sugiyono (2013: 122) menjelaskan bahwa probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Selanjutnya Sugiyono menjelaskan bahwa simple


(63)

48 random sampling adalah cara pengambilan anggota sampel yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi.

Dalam penelitian ini pengambilan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin dengan taraf kesalahan 5% menghasilkan jumlah sampel sebanyak 76 dari jumlah populasi 93. Pengambilan sampel dalam penelitian ini berupa sampel proporsi karena populasi di setiap sekolah berbeda. Arikunto (2010: 182)

berpendapat bahwa ”ada kalanya banyaknya subjek yang terdapat pada setiap wilayah tidak sama. Oleh karena itu, untuk memperoleh sampel yang representatif, pengambilan subjek dari setiap wilayah ditentukan seimbang atau sebanding (proporsional) dengan banyaknya subjek pada masing-masing

wilayah”.

Pengambilan sampel menggunakan rumus proporsional random sampling menurut Sugiyono (1999: 67) yang dikutip oleh Riduwan (2013: 66) yaitu:

Keterangan : ni = jumlah sampel menurut stratum n = jumlah sampel seluruhnya Ni = jumlah populasi menurut stratum N = jumlah populasi seluruhnya

Berdasarkan rumus yang di atas, maka jumlah siswa yang ada dapat dicari jumlah sampel pada penelitian ini yaitu sebagai berikut.

n =


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)