21 berbais masyarakat sehingga adaptasi bisa berlanjut ke masa depan. Temuan ini
menunjukkan bahwa jenis tindakan adaptasi yang dilaksanakan secara top-down kemungkinan tidak mendukung ketahanan lokal dalam jangka panjang dan
tindakan adaptasi yang dilksanakan secara bottom-up memerlukan beberapa tingkat kolaborasi dari atas untuk memaksimalkan efektivitas tindakan yang
dilakukan lihat Gambar 2.13.
Amaru dan Chhetri merujuk pada Klein, Schipper, Dessai 2005, menyebutkan adaptasi terhadap perubahan iklim terjadi pada berbagai skala, di
tingkat lokal atau regional dengan tindakan yang diambil dalam upaya untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan dan dapat dilakukan oleh berbagai
pemangku kepentingan termasuk petani, lembaga-lembaga publik, masyarakat, masyarakat sipil LSM, dan sektor swasta. Beberapa elemen penting dari
langkah-langkah adaptasi yang sukses meliputi kepemimpinan, sumber daya, pertukaran informasi dan komunikasi antara para pemangku kepentingan, dan
pandangan dan keyakinan yang kompatibel. Sebuah upaya yang berkelanjutan untuk beradaptasi menuntut keterlibatan aktif dari berbagai pemangku
kepentingan sehingga teknologi yang bersifat lokal-spesifik dapat digunakan sebagi inovasi untuk beradaptasi dengan perubahan iklim.
Gambar 2.9 Kerangka penelitian Amaru Chhetri 2013
Keterangan: Hasil sintesis
2.4 Kerangka Penelitian
Setelah memahami latar belakang penyusunan pendekatan penghidupan berkelanjutan,
mempelajari perkembangan
kerangka penghidupan,
dan mensintesis beberapa hasil penelitian terbaru, peneliti memutuskan untuk
menyusun kerangka penelitian penghidupan baru yang mengadaptasi dari
22 kerangka-kerangka penelitian penghidupan Scoones 1998, Carney 1998, dan
Ellis 2000 dan memperhatikan hasil-hasil penelitian terdahulu yang telah disintesis. Kerangka penelitian penghidupan ini menekankan pada tiga analisis
utama, yaitu aset, akses, dan aktivitas. Skema kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Kerangka penelitian Mengikuti kerangka yang telah disusun, penelitian diawali dengan analisis
kerentanan ekologi di lokasi penelitian yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor iklim dan faktor non-iklim. Faktor iklim terdiri dari dampak yang
disebabkan oleh perubahan iklim dan variabilitas iklim. Faktor non-iklim yang disebabkan oleh kondisi ekologi lokasi penelitian yang berada di dataran rendah,
hilir DAS Cimanuk, ujung saluran irigasi Rentang dan upper Jatiluhur, perubahan ekologi lokasi penelitian yang disebabkan oleh deforestasi hulu sepanjang DAS
Cimanuk, degradasi lingkungan sepanjang saluran irigasi, kerusakan fisik saluran irigasi; serta perubahan kebijakan irigasi.
Kondisi kerentanan ekologi sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas aset penghidupan di suatu masyarakat, terutama menyebabkan rendahnya
kapasitas modal alam lahan sawah dan air di lokasi penelitian. Jaringan irigasi yang ada di desa tidak berfungsi dengan baik. Posisinya yang berada di akhir
saluran irigasi menyebabkan lahan-lahan persawahan hanya dapat mengandalkan air hujan untuk pengairannya. Di musim hujan, saluran irigasi yang melintasi
areal persawahan desa terisi air dan dapat mengairi lahan-lahan sawah, bahkan seringkali karena debit air yang masuk berlebih lahan-lahan sawah di desa
terendam air dan merusak tanaman padi. Namun, apabila hujan tidak turun dalam tiga atau empat minggu saja saluran irigasi akan mengering dan seringkali
23 menyebabkan penurunan produksi secara signifikan. Tak jarang, rumah tangga
pemilik lahan sawah mengalami kerugian yang besar dan rumah tangga buruh kehilangan kesempatan bekerja. Ketahanan pangan dan finansial semua rumah
tangga pun mengalami tekanan dan goncangan. Di sisi lain, seperti yang telah disampaikan pada pendahuluan dan uraian tinjauan pustaka di atas, keterbatasan
akan air irigasi akan mendorong lahirnya modal sosial yang kuat. Kesulitan dan perasaan saling membutuhkan yang disebabkan kerentanan ekologi ditambah
dengan faktor sejarah, tradisi, dan kekerabatan melahirkan interaksi sosial, ikatan kerja sama, dan saling tolong menolong yang kuat. Berbagai institusi sosial
produksi untuk mengatasi keterbatasan aset penghidupan pun bermunculan untuk mendukung kegiatan produksi pertanian di lahan sawah, mulai dari penyediaan air
irgasi, persiapan tanam, pelaksanaan tanam, sampai ke pemanenan.
Institusi sosial produksi bawon yang dinaungi hubungan patron-klien antara rumah tangga petani atas pemilik lahan sebagai patron dengan rumah
tangga bawah buruh sebagai klien terus dijalankan untuk menjaga terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok penghidupan semua pihak. Rumah tangga lapisan
atas membutuhkan tenaga kerja modal insani untuk menjamin tersedianya air untuk mengairi lahan-lahan sawah mereka dan tersedianya tenaga kerja untuk
semua rangkaian produksi padi. Sementara itu, rumah tangga lapisan bawah membutuhkan kesempatan kerja untuk menjamin kepastian pendapatan, baik uang
maupun hasil produksi tanaman, untuk mempertahankan penghidupannya. Institusi bawon memberikan kesempatan kepada rumah tangga bawah untuk
mendapatkan manfaat dari lahan sawah modal alam milik rumah tangga atas. Hubungan ini kemudia menjadi hubungan rumit, detail, dan meluas ke seluruh
aspek kehidupan. Patron harus menjamin kebutuhan pokok para kliennya selama terjadi masa-masa krisis ketika para klien tidak bisa mendapatkan pendapatan
yang cukup, misalnya ketika terjadi banjir dan kekeringan. Para patron harus bersedia memberikan pinjaman uang modal finansial, meminjamkan aset
fisiknya modal fisik, dan menjamin proses pendidikan sekolah modal insani. Hubungan ini adalah salah satu bentuk modal sosial yang sangat kuat yang terjadi
desa. Modal sosial ini memberikan akses bagi semua rumah tangga yang ada di desa untuk memanfaatkan aset penghidupan yang tersedia di desa. Modal sosial
ini akan terus kuat dan dipertahankan selama semua pihak memerlukannya dan merasa mendapat manfaat.
Aset-aset penghidupan dalam berbagai bentuk modal yang telah dimiliki atau diakses kemudian dikombinasikan oleh setiap rumah tangga menjadi
berbagai bentuk aktivitas strategi penghidupan. Mengikuti Scoones 1998, 2009, berbagai bentuk aktivitas tersebut dikelompokkan ke dalam tiga akitvitas strategi
penghidupan, yaitu 1 intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, 2 diversifikasi penghidupan non-pertanian, dan 3 migrasi dalam dan luar negeri. Analisis
mengenai bentuk-bentuk aktivitas strategi penghidupan rumah tangga ini merupakan aktivitas keempat dari penelitian ini.
24 Selanjutnya, berbagai aktivitas strategi penghidupan yang dijalankan
setiap rumah tangga ini harus dianalisis dengan analisis outcomes apakah mewujudkan penghidupan berkelanjutan yang mampu menjamin keberlanjutan
penghidupan rumah tangganya. Aktivitas strategi penghidupan sebuah rumah tangga mampu mewujudkan penghidupan berkelanjutan apabila lima indikator
berikut terpenuhi: 1 kesempatan bekerja dan berusaha, 2 pencapaian kesejahteraan, 3 peningkatan kapasitas adaptasi dan resiliensi penghidupan, 4
pemenuhan kebutuhan pangan, dan 5 terjaminnya keberlanjutankelestarian sumber daya alam bagi generasi berikutnya. Hasil-hasil penelitian sebelumya
menunjukkan tidak semuanya dapat terwujud dengan baik, misalnya, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan hanya bisa dicapai oleh rumah tangga lapisan atas
melalui akumulasi pendapatan. Bagi rumah tangga menengah hanya bisa memperkuat atau melakukan konsolidasi aset-aset penghidupannya. Bagi rumah
tangga bawah sebagian besar hanya bisa bertahan survival dan tidak jatuh ke jurang kemiskinan yang semakin dalam. Namun, tidak menutup kemungkinan ada
beberapa rumah tangga dari berbagai lapisan yang mengalami mobilisasi sosial vertikal, baik ke atas maupun ke bawah. Begitu pun dengan ketahanan pangan,
rumah tangga kaya karena mendapatakan hasil panen yang banyak tentunya bisa menyimpan sebagian padinya di rumah sehingga tidak akan kekurangan pangan.
Namun, bagi rumah tangga petani tidak berlahan biasanya tidak mempunyai stok pangan yang cukup di rumahnya. Mereka mengandalkan pembelian eceran atau
pinjaman dan pemberian dari tetangganya dan patronnya yang lebih kaya. Hasil atau outcome ini kemudian dianalisis untuk dijadikan masukan bagi penentu dan
pelaksana kebijakan pembangunan pedesaan.
Di akhir, peneliti melakukan analisis sosiologi untuk mengkonseptualisasi kerentanan ekologi dan dinamika penghidupan pedesaan yang terjadi di lokasi
penelitian. Selain mengacu pada kerangka penghidupan yang disampaikan Chamber and Conway 1991, Scoones 1998, Carney 1998, DFID 1999, dan
Ellis 2000, analisis juga dilakukan dengan mengacu kepada statement of belief mengenai kerangka teoretikal sosiologi penghidupan yang disampaikan oleh
Dharmawan 2007:184-185, sebagai berikut:
1. Dalam kondisi dan situasi apapun, setiap individu atau rumah tangga
selalu berupaya untuk mempertahankan status kehidupannya dan sebisa mungkin melanjutkan eksistensinya hingga lintas generasi melalui
berbagai cara strategi bertahan hidup melalui manipulasi sumber- sumber penghidupan yang tersedia di hadapannya.
2. Setiap individu [atau rumah tangga] membangun mekanisme-mekanisme
survival melalui kelompok maupun komunitas sesuai konteks sosio- budaya-eko-geografi dan lokalitas di mana individu [atau rumah tangga]
tersebut berada.
3. Ada kekuatan infrastruktur kelembagaaninstitusi sosial dan kekuatan
suprastruktur tata nilai serta struktur sosial pola hubungan sosial
25 yang menyebabkan bentuk strategi nafkah yang dibangun individu
maupun kelompok individu [atau rumah tangga] tidak selalu seragam di setiap lokalitas.
4. Hingga batas tertentu, strategi nafkah yang dibangun oleh individu dan
rumah tangga akan mempengaruhi dinamika kehidupan sosial pada aras masyarakat.
Sebaliknya dinamika
kehidupan masyarakat
akan menentukan strategi yang dibangun di tingkat individu dan rumah tangga.
Statement of belief tersebut disusun berdasarkan disertasi Dharmawan
2001 yang mencerminkan hibriditas pendekatan konfliktual-Marxistik dan pendekatan eco-developmentalism-oriented serta skripsi, tesis, dan disertasi IPB
yang mengkaji penghidupan pedesaan di Indonesia dengan mengakomodasi ide- ide ekologi dan konteks budaya-lokalitas yang kental.
2.5 Definisi Operasional Aktivitas strategi penghidupan rumah tangga = kegiatan rumah tangga yang
dilakukan dengan mengkombinasikan aset-aset penghidupan yang dimiliki atau dapat diakses dalam rangka meningkatkan pendapatan, kesejahteraan,
resiliensi penghidupan, ketahanan pangan, dan menjamin keberlangsungan sumber daya alam untuk generasi selanjutnya.
Aset penghidupan = 1 modal alam lahan dan air; 2 modal fisik bangunan, jaringan irigasi, jalan, mesin dan alat pertanian, alat transportasi,
alat komunikasi, dll; 3 modal manusia anggota rumah tangga yang bisa bekerja, kemampuan bekerja, pendidikan, dan kesehatan; 4 modal finansial
tabungan, aliran uang masuk ke rumah tangga, dan pinjaman yang bisa diperoleh rumah tangga; 5 modal sosial jaringan dan ikatan sosial,
keanggotaan dalam kelompok, aturan-aturan bersama, dan relasi sosial. yang dimiliki, diakses, dan dapat digunakan untuk melakukan aktivitas strategi
penghidupan.
Bawon = Sistem panen yang memberi peluang bagi semua anggota masyarakat, meskipun tidak punya sawah, tidak menggarap sawah, dan tidak
bekerja di sawah, untuk ikut serta menderep memanen dan mendapat bagian tertentu, yaitu 1 bagian untuk penderep dan 5 bagian
pemilikpenggarap lahan.
Bikin nasi dari beras ketan dan dikasih kunyit. Di atasnya ditaburi gula merah dan parutan kelapa. Disimpen di sawah
Ceblokan = Sistem yang memaksa untuk ikut tandur dan mungkin kegiatan lainnya sebagai syarat bisa ikut derep. Ini bertujuan untuk menjamin agar
yang bersangkutan bisa ikut derep. culik tanam = membuat persemaian padi sebelum musim tanam rending
musim pertama di musim hujan selesai panen.
26 Desa persawahan = sebuah desa administrasi yang proporsi wilayahnya
sebagian besar berupa lahan sawah dan mayoritas mata pencaharian masyarakatnya sebagai petani padi sawah.
Geropyokan tikus = Gotong royong membasmi hama tikus. Gleduk cengkuk =segera menanam ketika tanda-tanda musim hujan gledek
dating. Institusi sosial = atau disebut juga lembaga; merupakan aturan formal
maupun informal, tertulis atau tidak yang menjadi pranata dalam mengatur interaksi antar rumah tangga di dalam suatu masyarakat, termasuk interaksi
untuk mendapatkan dan mengelola sumber daya aset penghidupan dan interaksi dalam aktivitas strategi penghidupan pembagian kerja.
Kerentanan = kondisi lingkungan eksternal wilayah tempat tinggal suatu masyarakat yang dipengaruhi oleh shocks, trends, dan permasalahan
seasonality dan memberikan pengaruh bagi kondisi aset penghidupan. Labu macul = Bikin nasi uduk dalam kuali keci, terasi+ikan+pete dibakar
dikasih sambal, disimpen di sawah. Hakikatnya adalah bersedekah dan minta doa kepada tetangga dan “klien”.
Labu panen = Bikin nasi kuning, sayur kuah, dan pelengkap lainnya sebelum panen.
Mapag sri = Syukuran menjelang panen musim rendeng. Biasanya selalu ada pementasan wayang kulit. Pelaksanaannya diselenggarakan pemerintahan
desa dengan dukungan pembiayaan dari petani. Mapag tamba = Menyiramkan air do’a “penolak bala-hama” di batas
desadusun. Mbuburi = Bikin bubur merah dan bubur putih. Dituangkan dalam satu
wadah di dalam “takir” daun pisang yang diikat ujung-ujung di ujung bambu kuning yang ditegakkan di setiap penjuru sawah. Merah artinya tanah. Putih
artinya air. Kuning artinya padi menguning.
Musim gadu = musim tanam padi kedua di musim kemarau. Musim rendeng = musim tanam padi pertama di musim hujan.
Organisasi sosial = pelaksana dari institusi atau lembaga. Patron-klien = Hubungan patron bapak buah dan klien anak buah terjalin
antara rumah tangga pemilik lahan lapisan atas dengan rumah tangga penggarap dan buruh tani. Pemilik lahan luas memerlukan tenaga untuk
menggarap sawahnya yang luas. Sebaliknya, penggarap membutuhkan lahan dan buruh tani membutuhkan pekerjaan. Pemilik lahan sawah akan
memprioritaskan klien-nya sebagai buruh macul dan tandur untuk ikut dalam derep sistem bawon. Hubungan biasanya tidak hanya selesai pada hubungan
kerja, namun berlanjutkan pada aktivitas lainnya, seperti si klien akan memprioritaskan tenaganya apabila si patron membutuhkan dan sebaliknya si
patron tidak segan memberikan pinjaman kepada si klien apabila diminta.
27 Penghidupan livelihood = lebih dari sekedar pendapatan, terdiri dari aset
modal alam, fisik, manusia, finansial, dan sosial, aktivitas strategi penghidupan, dan akses terhadap aset dan aktivitas dibentuk oleh relasi
sosial, lembaga, dan organisasi yang secara bersama dijalankan oleh rumah tangga untuk mencapai kehidupan yang diinginkannya.
Penghidupan berkelanjutan = penghidupan yang mampu melakukan coping dan beradaptasi dengan goncangan shock dan tekanan stress; memelihara
kapasitas dan aset-aset yang dimiliki; dan menjamin penghidupan untuk generasi berikutnya.
Perubahan iklim = berubahnya iklim menuju ke arah yang diindikasikan dengan perubahan pola dan intensitas berbagai parameter iklim, seperti suhu,
curah hujan, angin, kelembaban, tutupan awan, dan penguapan evaporasi. Pranata mongso = penentuan masa tanam berdasarkan penegetahuan dan
kondisi local. Raksa bumi = pamong desa yang bertanggung jawab dalam urusan pertanian,
termasuk pengairan lintas desa. Relasi sosial = merujuk pada posisi rumah tangga di dalam masyarakat yang
dibentuk oleh gender, kasta, kelas lapisan sosial, umur, etnisitas, kekerabatan, dan agama.
Remi = Kegiatan mengambil padi “sisa” dari proses perontokan padi. Ini merupakan salah satu jaminan keamanan nafkah dan pangan yang ada di
desa. Biasanya dilakukan oleh buruh wanita yang sudah tua, yang tidak kuat lagi ikut derep-bawon atau yang tidak punya pasangan derep-bawon karena
janda. Hasil remi dari gebotan 100-200 kgbahu, sedangkan dari gerabagan hanya dapat 10-20 kg. Kondisi ini menyebabkan buruh tani yang melakukan
remi semakin jarang.
Rumah tangga = unit sosial terkecil bagian dari komunitas yang berbagi tempat tinggal atau tungku yang sama dan secara bersama-sama berupaya
melakukan strategi penghidupan untuk keberlanjutan penghidupan rumah tangganya.
Sedekah bumi = Berdoa bersama sambil bersedakah bagi alam dan sesama petani-buruh tani sebelum tanam musim rendeng. Dilakukan di level dusun.
Bikin tumpeng komplit raksasa, biayanya ditanggung renteng oleh seluruh rumah tangga di satu dusun.
Senggang = Kegiatan mengambil padi yang keluar dari malai yang tumbuh dari padi yang dipotong dipanen. Biasanya hanya terjadi pada lahan yang
diberakan. Biasanya dilakukan oleh rumah tangga lapisan menengah ke bawah sebagai salah satu jaminan keamanan pangan.
Tebasan = Sistem panen dengan menjual padi yang masih tegak di sawah kepada para pedagang dengan mempekerjakan tenaga panen yang dibayar
dengan upah tertentu. Tenaga derep biasanya dibawa sendiri oleh penebas. Ulu-ulu = petugas yang ditunjuk desa dan kelompok tani untuk memelihara
saluran irigasi yang ada di desa. Variabilitas iklim = perubahan suhu udara, peningkatan frekuensi kejadian
iklim ekstrim, keteraturan pola menjadi kacau.
28
28
BAB III METODE