37
BAB IV ANALISIS KERENTANAN EKOLOGI LOKASI PENELITIAN
“Ada daerah-daerah di mana posisi penduduk pedesaan ibarat orang yang selamanya berdiri terendam dalam air sampai ke leher,
sehingga ombak
kecil sekalipun
sudah cukup
untuk menenggelamkannya
” Tawney 1966 dalam Scott 1976.
Desa Karangmulya Itulah jawaban yang terlontar dari dua orang pejabat penting di Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu ketika ditanya mengenai daerah
yang memiliki kerentanan tertinggi di Kabupaten Indramayu. Menurut mereka, letaknya yang berada di ujung jaringan irigasi membuatnya menjadi daerah yang
setiap tahun menjadi langganan banjir dan kekeringan. Kondisi ini menyebabkan persawahan di Desa Karangmulya, faktanya, menjadi sawah tadah hujan yang
hanya bisa ditanami dengan optimal satu kali dalam setahun. Data Kementerian Dalam Negeri 2004 juga menunjukkan bahwa desa ini berpredikat sebagai
“Desa Swadaya”. Menurut Permen Nomor 12 Tahun 2007 yang menjadi panduan dalam menentukan predikat desa, desa swadaya artinya desa yang perkembangan
pembangunannnya paling lambat dan merupakan desa miskin. Gambaran awal mengenai desa ini sepertinya sangat tepat digambarkan dengan pernyataan
Tawney 1966 dalam James C. Scott 1976 yang ditulis di awal bab ini.
Mengikuti kerangka penelitian yang telah disusun, analisis pertama dari tesis ini adalah analisis kerentanan Desa Karangmulya, Kecamatan Kandanghaur
sebagai lokasi penelitian dengan memperhatikan shocks, trends, dan persoalan seasonality
yang mempengaruhinya. Analisis dilakukan berdasarkan data sekunder dan data primer yang dikumpulkan melalui wawancara mendalam, focus
group discussion , dan pengamatan lapangan.
4.1 Potret Desa Persawahan di Kecamatan Pantai
Desa Karangmulya merupakan salah satu desa dari tiga belas desa yang ada di Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu selanjutnya Desa
Karangmulya akan ditulis “desa” atau “Karangmulya” secara bergantian. Luas wilayah desa mencapai 385 ha yang terdiri dari 347 ha lahan sawah, pemukiman
pekarangan dan bangunan 32 ha, kuburan 1.5 ha, dan lainnya 4.5 ha. Proporsi lahan sawah yang mencapai 90
persen menjadikan desa ini disebut sebagai “desa persawahan” dalam tipologi profil desa Kemendagri 2014. Tipologi ini berbeda
dengan sebagian desa lainnya yang ada di Kecamatan Kandanghaur yang menyandang “desa nelayan”. Sebagai informasi, Kecamatan Kandanghaur
dikategorikan sebagai “kecamatan pantai” oleh BPS 2013 karena sebagian besar wilayahnya berbatasan langsung dengan pantai. Jarak Karangmulya ke pantai
sebetulnya tidak terlalu jauh, hanya beberapa kilometer km saja, terhalang oleh
38 1-2 desa tetangga. Desa yang berlokasi di koordinat 108.110977 LSLU-6.411101
BTBB berbatasan langsung dengan Desa Karanganyar di sebelah Utara, Desa Rancahan di sebelah Selatan, Desa Santing di sebelah Barat, dan Desa Wirakanan
di sebelah Timur. Desa Langganan Kekeringan, Banjir, dan Serangan Hama-Penyakit
Tanaman
Di atas kertas dokumen DPUP Kabupaten Indramayu 1999, persawahan Karangmulya terhubung dengan enam jaringan irigasi, termasuk dua jaringan
irigasi terbesar di Pantai Utara Pantura, yaitu jaringan irigasi Rentang yang berasal dari DAS Cimanuk dan jaringan irigasi Salamdarma yang berasal dari
Waduk Jatiluhur. Keempat jaringan irigasi lainnya berasal dari Bendung Cibelerang, Bendung Sumurwatu, Bendung Cipondoh, dan Bendung Lalanang.
Sehingga, wajar apabila BPS Kabupaten Indramayu 2013b mencatat persawahan Karangmulya berdasarkan pengairannya terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu sawah
irigasi setengah teknis sebanyak 92 ha, irigasi sederhana 131 ha, dan tadah hujan 124 ha.
Namun, gambaran tentang tipe persawahannya nampaknya hanya berlaku di atas kertas atau mungkin saja berlaku di musim hujan saja. Dalam
kenyataannya, hasil survei dan observasi menunjukan bahwa seluruh lahan sawah di desa adalah sawah tadah hujan karena jaringan irigasi hanya bisa berfungsi di
musim hujan, itupun kalau curah hujannya tinggi hasil yang sama terlihat dari hasil survei LIPI 2011, 2013. Oleh karena itu, persawahan di Karangmulya hanya
bisa ditanam secara optimal satu kali saja, yaitu di musim hujan atau dalam bahasa lokal disebut musim rendeng. Untuk musim tanam kedua atau disebut
dengan musim gadu, masyarakat Karangmulya tidak bisa lagi mengandalkan pengairan dari jaringan irigasi. Posisinya yang berada di akhir semua jaringan
irigasi memaksa petani Karangmulya tidak lagi mendapatkan pasokan air yang cukup untuk mengairi sawah-sawah mereka. Saluran-saluran irigasi yang
melintasi Karangmulya hanya berfungsi di musim hujan.
Kekeringan menjadi pemandangan biasa yang bisa dilihat oleh siapa saja yang datang ke Karangmulya di musim kemarau. Kunjungan saya pada bulan
Juni-Juli 2014 membuktikan kembali apa yang sebetulnya saya pernah lihat di bulan Agustus-September 2012 ketika kekeringan melanda seluruh persawahan di
Karangmulya. Bagi masyarakat Karangmulya, hujan adalah berkah yang luar biasa di musim kemarau.
39 Gambar 4.1. Lahan sawah yang mengalami kekeringan tahun 2014
Hujan yang menjadi berkah dan sangat dinanti di musim kemarau ternyata tidak selalu berlaku di musim hujan. Setiap musim hujan datang terutama di
puncak musim hujan akhir Januari-Februari, masyarakat Karangmulya harus waspada dengan banjir yang datang dengan tiba-tiba. Posisinya yang berada di
akhir enam jaringan irigasi yang sebetulnya berfungsi sebagai saluran pembuang menjadikan Karangmulya sangat rentan terhadap banjir. Banjir terakhir datang
pada akhir Januari 2014 lihat Gambar 4.2. Beruntung, kondisi tanaman padi pada saat itu berada pada fase pembibitan dan awal tanam sehingga tidak
membuat puso gagal panen di atas 75 persen. Namun, tidak jarang, banjir datang ketika fase akhir. Tanaman padi yang siap panen diterjang banjir sehingga
tanaman padi rusak, biji padi terendam, dan menurunkan kualitas hasil panen.
Banjir seringkali datang dengan tiba-tiba dan merendam puluhan hektar lahan sawah yang mau besoknya mau dipanen, seperti yang terjadi pada tahun
2011. Petani pun merugi, harapan hasil panen yang melimpah sirna dalam waktu singkat. Kondisi batang tanaman yang rebah mempersulit proses panen dan
perontokan. Penjemuran pun harus dilakukan dengan ekstra tenaga untuk mengurangi kadar air agar padi yang telah dirontokkan bisa disimpan lama atau
dijual dengan harga bagus. Namun, pengamatan saya pada waktu itu menunjukkan hasil di luar harapan. Air banjir yang merendam biji padi terlanjur
merusak kualitas padi sehingga harga jual padi tersebut menjadi turun drastis. Selain banjir, serangan organisme pengganggu tanaman, baik hama maupun
penyakit kerap mengancam tanaman padi di Karangmulya.
Mengenai permasalahan jaringan irigasi, pejabat kabupaten yang bertanggung jawab terhadap pengairan di seluruh Indramayu, termasuk di
Karangmulya membenarkan bahwa saat ini saluran pengairan yang melintasi Karangmulya tidak berfungsi sebagai saluran irigasi teknis. Saluran-saluran yang
ada hanya menjadi saluran pembuang. Bahkan, dalam aturan penggolongan pembagian air, air dari jaringan irigasi Rentang, misalnya, tidak memperhitungkan
Karangmulya sebagai wilayah yang harus diairi secara regular.
Kondisi debit
40 air di Bendung Rentang saat ini hanya mampu mengairi persawahan sampai pintu
air BT-9, itupun debit airnya jauh dari standar yang seharusnya. Sebagai informasi, jarak BT-19 ke Karangmulya sekitar 15 km. Menurutnya, sumber
utama pengairan ke Karangmulya sebetulnya hanya berasal dari Bendung Rentang-DAS Cimanuk melalui jaringan irigasi Rentang Saluran Induk Barat
yang masuk ke Saluran Sekunder Plasah dan dari Bendung Salamdarma-Jaringan Waduk Jatiluhur yang masuk Saluran Sekunder Tipar. Dua saluran sekunder
tersebut, termasuk Kali Bojong yang tidak tertulis di Skema Jaringan Irigasi, saat ini hanya berfungsi sebagai saluran pembuang saja: air hanya akan “dibuang”
ketika saluran air dan persawahan air di atasnya sudah terairi dan apabila debit air sangat berlebihan dan diduga akan meluap maka air akan serta merta dialirkan ke
saluran pembuang yang ada di Karangmulya. Maka, kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan menjadi bencana yang senantiasa
menghampiri masyarakat Karangmulya.
Gambar 4.2 Banjir yang melanda Desa Karangmulya 2014
Sumber: Kelompok Tani Desa Karangmulya 2014
41
Gambar 4.3 Zonasi tipe hujan di wilayah Kabupaten Indramayu
Sumber: Sucahyono dan Aldrian 2012
Sucahyono dan Aldrian 2012, ahli iklim dari BMKG, yang secara khusus telah menganalisis iklim di seluruh wilayah Indramayu menunjukkan bahwa
wilayah Karangmulya beserta wilayah yang berada di Zona Tipe Hujan 3 dan 5 sangat rentan terhadap ketersediaan air lihat Gambar 4.3. Karangmulya dan
seluruh di wilayah di zona 3 dan 5 relatif lebih berpotensi mengalami kekeringan pada musim kemarau dan sebaliknya akan mengalami curah hujan yang
berlebihan pada musim hujan. Untuk contoh jumlah hari dan curah hujan di Karangmulya bagian dari Kecamatan Kandanghaur dalam setahun dapat dilihat
pada Tabel 4.1. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa puncak musim hujan terjadi pada bulan Januari dan puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juli dan
Agustus.
Tabel 4.1 Jumlah hari dan curah hujan di Kecamatan Kandanghaur 2012
Bulan Hari Hujan Curah Hujan
Januari 14
384 Februari
12 45
Maret 11
181 April
5 58
Mei 3
31 Juni
4 57
Juli -
- Agustus
- -
September 1
5 Oktober
1 7
November 6
71 Desember
11 288
JumlahRata-rata 68
113
Sumber: BPS Kab. Indramayu 2013
42 Tabel 4.2 Shocks dan dampaknya terhadap produksi padi
di salah satu blok sawah di Desa Karangmulya
Tahun Musim tanam MT Shocks Dampak terhadap produksi
2002 MT I
Serangan HPT Penurunan produksi 25-50 MT II
Kekeringan Gagal panen
MT III Kekeringan
Tidak tanam 2003
MT I Serangan HPT Penurunan produksi 25-50
MT II Kekeringan
Gagal panen MT III
Kekeringan Tidak tanam
2004 MT I
- Panen normal
MT II Kekeringan
Gagal panen MT III
Kekeringan Tidak tanam
2005 MT I
- Panen normal
MT II Kekeringan
Gagal panen MT III
Kekeringan Tidak tanam
2006 MT I
Serangan HPT Penurunan produksi 25-50 MT II
Kekeringan Tidak tanam
MT III Kekeringan
Tidak tanam 2007
MT I Serangan HPT Penurunan produksi 25-50
MT II Kekeringan
Tidak tanam MT III
Kekeringan Tidak tanam
2008 MT I
- Panen normal
MT II Kekeringan
Tidak tanam MT III
Kekeringan Tidak tanam
2009 MT I
Serangan HPT Penurunan produksi 25-50 MT II
Kekeringan Tidak tanam
MT III Kekeringan
Tidak tanam 2010
MT I Banjir
Panen normal MT II
Kekeringan Gagal panen
MT III Kekeringan
Tidak tanam 2011
MT I Banjir
Panen normal MT II
Kekeringan Tidak tanam
MT III Kekeringan
Tidak tanam 2012
MT I -
Panen normal MT II
Serangan HPT Gagal panen MT III
Kekeringan Tidak tanam
2013 MT I
- Panen normal
MT II Serangan HPT Gagal panen
MT III Kekeringan
Tidak tanam 2014
MT I Banjir
Panen normal MT II
Kekeringan Gagal panen
Sumber: Wawancara dengan salah satu ketua kelompok tani
Selain rentan terhadap kekeringan dan banjir, Desa Karangmulya juga sangat rentan terhadap serangan hama-penyakit tanaman. Kementerian Pertanian
2014 dalam kalender tanam terpadu musim tanam II 2014 menyatakan kondisi persawahan di Karangmulya dan sekita
rnya “sangat rentan” terhadap banjir,
43 kekeringan, dan serangan hama-penyakit tanaman HPT, seperti wereng batang
coklat, tikus sawah, penggerek batang padi, blast, dan kresek. Data kejadian shocks dan dampaknya terhadap penurunan produksi dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Pengaruh Perubahan Iklim dan Degradasi Lingkungan
Kerentanan terhadap banjir, kekeringan, dan serangan HPT semakin meningkat seiring dampak perubahan iklim global yang meningkatkan variabilitas
dan anomali iklim. Sucahyono dan Aldrian 2012 yang melakukan analisis perubahan iklim di wilayah Indramayu dengan data curah hujan series dari tahun
1981-2009 mengemukakan bahwa Karangmulya dan sekitarnya menjadi semakin rentan terhadap kondisi iklim. Musim kemarau menjadi sangat kering, datangnya
semakin awal, dan periodenya semakin panjang Gambar 4.4. Sebaliknya, pada musim hujan, kecenderungan awal musim hujan terjadi lebih lambatmundur dan
periodenya makin pendek gambar. Hasil survei LIPI, ICCTF, dan BMKG 2011 menunjukkan bahwa 92.9 persen petani Karangmulya dan juga
Juntinyuat merasakan pergeseran musim hujan dan kemarau; perubahan intensitas dan frekuensi hujan 85.7 persen; perubahan temperatur udara yang
semakin panas 42.9 persen; dan intensitas angin yang bertambah kencang 35.7 persen. Kondisi ini berdampak pada aktivitas pertanian padi sawah:
mengacaukan waktu tanam 100 persen, mengganggu produksi 61.5 persen, meningkatkan biaya pengunaan obat-obatan 53.8 persen; dan mengganggu
pengairan 46.2 persen.
Gambar 4.4 Tren perubahan awal kiri dan panjang kanan musim kemarau di Indramayu 1981-2009
Sumber: Sucahyono dan Aldrian 2012
Selain karena intensitas dan frekuensi hujan, masalah pengairan yang mengakibatkan tidak optimalnya jaringan irigasi di Karangmulya juga disebabkan
oleh faktor non-hujan. Degradasi hutan, alih fungsi daerah tangkapan hujan menjadi daerah terbangun, kerusakan fisik sarana-prasarana pengairan, persoalan
tata kelola perubahan kebijakan pengairan dari pusat ke daerah, ego masing- masing pemerintah daerah, dualisme pengelolaan jaringan irigasi, janji politik,
44 dan lain-lain semakin memperparah permasalahan air yang berujung makin
meningkatnya kerentanan masyarakat Karangmulya terhadap banjir dan kekeringan.
Gambar 4.5 Tren perubahan awal kiri dan panjang kanan musim hujan di Indramayu 1981-2009
Sumber: Sucahyono dan Aldrian 2012
Salinitas Tinggi
Jaraknya yang hanya beberapa kilometer dari bibir pantai dan ketinggiannya yang kurang dari 100 m dari permukaan laut menyebabkan tingkat
salinitas air tanah cukup tinggi di wilayah ini Siregar and Crane 2011. Bahkan, sebagian besar areal persawahan, tingkat salinitasnya sangat tinggi sehingga air
tanahnya tidak bisa dipompa untuk untuk mengairi tanaman padi maupun tanaman hortikultura. Hanya sebagian kecil areal persawahan saja yang tingkat
salinitasnya sedikit lebih rendah sehingga masih bisa menggunakan air tanah yang dipompa untuk budidaya tanaman timun suri dan semangka.
Terkait air tanah untuk kebutuhan air minum dan aktivitas domestik rumah tangga lainnya, karena tingginya tingkat salinitas, beberapa rumah tangga
melakukan pengeboran yang cukup dalam sampai 50-110 m untuk mendapatkan air tanah yang tawar dan berkualitas baik. Namun, karena biaya pembuatan sumur
bor dalam cukup mahal, sebagian rumah tangga lebih memilih menggunakan air minum dalam kemasan atau air minum isi ulang sebagai sumber utama air minum.
Air sumur hanya dipakai untuk keperluan memasak, mandi, cuci, dan keperluan domestik lainnya.
4.2 Perkembangan Sejarah Desa: Menelusuri Jejak Kerentanan