Lokasi dan Waktu Penelitian

28

BAB III METODE

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Karangmulya, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu. Lokasi penelitian berada di wilayah Pantai Utara Jawa dan merupakan bagian dari DAS Cimanuk. Lokasi dipilih secara purposive sengaja dengan alasan sebagai berikut: 1. Komposisi wilayah lokasi penelitian didominasi lahan padi sawah: 85 persen dari luas wilayah BPS Kabupaten Indramayu 2012, 2. Mata pencaharian utama masyarakat di lokasi penelitian adalah sektor pertanian padi sawah: 99,5 persen Kemendagri 2014, 3. Telah terjadi perubahan sosial di lokasi penelitian dan sekitarnya. a. Perubahan sosial desa-desa di DAS Cimanuk dan desa-desa di Pantai Utara Jawa ditunjukkan hasil penelitian yang dilakukan sejak zaman Hindia Belanda, masa Orde Lama, masa Orde Baru, dan sampai masa Orde Reformasi Collier et al. 1974, 1996; Hayami dan Kikuchi 1987; Pincus 1996; Breman dan Wiradi 2004; dan berbagai tulisan Sajogyo yang dikembangkan dari laporan penelitian yang dihasilkan SAE dari hasil penelitian IPS 1968-1973 dan SDP 1975-1982. Desa-desa tersebut telah menjadi laboratorium sosial para ilmuwan sosial, baik lokal maupun mancanegara. Belum lagi, jika ditarik ke skala wilayah lebih luas, yaitu Pulau Jawa. Dari desa-desa di Pulau Jawa lahir banyak mahakarya hasil penelitian ilmu sosial misalnya, Boeke 1953, Geertz 1963; dan berbagai bunga rampai tulisan Sajogyo dari 1970-2006 dalam Sajogyo 2006. Perubahan dipicu oleh perubahan kondisi politik, ekonomi, dan kebijakan pembangunan pertanian-pedesaan, khususnya modernisasi pertanian melalui revolusi hijau. b. Lokasi desa yang berada hanya 4-6 km dari Jalan Raya Pantura dan pusat kecamatan kantor pemerintahan dan pasar memberikan akses yang sangat mudah dan terbuka terhadap berbagai hal, termasuk migrasi masuk dan migrasi keluar. 4. Telah terjadi perubahan ekologi di lokasi penelitian dan sekitarnya yang ditunjukkan berbagai hasil penelitian dan dokumen pemerintah. a. Perubahan ekologi 1720-1870 akibat kolonialisme dan sistem tanam paksa Breman 2010 b. Perubahan ekologi 1916-1986 akibat kerusakan lingkungan DAS Cimanuk Hartoyo 1986. c. Perubahan ekologi 1980-2010 akibat perubahan iklim BMKG dalam Pramudia 2002, Septicorini 2009, Sucahyono dan Aldrian 2011, Cahyadi et al 2013 29 i. Dokumen RAN-API 2014 Bappenas 2014 menetapkan Indramayu masuk ke dalam 50 wilayah paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. ii. Pelaksanaan Sekolah Lapang Iklim sejak 2003-2014 sebanyak tiga kali sebagai salah satu program adaptasi perubahan iklim dan dijadikannya lokasi penelitian sebagai salah satu lokasi program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim ICCTF menunjukkan lokasi penelitian telah mengalami dampak perubahan iklim. 5. Dengan komposisi sawah terbesar adalah tadah hujan serta berada di ujung jaringan irigasi dan jalur saluran pembuang banjir, Pemerintah Kabupaten Indramayu menetapkan desa ini sebagai wilayah paling rentan kekeringan dan kebanjiran. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret-Juli 2014 yang bertepatan dengan akhir musim tanam rendeng-pertengahan musim tanam. Peneliti datang ketika lokasi penelitian baru saja mengalami banjir besar dan pulang ketika mengalami kekeringan yang menyebabkan puso di hampir seluruh persawahan di lokasi penelitian. Penelitian bertepatan pula dengan pelaksanaan pemilihan umum anggota legislatif dan menjelang pemilihan umum presiden sehingga mendapatkan suasana asli mengenai kondisi politik di lokasi penelitian. Penelitian bertepatan pula dengan pelaksanaan piala dunia sehingga sangat membantu pelaksanaan wawancara informan dan diskusi kelompok sampai dini hari. Peneliti sebetulnya bukan pertama kalinya datang ke lokasi penelitian. Pada tahun 2010-2011, peneliti melakukan penelitian aksi bersama LIPI, BMKG, Kementerian Pertanian, dan ICCTF di mana peneliti menjadi koordinator wilayah Kabupaten Indramayu untuk pelaksanaan Sosialisasi Informasi Perubahan Iklim. Pada tahun 2012, peneliti melakukan penelitian CSSI-LIPI. Selama kurun waktu 2010-2014, peneliti telah mengunjungi lokasi penelitian lebih dari 10 kali kunjungan. Catatan lapangan dan data primer tiga survei yang pernah dilaksanakan sebelumnya sangat membantu memperkaya dan membandingkan perubahan sosial dan ekologi pada waktu penelitian tesis dilakukan. 3.2 Pendekatan dan Paradigma Penelitian Menurut Neuman 2013, penelitian ilmu sosial adalah untuk, mengenai, dan dilakukan oleh manusia. Penelitian sosial dapat membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai permasalahan sosial sekaligus dapat juga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru dan mungkin juga mengubah seseorang, kelompok, komunitas, ataupun bangsa memandang dunia. Ada dua pendekatan yang berkembang dalam penelitian sosial, yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Kedua pendekatan mempunyai karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif dapat dilihat pada Tabel 3.1 30 Tabel 3.1 Perbedaan pendekatan kuantitatif dan kualtitatif Pendekatan Kuantitatif Pendekatan Kualitatif Mengukur fakta-fakta objektif Membentuk kenyataan sosial, makna budaya Berfokus pada variabel Berfokus pada proses, peristiwa interaktif Keandalan sebagai faktor utama Keontetikan sebagai faktor utama Bebas menilai Menilai saat ini dan eksplisit Memisahkan teori dan data Teori dan data bercampur Konteksnya tidak saling tergantung Dibuat tergantung situasi Kasus, subjek banyak Kasus, subjek sedikit Analisis tatistika Analisis tematik Peneliti tidak memihak Peneliti terlibat Tahapan proses penelitian Tahapan proses penelitian 1. Pilih topik 1. Menyadari adanya persoalan sosial 2. Fokus pertanyaan 2. Menerapkan perspektif 3. Merancang penelitian 3. Merancang penelitian 4. Mengumpulkan data 4. Mengumpulkan data 5. Menganalisis data 5. Menganalisis data 6. Menginterpretasikan data 6. Menginterpretasikan data 7. Memberitahu orang lain 7. Memberitahu orang lain Sumber: Neuman 2013: 19-23 Masing-masing pendekatan banyak digunakan secara terpisah oleh seluruh peneliti sosial di dunia. Kedua belah pihak berusaha memahami dan menjelaskan kehidupan sosial dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif yang seringkali menciptakan miskomunikasi dan kesalahpahaman di antara kedua belah pihak. Perdebatan pengakuan yang pendekatan A adalah benar dan B adalah salah terus mewarnai perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam penelitian sosial. Dengan menonjolkan kelebihan pendekatannya dan menyoroti kelemahan pendekatan yang lain, kedua belah pihak terus berdebat seakan tanpa ujung. Namun, di antara kedua belah pihak yang hanya menggunakan pendekatan tunggal dalam penelitiannya, ada juga peneliti yang mengkombinasikan kedua penelitian dalam memahami dan menjelaskan permasalahan yang ditelitinya. Penggunaan kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif dimaksudkan untuk saling melengkapi dan menutupi kekurangan yang dimiliki dari setiap pendekatan. Dengan mengkombinasikan dua pendekatan, seluruh rangkaian proses penelitian diharapkan dapat berjalan secara komprehensif dan menghasilkan hasil penelitian yang holistik. Pengkombinasian pendekatan kuantitatif dan kualitatif menambah kompleksitas dan lebih memakan waktu, namun memberikan keuntungan yang dapat membangun kekuatan yang saling melengkapi Neuman 2013: 186. “Kebanyakan peneliti mengembangkan keahlian dalam salah satu pendekatan, tetapi kedua pendekatan [kuantitatif dan kualitatif] ini memiliki 31 kekuatan yang saling melengkapi. Penelitian yang menggabungkan keduanya cenderung lebih kaya dan lebih komprehensif. Pencampuran keduanya terjadi dalam beberapa cara: 1 dengan mengunakan kedua pendekatan secara berurutan atau 2 dengan menggunakan kedua pendekata n secara paralel atau bersamaan” Neuman 2013: 187 Penggunaan kedua pendekatan ini diwujudkan dalam penggunaan prinsip triangulasi penyertigaan dalam pelaksanan penelitian. Dengan penggunaan prinsip triangulasi, peneliti sosial lebih banyak belajar mengamati permasalahan dari berbagai perspektif dibanding hanya melihat dari satu perspektif tunggal. Menurut Neuman 2013: 186, dengan menggunakan prinsip triangulasi yang melihat sesuatu hal dari beberapa sudut pandang bisa meningkatkan keakuratan. Peneliti sosial bisa menggunakan beberapa jenis triangulasi, seperti triangulasi ukuran, triangulasi pengamat, triangulasi teori, dan triangulasi metode. Prof. Sajogyo dan Dr. Gunawan Wiradi merupakan contoh dari peneliti sosial Indonesia yang mengkombinasikan kedua pendekatan dan menerapkannya ke dalam prinsip triangulasi di berbagai penelitiannya. Hasilnya, mereka berdua berhasil menghasilkan berbagai mahakarya dalam ilmu sosiologi pedesaan dan studi agraria di Indonesia yang mendunia Dharmawan 2007, Wiradi et al. 2009. Sajogyo menggunakan kombinasi dari empat ganda combination of ‘multiples’ dalam melakukan berbagai penelitian dalam Studi Dinamika Pedesaan yang dilakukan Survei Agro-Ekonomi SAE —sebuah lembaga penelitiann antar departemen di pemerintahan —untuk merumuskan kebijakan pembangunan pedesaan —selama kurun waktu 1975-1981 Wiradi et al. 2000. Kombinasi dari empat ganda combination of ‘multiples’ yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Multiple theoritical perspective. Peneliti harus menggunakan berbagai perspektif teori dalam seluruh rangkain proses penelitian. 2. Multiple observers. Peneliti ketika mengumpulkan data di lapangan harus berfungsi bukan sekedar enumerator survei. 3. Multiple sources of data. Peneliti harus menggunakan berbagai sumber data dari berbagai sumber, dari mulai tingkatansatuan individu, interaksi antar individu, dan organisasi. Dengan demikian, data dan informasi dapat dianalisis dalam tiga tingkat, yaitu tingkat agregrat, tingkat interaksi, dan tingkat kolektivitas. 4. Multiple methodologies dalam pengumpulan data. Peneliti harus menggunakan berbagai teknik metode, seperti wawancara survei, life histories, wawancara dengan pihak ketiga, wawancara kelompok, observasi berpartisipasi, dan lan-lain untuk mengumpulkan berbagai sumber data dari berbagai sumber. Wiradi et al. 2009 menggunakan triangulasi penyetigaan dalam mempelajari keadaan pedesaan secara intensif, berulang, dan eksploratif. Baginya, triangulasi artinya penyetigaan terhadap tiga dimensi utama, yaitu 1 komposisi 32 tim peneliti yang terdiri minimal dari tiga orang anggota yang disiplin ilmunya berbeda-beda; 2 satuan observasi dipilih secara sengaja melalui tiga jenis strata, kategori, ataupun kelas; dan 3 penggunaan metode, alat, atau teknik pengumpulan data secara segitiga: data sekunder, wawancara, dan pengamatan langsung. Setelah mempelajari berbagai pendekatan dan memahaminya lewat karya- karya yang menggunakan pendekatan tunggal maupun pendekatan kombinasi dan dikaitkan dengan permasalahan penelitian yang ingin dijawab dan tujuan penelitian yang ingin dicapai, peneliti memutuskan menggunakan kombinasi kedua pendekatakan mix-methods secara paralel atau bersama. Dengan mengadaptasi konsep triangulasi yang dijalankan Neuman, Sajogyo, dan Wiradi, peneliti menerapkan triangulasi ke dalam tiga dimensi utama penelitian ini lihat Gambar 3.1, yaitu: 1. Analisis penelitian dilakukan dengan tiga analisis penghidupan, yaitu aset- akses-aktivitas. 2. Satuan atau unit observasi pengumpulan data terdiri dari tiga unit yang berbeda, yaitu responden, informan, dan kelompok group. 3. Metode atau teknik pengumpulan data dilakukan secara segi tiga, yaitu wawancara, pengamatan, dan data sekunder. Untuk wawancara dibagi lagi ke dalam tiga kategori, yaitu wawancara survei terhadap responden, wawancara mendalam terhadap informan, dan wawancara semi terstruktur terhadap groupkelompok yang ada di masyarakat melalui diskusi kelompok. Gambar 3.1 Triangulasi penelitian Sebagai bricoleur, 1 peneliti harus menentukan dan memahami paradigma penelitian yang dilakukannya. Peneliti tidak bisa lagi tidak tahu menahu atau 1 Bricoleur adalah “seorang manusia serba bisa atau seorang yang mandiri dan professional” Levi-Strauss 1996, hlm. 17 dalam Denzin Lincoln 2009. Bricoleur memunculkan brikolase , yaitu “serangkaian praktik yang disatupadukan dan disusun rapi Unit Metode Aset Akses Aktivitas Analisis Penghidupan Wawancara Responden Data sekunder Pengamatan Informan Kelompok 33 berpura-pura tidak tahu atas paradigma penelitian yang dilakukannya. Paradigma didefinisikan sebagai keyakinan dasar yang membimbing tindakan. Paradigma menentukan pandangan peneliti sebagai bricoleur. Oleh karena itu, peneliti harus memahami asumsi-asumsi dasar ontologis, epsitemologis, dan metodologis dari paradigma penelitian yang dilakukannya Denzin Lincoln 2009. Paradigma penelitian menjelaskan sekaligus menuntun peneliti mengenai apa yang hendak dilakukan dan apa saja batasan-batasan dari penelitiannya Guba Lincoln 2009. Guba dan Lincoln menjelaskan, sampai saat tulisannya ditulis, ada empat paradigma penelitian yang menjadi pilihan dalam memantapkan dan membimbing jalannya penelitian, yaitu positivisme, post-postivisme, teori kritis, dan konstruktivisme. Berkaca pada pilihan paradigma yang disodorkan Guba Lincoln 2009, penelitian ini menggunakan konstruktivisme sebagai paradigma penelitiannya. Ontologis dari paradigma konstruktivisme adalah relativitis. Realitas bisa dipahami dalam bentuk kontruksi mental yang beragam yang berdasarkan kondisi sosial dan pengalaman, berciri lokal dan spesifik, serta bentuk dan isinya tergantung pada individu atau kelompok individu yang memiliki konstruksi tersebut. Dari sisi epistemologis, paradigma konstruktivisme bersifat transaksional, dialogis, dan subjektivis. Peneliti dan objek penelitian tineliti terhubung secara timbal balik sehingga hasil-hasil penelitian terciptakan secara literal seiring dengan berjalannya proses penelitian. Sedangkan dari sisi metodologi, paradigma konstruktivisme bersifat hermeneutis dan dialektis. Hal ini menunjukkan bahwa konstruksi hanya dapat diciptakan dan disempurnakan melalui interaksi antara dan di antara peneliti dengan objek yang ditelitinya tineliti. Konstruktivisme memandang peneliti sebagai pelaksana dan fasilitator penelitian. Hal ini menjadi pembeda dengan paradigma lain yang cenderung menyeret peneliti ke dalam peran yang lebih otoriter. Konstruktivisme menyertakan nilai-nilai partisipasi dalam penelitian. Suara partisipan yang penuh semangatempati adalah suara peneliti yang secara aktif terlibat dalam upaya membangun konstruksi ataupun rekonstruksi. Denzin dan Lincoln 2009 menyatakan bahwa paradigma konstruktivisme dalam mengumpulkan dan menginterpretasikan hasil temuannya berdasarkan sifat layak dipercaya trustworthiness dan otensitas authenticity. Menurut Dharmawan 2007, paradigma konstruktivisme memang menjadi paradigma yang digunakan dalam penelitian-penelitian penghidupan yang dilakukan oleh para ilmuwan Eropa, seperti Chambers and Conway, Bebbington and Baterbury, Carney, Scoones, dan Ellis, dan belakangan juga dilakukan oleh para ilmuwan penghidupan di Bogor, seperti Sajogyo dan murid-muridnya . sehingga menghasilkan solusi bagi persoalan dalam solusi nyata” Denzin dan Lincoln 2009, hlm 3. 34

3.3 Pengumpulan dan Prosedur Analisis Data