Kondisi Hidrologi Flora dan Fauna

33 pengamatan lapangan dapat diketahui bahwa seluruh wilayah taman hutan sampai saat ini masih mengalami siklus erosi aktif karena adanya proses pengangkatan dan biasanya membentuk lembah-lembah sempit menyerupai huruf V. D.2. Klasifikasi Tanah Proses pembentukan tanah di kawasan Tahura SSH berjalan lebih cepat karena didukung oleh iklim daerah studi yang basah, dimana gerakan air ke bawah yang terus menerus, suhu tinggi dan banyaknya organisme biomass di dalam tanah. Berdasarkan pengamatan lapangan dan analisis laboratorium menunjukkan bahwa jenis-jenis tanah di kawasan ini terdiri atas ordo, yaitu ultisol dan inceptisol. Jenis tanah ultisol ditemukan di derah berlereng dimana memungkinkan terjadinya illuviasi liat membentuk horison argilik. Terbentuknya horison argilik pada ultisol di tempat ini terjadi setelah mengalami erosi truncated sehingga terbentuk lereng. Jenis tanah inceptisol dapat terbentuk di lereng yang lebih curam akibat erosi yang lebih kuat. Selain itu inceptisol menyebar mendekati aliran sungai. Pada spot-spot tertentu tepatnya pada punggung lereng daerah tua terdapat juga jenis tanah oxi sol yang telah melapuk lanjut

E. Kondisi Hidrologi

Kawasan Tahura SSH merupakan daerah tangkapan air bagi aliran Sungai Siak. Beberapa aliran sungai kecil yang mengalir didalamnya membentuk pola aliran dendritik. Sungai terbesar yang mengalir adalah Sungai Takuana yang bermuara langsung ke Sungai Siak, sementara kedua sungai lainnya bermuara ke sungai Tapung anak Sungai Siak. Dari hasil pengamatan di lapangan dan wawancara denga penduduk setempat diketahui bahwa banjir musiman terjadi selama bulan-bulan terbasah Nopember dan Desember. Banjir sesaat ini, biasanya kurang dari dua hari pada daerah lembah-lembah perbukitan kecil atau daerah datar dekat saluran drainase. Pada umumnya masyarakat mengambil persediaan air dari air tanah dangkal sumur dan air hujan. Tergantung dari lokasinya, kedalaman air sumur bervariasi 2 dan 6 m. selama bulan-bulan kering, kebanyakan sumur-sumur di tempat yang tinggi mempunyai kedalaman hanya 2-4 m. Penampungan air hujan 34 dari atap juga digunakan sebagai pilihan lain sumber air minum di beberapa lokasi.

F. Flora dan Fauna

Ekosistem dalam Tahura SSH berupa hutan hujan tropika dataran rendah lowland tropical rain forest karena memiliki iklim yang sangat basah, tanah kering dan ketinggian di bawah 1000m di atas permukaan laut dpl. Jenis-jenis pohon yang dominan di areal tahura SSH ini adalah suku Dipterocarpaceae, dimana vegetasinya termasuk zone barat yang meliputi pulau Sumatera, Pulau Kalimantan dan Semenanjung Malaya. Menurut hasil interpretasi Citra Landsat TM hasil liputan 5 Juli 2002 dan pengamatan di lapangan, penutupan vegetasi di Tahura SSH sudah tidak utuh lagi hingga taraf memprihatinkan akibat penebangan liar illegal logging. Sedangkan persentase penutupan tajuk berkisar antara 0 hingga 70. Pada areal hutan yang rusak berat dengan penutupan tajuk 50, vegetasi penutup tanah didominasi oleh Imperata cylindrica alang-alang, perdu Melastoma malabaricum, Solanum sp, dan jenis pionir seperti Vitex pubescen, Sapium baccatum, dll. Meskipun kondisi hutan Tahura SSH secara umum sudah rusak, namun masih ditemukan beberapa jenis pohon khas tropis, terutama suku Dipterocarpaceae, seperti Shorea spp. meranti, Dryobalanops oblongifolia kapur, Dipterocarpus spp. keruing, Hopea mengarawan merawan, dll. Kerapatan tingkat pohon sangat jarang, namun tingkat permudaan masih dapat dipelihara hingga hutan bisa kembali pada kondisi klimaks. Satu hal terpenting yang harus diperhatikan jika mengandalkan suksesi alami adalah jangan sampai terjadi lagi gangguan pada areal tersebut, misal penebangan dan kebakaran. Persediaan anakan alam untuk suksesi alami dapat disumbangkan oleh beberapa pohon induk yang masih ada. Untuk mengetahui kondisi satwa di Tahura SSH telah dilakukan penjelajahan renaissance survey dengan menggunakan metode perjumpaan langsung dan metode point count pencatatan pada titik tertentu, dimana penempatan jalur pengamatan dilakukan secara puposive sampling. Pencatatan dilakukan terhadap mamalia, reptilia, dan aves burung pada waktu pagi dan sore hari ketika sebagian besar satwa tersebut aktif. Pengamatan terhadap jenis satwa dilakukan dengan melihat individu, jejak kaki, kotoran, sarang, suara satwa 35 atau dengan tanda-tanda yang lain, dan berdasar informasi dari penduduk sekitar. Berdasarkan hasil pencatatan satwa di kawasan Tahura SSH ditemukan 12 jenis mamalia, 4 jenis reptilia dan 40 jenis burung. Hal ini merupakan salah satu potensi penting untuk pengembangan wisata alam di daerah ini. Misal, di pagi hari sering terdengar suara ungko morning call bersahut-sahutan dari berbagai kelompok ungko. Disamping itu, pergerakan harian ungko juga menarik karena berbeda dari primata lainnya beruk atau monyet ekor panjang, yakni dengan brachiasimenggunakan tangan. Potensi satwa lain untuk wisata alam di Tahura SSH adalah jenis-jenis rangkong. Sayangnya, habitatnya di daerah ini telah rusak, pohon-pohon berdiameter besar dan tinggi telah hilang akibat penebangan liar. Biasanya rangkong bersarang di lubang-lubang pohon dan sangat menyukai buah ficus. Rangkong juga sering makan bersama-sama primata di dalam satu pohon.

G. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya