Dampak Fragmentasi terhadap Spesies

C. Dampak Fragmentasi terhadap Spesies

Fragmentasi habitat dapat mengancam keberadaan spesies dengan berbagai cara. Pertama, fragmentasi dapat memperkecil potensi suatu spesies untuk menyebar dan kolonisasi. Banyak spesies burung, mamalia dan serangga pada daerah pedalaman hutan tidak akan dapat menyeberangi daerah terbuka oleh karena adanya bahaya dimakan pemangsa, walaupun daerah terbuka ini tidak begitu luas. Akibatnya, banyak spesies yang tidak mengkolonisasi lagi daerah asalnya setelah populasi awalnya hilang Lovejoy et al. 1980 dalam Primack et al. 1998. Primack et al. 1998 melanjutkan bahwa penurunan kemampuan penyebaran hewan yang diakibatkan oleh fragmentasi habitat dapat mempengaruhi pula kemampuan penyebaran tumbuhan yang bergantung padanya. Hal ini berlaku bagi tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan buah berdaging yang menjadi makanan hewan dan tumbuh-tumbuhan yang bijinya dapat melekat pada hewan tertentu. Dengan demikian, fragmentasi habitat yang terisolasi tidak akan dikolonisasi oleh spesies asli yang sebenarnya dapat tumbuh di daerah tersebut. Jika pada setiap fragmen spesies punah melalui proses populasi dan suksesi, spesies baru tidak akan mengkolonisasi daerah ini oleh karena adanya penghalang penyebaran, dan akhirnya jumlah spesies pada fragmen habitat tersebut akan mengalami penurunan. Aspek kedua menurut Primack et al. 1998 yang berbahaya oleh adanya fragmentasi habitat adalah pengurangan daerah jelajah dari hewan asli. Kebanyakan spesies hewan, baik sebagai individu atau kelompok sosial, harus memiliki daerah jelajah yang cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hewan-hewan ini harus dapat berjalan dari satu sumber makanan ke sumber makanan yang lain atau yang kadang-kadang tersedia berdasarkan musimnya seperti buah, biji, rumput, genangan air dll. Suatu sumber makanan mungkin saja dibutuhkan hanya beberapa minggu atau bahkan sekali per tahunnya. Jika habitat terfragmentasi, spesies yang berada dalam satu fragmen tidak dapat berjalan ke fragmen lain yang awalnya merupakan daerah jelajahnya juga. Misalnya, pagar dapat menghalangi migrasi ilmiah yang dilakukan oleh hewan pemakan rumput seperti bison di Amerika atau wildebeest di Afrika, sehingga memaksa hewan-hewan ini untuk mengeksploitasi daerah yang sebenarnya tidak sesuai sehingga menyebabkan meraka kelaparan dan mengakibatkan pula penurunan kualitas daerah tersebut. Fragmentasi habitat dapat mempercepat pengecilan atau pemusnahan populasi dengan cara membagi populasi yang tersebar luas menjadi dua atau lebih sub populasi dalam daerah-daerah yang luasnya terbatas. Populasi yang lebih kecil ini menjadi lebih rentan terhadap tekanan silang dalam inbreeding depression, genetic drift, dan masalah-masalah lain yang terkait dengan populasi yang berukuran kecil. Suatu habitat yang luas dapat mendukung suatu populasi yang besar, tetapi jika sudah terbagi dalam fragmen mungkin saja tidak ada satu fragmen pun mendukung sub populasi yang cukup untuk bertahan Primack, 1993. Beberapa studi yang dilakukan di beberapa pulau sebagai lokasi pengamatan, baik di kawasan temperate maupun tropis menunjukkan hasil yang sama, yang dapat disimpulkan sebagai berikut yaitu bila luas pulau berkisar 1 hingga 25 km 2 , seperti luas cagar alam dan suaka margastawa pada umumnya, maka laju kepunahan jenis-jenis burung dalam 100 tahun mencapai 10-50 laju kepunahan diduga akan semakin tinggi di kawasan yang kecil dan mengalami fragmentasi. Menurut penelitian Willis 1979 dalam Wilson 1993, di areal seluas 0,2 sampai 14 km 2 di kawasan hutan di Brazil yang terisolasi oleh lahan pertanian, menunjukkan laju kepunahan burung berkisar 14 sampai 64 dalam 100 tahun. Menurut Harris 1984; Wilcove, et al. 1986; Saunders 1991 dalam Entebe 2005 aktivitas manusia menyebabkan terganggunya status dan distribusi populasi serta habitat satwa liar dalam dua hal yaitu 1 pengurangan total area dari habitat alami dan jumlah populasi sebagai akibat kegiatan pembangunan dan 2 habitat alami dan kisaran distribusi spesies yang sensitif mengalami fragmentasi ke dalam potongan-potongan areal yang disebut “pulau”. Konsekuensi dari terbentuknya “pulau-pulau” habitat, menyebabkan kualitas habitat bagi spesies bervariasi secara spasial dan kebanyakan spesies yang terdistribusi dalam sistem metapopulasi dari populasi lokal yang terhubung oleh penyebaran. Ketahanan metapopulasi sangat tergantung pada efisiensi penyebaran individual spesies dari satu patch ke patch lain Meffe et al, 1994; dalam Entebe, 2005.

D. Keanekaragaman