PEMBENTUKAN SPORA SELAMA KULTIVASI

pembentukan produk, tetapi harus dipecah terlebih dahulu menjadi gula sederhana oleh aktivitas enzim amilase yang bekerja diluar sel. Gula sederhana yang terbentuk masuk kedalam sel dan digunakan untuk pertumbuhan dan pembentukan produk. Onggok dengan konsentasi 7,69 gL pada formula A1B C:N=3:1 masih cukup untuk dikonversi jadi biomassa dan produk tanpa menghambat pertumbuhan karena konsentrasi sumber karbon yang terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan sel akibat tidak tercukupinya kebutuhan karbon sel. Begitupula dengan sumber karbon yang berlebih, hal ini disebabkan oleh konsentrasi substrat yang berlebih maupun kurang menyebabkan terhambatnya produksi enzim sehingga substrat yang tersedia tidak dapat dicerna secara optimal oleh sel bakteri. Menurut Cookson 1995, produksi enzim dipicu oleh substrat yang berfungsi sebagai sumber energi. Agar mikroorganisme dapat memperoleh energi dari substrat, maka substrat harus masuk ke dalam membran sel dan melewati serangkaian transpor elektron selama respirasi seluler berlangsung. Bila konsentrasi substrat terlalu besar maka untuk menembus membran, sel akan mengekskresi enzim ektraseluler dan mencerna substrat di luar sel. Produksi enzim ektraseluler ini relatif rendah, sehingga degradasi makromolekul membutuhkan waktu yang relatif lama dengan tingkat degradasi yang rendah. Sebaliknya, bila konsentrasi substrat terlalu rendah maka energi yang dihasilkan substrat pun terbatas, sehingga produksi enzim pun terbatas.

E. PEMBENTUKAN SPORA SELAMA KULTIVASI

Pengamatan jumlah spora hidup VSC yang terkandung dalam cairan kultur kultivasi dilakukan untuk melihat hubungan antara jumlah spora hidup dengan aktivitas cairan kultur kultivasi. Jumlah spora hidup ditentukan dengan melakukan sederetan pengenceran pada sampel, kemudian dipanaskan pada suhu 70 o C selama 15 menit dengan tujuan perenjatan pembentukan spora pada Bacillus thuringiensis subsp. israelensis dan juga untuk membunuh sel-sel vegetatif. Setelah dipanaskan, sampel yang telah diencerkan dicawankan dengan metode cawan sebar pada medium nutrient agar NA. Hasil pengamatan jumlah spora hidup yang terkandung dalam cairan kultivasi dari berbagai kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Gambar 13 . Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa jumlah spora terletak pada kisaran yang tidak berbeda jauh. Hal ini sesuai dengan hasil uji statistik yang menunjukkan niali yang tidak berbeda nyata.. Pada penelitian yang dilakukan, perhitungan pertambahan jumlah spora hidup dimulai pada jam ke-24 dimana kultivasi mulai berlangsung fase stasioner. Pemilihan waktu pengukuran jumlah spora pada jam ke-24 karena diduga sel mulai mengalami sporulasi. Menurut Sukmadi et al., 1996 pembentukan spora mulai terlihat nyata pada saat fase eksponensial akan berakhir yaitu saat dimulainya fase stasioner. Dari grafik pertumbuhan sel pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa pada jam ke-24 fase eksponensial mulai berakhir dan berawalnya fase stasioner. Pada jam ke-24 persediaan substrat mulai berkurang seperti yang terlihat pada Gambar 11 sehingga menyebabkan B.t.i mulai membentuk spora dalam jumlah yang banyak. Gambar 13 . Pengaruh kombinasi media terhadap nilai Log VSC yang terdapat dalam setiap ml cairan kultur kultivasi. Pembentukan spora sangat tergantung pada lingkungan kultur yang mempengaruhinya terutama jumlah substrat media sebagai bahan konsumsi untuk pertumbuhan sel B.t.i. Menurut Sukmadi et al., 1996, cepat lambatnya pembentukan spora tergantung pada lingkungan kultur. Umumnya spora akan terbentuk pada lingkungan yang kurang sesuai bagi sel misalnya nilai pH dan suhu ekstrim, kurangnya suplai makanan bagi sel serta kemungkinan lain yang menyebabkan kondisi lingkungan tidak sesuai untuk sel B.t.i. Selain itu juga, jumlah mineral yang ditambahkan ke dalam media kultivasi sangat mempengaruhi faktor jumlah spora yang terbentuk. Pembentukan spora juga mulai terlihat nyata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 J u m la h S p o ra L o g V S C m l A1B A2B A3B A4B A5B Formulasi Media Jam ke 24 Jam ke 48 Jam ke 72 pada saat fase eksponensial akan berakhir, yaitu saat dimulainya fase stasioner. Dari hasil penelitian Goldberg et al 1980, dengan meningkatkan jumlah MgSO 4 dari 1 gL menjadi 2 gL dengan skala laboratorium di dalam media kultivasi dengan jumlah 5 gL glukosa akan meningkatkan jumlah spora dari 1 x 10 8 menjadi 1,2 x 10 9 sporaml. Lampiran 8 memperlihatkan bahwa jumlah spora hidup yang terdapat dalam formulasi media kultivasi dari setiap mililiter cairan berkisar antara 6 x 10 7 sampai 2,57 x 10 9 sporaml. Jumlah spora hidup yang dihasilkan dalam penelitian ini merupakan nilai yang kurang baik mengingat menurut Luthy el al., 1982, untuk produk skala besar kisaran nilai jumlah spora antara 5 x 10 9 sampai 1 x 10 10 sporaml cairan kultur. Tetapi, Dubois 1968 dalam Goldberg et al 1980, menyatakan bahwa pelaksanaan fermentasi sistem batch dengan skala laboratorium dalam memproduksi Bacillus thuringiensis akan menghasilkan spora sebesar 2 x 10 8 sporaml Dari hasil pengujian analisa sidik ragam F yang dilakukan menunjukkan bahwa jumlah spora hidup yang dihasilkan tidak berpengaruh nyata dengan adanya peningkatan konsentrasi onggok, untuk selang kepercayaan 0,05. Hasil analisa sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 14.

F. KINETIKA FERMENTASI