PENENTUAN AKTIVITAS BIOINSEKTISIDA HASIL DAN PEMBAHASAN

keadaan yang optimum dari medium kultivasi agar laju pertumbuhan sel tersebut berkembang dengan baik. Sel Bti dapat mengkonversi dengan baik medium dari onggok pada formula A2B C:N=5:1 dan A5B C:N=11:1 menjadi biomassa. Hal ini dapat dilihat pad Tabel 10 yang menunjukkan bahwa nilai konversi substrat menjadi biomassa Yxs tertinggi masing-masing 0,194 g selg substrat dan 0,193 g selg substrat dan nilai ini berbeda dengan formula lainnya secara signifikan berdasarkan uji ragam F α 0.05. Sedangkan nilai konversi substrat menjadi produk Yps tertinggi terdapat pada formula A2B C:N=5:1 yaitu sebesar 0,256 g sporag substrat yang juga berbeda secara signifikan berdasarkan uji ragam F α 0.05 dengan formula lainnya. Perbedaan nilai Yxs dan Yps ini menunjukkan bahwa produk spora yang dihasilkan yang berlangsung pada akhir fase eksponensial tidak berasosiasi dengan pertumbuhan sel. Peningkatan jumlah produk dapat diupayakan dengan membuat kondisi ekstrim pada proses kultivasi sehingga fase stasioner sebagai waktu pembentukan produk dapat lebih cepat tercapai

G. PENENTUAN AKTIVITAS BIOINSEKTISIDA

Penentuan aktivitas bahan aktif bioinsektisida dapat ditentukan dengan pengujian bahan aktif produk bioinsektisida terhadap serangga target yang dilakukan dengan cara bioassay. Bioinsektisida yang paling efektif ditentukan oleh tingkat mortilitas serangga target. Dalam penelitian ini serangga target yang digunakan adalah dari golongan Diptera, yaitu nyamuk. Hal ini dilakukan karena Bacillus thuringiensis subsp. israelensis memeliki jenis gen Cry IV pada kristal protein δ-endotoksin yang tipe patogenitasnya spesifik terhadap golongan Diptera. Tingkat mortilitas serangga target ini ditentukan untuk menentukan LC 50 dan potensi produk bioinsektisida. LC 50 merupakan satuan yang menyatakan konsentrasi produk membunuh 50 dari populasi serangga uji target Vandekar dan Dulmage,1982. Semakin kecil nilai LC 50 maka produk semakin efektif, yang berarti semakin besar toksisitasnya. Hasil pengujian aktivitas bioinsektisida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti dapat dilihat pada Lampiran 9 yang memperlihatkan tingkat toksisitas berbagai perlakuan dengan tingkat pengenceran yang berbeda yang menyebabkan serangga target mati. Pengujian bioassay dilakukan terhadap 10 larva nyamuk Aedes aegypti instar II-III dalam 10 ml air yang sudah diisi kristal protein dan dibiarkan selama 24 jam pada suhu 30 o C suhu kamar. Nilai mortilitas dihitung dengan menggunakan program Probit Quant Yamamoto et al.,1983. Kontrol yang digunakan dalam bioassay adalah air sebanyak 10 ml tanpa penambahan kristal protein bioinsektisida yang berisi 10 larva nyamuk Aedes aegypti. Hasil pengujian pada kontrol menunjukkan bahwa semua larva nyamuk yang diujikan tidak mati. Tabel 10a. Perbandingan antara bobot kering biomassa, dan LC 50 Potensi Produk Bioinsektisida untuk masing-masing perlakuan jam 24 serta produk komersial Biomassa Log VSC LC50 Potensi Formula mgml sporaml µgml IUmg A1B 4,30 8,063 2,58 930,23 A2B 6,25 8,258 3,60 666,67 A3B 7,10 8,016 4,22 568,72 A4B 8,95 7,905 3,72 645,16 A5B 10,05 7,580 3,66 655,74 Vectobec 20,90 - 0,16 15000,00 Tabel 10b. Perbandingan antara bobot kering biomassa, LC50 dan Potensi Produk Bioinsektisida untuk masing-masing perlakuan jam 48 serta produk komersial Biomassa Log VSC LC50 Potensi Formula mgml sporaml µgml IUmg A1B 4,90 7,853 1,74 1.379,31 A2B 6,15 8,080 2,11 1.137,44 A3B 6,30 7,857 2,72 882,35 A4B 6,70 7,954 2,48 967,74 A5B 9,43 8,271 2,49 963,86 Vectobec 20,90 - 0,16 15000,00 Tabel 10c . Perbandingan antara bobot kering biomassa, Log VSC, LC 50 dan Potensi Produk Bioinsektisida untuk masing-masing perlakuan jam 72 serta produk komersial Biomassa Log VSC LC50 Potensi Formula mgml sporaml µgml IUmg A1B 4,90 8,291 1,39 1.726,62 A2B 5,50 7,828 1,27 1.889,76 A3B 5,80 7,785 2,00 1.200,00 A4B 6,20 8,033 2,13 1.126,76 A5B 6,40 7,853 2,18 1.100,92 Vectobec 20,90 - 0,16 15000,00 Penentuan potensi standar produk IUmg diperoleh dari perbandingan LC 50 standar dengan LC 50 contoh uji dikalikan dengan potensi standar. Institute Pasteure Standard 1982 IPS 82, menyatakan bahwa potensi standar produk bioinsektisida adalah 15000 IUmg. Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai LC 50 memiliki korelasi yang berlawanan dengan potensi produk bioinsektisida. Tetapi nilai LC 50 tidak selalu berkorelasi positif dengan nilai biomassa dan VSC. Bobot kering biomassa yang tinggi tidak menunjukkan tingkat efektivitas toksin yang paling baik. Begitu juga dengan semakin besar jumlah spora hidup tidak menunjukkan tingkat efektivitas toksin yang paling baik. Hal ini karena toksisitas produk bioinsektisida terhadap serangga target sangat tergantung dari jumlah kristal protein δ-endotoksin yang dihasilkan selama proses sporulasi berlangsung. Pola hubungan ini diperlihatkan pada formulasi media A1B C:N=3:1 dengan bobot kering biomassa 4,90 gL dan Log VSC 8,29 dapat membunuh 50 populasi serangga target pada tingkat konsentrasi 1,39 µgml. Sedangkan pada formulasi media A2B C:N=5:1 dengan bobot kering biomassa 5,50 mgml dan Log VSC 7,83 dapat membunuh 50 populasi serangga target pada tingkat konsentrasi 1,27 µgml. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayuningsih 2003 pada Bacillus thuringiensis subsp. israelensis B.t.i, bahwa toksisitas produk tidak selamanya dipengaruhi oleh jumlah spora yang terkandung dalam produk tersebut meskipun pembentukan -endotoksin bersamaan dengan pembentukan spora sporulasi. Hal ini juga sesuai dengan yang dilaporkan Morris et al., 1996 bahwa jumlah viable spore count tidak selalu berkorelasi secara linier dengan toksisitas. Salah satu faktor yang menentukan tingginya toksisitas adalah potensi dari kristal protein yang bisa dilihat dari komposisi kristal protein penyusunnya. Hal ini juga yang mendasari penggunaan bioassay menggantikan jumlah spora hidup dalam produk sebagai standarisasi produk bioinsektisida. Yamamoto et al., 1983, menyatakan bahwa Bacillus thuringiensis subsp. israelensis B.t.i dapat memproduksi banyak kristal protein dengan berbagai ukuran dan bentuk serta komposisi protein kompleks dari B.t.i yang menyebabkan variasi dari bentuk kristal. Struktur dan susunan asam-asam amino didalam toksin berpengaruh terhadap toksisitas bioinsektisida. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa formula A1B C:N = 3:1 menghasilkan nilai LC 50 terkecil dibandingkan dengan formula yang lain pada jam 24, 48. sedangkan pada jam 72 yang paling kecil dihasilkan oleh formula A2B C:N = 5:1, akan tetapi secara statistik analisis ragam uji F dengan tingkat kepercayaan 95 pada lampiran 15 nilainya tidak berbeda nyata, sehingga dipilih formula A1B C:N = 3:1 sebagai produk dengan toksisitas terbaik. Data ini juga didukung oleh hasil analisis ragam uji F dengan tingkat kepercayaan 95 pada jam ke 24 dan 48 yang menunjukkkan formula A1B C:N = 3:1 berbeda secara signifikan. Hal ini berarti medium tersebut menghasilkan kristal protein δ- endotoksin terbaik dengan toksisitas paling tinggi. Nilai potensi yang tinggi juga menunjukkan bahwa Bacillus thuringiensis subsp. israelensis B.t.i dapat tumbuh dengan optimal pada medium tersebut dan dapat menghasilkan kristal protein - endotoksin dalam jumlah yang besar dengan tingkat toksisitas yang tinggi. Akan tetapi hasil yang diperoleh lebih kecil dibanding produk komersial vectobac. Hal ini disebabkan karena produk vectobac yang digunakan sebagai standar adalah produk komersial yang telah mengalami pemurnian recovery untuk menghilangkan zat-zat impurities pengotor sehingga konsentrasinya lebih tinggi bila dibandingkan dengan contoh uji. Produk insektisida mikrobial mempunyai tingkat impurities yang tinggi. Menurut Dulmage dan Rhodes di dalam Burges dan Hussey 1971 toksisitas spora B.t terhadap serangga target dipengaruhi oleh strain bakteri dan keadaan serangga target tersebut. Struktur kristal yang berbeda untuk setiap strain B.t berpengaruh pada toksisitas spora yang dihasilkan oleh sel B.t. Salah satu strain mungkin mempunyai ikatan yang mudah pecah oleh enzim yang dihasilkan serangga Burgenjon dan Martouret dalam Burges dan Hussey, 1971. Selain itu, ukuran molekul protein yang menyusun kristal Burgenjon dan Martouret dalam Burges dan Hussey, 1971 serta susunan molekul asam amino dan kandungan karbohidrat dalam kristal protein Tyrell et al,. 1981 juga mempengaruhi toksisitas bioinsektisida. Menurut Aronson, et al., 1986 dan Gill, et al., 1992, komponen utama penyusunan kristal protein pada sebagaian besar Bacillus thuringiensis adalah polipeptida dengan berat molekul 130 sampai 140 kilodalton kDa. Polipeptida tersebut merupakan protoksin yang dapat diubah menjadi toksin dengan berat molekul yang bervariasi dari 30 sampai 80 kDa setelah mengalami hidrolisis dalam kondisi pH alkalin dan adanya protease dalam saluran pencernaan serangga. Aktivitas insektisida tersebut akan hilang jika berat molekulnya kurang dari 30 kDa. Aktivitas kerja bioinsektisida terjadi pada saluran pencernaan serangga target yang dalam keadaan alkali basa. Nilai pH mesenteron usus besar serangga target akan berpengaruh pada kelarutan kristal protein Burgenjon dan Martouret dalam Burges dan Hussey, 1971. Pada pH di atas 8-9, kristal protein mudah larut, sehingga mengeluarkan toksin Deacon, 1983. Selain itu juga dipengaruhi oleh kemampuan enzim protease yang ada dalam sel pencernaan untuk mencerna kristal protein dan adanya reseptor khusus yang mampu mengikat toksin Burgenjon dan Martouret dalam Burges dan Hussey, 1971.

V. KESIMPULAN DAN SARAN