yang bertanggung jawab terhadap kespesifikan dari sebuah kristal protein. Faktor utama yang menentukan kisaran ruang host range dari kristal protein adalah
perbedaan pada larva midgut yang mempengaruhi proses kelarutan solubilization
dan proses kristal dari tidak aktif menjadi aktif, dan keberadaan dari spesifik binding-site protoksin di dalam gut dari spesies-spesies serangga
Bahagiawati, 2002. Karena perbedaan dari gen penyandi kristal protein yang dimilki, maka berdasarkan tipe patogenitasnya Bacillus thuringiensis dapat
dikelompokkan seperti terlihat pada Tabel 3 diatas.
E. PROSES TOKSISITAS DAN INFEKSI OLEH Bacillus thuringiensis
Aktivitas toksin dari kristal protein tergantung pada beberapa sifat intrinsik usus intestinal, seperti pH dari sekresi enzim proteolitik dan kehadiran spora
bakteri secara terus menerus beserta kristal protein yang termakan Burgerjon Martouret, 1971. Selain itu, efektifitas toksin tertentu dipengaruhi oleh kelarutan,
afinitas terhadap reseptor yang ada serta pemecahan proteolitik ke dalam toksin. Secara umum dapat disimpulkan bahwa cara kerja toksin yang dihasilkan oleh
Bacillus thuringiensis ini ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor spesifikasi
mikroorganisme dan kerentanan serangga target Milne et al.,1990. Umur larva serangga merupakan salah satu faktor yang menentukan toksisitas toksin yang
dihasilkan oleh Bacillus thuringiensis ini. Larva serangga yang lebih muda lebih rentan dibandingkan dengan larva yang lebih tua Swadener, 1994.
Gambar 3. Proses toksisitas Bacillus thuringiensis subsp. israelensis pada larva nyamuk
http:www.comosquitocontrol.com
Proses reaksi kimia kristal protein sebagai bahan aktif bioinsektisida dimulai dengan termakannya kristal protein oleh serangga. Kristal protein ini akan
dipecah oleh enzim protease pada kondisi basa dalam usus tengah serangga sehingga melepaskan protein yang toksik, yaitu -endotoksin. Toksin ini akan
berinteraksi dengan reseptor-reseptor pada sel-sel epitelium usus tengah larva serangga yang rentan. Setelah toksin ini bereaksi, maka akan menyebabkan
terbentuknya pori-pori kecil berukuran 0,5 – 1,0 nm. Hal ini akan mengganggu keseimbangan osmotik sel didalam usus serangga sehingga ion-ion dan air dapat
masuk kedalam sel dan menyebabkan sel mengembang dan mengalami lisis hancur. Larva akan berhenti makan dan akhirnya mati Hofte dan Whiteley,
1989, Dai dan Gill, 1993. Kristal protein
δ-endotoksin yang bersifat insektisida ini sebenarnya hanya protoksin yang jika larut dalam usus serangga akan berubah menjadi
polipeptida yang lebih pendek 27-149 kDa. Pada umumnya kristal protein di alam bersifat protoksin, karena adanya aktivitas proteolisis dalam sistem
pencernaan serangga maka akan mengubah Bacillus thuringiensis-protoksin menjadi polipeptida yang lebih pendek dan bersifat toksik. Toksin yang telah aktif
berinteraksi dengan sel-sel epitelium di midgut serangga sehingga menyebabkan terbentuknya pori-pori di sel membran saluran pencernaan serangga Bahagiawati,
2002. Jika ternyata serangga tersebut ternyata tidak rentan terhadap aksi -
endotoksin secara langsung, maka dampak dari pertumbuhan spora di dalam tubuh serangga akan menjadi penyebab kematiannya. Spora tersebut akan
berkecambah dan mengakibatkan membran usus rusak. Replikasi dari spora akan membuat jumlah spora di dalam tubuh serangga akan bertambah banyak dan
mengakibatkan perluasan infeksi di dalam tubuh serangga yang pada akhirnya menyebabkan serangga tersebut mati Swadener, 1994.
F. PENGARUH Bacillus thuringiensis TERHADAP LINGKUNGAN