Media Pertumbuhan dan Fermentasi

G. Fermentasi Bacillus thuringiensis subsp israelensis dan Kondisinya

1. Media Pertumbuhan dan Fermentasi

Faktor yang sangat mempengaruhi fermentasi Bacillus thuringiensis adalah komponen medium dan kondisi fermentasi untuk pertumbuhan seperti pH, kelarutan oksigen dan temperatur Dulmage dan Rhodes, 1971. Dalam pertumbuhannya mikroorganisme membutuhkan sumber air, karbon, nitrogen, unsur mineral, dan faktor pertumbuhan dalam medium pertumbuhannya Vandekar Dulmage, 1982. Medium basal untuk pertumbuhan Bacillus thuringiensis terdiri dari garam, glukosa, dan asam amino, seperti asam glutamat, asam aspartat, dan alanin dalam konsentrasi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan sporulasi Bacillus thuringiensis Dulmage, et al., 1990. Salah satu kunci keberhasilan memperdagangkan bioinsektisida B.t adalah pengembangan medium fermentasi. Banyak medium yang digunakan berasal dari bahan-bahan yang tersedia di alam yang mengandung karbon, nitrogen dan mineral Couch dan Ross, 1980. Dulmage dan Rhodes 1971 menggunakan tepung kedelai dan medium proflo sepeti yang tersaji dalam Tabel 4 sebagai medium fermentasi B.t. Pemilihan medium fermentasi ini mendukung pertumbuhan isolat B.t dan akan ekonomis untuk poduksi - endotoksin secara komersial. Sementara itu, Vandekar dan Dulamage 1982 menyatakan bahwa pertumbuhan yang baik dalam labu kocok dapat terjadi dalam medium B-4C dan B-12 Tabel 4. Pearson dan Ward 1988 mengemukakan bahwa komposisi medium berpengaruh pada produk bioinsektisida yang dihasilkan. Beberapa formula medium menghasilkan jumlah sel maksimum dan waktu terjadinya lisis sel yang berbeda-beda. Hal ini didukung oleh pendapat Mummigatti dan Raghunathan 1990 bahwa komposisi medium berpengaruh terhadap pertumbuhan, toksisitas dan potensi produk B.t. Menurut Dulmage dan Rhodes 1971, karbon adalah bahan utama untuk mensistesis sel baru atau produk sel. Beberapa sumber karbon yang dapat digunakan untuk memproduksi bioinsektisida Bacillus thuringiensis dengan fermentasi terendam adalah glukosa, sirup jagung, dekstrosa, sukrosa, laktosa, pati, minyak kedelai, dan molase dari bit dan tebu. Wahyudi 2002 menggunakan molase tebu sebagai media sumber karbon untuk memproduksi bioinsektisida dari Bacillus thuringiensis subsp. Israelensis. Selanjutnya Wicaksono, 2002 menambahkan bahwa onggok dapat digunakan juga sebagai sumber karbon untuk memproduksi bioinsetisida Bacillus thuringiensis. Dalam penentuan sumber karbon, konsentrasi yang digunakan harus dipilih secara hati-hati. Hal ini disebabkan oleh karena semua galur Bt yang telah diteliti sejauh ini memproduksi asam dari metabolisme glukosa. Menurut Rehm dan Reed 1981, jika konsentrasi glukosa terlalu tinggi yaitu 50 gl, pH medium akan turun lebih rendah dari 5,6 – 5,8 dan keasaman yang terlalu tinggi akan menghambat dan menghentikan pertumbuhan Bt. Akan tetapi, jika konsentrasi gula yang terlalu rendah, menurut Vandekar dan Dulmage 1982 akan dapat menghentikan pertumbuhan Bt. dengan segera, sehingga biomassa yang dihasilkan akan kurang baik karena dapat memperlambat proses sporulasi sehingga proses fermentasi menjadi lebih lama. Nisbah karbonnitrogen CN optimum pertumbuhan Bt. adalah 2:1. Tabel 4. Medium untuk Fermentasi B. thuringiensis Jenis Medium dan Komposisi gl Bahan-bahan Medium Tepung Kedelai a Medium Proflo a Medium B-12 b Medium B-4C b Tepung biji kapas - 10.0 - 10.0 Tepung kedelai 15.0 - 20.0 - Tepung jagung 5.0 - - - Corn steep - - 20.0 - Pepton - 2.0 - 2.0 Dekstrosa 5.0 15.0 30.0 15.0 Ekstrak khamir - 2.0 - 2.0 MgSO 4 .7H 2 O 3.0 3.0 3.0 3.0 FeSO 4 .7H 2 O 2.0 2.0 2.0 2.0 MnSO 4 .H 2 O - - 2.0 2.0 ZnSO 4 .7H 2 O 2.0 2.0 2.0 2.0 CaCO 3 1.0 1.0 1.0 1.0 a medium menurut Dulmage dan Rhodes 1971 b medium menurut Vandekar dan Dulmage 1971 Nitrogen yang dibutuhkan mikroorganisme biasanya dipenuhi oleh garam amonium. Dalam hal ini sering nitrogen organik harus disediakan dalam bentuk asam amino tunggal atau bahan kompleks termasuk asam nukleat dan vitamin. Beberapa sumber nitrogen yang sering digunakan dalam memproduksi bioinsektisida Bacillus thuringiensis adalah tepung kedelai, tepung biji kapas proflo, corn steep, gluten jagung, ekstrak khamir, pepton kedelai, tepung ikan, tripton, tepung endosperma, dan kasein. Stanbury dan Whitaker 1984 menambahkan bahwa urea merupakan sumber nitrogen yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme karena kemampuannya untuk mempertahankan pH. Namun urea ini mempunyai sifat tidak stabil selama proses sterilisasi, oleh karena itu penggunaannya dibatasi. Morris et al. 1996 menambahkan juga bahwa tepung biji kapas, defatted soy flour dan tepung gluten jagung merupakan sumber nitrogen yang efektif untuk produksi bioinsektisida Bt subsp. aizawai HD 133 skala laboratorium dengan rasio CN berkisar antara 0,3 sampai 0,5. Sumber nitrogen ini mampu menghasilkan campuran kristal-spora dalam jumlah yang besar dengan tingkat toksisitas yang tinggi terhadap serangga sasaran. Berdasarkan penelitian Wicaksono 2002, toksisitas tertinggi pada penelitian dengan substrat onggok dan urea, yaitu pada formula 20 gL onggok dan 15 gL urea. Selain sumber karbon dan nitrogen, mikroorganisme juga memerlukan mineral untuk pertumbuhan dan pembentukan produk metabolit. Kebutuhan mineral bervariasi tergantung pada jenis mikroorganisme yang ditumbuhkan. Menurut Dulmage Rhodes 1971, garam-garam organik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme meliputi K, Mg, P, S dan yang diperlukan dalam jumlah sedikit seperti Ca, Zn, Fe, Co, Cu, Mo, dan Mn. Dalam medium fermentasi Bacillus thuringiensis ditambahkan 0,3 gl MgSO 4. 7H 2 O, 0,02 gl ZnSO 4 .7H 2 O, 0,02 gl FeSO 4 .7H 2 O dan 1,0 gl CaCO 3 Vandekar Dulmage, 1982. Menurut Dulmage Rhodes 1971, Ca selain berperan dalam pertumbuhan dan produksi -endotoksin juga berfungsi untuk menjaga kestabilan spora terhadap panas. Penambahan ion Mg 2+ , Mn 2+, Zn 2+ , dan Ca 2+ ke dalam medium perlu dipertimbangkan, karena berperan dalam pertumbuhan dan sporulasi Bacillus thuringiensis Vandekar Dulmage, 1982. Kebutuhan mineral untuk Bacillus thuringiensis subsp israelensis seperti Fe, Mn, dan Cu diperlukan untuk produksi toksin, sedangkan Mo diketahui dapat menghambat produksi -endotoksin. Kemudian dibandingkan dengan CaCl 2 , pemberian CaCO3 dalam medium lebih menguntungkan karena selain sebagai sumber kalsium juga berfungsi sebagai bahan penetral medium

2. Kondisi Kultivasi