aerobik, oksigen bertindak sebagai aseptor hidrogen dan reaksi oksigen dengan hidrogen akan membentuk air. Dengan kata lain, respirasi aerobik
merupakan reaksi oksidasi substrat menjadi karbondioksida dan air. Pada proses ini juga dihasilkan energi dalam bentuk ATP yang digunakan dalam
proses metabolisme sel.
3. Pemanenan recovery
Dulmage et.al 1990 menyatakan bahwa terdapat beberapa bentuk formulasi produk Bt, yaitu flowable suspension, wettable powder, dan cairan.
Bentuk formulasi ini dipengaruhi oleh cara pemanenannya. Formulasi flowable suspension
adalah bentuk bioinsektisida yang dipanen dengan cara mencampur spora dan kristal dengan air atau minyak dan penstabil, sedangkan
wettable powder diperoleh dengan cara melakukan proses liofilisasi atau
proses kering beku terhadap campuran spora kristal dengan laktosa sebagai carrier.
Percobaan aplikasi bioinsektisida Bacillus thuringiensis pada luasan terbatas yang telah dilakukan oleh Silapantakul, et al 1983 dan Yap 1985
dalam Bhumiratana 1990 menunjukkan bahwa formulasi cairan mempunyai beberapa kelebihan. Beberapa kelebihan tersebut adalah mudah cara
pemanenannya dan bersifat ekonomis. Selain itu, dalam bentuk cair, toksin akan mudah larut sehingga akan lebih cepat bereaksi pada saat diaplikasikan
pada serangga sasaran. Formulasi tersebut diperoleh dengan cara mengkonsentrasikan kultur hasil kultivasi Bacillus thuringiensis dengan cara
sentrifugasi . Formulasi tersebut juga dianggap paling sesuai untuk
pengontrolan nyamuk. Agar proses fermentasi berjalan dengan lancar dan untuk
memperkirakan waktu panen yang optimal, maka sejumlah parameter dimonitor untuk dilakukan pengukuran. Parameter-paremeter tersebut
diantaranya, suhu, nilai pH dan jumlah oksigen. Sedangkan pengukuran berat kering biomassa, konsentrasi glukosa dan nitrogen, jumlah spora, bentuk
koloni dapat dilakukan pada setiap sampel Quinlan dan Lisansky, 1985.
4. Penentuan Aktivitas Insektisida Mikroba
Terdapat perbedaan pengukuran aktivitas mikroba antara insektisida kimia dengan bioinsektisida. Pada insektisida kimia prosedur yang dilakukan
untuk memonitor produksi relatif sederhana. Hal ini disebabkan karena produk yang digunakan adalah produk murni yang telah dievaluasi dan aktivitas
insektisidanya telah diketahui sebelumnya. Sedangkan pada bioinsektisida, aktivitas insektisida dari mikroba tidak dapat diukur secara kimia, melainkan
dengan bioassay. Bioassay merupakan salah satu cara untuk menentukan serbuk bahan aktif yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Pada insektisida
kimia, bioassay hanya digunakan sebagai alat pelengkap Vandekar dan Dulmage, 1982.
Insektisida mikroba ditentukan aktifitasnya dengan menghitung jumlah spora hidup dan melalui bioassay untuk menentukan kadar letal LC
50
dan International Unit IU Vandekar dan Dulmage, 1982 atau dosis letal LD
50
, Diet Dillution Unit DDU
50
dan IU Dulmage dan Rhodes, 1971. LC
50
, LD
50
, DDU
50
sebenarnya hanya menunjukkan potensi relatif produk, karena potensi produk insektisida mikroba Bacillus thuringiensis dinyatakan dalam
Satuan Internasional SI dengan cara pengukuran sebagai berikut:
IUmg standar
otensi sampel
LC50 standar
LC50 P
X Sampel
Potensi =
H. KINETIKA FEMENTASI