mencapai pertumbuhan optimal pada akhir fase stasioner dapat pula mengindikasikan mulai terjadinya fase kematian. Pada fase ini sel-sel Bti
mengalami lisis sehingga mengurangi bobot biomassa yang terukur. Hal ini disebabkan karena massa sel yang telah lisis tersebut sebagian akan hilang
dikonversi menjadi energi yang dimanfaatkan oleh se-sel yang masih hidup sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya.
Penurunan bobot biomassa kering diatas dapat juga terjadi karena mulai berkurangnya substrat sehingga sel-sel Bti mengalami kekurangan sumber
makanan dan energi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini berkorelasi dengan hasil analisa total gula sisa pada Gambar 11 yang
menunjukkan jumlah sisa substrat yang masih tersedia. Berdasarkan analisis ragam uji F dengan tingkat kepercayaan 95 Lampiran 13, rata-rata setelah jam
ke-24 waktu kultivasi, pada setiap formula memperlihatkan rendahnya kadar gula yang tersisa.
Berdasarkan analisis ragam uji F dengan tingkat kepercayaan 95 pada Lampiran 12 terjadi peningkatan bobot biomassa kering yang signifikan pada
setiap formula selama kultivasi berlangsung dan juga menunjukkan bahwa bobot kering biomassa berpengaruh nyata dengan adanya peningkatan konsentrasi
onggok, untuk selang kepercayaan 0,05. Menurut Gumbira – Sa’id 1987, pertumbuhan mikrobial biasanya juga
dicirikan oleh waktu yang dibutuhkan untuk menggandakan massa sel atau jumlah sel. Waktu ganda massa sel dapat berbeda dengan waktu ganda jumlah sel, karena
massa sel dapat meningkat tanpa peningkatan jumlah sel.
D. PENGGUNAAN SUBSTRAT SELAMA KULTIVASI
Selama kultivasi berlangsung, sel akan mengkonversi substrat sumber karbon menjadi biomassa dan produk. Hal ini ditandai dengan berkurangnya
konsentrasi substrat yaitu nilai kadar gula sisa. Tinggi rendahnya kadar gula sisa dalam medium kultivasi dipengaruhi oleh kemampuan sel dalam mengkonversi
pati dari sumber karbon menjadi biomassa dan produk. Selain itu juga dipengaruhi oleh kodisi lingkungan, misalnya suhu dan pH. Menurut Dulmage dan Rhodes
1971, faktor yang sangat mempengaruhi fermentasi Bacillus thuringiensis, diantaranya adalah komposisi medium dan kondisi untuk pertumbuhan mikroba
seperti pH, oksigen dan suhu. Bernhard dan Utz 1993 menyatakan bahwa semua galur Bacillus
thuringiensis dapat menghsilkan enzim amilase . Enzim tersebut digunakan untuk memecah pati pada onggok menjadi gula sederhana. Hal ini menyebabkan pati
terhidrolisis menjadi gula-gula sederhana yang menyusunnya. Gula sederhana yang dihasilkan digunakan untuk pertumbuhan dan pembentukan produk.
Selama kultivasi berlangsung, sel akan mengkonversi substrat sumber karbon menjadi biomassa dan produk. Menurut Somaatmadja 1981, pati sebagai
sumber karbon utama akan dikonsumsi oleh bakteri sebagai sumber energi untuk proses metabolisme pertumbuhannya. Hal ini ditandai dengan berkurangnya
konsentrasi substrat sumber karbon selama kultivasi berlangsung. Dalam penelitian ini, onggok yang berfungsi sebagai media sumber karbon mengalami
penurunan kadar pati akibat adanya konversi pati menjadi biomassa dan produk oleh sel Bacillus thuringiensis subsp israelensis. Perombakan pati menjadi gula-
gula sederhana yang terdapat pada media sumber karbon onggok akan menghasilkan energi, ATP dan asam-asam, seperti asam piruvat dan asam asetat
melalui siklus krebs. Peristiwa ini akan berpengaruh terhadap penurunan nilai pH cairan kultivasi.
Gambar 11. Grafik perubahan substrat selama kultivasi pada berbagai formulasi
Hasil pengamatan kadar gula sisa secara umum memperlihatkan nilai yang menurun pada berbagai formulasi. Pada awal kultivasi sampai jam ke 18 pada tiap
10 20
30 40
50 60
70 80
6 12
18 24
30 36
42 48
54 60
66 72
Waktu Jam ke T
o ta
l G
u la
m g
L A1B
A2B A3B
A4B A5B
formulasi tidak mengalami penurunan yang drastis atau lambat. Hal ini disebabkan karena penggunaan gula sederhana dalam medium propagasi untuk
pertumbuhan sel. Medium sisa propagasi memberikan nutrisi yang digunakan sel untuk tumbuh, disamping sel juga mulai memecah pati menjadi gula sederhana.
Pada saat gula dalam medium sisa propagasi habis maka penggunaan pati untuk dipecah menjadi gula sederhana lebih optimal. Hal ini diperlihatkan dengan
terjadinya penurunan kadar pati sisa yang drastis setelah jam 18 sampai jam 24
seperti yang terlihat pada Gambar 11.
Gambar 12 .
Efisiensi penggunaan substrat sumber karbon selama kultivasi pada berbagai formulasi
Perbedaaan penggunaan substrat pada tiap formulasi media akan lebih terlihat pada efisiensi penggunaan substrat yang terlihat pada
Gambar 12 .
Fenomena ini menunjukkan bahwa medium yang mengandung sumber karbon yang lebih rendah akan memudahkan sel Bti untuk mengkonversi sumber karbon
tersebut menjadi biomassa dan produk. Peningkatan konsentrasi sumber karbon menyebabkan sel memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengkonversinya
menjadi biomassa dan produk, bahkan pada konsentrasi sumber karbon tertentu akan dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan sel. Pada Gambar 12 dapat
dilihat efisiensi tertinggi pada formula A1B C:N=3:1 dengan konsentrasi onggok terkecil yang kemudian diikuti oleh formula berikutnya yang
menunjukkan kecendrungan penurunan efisiensi penggunaan substrat seiring dengan penambahan konsentrasi onggok. Disamping itu, sumber karbon yang
digunakan pada penelitian ini adalah onggok yang mengandung pati. Sumber karbon ini tidak dapat digunakan langsung oleh sel untuk pertumbuhan dan
20 40
60 80
100
Efisisensi 93.46
91.38 90.40
75.76 79.52
A1B A2B
A3B A4B
A5B
pembentukan produk, tetapi harus dipecah terlebih dahulu menjadi gula sederhana oleh aktivitas enzim amilase yang bekerja diluar sel. Gula sederhana yang
terbentuk masuk kedalam sel dan digunakan untuk pertumbuhan dan pembentukan produk. Onggok dengan konsentasi 7,69 gL pada formula A1B
C:N=3:1 masih cukup untuk dikonversi jadi biomassa dan produk tanpa menghambat pertumbuhan karena konsentrasi sumber karbon yang terlalu rendah
dapat menghambat pertumbuhan sel akibat tidak tercukupinya kebutuhan karbon sel. Begitupula dengan sumber karbon yang berlebih, hal ini disebabkan oleh
konsentrasi substrat yang berlebih maupun kurang menyebabkan terhambatnya produksi enzim sehingga substrat yang tersedia tidak dapat dicerna secara optimal
oleh sel bakteri. Menurut Cookson 1995, produksi enzim dipicu oleh substrat yang berfungsi sebagai sumber energi. Agar mikroorganisme dapat memperoleh
energi dari substrat, maka substrat harus masuk ke dalam membran sel dan melewati serangkaian transpor elektron selama respirasi seluler berlangsung. Bila
konsentrasi substrat terlalu besar maka untuk menembus membran, sel akan mengekskresi enzim ektraseluler dan mencerna substrat di luar sel. Produksi
enzim ektraseluler ini relatif rendah, sehingga degradasi makromolekul membutuhkan waktu yang relatif lama dengan tingkat degradasi yang rendah.
Sebaliknya, bila konsentrasi substrat terlalu rendah maka energi yang dihasilkan substrat pun terbatas, sehingga produksi enzim pun terbatas.
E. PEMBENTUKAN SPORA SELAMA KULTIVASI