Huta Pakasa’an Beberapa Jenis Sistem Pemerintahan Lokal di Indonesia

1.6.5.1 Huta

32

1.6.5.2 Pakasa’an

Dalam masyarakat Batak juga terdapat sistem pemerintahan lokal yang dikenal dengan sebutan Huta, yaitu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul yaitu Dalihan Na tolu yang harus tetap selaras dengan ketentuan dan hukum agama. Setiap Huta, marga-marga yang ada dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu Kahanggi, Anak Boru dan Mora. Para tokoh masyarakat dari masing-masing marga yang tergabung dalam kelompok Kahanggi, Anak Boru, dan Huta menentukan atau memilih pimpinan mereka yang duduk dalam Dewan Huta atau sebagai Raja Pamusuk. Pembentukannya diusulkan oleh Camat kepada Bupati untuk selanjudnya diusulkan kepada DPRD Kabupaten. Camat yang membawahi Huta menyelenggarakan Rapat Adat dalam menentukan kelompok marga yang tergolong Kahanggi, Anak Boru, dan Mora. Pembentukan Huta ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah. 33 Pemimpin Minahasa zaman tempo dulu terdiri dari dua golongan yaitu Walian dan Tona’as. Sebelum abad ke-7, masyarakat Minahasa berbentuk Matriakhat. Bentuk Masyarakat adat Minahasa sudah mengenal sebuah sistem pemerintahan sebelum masuknya bangsa asing ke negeri ini. Begitupun sub etnis Toumbulu yang bermukim di wilayah Toumu’ung yang kemudian dikenal dengan nama Tomohon serta memiliki pemuka adat yang memimpin dan memerintah komunitas masing- masing. 32 A.A Nasution. Pangamalan Budaya Dalihan Na Tolu dalam Pengelolaan Pemerintahan Daerah Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, dan Kota Padangsidempuan. Jakarta :Fortasman.2003. hal.51 33 http:tomohon.go.id . Diakses tanggal 1 Februari 2008 Universitas Sumatera Utara ini digambarkan bahwa golongan Walian wanita yang berkuasa untuk menjalankan pemerintahan “Makarua Siouw”, yaitu sama dengan Dewan dengan 18 orang leluhur dari tiga Pakasa’an. Tetapi pada abad ke-7 telah terjadi perubahan pemerintahan, pemerintahan Walian wanita beralih ke pemerintahan golongan Tona’as Pria dengan menjalankan pemerintahan “ Makatelu Pitu” yaitu Dewan dengan 21 orang leluhur laki-laki. Sebelum adanya pemerintahan kolonial Belanda, Tomohon berbentuk sebuah wilayah sub etnis yang disebut Pakasa’an Toumbulu yang dipimpin seorang Tona’as. Dibawah Pakasaan terdapat beberapa Walak yang dikepalai oleh Kepala Walak. Walak membawahi beberapa Wanua, dan Wanua tediri dari beberapa Lukar yang