Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

5 dengan daya adaptasi terhadap perkembangan arus teknologi dan informasi. Upaya ini sejalan dengan falsafah yang dinyatakan oleh Ki Hadjar Dewantara, bahwa pendidikan harus melibatkan semua komponen masyarakat keluarga, pendidik profesional, pemerintah, dll. dalam membina, menginspirasi atau memberi contoh, memberi semangat, dan mendorong perkembangan anak www.academia.edu. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud terus menggenjot minat baca masyarakat khususnya peserta didik. Salah satu terobosan yang dilakukan pemerintah adalah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Permendikbud ini diwujudkan dengan wajib membaca khususnya bagi siswa SD, SMP atau SMA. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah GLS sebagai upaya untuk mengatasi minat baca yang rendah pada siswa di Indonesia. GLS merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik. GLS dikembangkan berdasarkan 9 agenda prioritas Nawacita yang terkait dengan tugas dan fungsi Kemendikbud, khususnya Nawacita nomor 5, 6, 8 dan 9. Empat butir Nawacita tersebut terkait erat dengan komponen literasi sebagai modal pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, produktif, dan berdaya saing, berkarakter, serta nasionalis. Salah satu kegiatan di dalam GLS tersebut adalah kegiatan 15 6 menit membaca buku non pelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik. Terobosan penting ini hendaknya melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupatenkota, hingga satuan pendidikan yaitu sekolah. Pelibatan orang tua peserta didik dan masyarakat juga menjadi komponen penting dalam keberhasilan Gerakan Literasi Sekolah GLS. Sekolah mempunyai peran penting sebagai wadah pengorganisasian pembelajaran. Banyak anggapan mengenai Gerakan Literasi Sekolah GLS ini tidak bisa sepenuhnya membantu meningkatkan budaya literasi siswa. Hal ini juga disebabkan karena ketersediaan sarana dan prasarana yang berbeda di setiap sekolah. Namun hal tersebut tidak dijumpai di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional SDIT LHI. Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional merupakan sekolah dasar yang memiliki misi mewujudkan generasi Islam yang memiliki fisik dan karakter kuat, menguasai dasar-dasar keilmuan dan berwawasan global. Hal ini dapat diwujudkan apabila kegiatan pembelajaran di sekolah sudah mendukung untuk terbentuknya siswa yang memiliki wawasan yang luas dan mempunyai cara pandangan internasional. Salah satunya dengan 7 membudayakan kegiatan literasi di sekolah. Di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional sudah membiasakan budaya literasi di sekolah dengan adanya pojok baca di setiap kelas agar siswa dapat dengan mudah mengakses sumber literasi yang menunjang kebutuhan setiap siswa untuk berwawasan luas. Terdapat aktivitas “Reading Group” yang mendukung para siswa untuk meningkatkan budaya literasi. Reading Group masuk ke dalam kurikulum sekolah sehingga aktivitas membaca didukung oleh kurikulum yang menunjang hal tersebut. Teknis pelaksanaan Reading Group adalah dengan meminta siswa untuk membaca buku yang dipilih oleh siswa kemudian siswa tersebut menceritakan hasil dari bacaannya. Selain itu perpustakaan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan informasi juga banyak mengadakan kegiatan-kegiatan yang menunjang kebijakan Gerakan Literasi Sekolah. Hal tersebut menunjukkan bahwa SDIT LHI telah mengimplementasikan Gerakan Literasi Sekolah sebagai upaya untuk meningkatkan budaya literasi pada siswa. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai “Implementasi Kebijakan Gerakan Literasi Sekolah GLS di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional” untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan tersebut dan mengetahui faktor yang mendukung serta menghambat terlaksananya program. Penelitian ini juga dapat menjadi rekomendasi khususnya pada kebijakan Gerakan Literasi Sekolah itu sendiri. 8

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang dan hasil observasi yang telah dilakukan, maka ditemukan masalah sebagai berikut: 1. Minat baca yang rendah di kalangan siswa Indonesia. 2. Teknologi yang menawarkan kemudahan untuk mendapatkan informasi telah menjadi jalan pintas untuk menghindari bacaan berupa tekstual dan bacaan cetak. 3. Adanya kendala sarana berupa penyediaan sumber literasi yang membuat faktor penghambat Gerakan Literasi Sekolah tidak dapat diimplementasikan di seluruh wilayah Indonesi. 4. Kurangnya pemahaman sekolah mengenai kebijakan Gerakan Literasi Sekolah. 5. SDIT LHI telah mengimplementasikan Gerakan Literasi Sekolah sebagai upaya untuk meningkatkan budaya literasi pada siswa. 6. SDIT LHI dapat menjadi referensi bagi sekolah lainnya untuk mengembangkan budaya literasi di sekolah.

C. Batasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah dan keterbatasan peneliti, maka dalam penelitian ini peneliti membatasi masalah pada tataran implementasi kebijakan Gerakan Literasi Sekolah GLS di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional. 9

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang serta identifikasi masalah yang telah dilakukan diatas maka dirumuskan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana implementasi kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional? b. Apa saja faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dapat mendeskripsikan implementasi kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional. 2. Dapat mengetahui faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis a. Bagi sekolah dapat menjadi masukan atau rekomendasi bagi warga sekolah dalam meningkatkan minat baca dan budaya literasi pada siswa. 10 b. Bagi Pemerintah dapat menjadi sebuah gambaran terkait implementasi kebijakan Gerakan Literasi Sekolah yang sudah dirancang. c. Bagi masyarakat hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi cara mendidik anak agar tumbuh minat membaca. 2. Manfaat Teoritis a. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan bagi penelitian terkait implementasi kebijakan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Lukman Al Hakim Internasional. b. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan teori dalam pendidikan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori Implementasi Kebijakan Pendidikan

1. Pengertian Kebijakan

Kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy yang berasal dari bahasa Inggris. Kata policy diartikan sebagai sebuah rencana kegiatan atau pernyataan mengenai tujuan-tujuan, yang diajukan atau diadopsi oleh suatu pemerintahan, partai politik, dan lain-lain. Kebijakan juga diartikan sebagai pernyataan-pernyataan mengenai kontrak penjaminan atau pernyataan tertulis . Pengertian ini mengandung arti bahwa yang disebut kebijakan adalah mengenai suatu rencana, pernyataan tujuan, kontrak penjaminan dan pernyataan tertulis baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, partai politik, dan lain-lain. Dengan demikian siapapun dapat terkait dalam suatu kebijakan. James E. Anderson menyatakan bahwa kebijakan adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Pengertian ini, menurutnya, berimplikasi: 1. bahwa kebijakan selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan, 2. bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah, 3. bahwa kebijakan merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, 4. bahwa kebijakan bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau 12 bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu, 5. bahwa kebijakan, dalam arti positif, didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat memaksa otoritatif. Dalam pengertian ini, James E. Anderson menyatakan bahwa kebijakan selalu terkait dengan apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Tahap-tahap yang dilakukan dalam kebijakan yaitu: a. Penyusunan agenda Sebelum kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, pembuat kebijakan perlu menyusun agenda dengan memasukkan dan memilih masalah-masalah mana saja yang akan dijadikan prioritas untuk dibahas. Masalah-masalah yang terkait dengan kebijakan akan dikumpulkan sebanyak mungkin untuk diseleksi. Pada tahap ini beberapa masalah dimasukkan dalam agenda untuk dipilih. Terdapat masalah yang ditetapkan sebagai fokus pembahasan, masalah yang mungkin ditunda pembahasannya, atau mungkin tidak disentuh sama sekali. Masing-masing masalah yang dimasukkan atau tidak dimasukkan dalam agenda memiliki argumentasi masing-masing. Pihak-pihak yang terlibat dalam tahap penyusunan agenda harus secara jeli melihat masalah-masalah mana saja yang memiliki tingkat relevansi tinggi dengan masalah kebijakan. Sehingga pemilihan dapat menemukan masalah kebijakan yang tepat.