PATOGENESIS DAN PATOLOGI Gambaran Klinis Pasien Malaria Yang Dirawat di Bangsal Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM) Medan Tahun 2012-2013

malaria,jumlah sel darah putih total biasanya normal tetapi jumlah limfosit dan monosit meningkat. Jika tidak diobati,biasanya akan timbul jaundice ringan sakit kuning serta pembesaran hati dan limpa. Kadar gula darah bahkan bisa turun lebih rendah pada penderita yang diobati dengan kuinin. Jika sejumlah kecil parasit menetap di dalam darah, kadang malaria bersifat menetap Anastasia, 2013. Gejala lain adalah apati,sakit kepala yang timbul secara periodik,merasa tidak enak badan,nafsu makan berkurang,lelah disertai serangan menggigil dan demam. Gejala tersebut sifatnya lebih ringan dan serangannya berlangsung lebih pendek dariserangan pertama.Blackwater fever adalah suatu komplikasi malaria yang jarang terjadi. Demam ini timbul akibat pecahnya sejumlah sel darah merah.Sel yang pecah melepaskan pigmen merah hemoglobin ke dalam aliran darah. Hemoglobin ini dibuang melalui air kemih dan berubah warna air kemih menjadi gelap. Blackwater fever hampir selalu terjadi pada penderita malaria falciparum manahun, terutama yang mendapatkan pengobatan kuinin Anastasia, 2013.

2.6 PATOGENESIS DAN PATOLOGI

Selepas melalui jaringan hati,P.falciparum melepaskan 18 – 24 merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit ini yang dilepaskan seterusnya masuk ke dalam sel Retikulo-Endotelial Sistem RES di limpa akan mengalami fagositosis serta filtrasi.Merozoit yang lolos dari filtrasi dan fagositosis di limpa akan menginvasi eritrosit. Seterusnya parasit berkembang biak secara aseksual dalam eritrosit. Bentuk eritrosit ini yang bertanggungjawab dalam proses patogenesa terjadinya malaria pada manusia. Patogenesa malaria yang banyak diteliti adalah patogenesa malaria yang disebabkan P.falciparum Harijanto,2009. Patogenesis malaria falsiparum dipengaruhi oleh factor parasit dan juga faktor penjamu host.Yang termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Yang masuk dalam faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal,usia,genetik,status imunologi dan status nutrisi. Parasit dalam eritrosit EP secara garis besar mengalami 2 stadium yaitu stadium cincin pada 24 jam 1 dan matur pada 24 jam ke 2. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen Ring-erythrocyte Surface AntigenRESA yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur.Permukaan membrane EP stadium matur kemudian akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan Histidin Rich-protein- 1 HRP – 1 sebagai komponen utamanya. Seterusnya bila EP tersebut mengalami merogoni,akan dilepaskan toksin malaria berupa GPI yaitu glikosilfosfatidilinositol yang akan merangsang pelepasan TNF-a dan interleukin- 1 IL-1 dari makrofag Harijanto,2009. Sitoadherensi ialah perlekatan antara EP stadium matur pada permukaan endotel vaskuler.Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesif yang terletak dipermukaan knob EP melekat dengan molekul-molekul adhesif yang terletak dipermukaan endotel vaskular.Molekul adhesif di permukaan knob EP secara kolektif protein-1 disebut PfEMP-1, P.falciparum erythrocyte membrane protein - 1.Molekul adhesif di permukaan sel endotel vaskular adalah CD36,trombospondin,intercellular-molecule-1 ICAM-1,vascular cell adhesion molecule-1VCAM,endotel leucocyte adhession olecule-1 ELAM-1 dan glycosaminoglycan chondroitin sulfate A.PfEMP-1 adalah protein-protein hasil ekspresi genetik oleh sekelompok gen yang berada di permukaan knob.Kelompok gen ini disebut gen VAR.Gen VAR mempunyai kapasitas variasi antigenic yang sangat besar Harijanto,2009. Sekuestras merupakan proses di mana sitoadheren menyebabkan EP matur tidak untuk beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi.Hanya P.falciparum yang mengalami sekuestrasi,karena pada plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi pada organ-organ vital dan hampir semua jaringan di dalam tubuh manusia. Sekuestrasi paling tinggi terdapat di otak,diikuti dengan hepar dan ginjal,paru jantung,kulit dan usus.Sekuestrasi diduga memegang peranan utama dalam patofisiologi malaria berat. Rosettingialah berkelompoknya EP matur yang diselebungi 10 atau lebih eritrosit yang non parasit. Plasmodium yang dapat melakukan sitoadhenrensi juga dapat melakukan rosetting. Roseting menyebabkan obstruksi aliran darah localdalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren. Sitokin terbentuk dari sel endotel,monosit dan makrofag setelah mendapat stimulasi dari malaria toksin LPS,GPI. Sitokin ini antara lain TNF-atumor necrosis factor-alpha, interleukin-1 IL-1, interleukin-6IL-6, Interleukin-3 IL- 3,LTlymphotoxin dan interferon-gamma INF-g. Beberapa penelitian membuktikan bahwa penderita malaria serebral yang meninggal atau dengan komplikasi berat seperti hipoglikemia mempunyai kadar TNF-a yang tinggi. Begitu juga malaria tanpa komplikasi kadar TNF-a, IL-1,IL-6 lebih rendah dari malaria selebral. Walaupun demikian hasil ini tidak konsisten karena juga dijumpai penderita malaria yang mati dengan TNF normalrendah atau pada malaria serebral yang hidup dengan sitokin yang tinggi.Oleh karenanya diduga adanya peran dari neurotransmitter yang lain sebagai free-radical dalam kaskade ini seperti nitric-oxide sebagai faktor yang penting dalam patogenesa malaria berat Harijanto,2009.

2.7 Diagnosis Malaria