Gambaran Klinis Pasien Malaria Yang Dirawat di Bangsal Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM) Medan Tahun 2012-2013

(1)

GAMBARAN KLINIS PASIEN MALARIA YANG DIRAWAT DI BANGSAL RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

(RSUPHAM) MEDAN TAHUN 2011-2013

OLEH :

MOHD.KAMAL HAFIZ BIN KAMAL HISHAM

110100449

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

GAMBARAN KLINIS PASIEN MALARIA YANG DIRAWAT DI BANGSAL RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

(RSUPHAM) MEDAN TAHUN 2011-2013

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah Ini Dilanjutkan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

OLEH :

MOHD.KAMAL HAFIZ BIN KAMAL HISHAM

110100449

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Gambaran Klinis Pasien Malaria Yang Dirawat Di Bangsal Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM) Medan Tahun 2012-2013

Nama : Mohd.Kamal Hafiz Bin Kamal Hisham

NIM : 110100449

Pembimbing : Penguji 1 :

(dr. Tambar Kembaren, SpPD) (dr. Milahayati Daulay, M. Biomed) NIP : 195512251901102001 NIP : 1980.0720.2006042.003

Penguji 2 :

(dr.Sufitni, M.Kes )


(4)

ABSTRAK

Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium melalui perantaraan tusukan (gigitan) nyamuk Anopheles sp infektif. Indonesia merupakan salah satu yang masih menjadi transmisi malaria atau berisiko malaria.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian desktriptif dengan total sampling yang bertujuan mengetahui distribusi sosiodemografi dan gambaran klinis penderita malaria yang dirawat di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2013.

Data diperoleh dengan melihat data dari rekam medis dan kemudian dianalisis dengan statistik deskriptif. Jumlah sampel yang didapat memenuhi kriteria inklusi adalah sebanyak 31 penderita malaria.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran klinis malaria berdasarkan tanda dan gejala klinis yang tersering masing-masing adalah demam (100%), berkeringat banyak (87%), dan menggigil (83,8%). Sebanyak 21 (67,7%) penderita mengalami komplikasi malaria. Komplikasi tersering pada penderita yaitu kelainan hati (ikterus) sebanyak 57,1%. Tipe demam tersering adalah tipe intermitten (100%) dan lama demam 7-8 hari (29%). Distribusi proporsi penderita malaria yaitu usia tersering 21-30 tahun (32,3%), jenis kelamin laki-laki (67,7%), tempat tinggal asal penderita di Langkat (22,6%), riwayat perjalanan tersering ke Sibolga (12,9%), spesies plasmodium tersering yaitu P.falciparum (64,5%).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah demam dan menggigil disertai berkeringat merupakan tanda dan gejala utama penderita malaria. Disarankan peneliti di masa yang akan datang sebaiknya melakukan penelitian dengan skala besar untuk mendapatkan gambaran klinis yang lebih luas tentang malaria.


(5)

ABSTRACT

Malaria is a disease whereby the infection agent is the protozoa from the genus plasmodium species. The spread or transmission of the disease is via the infected female Anopheles sp mosquito. Indonesia is one of the country that still in risk malaria area.

This research is a descriptive study by using total sampling method that aims to determine the clinical features of malaria patients that were admitted at RSUP Haji Adam Malik Medan in year 2011-2013.

Data were collected from medical records and then analyzed with descriptive statistics. The number of samples that fulfilled the inclusion criteria were 31 samples.

The results of this study indicate that the clinical features of malaria based on clinical signs and symtoms are the most common respectively were fever (100%), sweating (87.1%), and shivering (83,9%). There were 21 (67,7%) samples had malaria with complication. The most complication from the samples was icterus/jaundice (57,1%). All the samples had the intermiiten type of fever (100%) and the duration of the fever most often is 7-8 days (29%). Distribution of dominance proportion of malaria patients are age at 21-30 years old (32,3%), male gender (67,7%), living place of the patients from Langkat (22,6%), travel history was to Deli Sibolga (12,9%), plasmodium species infected was falciparum (64,5%).

The conclusion of this study were fever and shivering with sweating are the main signs and symptoms of malaria. The researcher suggested that for the future research should be conducted in large scale study to gain a broader clinical features of malaria.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadrat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan berkat dan anugerah-Nya serta telah memberi kesempatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini.

Karya Tulis Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi pensyaratan dan tugas akhir semester VII pendidikan Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Peneliti menyadari dalam penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan saran atau masukan yang membangun dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama dr. Tambar Kembaren, SpPD yang telah banyak memberikan bimbingan, saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah ini.

2. Dosen penguji 1, dr. Milahayati Daulay, M.Biomed dan dosen penguji 2, dr. Sufitni, M.Kes, SpPA yang telah memberikan saran dan kritikan yang membangun dalam penyelesaian laporan hasil penelitian ini.

3. Staf dan pegawai bagian Litbang, rekam medis dan administrasi ruang rawat inap penyakit dalam RSUP-HAM yang telah memberikan bantuan serta izin sehingga survey penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. 4. Teman-teman seangkatan yang telah membantu, memberi saran, dan

sebagai teman diskusi.

Kepada yang terkasih orang tua yang selalu mendoakan, memberikan dorongan, serta bantuan baik moral maupun materil pelaksanaan dan penulisan karya tulis ilmiah ini.

Akhirnya penulis mengharapkan agar karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin

Medan, 7 Desember 2014


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR ISTILAH ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Definisi Malaria ... 7

2.2 Epidemiologi Malaria... 7

2.3 Jenis-Jenis Malaria ... 8

2.4 Siklus Hidup Parasit Malaria ... 9

2.5 Manifestasi Klinis ... 11

2.6 Patogenesis dan Patologi ... 13

2.7 Diagnosis Malaria ... 15

2.7.1 Anemnesis ... 16

2.7.2 Pemeriksaan Fisik ... 16

2.7.3 Pemeriksaan Laboratorium ... 17

2.7.4 Tes Diagnostik Cepat / RDT ... 17

2.7.5 Pemeriksaan Penunjang ... 18

2.8 Komplikasi ... 18

2.9 Pengobatan ... 2.9.1 Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi ... 20

2.9.2 Pengobatan Malaria dengan Komplikasi ... 22

2.9.3 Pengobatan Profilaksis ... 23


(8)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 27

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 27

3.2 Definisi Operasional ... 28

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 32

4.1 Jenis Penelitian ... 32

4.2 Lokasi dan Waktu penelitian ... 32

4.3 Populasi dan Sampel penelitian ... 32

4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 34

4.5 Pengolahan dan Analisa Data ... 34

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

5.1 Hasil Penelitian ... 35

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 35

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Individu ... 35

5.1.3 Deskripsi Spesies Plasmodium dan Manisfestatsi Klinis ... 38

5.2 Pembahasan ... 41

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

6.1 Kesimpulan ... 46

6.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49 LAMPIRAN

Persetujuan Komisi Etik Izin Penelitian

Daftar Riwayat Hidup Data Induk Penelitian


(9)

DAFTAR ISTILAH / SINGKATAN

WHO : World Health Organization DDT : Dichloro-diphenyl-trichloroethane API : Annual Parasit Incidence

RDT : Rapid Diagnostic Test PPV : Positive Predictive Value EP : Parasit dalam Eritrosit LPB : Lapangan Pandang Besar

SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase SGPT : Serum Glutamic-pyruvic Transaminase


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 5.1 Distribusi Frekue nsi Penderita Malaria Berdasarkan Kelompok Umur

35

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Penderita Malaria Berdasarkan Jenis Kelamin

36

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Penderita Malaria Berdasarkan Tempat Tinggal

36

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Penderita Malaria Berdasarkan Riwayat Perjalanan

37

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Penderita Malaria Berdasarkan Spesies Plasmodium

38

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Penderita Malaria Berdasarkan Manifestasi Klinis

39

Tabel 5.7 Distribusi Frekuendi Status Komplikasi Malaria 39 Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Jenis Komplikasi Malaria 40 Tabel 5.9 Distribusi Penderita Malaria Berdasarkan Lama Demam

yang Dialami

40

Tabel 5.10 Distribusi Penderita Malaria Berdasarkan Tipe Demam yang Dialami


(12)

ABSTRAK

Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium melalui perantaraan tusukan (gigitan) nyamuk Anopheles sp infektif. Indonesia merupakan salah satu yang masih menjadi transmisi malaria atau berisiko malaria.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian desktriptif dengan total sampling yang bertujuan mengetahui distribusi sosiodemografi dan gambaran klinis penderita malaria yang dirawat di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2013.

Data diperoleh dengan melihat data dari rekam medis dan kemudian dianalisis dengan statistik deskriptif. Jumlah sampel yang didapat memenuhi kriteria inklusi adalah sebanyak 31 penderita malaria.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran klinis malaria berdasarkan tanda dan gejala klinis yang tersering masing-masing adalah demam (100%), berkeringat banyak (87%), dan menggigil (83,8%). Sebanyak 21 (67,7%) penderita mengalami komplikasi malaria. Komplikasi tersering pada penderita yaitu kelainan hati (ikterus) sebanyak 57,1%. Tipe demam tersering adalah tipe intermitten (100%) dan lama demam 7-8 hari (29%). Distribusi proporsi penderita malaria yaitu usia tersering 21-30 tahun (32,3%), jenis kelamin laki-laki (67,7%), tempat tinggal asal penderita di Langkat (22,6%), riwayat perjalanan tersering ke Sibolga (12,9%), spesies plasmodium tersering yaitu P.falciparum (64,5%).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah demam dan menggigil disertai berkeringat merupakan tanda dan gejala utama penderita malaria. Disarankan peneliti di masa yang akan datang sebaiknya melakukan penelitian dengan skala besar untuk mendapatkan gambaran klinis yang lebih luas tentang malaria.


(13)

ABSTRACT

Malaria is a disease whereby the infection agent is the protozoa from the genus plasmodium species. The spread or transmission of the disease is via the infected female Anopheles sp mosquito. Indonesia is one of the country that still in risk malaria area.

This research is a descriptive study by using total sampling method that aims to determine the clinical features of malaria patients that were admitted at RSUP Haji Adam Malik Medan in year 2011-2013.

Data were collected from medical records and then analyzed with descriptive statistics. The number of samples that fulfilled the inclusion criteria were 31 samples.

The results of this study indicate that the clinical features of malaria based on clinical signs and symtoms are the most common respectively were fever (100%), sweating (87.1%), and shivering (83,9%). There were 21 (67,7%) samples had malaria with complication. The most complication from the samples was icterus/jaundice (57,1%). All the samples had the intermiiten type of fever (100%) and the duration of the fever most often is 7-8 days (29%). Distribution of dominance proportion of malaria patients are age at 21-30 years old (32,3%), male gender (67,7%), living place of the patients from Langkat (22,6%), travel history was to Deli Sibolga (12,9%), plasmodium species infected was falciparum (64,5%).

The conclusion of this study were fever and shivering with sweating are the main signs and symptoms of malaria. The researcher suggested that for the future research should be conducted in large scale study to gain a broader clinical features of malaria.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Memasuki milenium ke-3,infeksi malaria masih merupakan problema klinik bagi negara tropik/sub topik dan negara berkembang maupun negara yang sudah maju.Malaria merupakan penyebab kematian utama penyakit tropik diperkirakan satu juta penduduk dunia meninggal tiap tahunnya dan terjadi kasus malaria baru 200 – 300 juta/tahun.Malaria berasal dari bahasa Italia (mal + aria) yang berarti “udara yang jelek/salah”,baru sekitar tahun 1880 Charles Louis Alphonse Laveran dapat membuktikan bahwa malaria disebabkan oleh adanya parasit didalam sel darah merah, dan kemudian Ronald Ross membuktikan siklus hidup plasmodium dan transmisi penularannya pada nyamuk.Oleh karena penemuannya Laveran dan Ross mendapat hadiah Nobel (Harijanto, 2009).

Menurut laporan badan kesehatan dunia,World Health Organization(WHO) pada tahun 2011 sejumlah 216 juta kasus malaria di dunia dan estimasi kematian pada 655.000 kasus. Sebanyak 80% kasus dijumpai di Afrika dan kelompok potensial terjadinya penyebaran malaria pada wilayah setempat. Perbedaan kondisi lingkungan geografis, sosial ekonomi, sosial budaya (etnis) merupakan salah satu penyebab penyebaran penyakit malaria yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi tersebut(WHO,2011).

Indonesia merupakan salah satu negara yang masih terjadi transmisi malaria atau berisiko Malaria ( Risk Malaria),karena hingga tahun 2011 terdapat 374 kabupaten endemis malaria.Pada tahun 2011, jumlah kasus malaria di Indonesia 256.592 orang dari 1.322.451 kasus suspek malaria yang diperiksa sediaan darahnya, dengan Annual Parasite Insidence (API) 1,75 per seribu penduduk.Hal ini berarti setiap 1000 penduduk terdapat 2 orang terkena malaria (Depkes RI,2012).

Di seluruh dunia, daerah endemis malaria sering bermasalah dengan terbatasnya sumber daya kesehatan. Meskipun gold standard untuk diagnosis malaria adalah


(15)

positif parasit dengan pemeriksaan mikroskopis, seringkali ini tidak tersedia di banyak wilayah. Oleh karena itu masih sangatlah umum bahwa diagnosa malaria hanya berdasarkan manifestasi gejala klinis. Di banyak daerah endemis, semua gejala demam ditangani sebagai malaria. Akan tetapi menurut Noor (1997) salah satu upaya yang cukup efektif dalam surveilans malaria adalah melakukanscreening (penapisan) malaria untuk meningkatkan sistem kewaspadaan dini di kelompok masyarakat daerah endemis malaria. Screening merupakan identifikasi secara presumtif penyakit atau kelainan yang belum diketahui dengan melakukan pemeriksaan, pengujian, atau prosedur lain agar secara cepat dapat memilahkan di antara penduduk yang sehat, kemungkinan menderita sakit atau kemungkinan tidak menderita malaria. Penapisan tidak digunakan untuk diagnosis. Hasil penapisan positif atau meragukan harus dirujuk ke dokter untuk penegakkan diagnosis dan pengobatan.Penapisan malaria untuk mendeteksi kemungkinan adanya penderita malaria sedini mungkin berdasarkan gejala klinis perlu dilakukan. Meskipun sejak tahun 2007 program (Subdit Malaria Ditjen P2PL) telah menyatakan bahwa semua kasus klinis malaria harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium secara mikroskopis atau menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT). Oleh karena itu tulisan ini bertujuan untuk menganalisis validitas gejala klinis sebagai indikator untuk memprediksi kasus malaria di Indonesia, di daerah yang tidak atau belum ada fasilitas laboratorium atau RDT (Riskesdas,2010).

Diagnosis malaria di daerah non-endemis masih menjadi tantangan sampai saat ini. Kewaspadaan dan kemampuan dokter untuk mengidentifikasi pasien yang mempunyai kemungkinan tinggi untuk terkena malaria seharusnya dapat mengurangi kasus malaria berat dan kematian karena malaria.Diagnosis malaria yang akurat sangatlah penting untuk memastikan bahwa individu yang menderita malaria menerima pengobatan yang sesuai dan obat antimalaria tidak digunakan dengan sia-sia untuk pengobatan pasien yang sebenarnya tidak menderita. malaria. Akan tetapi, karena gejala dan tanda malaria tanpa komplikasi serupa dengan beberapa penyakit lainnya, bahkan dokter yang berpengalaman mengalami kesulitan dalam mendiagnosa malaria. Dokter anak di Gambia dan Tanzania


(16)

mendiagnosa malaria pada anak hanya dengan menggunakan gejala klinis dengan sensitivitas 86% hingga 99% serta spesifisitas 52% hingga61% (Riskesdas,2010). WHO mendukung adanya presumtif diagnosis malaria di daerah endemis tanpa bantuan alat diagnostik laboratorium.Di daerah dimana malaria masih hyperendemic atau holoendemic, presumtif diagnosis atau diagnosis berdasarkan gejala klinis harus tetap dipertahankan, paling tidak pada anak-anak.Banyak studi telah dilakukan untuk meningkatkan kriteria klinis yang dapat digunakan sebagai prediktor kasus malaria. Sebagian besar studi menemukan bahwa gejala dan tanda malaria mempunyai spesifisits dan Positive Predictive Value(PPV) yang rendah.Banyak peneliti berjuang untuk menemukan gejala dan tanda klinis yang baik sebagai prediktor kasus malaria, akan tetapi hasilnya belum memuaskan. Beberapa gejala seperti muntah, dapat meningkatkan kemungkinan malaria pada anak-anak, sementara gejala lain seperti batuk dapat menurunkan kemungkinan tersebut (Riskesdas,2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Govardhini et al., dengan menggunakan pemeriksaan mikroskopis sebagai gold standard menunjukkan bahwa di daerah endemis tinggi, gejala demam saja dapat mendeteksi 74,4% kasus malaria.Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Anand et al di daerah endemis rendah dengan menggunakan pemeriksaan mikroskopis sebagai gold standard, dimana gejala demam saja mempunyai sensitivitas 62,7% dan PPV yang rendah (2%). Akan tetapi sebaliknya, penelitian oleh Muhe et al pada anak usia 2–59 bulan di rural Ethiopia, menunjukkan bahwa gejala demam saja, dengan menggunakan pemeriksaan mikroskopis sebagai baku emas, hanya dapat mendeteksi 30% kasus malaria pada masa transmisi tinggi dan 5% kasus malaria pada masa rendah transmisi malaria. Sepuluh penelitian yang dilakukan di Burkina Faso dan Tanzania yang juga menggunakan pemeriksaan mikroskopis sebagai gold standard menunjukkan bahwa diagnosa klinis malaria yang didasarkan pada adanya demam atau sejarah demam, yang merupakan rekomendasi WHO untuk area endemis tinggi, mempunyai sensitivitas 75% (Riskesdas,2010).


(17)

Spesifisitas gejala klinis sebagai prediktor kasus malaria hampir selalu bervariasi tergantung pada prevalensi daerah setempat. Spesifisitas diagnosis klinis malaria tergantung pada kelompok umur, waktu, tempat, dan epidemiologi penyakit.Di daerah transmisi rendah, spesifisitas diagnosis klinis rendah dan spesifisitas tes serologi (seperti RDT) tinggi, sementara di daerah transmisi tinggi terjadi sebaliknya. Pada anak-anak di daerah transmisi tinggi, demam tinggi yang singkat yang tidak disebabkan oleh penyebab lain, hampir pasti merupakan kasus malaria. Di beberapa setting wilayah, 80% pasien febrile (pada semua umur) dengan diagnosa klinis malaria, positif parasit malaria(Riskesdas,2010).

Meskipun demam merupakan karakteristik gejala malaria, banyak kasus P. falciparum di daerah endemis tidak disertai dengan naiknya suhu tubuh.Penelitian di daerah tinggi transmisi malaria menunjukkan bahwa demam atau sejarah demam mempunyai sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosa malaria masing-masing 70.4% dan 68.9%. Asimtomatik malaria sering terjadi karena tingginya toleransi terhadap parasit malaria.Pola malaria klinis bervariasi dengan intensitas transmisi dan di daerah transmisi malaria rendah, infeksi P. falciparum dapat merupakan episode malaria yang disebabkan oleh rendahnya imunitas dan sensitivitas pendekatan diagnostik mungkin berbeda.Di Thailand, yang merupakan daerah transmisi malaria rendah, sejarah demam dan sakit kepala tanpa batuk ditemukan mempunyai sensitivitas 51% dan spesifisitas 72% dalam mendiagnosa malaria pada anak berusia 1-15 tahun.Akan tetapi, beberapa penelitian lain di India menunjukkan bahwa tidak ada satu pun gejala klinis malaria yang dapat menjadi prediktor kasus malaria yang baik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sejarah demam biasanya dilaporkan tetapi bukan indikator yang reliabel untuk diasosiasikan dengan andanya parasit atau untuk definisi kasus malaria. Untuk diagnosa malaria klinis, sakit kepala mempunyai sensitivitas tinggi (84.4%) diikuti oleh muntah (53.2%). Spesivisitas dan PPV tanda dan gejala klinis pada umunya rendah, dan algoritma gejala klinis yang reliabel dan baik untuk diagnosis malaria di daerah transmisi rendah belum dapat diformulasikan. PPV dari tes diagnostik dan algoritma klinis sangat tergantung


(18)

pada prevalens penyakit. PPV yang rendah menggambarkan prevalens parasitaemia dan malaria yang rendah (Riskesdas,2010).

Berdasarkan fenomena diatas, maka penulis berminat untuk melakukan penelitian mengenai gambaran klinis pasien malaria yang dirawat di RSUP Haji Adam Malik, Medan periode 2011– 2013.

1.2Perumusan Masalah

Bagaimanagambaran klinis penderita malaria yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat ( RSUP) Haji Adam Malik Medan pada tahun 2011hingga 2013.

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran klinis penderita malaria yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat ( RSUP) Haji Adam Malik Medan pada tahun 2011hingga 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

a) Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita malaria yang dirawat di RSUP Haji Adam Malik tahun 2011 - 2013 berdasarkan jenis penyebab (agent) malaria (P. falciparum, P. vivax dan P. mixed).

b) Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita malaria yang dirawat di RSUP Haji Adam Malik tahun 2011 – 2013 berdasarkan tanda dan gejala klinis.

c) Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita malaria yang dirawat di RSUP Haji Adam Malik tahun 2011 - 2013 berdasarkan riwayat bepergian pasien ke daerah endemis.


(19)

d) Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita malaria berdasarkan sosiodemografi antara lain : umur, jenis kelamin, daerah tempat tinggal.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

a) Bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk mengevaluasi keberhasihan program pencegahan malaria, seterusnya untuk perencanaan pemberanterasan malaria secara optimal.

b) Bahan masukan bagi tenaga kesehatan di RSUP. Haji Adam Malik, Medan terutama kepada dokter yang bertugas mengenai gambaran klinis pasien malaria di rumah sakit tersebut untuk perencanaan penatalaksanaan yang terbaik dan optimal untuk pasien-pasien malaria.

c) Bahan masukan kepada peneliti lain untuk melakukan penelitian berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran klinismalaria.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MALARIA

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan Plasmodium, dimana proses penularannya melalui gigitan nyamuk jenis Anopheles.Protoza parasit jenis ini banyak tersebar di wilayah-wilayah tropis,misalnya di Amerika,Asia dan Afrika.Bentuk yang paling banyak dan serius disebabkan oleh P.falciparum dan P.vivax tetapi spesies yang lain seperti P.malariae, P.ovale dan kadang-kala P.knowlesi juga mampu menjangkiti manusia.Kumpulan pathogenic manusia spesies Plasmodium ini dirujuk sebagai parasit malaria (Hadijaja,1994).

2.2 EPIDEMIOLOGI MALARIA

Malaria terjadi di lebih dari 90 negara dengan jumlah kejadian antara 300-500 juta per tahun.Diperkirakan 40% dari penduduk dunia mempunyai resiko terhadap jangkitan malaria.Penyakit malaria dapat ditemukan di daerah seperti tropis dan subtropis,dan dapat menginfeksi lebih dari 300 juta pasien setiap tahun dan 1 juta diantaranya meninggal dunia akibat malaria.Di Afrika khususnya kawasan Sahara bagian selatan merupakan daerah yang paling riskan,dimana 90% dari kematian di kawasan ini disebabkan malaria.Kebanyakan yang meninggal adalah anak-anak yang daya tahan tubuhnya (imun) masih lemah.

Beberapa daerah yang bebas malaria yaitu Amerika Syarikat,Israel,Singapura,Canada,Hongkong,Taiwan,Korea,Brunei,Negara di Eropah (kecuali Rusia) dan Australia.Hal ini disebabkan vector kontrolnya yang baik, walaupun demikian di negara tersebut makin banyak kejadian malaria yang diimport karena pendatang dari negara malaria atau penduduknya mengunjungi daerah-daerah malaria.P.falciparum dan P.malariae umumnya dijumpai pada semua negara di Afrika,Haiti dan Papua Nugini umunya P.falciparum, P.vivax banyak di negara Amerika Latin.Di Amerika Selatan,Asia Tenggara,Negara Ocenia dan India umumnya P.falciparum dan P.vivax. P.ovale biasanya hanya di


(21)

Afrika.Di Indonesia kawasan Timur mulai dari Kalimantan,Sulawesi Tengah sampai ke Utara,Maluku,Irian Jaya dan dari Lombor sampai Nusatenggara Timur serta Timor Timur merupakan daerah endemis malaria dengan P.falciparum dan P.vivax.Beberapa daerah di Sumatera mulai dari Lampung,Riau,Jambi dan Batam merupakan kawasan kasus malaria cenderung meningkat.

2.3 Jenis-Jenis Malaria

Penyebab malaria adalah genus plasmodia family plasmodiidae dan ordo coccidiidae.Di Indonesia dikenal 4 macam parasit malaria yaitu :

a) Plasmodium falciparum : penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria berat.

b) Plasmodium vivax : penyebab malaria tertina. c) Plasmodium malaria : penyebab malaria quartana

d) Plasmodium ovale : jarang sekali di Indonesia karena umumnya banyak kasusnya terjadi di Afrika dan Pasific Barat.

Parasit malaria disebarkan oleh nyamuk Anopheles betina inaktif.Sebagian besar nyamuk Anopheles menggigit pada malam hari, puncak gigitan nyamuk dari malam sampai fajar (Hadijaja,1994).

Parasit membiak dalam sel darah merah menyebabkan symptom termasuk anemia(kepala rasa ringan, sesak nafas) termasuk juga simptom umum lain seperti demam, sejuk, mual,koma dan kematian.Penyebaran Malaria dapat dikurangi dengan menghalang gigitan nyamuk melalui kelambu nyamuk dan penghalang serangga atau melalui langkah pengawalan nyamuk seperti menyembur racun serangga dalam rumah dan mengeringkan kawasan air bertakung di mana nyamuk bertelur (Celestinus,2001).

Pada penderita penyakit malaria, penderita dapat dihinggapi lebih dari satu jenis plasmodium.Infeksi tersebut dipanggil infeksi campuran (mixed infection).Dari kejadian infeksi campuran ini biasanya paling banyak dua jenis parasit,seperti campuran antara P.falciparum dengan P.vivax atau P.malaria(Widoyono,2008).


(22)

Masa inkubasi malaria sekitar 7-30 hari tergantung spesiesnya.P. falciparum melakukan waktu 7-14 hari,P.vivax dan P.ovale melakukan 8-14 hari,sedangkan P.malaria melakukan waktu 7-30 hari. Masa inkubasi ini dapat memanjang karena berbagai faktor seperti pengobatan dan pemberian profilaksis dengan dosis yang tidak adekuat.

2.4 Siklus Hidup Parasit Malaria

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit plasmodium yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Ada 4 spesies plasmodium yang menyebabkan penyakit di manusia, yaitu P.falciparum, P. vivax, P.ovale, dan P.Malaria(Wijaya, 2011).

Transmisi malaria dimulai ketika nyamuk anopheles betina menggigit manusia yang sudah terinfeksi parasit malaria. Nyamuk mencerna darah yang mengandung gamet jantan dan betina dari parasit malaria. Di dalam perut nyamuk, gamet itu bergabung menjadi sel yang disebut zigot. Zigot menembus dinding lambung nyamuk dan berkembang menjadi ookist. Ookist kemudian membelah dan menghasilkan ribuan sel yang disebut sporozoit. Sporozoit meninggalkan dinding lambungdan bermigrasi ke kelenjar saliva nyamuk (Wijaya, 2011).

Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sprozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah. Sporozoit menginvasi sel parenkim hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari merozoit hati. Skizon hati akan pecah dan melepaskan merozoit ke aliran darah, dimana sel darah merah dengan cepat diinfeksi. Siklus ini disebut siklus ekso eritrositer. Pada P. vivax dan P.ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun (Wijaya, 2011).

Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon yang mengandung banyak merozoit. Tahap infeksi darah ini adalah


(23)

penyebab gejala dan tanda malaria. Parasit dalam eritrosit secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam pertama, dan stadium matur pada 24 jam kedua. Permukaan parasit pada stadium cincin akan menampilkan Ring - Erythrocyte Surface Antigen (RESA) yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membran parasit stadium matur akan mengalami penonjolan yang membentuk knob dengan Histidin rich protein 1 (HRP1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi pecah melepaskan merozoit yang akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer (Kusuma, 2011).

Gambar 1: Siklus Hidup Parasit Malaria

( Sumber : http://www.dpd.cdc.gov/dpdx)

2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis penyakit malaria sangat khas dengan adanya serangan demam yang intermitten, anemia sekunder dan splenomegali. Penyakit ini cenderung untuk beralih dari keadaan akut ke keadaan manahun. Selama stadium


(24)

akut terdapat masa demam yang intermitten.Selama stadium manahun berikutnya, terdapat masa laten yang diselangi oleh relaps beberapa kali. Relaps ini sangat mirip dengan serangan pertama (Anastasia, 2013).

Masa tunas dapat berbeda-beda antara 9 sampai 40 hari dan ini menggambarkan waktu antara gigitan nyamuk yang mengandung sporozoit dan permulaan gejala klinis.Selain itu, masa tunas infeksi P.vivax dapat lebih panjang dari 6 sampai 12 bulan atau lebih. Infeksi P.malariae dan P.ovale sampai bertahun-tahun. Karena itu di daerah beriklim dingin,infeksi P.vivax yang didapati pada musim panas atau musim gugur mungkin tidak menimbulkan penyakit akut sampai musim semi berikutnya. Malaria klinis dapat terjadi berbulan-bulan setelah obat-obatan supresif dihentikan. Serangan pertama pada malaria akut terdiri atas beberapa serangan dalam waktu 2 minggu atau lebih yang diikuti oleh masa laten yang panjang dan diselingi oleh relaps pada malaria manahun. Serangan demam ini berhubungan dengan penghancuran sel darah merah yang progresif,badan menjadi lemah,dan limpa membesar. Tipe jinak biasanya disebabkan oleh P.falciparum (Anastasia, 2013).

Dalam periode prodormal yang berlangsung satu minggu atau lebih, yaitu bila jumlah parasit di dalam darah sedang bertambah selama permulaan siklus aseksual, tidak tampak manifestasi klinis yang dapat menentukan diagnosis. Gejala dapat berupa perasaan lemas, tidak nafsu makan,sakit pada tulang dan sendi. Demam tiap hari atau tidur tidak teratur,mungkin sudah ada. Di daerah non edemi diagnosis pertama seringkali ialah influenza. Serangan permulaan atau pertama sangat khas oleh karena adanya serangan demam intermitten yangberulang-ulang pada waktu berlainan, 48 jam untuk P.vivax, P.ovale, P.falciparum dan 72 jam untuk P.malariae. Waktu yang sebenarnya pada berbagai strain P.vivax berbeda-beda dari 43,6 jam sampai 45,1 jam. Serangan dimulai dengan stadium dingin atau rigor yang berlangsung selama kurang lebih satu jam. Pada waktu itu penderita menggigil,walaupun suhu badannya lebih tinggi dari normal.Kemudian menyusul stadium panas yang berlangsung lebih lama dan kulit penderita menjadi kering serta panas,muka menjadi merah,suhu mencapai 39 – 40° C,nadi cepat dan penuh,kepala pusing, mual,kadang-kadang


(25)

muntah,dan pada anak kecil timbul kejang-kejang.Kemudian penderita berkeringat banyak,suhu badan turun,sakit kepala hilang,dan dalam waktu beberapa jam penderita menjadi lelah.Serangan demam biasanya berlangsung 8 sampai 12 jam,dan pada infeksi P.falciparum berlangsung lebih lama (Anastasia, 2013).

Serangan ini sering dianggap disebabkan oleh hemolisis sel darah merah atau disebabkan oleh syok karena adanya haemoglobin bebas atau adanya hasil metabolisme. Virulensi sering berhubungan dengan intensitas parasitemia (Anastasia, 2013).

Perioditas serangan berhubungan dengan berakhirnya skizogoni,apabila skizon matang kemudian pecah,merozoit bersama pigmen dan benda residu keluar dari sel darah merah memasuki aliran darah. Ini merupakan suatu infeksi protein asing dan kemudian pada infeksi akut terdapat leukositosis sedang dengan granulositosis tetapi dengan turunnya suhu badan maka timbul leukopenia dengan monositosis relative dan limfositosis. Jumlah sel darah putih sebesar 3000 sampai 45.000 pernah dilaporkan. Pada permulaan infeksi dapat terjadi trombositopenia jelas,tetapi hal ini bersifat sementara (Anastasia, 2013).

Apabila seseorang telah terinfeksi Plasmodium, gejalanya mulai timbul dalam waktu 10 hingga 35 hari setelah parasit masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk. Gejala awalnya sering kali berupa demam ringan yang hilang-timbul, sakit kepala, sakit otot dan menggigil bersamaan dengan perasaan tidak enak badan(malaise). Kadang gejalanya diawali dengan menggigil yang diikuti oleh demam. Gejala ini berlangsung 2-3 hari dan sering diduga dengan gejala flu. Pola penyakitnya pada keempat jenis malaria ini berbeda (Anastasia, 2013).

Pada malaria falciparum biasa terjadi kelainan fungsi otak, yaitu suatu komplikasi yang disebut malaria serebral. Gejalanya adalah demam minimal 40°C,sakit kepala hebat,mengantuk,delirium(mengigau). Malaria serebralbiasanya berakibat fatal. Paling sering terjadi pada bayi,wanita hamil dan pelancong yang baru datang dari daerah malaria. Pada malaria vivax,mengigau biasa terjadi jika demamnya tinggi,sedangkan gejala otaknya lainnya tidak ada. Pada semua jenis


(26)

malaria,jumlah sel darah putih total biasanya normal tetapi jumlah limfosit dan monosit meningkat. Jika tidak diobati,biasanya akan timbul jaundice ringan (sakit kuning) serta pembesaran hati dan limpa. Kadar gula darah bahkan bisa turun lebih rendah pada penderita yang diobati dengan kuinin. Jika sejumlah kecil parasit menetap di dalam darah, kadang malaria bersifat menetap (Anastasia, 2013).

Gejala lain adalah apati,sakit kepala yang timbul secara periodik,merasa tidak enak badan,nafsu makan berkurang,lelah disertai serangan menggigil dan demam. Gejala tersebut sifatnya lebih ringan dan serangannya berlangsung lebih pendek dariserangan pertama.Blackwater fever adalah suatu komplikasi malaria yang jarang terjadi. Demam ini timbul akibat pecahnya sejumlah sel darah merah.Sel yang pecah melepaskan pigmen merah (hemoglobin) ke dalam aliran darah. Hemoglobin ini dibuang melalui air kemih dan berubah warna air kemih menjadi gelap. Blackwater fever hampir selalu terjadi pada penderita malaria falciparum manahun, terutama yang mendapatkan pengobatan kuinin (Anastasia, 2013).

2.6 PATOGENESIS DAN PATOLOGI

Selepas melalui jaringan hati,P.falciparum melepaskan 18 – 24 merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit ini yang dilepaskan seterusnya masuk ke dalam sel Retikulo-Endotelial Sistem (RES) di limpa akan mengalami fagositosis serta filtrasi.Merozoit yang lolos dari filtrasi dan fagositosis di limpa akan menginvasi eritrosit. Seterusnya parasit berkembang biak secara aseksual dalam eritrosit. Bentuk eritrosit ini yang bertanggungjawab dalam proses patogenesa terjadinya malaria pada manusia. Patogenesa malaria yang banyak diteliti adalah patogenesa malaria yang disebabkan P.falciparum (Harijanto,2009).

Patogenesis malaria falsiparum dipengaruhi oleh factor parasit dan juga faktor penjamu (host).Yang termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Yang masuk dalam faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal,usia,genetik,status imunologi dan status nutrisi. Parasit dalam eritrosit (EP) secara garis besar


(27)

mengalami 2 stadium yaitu stadium cincin pada 24 jam 1 dan matur pada 24 jam ke 2. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen Ring-erythrocyte Surface Antigen(RESA) yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur.Permukaan membrane EP stadium matur kemudian akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan Histidin Rich-protein- 1 (HRP – 1) sebagai komponen utamanya. Seterusnya bila EP tersebut mengalami merogoni,akan dilepaskan toksin malaria berupa GPI yaitu glikosilfosfatidilinositol yang akan merangsang pelepasan TNF-a dan interleukin-1 (IL-interleukin-1) dari makrofag (Harijanto,2009).

Sitoadherensi ialah perlekatan antara EP stadium matur pada permukaan endotel vaskuler.Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesif yang terletak dipermukaan knob EP melekat dengan molekul-molekul adhesif yang terletak dipermukaan endotel vaskular.Molekul adhesif di permukaan knob EP secara kolektif protein1 disebut PfEMP1, P.falciparum erythrocyte membrane protein -1.Molekul adhesif di permukaan sel endotel vaskular adalah CD36,trombospondin,intercellular-molecule-1 (ICAM-1),vascular cell adhesion molecule-1(VCAM),endotel leucocyte adhession olecule-1 (ELAM-1) dan glycosaminoglycan chondroitin sulfate A.PfEMP-1 adalah protein-protein hasil ekspresi genetik oleh sekelompok gen yang berada di permukaan knob.Kelompok gen ini disebut gen VAR.Gen VAR mempunyai kapasitas variasi antigenic yang sangat besar (Harijanto,2009).

Sekuestras merupakan proses di mana sitoadheren menyebabkan EP matur tidak untuk beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi.Hanya P.falciparum yang mengalami sekuestrasi,karena pada plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi pada organ-organ vital dan hampir semua jaringan di dalam tubuh manusia. Sekuestrasi paling tinggi terdapat di otak,diikuti dengan hepar dan ginjal,paru jantung,kulit dan usus.Sekuestrasi diduga memegang peranan utama dalam patofisiologi malaria berat.

Rosettingialah berkelompoknya EP matur yang diselebungi 10 atau lebih eritrosit yang non parasit. Plasmodium yang dapat melakukan sitoadhenrensi juga dapat


(28)

melakukan rosetting. Roseting menyebabkan obstruksi aliran darah local/dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren.

Sitokin terbentuk dari sel endotel,monosit dan makrofag setelah mendapat stimulasi dari malaria toksin (LPS,GPI). Sitokin ini antara lain TNF-a(tumor necrosis factor-alpha, interleukin-1 1), interleukin-66), Interleukin-3 (IL-3),LT(lymphotoxin) dan interferon-gamma (INF-g). Beberapa penelitian membuktikan bahwa penderita malaria serebral yang meninggal atau dengan komplikasi berat seperti hipoglikemia mempunyai kadar TNF-a yang tinggi. Begitu juga malaria tanpa komplikasi kadar TNF-a, IL-1,IL-6 lebih rendah dari malaria selebral. Walaupun demikian hasil ini tidak konsisten karena juga dijumpai penderita malaria yang mati dengan TNF normal/rendah atau pada malaria serebral yang hidup dengan sitokin yang tinggi.Oleh karenanya diduga adanya peran dari neurotransmitter yang lain sebagai free-radical dalam kaskade ini seperti nitric-oxide sebagai faktor yang penting dalam patogenesa malaria berat (Harijanto,2009).

2.7 Diagnosis Malaria

Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.Diagnosis pasti akan dibuat dengan ditemukannya parasit malaria dalam pemeriksaan mikroskopis (Hadijaja, 1994).

2.7.1 Anemnesis

Keluhan utama yang sering kali muncul adalah demam berkala disertai menggigil,dan berkeringat (sering disebut dengan trias malaria). Demam pada keempat jenis malaria berbeda sesuai dengan proses skizogoninya. Demam karena plasmodium falciparum dapat terjadi setiap hari pada P.vivax atau P.ovale


(29)

demamnya terjadi pada hari ketiga sedangkan demam pada P.malariae terjadi pada hari keempat.

Kecurigaan adanya tersangka malaria berat dapat dilihat dari adanya satu gejala atau lebih, yaitu kelemahan atau kelumpuhan otot,kejang-kejang,kekuningan pada mata atau kulit,adanya pendarahan hidung atau gusi,hematemesis atau melena. Selain itu adalah keadaan panas yang sangat tinggi,disertai muntah yang terjadi terus menerus.

2.7.2 Pemeriksaan fisik

Pasien mengalami demam berkala 37,5 – 40 °Cserta anemia yang dibuktikan dengan konjungtiva palpebra yang pucat. Sering juga disertai dengan pembesaran limpa (splenomegali) dan pembesaran hati (hepatomegali). Apabila terjadi serangan malaria berat, gejala dapat disetai dengan syok yang ditandai dengan menurunnya tekanan darah,nadi berjalan cepat dan lemah serta frekuensi napas meningkat.

Pada penderita malaria berat, sering terjadi penurunan kesadaran,dehidrasi, manisfestasi pendarahan, ikterik,gangguan fungsi ginjal,pembesaran hati dan limpa, serta dapat dikuti dengan munculnya gejala neurologis(reflex patologis dan kaku kuduk).

2.7.3 Pemeriksaan laboratorium

a.Pemeriksaan mikroskopis

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah yang menurut teknis pembuatannya dibagi menjadi preparat darah (sediaan darah) tebal dan preparat darah tipis untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria dalam darah. Melalui pemeriksaan ini dapat dilihat jenis plasmodium dan stadiumnya (P.falciparum, P.vivax, P.malariae, P.ovale, P.tropozoit,skizon, dan gametosit) serta kepadatan parasitnya.


(30)

Kepadatan parasit dapat dilihat melalui dua cara yaitu semi kuantitatif dan kuantitatif. Metode semi-kuantitatif adalah menghitung parasit dalam Lapang Pandang Besar(LPB) dengan rincian sebagai berikut :

(-) : Negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)

(+) : Positif 1 (ditemuka n 1-10 parasit dalam 100 LPB)

(++) : Positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)

(+++) : Positif 3 (ditemuka n 1- 10 parasit dalam 1 LPB)

(++++): Positif 4 (ditemukan 11-100 parasit dalam 1 LPB)

Penghitungan kepadatan parasti secara kuantitatif pada sediaan darah tebal adalah menghitung jumlah parasit per 200 leukosit.Pada sediaan darah tipis, penghitungan jumlah parasti per 1000 eritrosit.

2.7.4 Tes diagnostik cepat / RDT (rapid diagnostic test)

Seringkali pada Kejadian Luar Biasa (KLB), diperlukan tes yang cepat untuk dapat menanggulangi malaria di lapangan dengan cepat. Metode ini mendeteksi adanya antigen malaria dalam darah dengan cara imunokromatografi. Dibandingkan uji mikroskopis, tes ini mempunyai kelebihan yaitu hasil pengujian dengan cepat dapat diperoleh, tetapi lemah dalam hal spesitifitas dan sensitivitas.

2.7.5 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita meliputi pemeriksaan kadar haemoglobin, hematokrit, jumlah leuko sit, eritrosit, dan trombosit. Bisa juga dilakukan pemeriksaan kimia darah (gula,darah,SGOT,SGPT,tes fungsi ginjal), serta pemeriksaan lainnya sesuai indikasi.


(31)

Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P.falciparum dan sering disebut pernicious manifestasions. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya,dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan kehamilan. Komplikasi terjadi 5-10 % pada penderita yang dirawat di RS dan 20% diantaranya merupakan kasus yang fatal (WHO, 2011).

Penderita malaria dengan komplikasi umunya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.falciparum dengan satu atau lebih komplikasi seperti berikut :

a) Malaria cerebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 20 menit setelah serangan kejang, derajat penurunan kesadaran harus dilakukan penilaian berdasar GSC ( Glascow Coma Scale) ialah bawah 7 atau equal dengan kesadaran klinis soporous.

b) Acidemia/acidosis ; PH darah /distress respiratory.

c) Anemia berat (Hb < 10.000 /ul ; bila anemianya hipokromik atau mikrositik harus dikesampingkan adanya gejala anemia defisiensi besi,talasemia/hemoglobinopati lainnya.

d) Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24jam pada orang dewasa atau 12 ml/kg BB pada anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3 mg/dl.

e) Edema paru non-kardiogenik/ARDS (adult respiratory distress syndrome). f) Hipoglikemi.

g) Gagal sirkulasi atau shock.

h) Pendarahan spontan dari hidung atau gusi,saluran cerna dan disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.

i) Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam.

j) Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti malaria / kelainan eritrosit (kekurangan G6PD).

k) Diagnosis post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler pada jaringan otak.


(32)

Obat antimalaria dapat dibagi dalam 9 golongan yaitu :

a) Kuinin(kina) b) Mepakrin

c) Klorokuin,amodiakuin d) Proguanil,klorproguanil e) Primakuin

f) Pirimetamin

g) Sunfon dan sulfonamide h) Kuinolin methanol i) Antibiotic

Berdasarkan susptiblitas berbagai macam stadium parasit malaria terhadap obat antimalaria, maka obat antimalaria dapat dijuga menjadi dalam 5 golongan yaitu :

a) Skizontisida jaringan primer yang dapat membunuh parasit stadium praeritrosiitik dalam hari sehingga mencegah parasit masuk dalam eritrosit ,jadi digunakan sebagai obat profilaksis kausal.Obat adalah proguanil,pirimetamin.

b) Skizontisida jaringan sekunder dapat membunuh parasit siklus eksoeritrositik P.vivax dan P.ovale dan digunakan untuk pengobatan radikal sebagai obat anti relaps,obatnya adalah primakuin.

c) Skizontisida darah yang dapat membunuh parasit stadium eritrisitik yang berhubungan engan penyakit akut disertai gejala klinik. Obat ini digunakan untuk pengobatan supresif bagi keempat spesies Plasmodium dan juga dapat membunuh stadium gametosit P.vivax, P.malariae, dan P.ovale tetapi tidak efektif untuk gametosit P.falciparum. Obatnya adalah kuinin, klorokuin, atau amodiakuin, atau proguanil dan pirimetamin yang mempunyai efekterbatas.

d) Gametositosida yang menghancurkan semua bentuk seksual termasuk gametosit P.falciparum. Obatnya adalah primakuin sebagai gametositosida


(33)

untuk keempat spesies dan kuinin, klorokuin, atau amodiakuin sebagai gametositosida untuk P.vivax,P.malariae dan P.ovale.

e) Sporontosida yang dapat mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah primakuin dan proguanil.

2.9.1 Pengobatan malaria tanpa komplikasi

a.Pengobatan Malaria Falciparum

1)Pengobatan lini pertama malaria falciparum

i. Pengobatan lini pertama malaria falciparum adalah artesunat + amodiakuin + primakuin.

ii. Pemberian artesunat dan amodiakuin bertujuan untuk membunuh parasit stadium aseksual.

iii. Obat kombinasi diberikan peroral selama 3 hari dengan dosis tunggal harian amodiakuin basa 10 mg/kg BB dan artesunat 4 mg/kg BB.

2) Pengobatan lini kedua malaria falciparum

i. Pengobatan linikedua menggunakan kina + doksisiklin atau tetrasiklin + primakuin.

ii. Tablet kina diberikan peroral,3 hari sehari dengan dosis 10 mg/kg BB selama 7 hari.

iii. Doksisiklin, dosis dewasa adalah 4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis per hari selama 7 hari, dosis anak usia 8-14 tahun 2 mg/kgBB/hari.Tidak boleh diberikan pada ibu hamil atau anak berusia kurang dari 8 tahun.Jika tidak tersedia dapat menggunakan tetrasiklin.

iv. Tetrasiklin.Pemberian dibagi dalam 4 dosis selama 7 hari, dengan dosis 4-5 mg/kgBB/kali.

b.Pengobatan Malaria vivax dan malaria ovale


(34)

i. Lini pertama pengobatan malaria vivax dan ovale adalah Artemisin-based Combination Therapy (ACT) yaitu artesunate + amodiaquin atau Dihydroartemisin Piparaquin (DHP).Artesunate diberikan dengan dosis sebesar 4 mg/kgBB,sedangkan amodiaquin sebesar 10mg/kgBB.

ii. Dosis obat untuk malaria vivax sama dengan malaria falciparum,dimana perbedaannya adalah pemberian obat primakuin selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB.

iii. Primakuin berfungsi untuk membunuh gametosit yang ada di dalam hati. iv. Pengobatan efektif apabila sampai hari ke-28 setelah pemberian

obat,ditemukan keadaan sebagai berikut :klinis sembuh (sejak hari ke-4) dan tidak ditemuka n parasit stadium aseksual sejak hari ke-7.

v. Pengobatan lini kedua diberikan bila pengobatan lini pertama tidak efektif.

2)Pengobatan lini kedua

i. Pengobatan lini kedua untuk malaria vivax dan malaria ovale adalah Kina + Primakuin.

ii. Primakuin tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, bayi berumur kurang dari 1 tahun, dan penderita defisiensi G6-PD.

3)Pengobatan malaria vivax yang relaps

i. Pengobatan malaria vivax yang relaps (kambuh) sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis primakuin ditingkatkan,primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari.

c.Pengobatan malaria malariae

1)Pengobatan malaria malariae adalah dengan pemberian ACT 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya.


(35)

Malaria berat atau komplikasi adalah ditemukannya Plasmodium falciparum stadium aseksual dengan satu atau beberapa keadaan di bawah ini ( WHO 1997) :

a) Malaria serebral (malaria dengan penurunan kesadaran). b) Anemia berat ( Hb <5gr% atau Ht < 15 %).

c) Gagal ginjal akut.

d) Hipoglikemia (gula darah <40 mg%). e) Kejang berulang.

f) Asidemia (pH <7,25).

g) Hemoglobinuria makroskopik.

Pemberian obat antimalaria pada penderita malaria berat.

a) Pilihan utama adalah artesunat intravena atau intramuscular dan artemeter intramuscular.

b) Artesunat diberikan dengan loading dose secara bolus 2,4 mg/kgBB per I.V. selama 2 menit dan diulang setelah 12 jam dengan dosis yang sama.Selanjutnya artesunat diberika 2,4 mg/kgBB per I.V. 1 kali sehari sampai penderita mampu minum obat.Bila penderita sudah mampu minum obat,dilanjutkan dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin, yaitu pengobatan lini pertama malaria falciparum tanpa komplikasi.

c) Artemeter I.M. diberikan dengan loading dose 3,2 mg/kgBB I.M.Selanjutnya,artemeter diberikan 1,6 mg/kgBB I.M. satu kali perhari sampai penderita mampu minum obat.

d) Obat alternatif malaria berat adalah kina dihidroklorida parental.Obat ini diberikan dengan dose 20 mg/kgBB dilarutkan dalam 500 mL dekstrosa 5% atau NaCl 0,9 % selama 4 jam pertama.Selanjutnya selama 4 jam kedua,hanya diberikan cairan dektrosa 5% atau NaCl 0,9%.Dosis tersebut diberikan sampai pasien dapat mengonsumsi kina peroral.

2.9.3 Pengobatan profilaksis

a) Bertujuan untuk mengurangi risiko terinfeksi malaria, sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat.


(36)

b) Ditujukan bagi orang yang berpergian ke daerah endemic malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain.

c) Untuk kelompok atau individu yang akan kepergian atau bertugas dalam jangka waktu lama sebaiknya menggunakan personal protection seperti memakai kelambu,repellent,dan lain-lain.

d) Disebabkan plasmodium falciparum yang merupakan spesies dengan virulensi tinggi, maka kemoprofilaksis ditujukan pada infeksi ini.

e) Pengobatan profilaksis terhadap P.falciparum adalah pemberian doksisiklin setiap hari dengan dosis 2 mg/kgBB selama tidak lebih dari 4 – 6 minggu.Doksisiklin tidak boleh dikonsumsi oleh ibu hamil dan anak berusia kurang dari 8 tahun.

f) Pengobatan profilaksis terhadap P.vivax adalah pemberian klorokuin dengan dosis 5 mg/kgBB setiap minggu.Obat tersebut diminum 1 minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali.Dianjurkan tidak menggunakan klorokuin lebih dari 3-6 bulan.

2.10.0 Pencegahan

Di Indonesia usaha pembasmian penyakit malaria belum mencapai hasil yang optimal karena beberapa hambatan, yaitu tempat perindukan nyamuk malaria yang tersebar luas, jumlah penderita yang sangat banyak, serta keterbatasan sumber daya manusia, infastruktur, dan biaya. Oleh karena itu, usaha yang paling mungkin di lakukan adalah usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan terhadap penularan parasit. Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah dan memberantas penyakit malaria (Prabowo, 2004).

1. Menghindari gigitan nyamuk malaria

Di daerah yang jumlah penderitaannya sangat banyak, tindakan untuk menghindari gigitan nyamuk sangat penting. Di daerah pedesaan atau pinggiran kota yang banyak sawah, rawa-rawa, atau tambak ikan (tempat ideal untuk


(37)

perindukan nyamuk malaria), disarankan untuk memakai baju lengan panjang dan celana panjang saat keluar rumah, terutama pada malam hari. Sebaiknya, mereka yang tinggal di daerah endemis malaria memasang kawat kasa di jendela dan ventilasi rumah, serta menggunakan kelambu saat tidur. Masyarakat juga dapat memakai minyak anti nyamuk (mosquito repellent) saat tidur di malam hari untuk mencegah gigitan nyamuk malaria.

2. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa

Untuk membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa, dapat dilakukan beberapa tindakan berikut ini:

a. Penyemprotan rumah

Sebaiknya, penyemprotan rumah-rumah di daerah endemis malaria dengan insektisida dilaksanakan dua kali dalam setahun dengan interval waktu enam bulan.

b. Larvaciding

Larvaciding merupakan kegiatan penyemprotan rawa-rawa yang potensial sebagai tempat perindukan nyamuk malaria.

c. Biological control

Biological control adalah kegiatan penebaran ikan kepala timah (panchax-panchax) dan ikan guppy/wader cetul(Lebistus reticulatus) genangan-genangan air yang mengalir dan persawahan. Ikan-ikan tersebut berfungsi sebagai pemangsa jentik-jentik nyamuk malaria.

3. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria

Tempat perindukan nyamuk malaria bermacam-macam, tergantung spesies nyamuknya. Ada nyamuk malaria yang hidup di kawasan pantai, rawa-rawa, empang, sawah, tambak ikan, atau hidup di air bersih pegunungan. Di daerah endemis malaria, yaitu daerah yang langganan terjangkit penyakit malaria, masyarakatnya perlu menjaga kebersihan lingkungan. Tambak ikan yang kurang


(38)

di pelihara harus di bersihkan, parit-parit di sepanjang pantai bekas galian yang terisi air payau harus di tutup, persawahan dengan saluran irigasi, airnya harus dipastikan mengalir dengan lancar, bekas roda yang tergenang air atau bekas jejak kaki hewan pada tanah berlumpur yang berair harus segera di tutup untuk mengurangi tempat perkembang biakan larva nyamuk malaria.

4. Pemberian obat pencegahan malaria.

Pemberian obat pencegahan (profilaksis) malaria bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi, serta timbulnya gejala-gejala penyakit malaria. Orang yang akan berpergian ke daerah-daerah endemis malaria harus minum obat antimalaria sekurang-kurangnya seminggu sebelum keberangkatannya sampai empat minggu setelah orang tersebut meninggalkan daerah endemis malaria. Wanita hamil yang akan berpergian ke daerah endemis malaria harus di peringatkan tentang risiko yang mengancam kehamilannya. Sebelum berpergian, ibu hamil disarankan untuk berkonsultasi ke klinik atau ke rumah sakit dan mendapatkan obat antimalaria. Bayi dan anak-anak yang berusia di bawah empat tahun dan hidup di daerah endemis malaria harus mendapat obat antimalaria karena tingkat kematian pada bayi/anak akibat infeksi malaria cukup tinggi.

5. Pemberian vaksin malaria

Pemberian vaksin malaria merupakan tindakan yang diharapkan dapat membantu mencegah infeksi malaria sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat infeksi malaria. Sampai saat ini, usaha untuk menemukan vaksin malaria yang baik dan efektif masih berjalan dan dalam tahap penelitian (Prabowo, 2004).


(39)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka yang menggambarkan dan mengarahkan asumsi mengenai elemen yang diteliti. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan dalam tujuan penelitian, latar belakang, dan tinjauan kepustakaan di atas, maka kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Pasien yang didiagnosis malaria

( positif ( +)pemeriksaan

mikroskopis)

Jenis penyebab malaria

Gambaran Klinis • Tipe dan lama

demam • Nyeri otot • Menggigil • Keterlibatan

organ/komplikasi • Riwayat bepergian

ke daerah endemis • Sakit kepala • Keringat dingin Karakteristik pasien


(40)

3.2 Definisi Operasional

Sesuai dengan kerangka penelitian, maka definisi operasional sebagai berikut. Gambaran klinis adalah keluhan yang dirasakan oleh penderita serta tanda yang tampak pada penderita malaria sesuai dengan yang tertulis di rekam medis .

3.2.1 Jenis penyebab malaria

• Definisi operasional : Pengelompokan penyakit dari jenis penyebab malaria.

• Cara ukur : Mencatat data rekam medis. • Alat ukur : Data rekam medis.

• Hasil ukur : Distribusi berdasarkan penyebab/jenis : P.Falciparum, P. Vivax

• Skala pengukuran : nominal 3.2.2 Karakteristik penderita Malaria

a) Umur

• Definisi operasional : Usia penderita malaria yang tercatat. • Cara ukur : Mencatat data rekam medis.

• Alat ukur : Data rekam medis.

• Hasil ukur : Distribusi berdasarkan kelompok umur ( 10 - 20 tahun, 21 – 30 tahun, 31- 40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, 61- 70 tahun, >70 tahun).

• Skala pengukuran : Interval b) Jenis kelamin

• Definisi operasional : Sifat jasmani dan rohani yang membedakan diri seseorang. Pada penelitian ini jenis kelamin


(41)

• Cara ukur : Mencatat data rekam medis. • Alat ukur : Data rekam medis.

• Hasil ukur : Distribusi berdasarkan jenis kelamin (laki-laki dan perempuan).

• Skala pengukuran : Nominal

c) Daerah tempat tinggal

• Definisi operasional : Daerah tempat tinggal asal pasien malaria. • Cara ukur : Mencatat data rekam medis.

• Alat ukur : Data rekam medis.

• Hasil ukur : Distribusi berdasarkan daerah tempat tinggal pasien.

• Skala pengukuran : Nominal 3.2.3.Gambaran klinis dan gejala

a) Tipe demam

• Definisi operasional : Tipe demam berdasarkan septik (Pada demam, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari), hektik ( pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang normal pada pagi hari), remitten ( pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu normal ), intermitten ( pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari), kontinyu ( pada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang tidak berbeda lebih dari satu derajat), siklik ( pada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula).


(42)

• Alat ukur : Data rekam medis.

• Hasil ukur : Distribusi berdasarkan tipe demam ( septik, hektik, remiten, intermitten, kontinyu,siklik) • Skala pengukuran : Nominal

b) Lama demam

• Definisi operasional : Berapa lama demam yang dialami pasien. • Cara ukur : Mencatat data rekam medis.

• Alat ukur : Data rekam medis.

• Hasil ukur : Distribusi berdasarkan lama demam ( 1-2 hari, 3-4 hari, 5-6 hari, 7-8 hari, 9-10 hari,

11-12 hari, 13-14 hari, >14 hari). • Skala pengukuran : Interval

c) Nyeri otot

• Definisi operasional : Kelainan berupa nyeri otot akibat malaria. • Cara ukur : Mencatat data rekam medis.

• Alat ukur : Data rekam medis.

• Hasil ukur : Distribusi berdasarkan ada atau tidaknya nyeri pada otot.

• Skala pengukuran : Nominal d) Menggigil/keringat dingin

• Definisi operasional : Kelainan berupa menggigil dan berkeringat dingin akibat malaria.

• Cara ukur : Mencatat data rekam medis. • Alat ukur : Data rekam medis.

• Hasil ukur : Distribusi berdasarkan ada atau tidak gejala menggigil dan berkeringat dingin.

• Skala pengukuran : nominal e) Nyeri kepala


(43)

• Definisi operasional : kelainan berupa nyeri kepala yang timbul akibat malaria.

• Cara ukur : Mencatat data rekam medis. • Alat ukur : Data rekam medis.

• Hasil ukur : Distribusi berdasarkan ada atau tidak gejala nyeri kepala pada pasien.

• Skala pengukuran : Nominal f) Keterlibatan organ / komplikasi

• Definisi operasional : Kelainan berupa keterlibatan organ dan berupa komplikasi yang terjadi akibat malaria . • Cara ukur : Mencatat data rekam medis.

• Alat ukur : Data rekam medis.

• Hasil ukur : distribusi berdasarkan ada atau tidak komplikasi / keterlibatan organ berupa kelainan hati, gagal ginjal akut, malaria cerebral dan lain-lain.

• Skala pengukuran : nominal g) Riwayat bepergian ke daerah endemis

• Definisi operasional : Riwayat pasien bepergian ke dareah endemis. • Cara ukur : Mencatat data rekam medis.

• Alat ukur : Data rekam medis.

• Hasil ukur : Distribusi berdasarkan ada atau tidak pasien sebelumnya ke daerah endemis.


(44)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan crosssectional menggunakan data sekunder berupa rekam medis dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran klinis penderita malaria yang dirawat di RSUP H. Adam Malik.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai dengan bulan Oktober 2014. Pemilihan waktu penelitian dengan mempertimbangkan waktu, dana dan sumberdaya.

4.2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data di bangsal penyakit dalam dan hasil rekam medis yang didiagnosis dengan malaria di RSUP H. Adam Malik. Adapun pertimbangan memilih lokasi tersebut karena RSUP H. Adam Malik merupakan rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan dari wilayah provinsi Sumatera Utara dan sebagian wilayah Nanggroe Aceh Darussalam.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi target dari penelitian ini adalah seluruh pasien di ruang rawat inap penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan rekam medis tahun 2011 – 2013.


(45)

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah seluruh subjek populasi penelitian yang didiagnosa menderita malaria di ruang rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan rekam medis tahun 2011 – 2013.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Notoatmodjo, 2002) yaitu :

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Pasien yang didiagnosis positif malaria berdasarkan pemeriksaan mikroskopis.

2) Pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam RSUP Haji Adam Malik, Medan.

3) Umur pasien di atas 18 tahun.

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian (Notoatmodjo, 2002).

Kriteria eksklusi penelitian ini adalah pasien yang tidak dirawat di bangsal penyakit dalam RSUP Haji Adam Malik, Medan.


(46)

4.3.3 Besar Sampel Penelitian

Jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan metode total sampling, yaitu seluruh pasien yang didiagnosa menderita malaria berdasarkan rekam medis tahun 2011 – 2013 di RSUP H. Adam Malik Medan.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dirumuskan dengan langkah-langkah berikut :

1. Melakukan survey pendahuluan dengan yang berhubungan dengan sampel populasi pederita malaria di RSUP Haji Adam Malik Medan pada periode 1 Januari 2011 hingga 31 Desember 2013.

2. Meminta rekam medis yang berisi data penderita malaria. Rekam medis tersebut diperoleh di RSUP Haji Adam Malik Medan dari tanggal 1 Januari 2011 hingga 31 Desember 2013.

3. Mencatat data yang diperlukan seperti terlampir dalam formula data dan data yang diambil hanya data-data yang diteliti.

4. Hasilnya yang didapat menggambarkan gambaran klinis penderita malaria. Data yang dikaji akan disajikan dalam bentuk diagram dan tabel.

4.5 Pengolahan dan Analisa Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan diolah dengan menggunakan komputer. Data yang diperoleh, berupa berapa pasien yang menderita malaria, distribusi menurut tanda dan gejala klinis, umur, jenis kelamin, tempat tinggal asal pasien, jenis penyebab malaria, keterlibatan organ/komplikasi, dan riwayat bepergian ke daerah endemis dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yang ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi yang diolah dengan menggunakan program SPSS (Statistic Package for Social Science) for windows.


(47)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 355/Menkes/SK/VII/1990. RSUP H. Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 pada tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 280/KMK.05/2007 dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan dengan No.756/Menkes/SK/VI/2007 tepatnya pada Juli 2007 RSUP H. Adam Malik telah berubah status menjadi Badan Layanan Umum (BLU) bertahap dengan tetap mengikuti pengarahan – pengarahan yang diberikan oleh Ditjen Yanmed dan Departmen Keuangan. Tahun 2009 penetapan RSUP H. Adam Malik Medan pada Departmen Kesehatan sebagai Instansi Pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) Penuh. Untuk mewujudkan hal ini perlu pemberdayaan dan kemandiraan instalasi dan SMF (Satuan Medis Fungsional).

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Individu

Jumlah sampel untuk penelitian ini adalah seluruh populasi penelitian yang didiagnosa menderita malaria yang dirawat di ruang inap RSUP H. Adam Malik Medan periode 2011 hingga 2013 yang telah memenuhi kriteria inklusi dan bebas dari kriteria eksklusi.


(48)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Penderita Malaria Berdasarkan KelompokUmur

No. Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 1-10 0 0

2 18-20 4 12,9

3 21-30 10 32,3

4 31-40 4 12,9

5 41-50 7 22,6

6 51-60 4 12,9

7 61-70 1 3,2

8 71-80 1 3,2

Total 31 100

Berdasarkan kelompok umur pada tabel 5.1, sampel paling banyakterdapat pada kelompok umur 21-30 (32,3%) dan paling sedikit pada kelompok umur 61-70 tahun dan 71-80 tahun yaitu masing-masing sebesar 3,2%.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Penderita Malaria Berdasarkan JenisKelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Laki-laki 21 67,7

2 Perempuan 10 32,3

Total 31 100

Berdasarkan jenis kelamin pada tabel 5.2, sebagian besar sampel adalah laki-laki (67,7%) dan perempuan (32,3%).

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Penderita Malaria Berdasarkan TempatTinggal


(49)

No. Tempat Tinggal Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Simalungun 2 6,5

2 Air Puteh, Sumatera Utara 1 3,2

3 Aceh Tenggara 2 6,5

4 Kota Medan 4 12,9

5 Secanggang 1 3,2

6 Dairi 2 6,5

7 Mandailing Natal 1 3,2

8 Deli Serdang 3 9,6

9 Langkat 7 22,6

10 Karo 1 3,2

11 Kota Langsa 1 3,2

12 Batu Bara 2 6,5

13 Tebing Tinggi 2 6,5

14 Asahan 1 3,2

15 Sibolga 1 3,2

Total 31 100

Berdasarkan tempat tinggal pada tabel 5.3, kebanyakan sampel berasal dari Langkat (22,6%), diikuti oleh Kota Medan (12,9%). Sampel paling sedikit berasal dari Air Puteh, Secanggang, Mandailing Natal, Karo, Kota Langsa, Asahan, dan Sibolga masing-masing 1 (3,2%) orang.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Penderita Malaria Berdasarkan Riwayat Perjalanan


(50)

No. Riwayat Perjalanan Jumlah (orang) Percentase (%)

1 Papua 1 3,2

2 Sibolga 4 12,9

3 Bukit Lawang 1 3,2

4 Hutan Jambi 1 3,2

5 Tebing Tinggi 1 3,2

6 Afrika Selatan 1 3,2

7 Sumatera Barat 1 3,2

8 Luar Kota (Tidak Spesifik) 4 12,9

9 Tidak ada 17 55

Total 31 100

5.1.3. Deskripsi Spesies Plasmodium dan Manifestasi Klinis

Ditinjau dari adanya riwayat perjalanan pada tabel 5.4, kebanyakan sampel tidak memiliki riwayat perjalanan (55 %). Riwayat perjalanan ke Sibolga berperan sebanyak 4 (12,9%) kasus. Terdapat 4 (12,9%) orang memiliki riwayat perjalanan ke luar kota tapi tidak spesifik ke mana perjalanan tersebut.

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Penderita Malaria Berdasarkan Spesies Plasmodium

No Spesies Plasmodium Jumlah (orang) Persentase (%)

1 P. falciparum 20 64,5

2 P. vivax 11 35,5

Total 31 100

Ditinjau dari spesies Plasmodium yang menjadi penyebab atau agent infeksi seperti yang ditunjukkan pada tabel 5.5, penyebab penyakit malaria yangpaling sering adalah P.falciparum (64,5%) dan 35,5% terinfeksi P.vivax.

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Penderita Malaria Berdasarkan ManifestasiKlinis


(51)

No. Manifestasi klinis

Ya Tidak

n % n %

1 Demam 31 100 0 0

2 Menggigil 26 83,9 5 16,1

3 Berkeringat Banyak 27 87,1 4 12,9

4 Sakit Kepala 8 25,8 23 74,2

5 Pucat 10 32,3 21 67,7

6 Mual 16 51,6 15 48,4

7 Muntah 11 35,5 20 64,5

8 Sakit Otot/Sendi 7 22,6 24 77,4

Berdasarkan tabel 5.6, didapati semua (100%) sampel mempunyai riwayatdemam. Sementara itu, 87,1%sampel mempunyai keluhan berkeringat banyak dan 26 (83,9%) orang menunjukkan manifestasi klinis menggigil.

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Status Komplikasi Malaria

No. Status Komplikasi Jumlah (orang) Percentase (%)

1 Tidak ada komplikasi

10 32,3

2 Ada komplikasi 21 67,7

Total 31 100

Berdasarkan tabel 5.7 di atas dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi berdasarkan status komplikasi adalah ada komplikasi (67,7%).


(52)

No. Komplikasi

Ya Tidak

n % n %

1 Anemia 10 47,6 11 52.4

2 Infeksi Paru-Paru 1 4,8 20 95,2

3 Kesadaran Menurun 6 28,6 15 71,4

4 Ikterus ( Kelainan Hati)

12 57,1 9 42,9

5 Gagal Ginjal Akut 3 14,3 18 85,7

6 Malaria Cerebral 3 14,3 18 85,7

Data pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa 12 (57,1%) sampel mengalami komplikasi terbanyak pada kelainan hati.

Tabel 5.9 Distribusi Penderita Malaria Berdasarkan Lama Demam Yang Dialami Penderita Malaria

No. Lama Demam (Hari) Jumlah (orang) Percentase (%)

1 1-2 0 0

2 3-4 5 16,1

3 5-6 1 3,2

4 7-8 9 29,0

5 9-10 2 6,5

6 11-12 1 3,2

7 13-14 6 19,4

8 >14 7 22,6


(53)

Data pada tabel 5,9 menunjukkan pederita malaria paling banyak mengalami demam selama 7-8 hari (29,0%) dan penderita dengan demam selama lebih dari 2 minggu (22,6%).

Tabel 5.10 Distribusi Penderita Malaria Berdasarkan Tipe Demam yang Dialami

No. Tipe Demam Jumlah (orang) Percentase (%)

1 Intermitten 31 100

2 Septik 0 0

3 Hektik 0 0

4 Remitten 0 0

5 Kontinyu 0 0

6 Siklik 0 0

Total 31 100

Ditinjau dari tipe demam yang dialami penderita malaria, sebanyak 31 (100%) mengalami tipe demam yang sama yaitu demam intermitten.

5.2 Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada status rekam medik di RSUP Haji Adam Malik dari Januari 2011 hingga Desember 2013, maka diperoleh sebanyak 31 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dari total sampel sebanyak 61 sampel.

5.2.1 Jumlah kasus Malaria menurut usia penderita

Dilihat dari kelompok usia penderita, pada penelitian ini didapatkan bahwa jumlah kasus malaria terbanyak terdapat pada kelompok usia 21-30 tahun(32,3%). Ini sesuai dengan Jurnal Kesehatan Masyarakat 2012 yang menyatakan kelompok umur ini merupakan usia produktif dimana memungkinkan


(54)

untuk bekerja dan bepergian ke luar rumah sehingga lebih berpeluang untuk kontak dengan vektor malaria (Depkes RI, 2012).

5.2.2 Jumlah kasus menurut jenis kelamin penderita

Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa penderita malaria yang berjenis kelamin laki-laki (67,7%), lebih besar daripada yang berjenis kelamin perempuan (32,3%). Penelitian oleh D. Putri menunjukkan laki-laki banyak terinfeksi malaria sebanyak 54,4% dibanding perempuan (45,6%). Perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan perempuan dapat disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti kekebalan, keadaan gizi, kebiasaan, lingkungan tempat tinggal dan hal lainnya (Putri, 2012).

5.2.3 Jumlah kasus berdasarkan daerah asal tempat tinggal

Kebanyakan pasien berasal dari Langkat (22,6%) orang, diikutiKota Medan (12,9%) dan sisanyaterdistribusi luas dari berbagai wilayah di Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten-kabupaten yang merupakan daerah endemis malaria adalah Asahan, Labuhan Batu, Langkat, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Nias dan Nias Selatan. Hal ini memungkinkan mudahnya penderita malaria tersebut terinfeksi dengan vektor malaria di tempat tinggal mereka yang endemis malaria (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2006).

5.2.4 Jumlah kasus berdasarkan riwayat perjalanan

Menurut Depkes RI (2007), pada pemeriksaan anamnesis akan ditanyakan apakah penderita mempunyai riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria. Pada penelitian ini didapatkan mayoritas penderita malaria sebanyak 55% tidak mempunyai riwayat perjalanan ke luar kota. Namun 45% mempunyai riwayat perjalanan ke luar kota dalam waktu terdekat sebelum terinfeksi malaria. Sebanyak 10 penderita malaria telah pergi ke daerah yang dikenal pasti daerah endemis malaria yaitu Papua (1 orang), Deli Sibolga (4 orang), Bukit Lawang (1 orang), hutan Jambi (1 orang), Tebing Tinggi ( 1 orang), Afrika Selatan (1 orang) dan Sumatera Barat (1 orang). Satu orang


(55)

dikenal pasti telah pergi ke satu daerah di Sumatera Barat namun tidak spesifik daerah mana dan empat orang juga mempunyai riwayat bepergian ke luar kota tetapi tidak spesifik ke daerah mana ( WHO, 2010).

5.2.5 Jumlah kasus berdasarkan spesies plasmodium yang terinfeksi penderita

Spesies plasmodium yang paling banyak teridentifikasi pada penelitian iniadalah P. Falciparum (64,5%) dan 35.5% terindentifikasi dengan P.vivax. Di Indonesia, P. falciparum menjadi penyebabkasus malaria terbanyak. Hal ini sesuai dengan Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa penyebab Malaria tertinggi adalah P.falciparum (86,4%) dan P.vivax (6,9%) (Riskesdas, 2010).

5.2.6 Jumlah kasus berdasarkan manifestasi klinis

Gejala dan tanda klinis paling banyak ditemukan oleh penderita malaria adalah demam (100%). Demam merupakan sebagai salah satu gejala klasik malaria dan kebanyakan penderita datang ke rumah sakit dengan gejala awal demam (Siahaan, 2011). Satu penelitian oleh A. Arsunan menunjukkan hasil yang signifikan dan adanya hubungan yang bermakna antara tanda klinis demam berdasarkan pengukuran suhu tubuh dengan pemeriksaan mikrokopis sehingga tanda klinis demam dapat dijadikan sebagai penyusun algoritma malaria (Arsunan, 2010).

Menggigil dan berkeringat banyak merupakan gejala klinis yang dikeluhkan penderita malaria dalam penelitian ini dengan masing-masing 83,8% dan 87%. Sesuai dengan penelitian oleh M.Nizar menyatakan gejala ini merupakan prediktor yang baik dalam menetapkan seseorang menderita malaria karena mempunyai nilai kemaknaan yang cukup baik pada uji multivariat dan ditemukan nilai duga positif yang cukup tinggi terhadap gejala ini (Nizar, 2011).

Pada penelitian ini turut ditemukan penderita dengan gejala mual dan muntah dengan masing-masing sebanyak 51,6% dan 35,5%. Pada penelitian oleh Dwi Putri mendapatkan sebanyak 77% dari 248 penderita malaria di RSUD Dr. M. Yunus tahun 2012 mengalami mual dan muntah (Putri, 2012).


(56)

Sakit kepala merupakan manifestasi klinis dengan adanya pelepasan faktor-faktor pemicu nyeri dari dalam eritrosit yang ikut keluar dengan pecahnya eritrosit kerana lepasnya merozoit. Hasil penelitian ini menunjukkan hanya 8 (25,8%) mengalami gejala sakit kepala sesuai dengan penelitian sebelum ini oleh Dinas kesehatan Kabupaten Propinsi Sulawesi Tengah menemukan nilai sensitivitas yang rendah sehingga menunjukkan penderita suspect malaria yang tidak mengalami sakit kepala tetapi hasil positif secara mikroskopis lebih tinggi. (Paerunan, 2010).

Gejala anemia atau pucat turut ditemukan dalam penelitian ini dengan jumlah sebanyak 10 (32,3%) orang. Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan menurunnya kadar zat warna merah dalam sel darah merah atau eritrosit yang disebut hemoglobin. Penelitian oleh Dwi Putri (2012) diRSUD Dr. M. Yunus

Kota bengkulu tahun 2012 menunjukkan daripada 22 sampel penderita malaria, sebanyak 3 orang mengalami anemia berat.

Nyeri sendi/otot merupakan manifestasi klinis dari pengeluaran zat pemicu sakit yang keluar bersama merozoit ketika eritrosit pecah dan adanya histamin release TNF-a yang menyebabkan adanya sensasi nyeri otot dan sendi. Dilihat dari gejala nyeri otot/sendi, hanya 7 orang mengalami keluhan tersebut. Sesuai dengan penelitian sebelum ini oleh A. Arsunan menunjukkan nilai sensitivitas yang lebih rendah sehingga penderita suspek malaria yang tidak mengalami gejala ini dengan hasil mikroskopis yang positif lebih tinggi di Pulau Ambon (Arsunan, 2010).

5.2.7 Jumlah kasus berdasarkan lama demam dan tipe demam

Pada penelitian ini menunjukkan tipe demam paling banyak yaitu tipe intermitten (100%). Pada hari-hari pertama penderita malaria akan mengalami panas irregular, kadang-kadang remitten dan intermitten, pada saat tersebut dingin atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir minggu pertama tipe panas bertukar menjadi intermitten dan periodik setiap 48 jam dengan gejala klasik trias malaria (WHO, 2010).


(57)

Dari lama demam, didapati dalam penelitian ini, demam selama 7-8 hari (29%), diikuti dengan lebih daripada 2 minggu (22,6%). Dari penderita malaria P.falciparum, didapatkan kebanyakan mengalami demam selama lebih dari 2 minggu yaitu 8 orang dan 5 penderita malaria P. vivax kebanyakan mengalami demam selama lebih dari 2 minggu. Penelitian oleh M. Amani mendapatkan gejala klinis pada penderita malaria adalah demam dengan rata- rata lama demamnya selama 2 minggu (Amani, 2009).

5.2.8 Jumlah kasus berdasarkan komplikasi dan tanpa komplikasi

Pada penelitian ini didapati bahwa 10 orang menderita malaria tanpa komplikasi yaitu masing-masing 5 penderita malaria vivax dan 5 penderita malaria falciparum. Pada 21 penderita malaria dengan komplikasi, dijumpai 71,4% disebabkan P. falciparum. Penelitian ini mendapatkan penderita paling banyak mengalami komplikasi pada kelainan hati (57,1%), dan selebihnya anemia (47,6%), gagal ginjal akut (14,3%), malaria cerebral (14,3%), dan infeksi paru-paru (4,8%). Penderia malaria vivax mengalami komplikasi anemia (83,3%)dan penurunan kesadaran (16,7%). Komplikasi malaria umumnya disebabkan P.falciparum dan digolongkan sebagai malaria berat oleh WHO. Berdasarkan penelitian oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai Propinsi Sulawesi Tengah, komplikasi jarang terjadi pada penderita yang tinggal di daerah endemik, seiring dengan terbentuknya imunitas.

Menurut penelitian oleh Dwi Putri (2012),komplikasi malaria banyak diderita oleh penderita malaria dengan jenis P.falciparum. Jenis parasit ini memang yang paling berbahaya diantara keempat jenis parasit malaria karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Pasien dengan malaria berat dan berkomplikasi dapat ditemukan berupa gangguan kesadaran (tetapi masih dapat dibangunkan), sangat lemah, dan ikterus (kadar bilirubin darah >3mg%) sehingga disebut malaria biliosa. Selain itu dapat juga disertai dengan komplikasi berupa malaria cerebral, kejang umum, gagal ginjal, hipoglikemia, gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa, edema paru, kolaps sirkulatorik dan syok, perdarahan spontan pada gusi dan hidung, hiperpireksia/hipertermia, hiperparasitemia, hemoglobinuria malaria dan anemia berat (Putri, 2012).


(58)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap penderita malaria di RSUP Haji Adam Malik, Medan pada tahun 2011 - 2013 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Malaria terbanyak ditemukan pada kelompok usia 21-30 (32,3%) dan kelompok usia 61-70 tahun (3,2%) dan 71-80 tahun (3,2%)merupakan kelompok usia yang paling sedikit ditemuka n.

2. Laki-laki lebih sering terkena malaria (67,7%) dibandingkan perempuan (32,3%).

3. Penderita malaria yang dirawat di RSUP Haji Adam Malik Medan dari tahun 2011-2013 paling banyak berasal dari Langkat (22,6%) diikuti Kota Medan (12,9%).

4. Penderita malaria yang dirawat di RSUP Haji Adam Malik Medan dari tahun 2011-2013 paling sering mempunyai riwayat perjalanan ke Sibolga (12,9%).

5. Jenis spesies plasmodium P.falciparum (64,5%) mempunyai insiden tertinggi di RSUP Haji Adam Malik Medan dibandingkan P. vivax (35,5%).


(59)

6. Gejala demam tipe intermitten merupakan gejala yang selalu ada (100%) dengan lama demam selama 7-8 hari (29,1%) dan lebih dari 2 minggu (22,6%) pada penderita malaria di RSUP Haji Adam Malik Medan.

7. Berdasarkan tanda dan gejala klinis lainnya, diperoleh menggigil (83,8%) dan berkeringat banyak (87,0%) sering dikeluhkan pasien sebagai keluhan tambahan.

8. Sebanyak 67,7% dari penderita malaria di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011-2013 mengalami malaria dengan komplikasi berupa ikterus/kelainan hati (57,1%), anemia (47,6%), kesadaran menurun (28,6%), gagal ginjal akut (14,3%), malaria cerebral (14,3%) dan infeksi paru-paru (4,8%).

6.2 Saran

1. Institusi pelayanan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan sistem pencatatan ataupun dokumentasi data rekam medis agar terdapat keselarasan antara jumlah pasien yang terdaftar di rumah sakit dengan data yang terdapat dalam rekam medis.

2. Sebaiknya, mereka yang tinggal atau pergi ke daerah endemis memasang kawat kasa di jendela, kelambu di tempat tidur dan memakai lotion anti nyamuk (mosquito repellent lotion) untuk mencegah kontak dengan nyamuk malaria.

3. Pelayanan berupa edukasi kepada masyarakat dalam hal ini adalah tentang gambaran klinis malaria, siklus hidup nyamuk Anopheles dan faktor resiko yang dapat membantu untuk menurunkan insidensi dari penyakit malaria. 4. Diagnosis malaria secara klinis dapat dijadikan alternatif penegakan diagnosis

malaria di daerah yang memang tidak terjangkau atau mempunyai keterbatasan dalam melakukan pemeriksaan mikroskopis.


(60)

5. Dalam penegakan diagnosis malaria secara klinis, gejala demam, menggigil dan berkeringat banyak merupakan prediktor penyakit malaria yang baik.


(1)

Sakit otot/sendi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ada 7 22.6 22.6 22.6

tidak ada 24 77.4 77.4 100.0

Total 31 100.0 100.0

Tipe Demam

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Intermitten 31 100.0 100.0 100.0

Lama Demam

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 3-4 hari 5 16.1 16.1 16.1

5-6 hari 1 3.2 3.2 19.4

7-8 hari 9 29.0 29.0 48.4

9-10 hari 2 6.5 6.5 54.8

11-12 hari 1 3.2 3.2 58.1

13-14 hari 6 19.4 19.4 77.4

>14 hari 7 22.6 22.6 100.0


(2)

komplikasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ada 21 67.7 67.7 67.7

tidak ada 10 32.3 32.3 100.0

Total 31 100.0 100.0

anemia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ada 10 32.3 47.6 47.6

tidak ada 11 35.5 52.4 100.0

Total 21 67.7 100.0

Missing System 10 32.3

Total 31 100.0

infeksi paru-paru

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ada 1 3.2 4.8 4.8

tidak ada 20 64.5 95.2 100.0

Total 21 67.7 100.0

Missing System 10 32.3


(3)

kesadaran menurun

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ada 6 19.4 28.6 28.6

tidak ada 15 48.4 71.4 100.0

Total 21 67.7 100.0

Missing System 10 32.3

Total 31 100.0

ikterus (kelainan hati)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ada 12 38.7 57.1 57.1

tidak ada 9 29.0 42.9 100.0

Total 21 67.7 100.0

Missing System 10 32.3

Total 31 100.0

gagal ginjal akut

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1.00 3 9.7 14.3 14.3

2.00 18 58.1 85.7 100.0

Total 21 67.7 100.0

Missing System 10 32.3


(4)

malaria cerebral

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1.00 3 9.7 14.3 14.3

2.00 18 58.1 85.7 100.0

Total 21 67.7 100.0

Missing System 10 32.3


(5)

(6)