Proses Pembelajaran Tari Sari Tunggal

Sebelum naik dan setelah turun dari pendapa, siswa dan guru melakukan gerak sembahan terlebih dahulu dengan maksud menghormati Tuhan, sesama, serta lingkungannya. Seperti tampak pada gambar berikut ini. Gambar 11: Siswa dan guru bersiap naik ke pendapa Kasatriyan Dok.: Satria, 2015 Gambar 12: Siswa dan guru melakukan sembahan setelah turun dari pendapa Kasatriyan Dok.: Satria, 2015 Berdasarkan kedua gambar di atas, terdapat perbedaan yaitu, ketika siswa dan guru akan naik ke pendapa, sampur diikat biasa di pinggang, sedangkan ketika turun, sampur diikat dua kali di pinggang. Hal ini memiliki maksud dan tujuan yaitu agar ketika siswa turun dari pendapa Kasatriyan tampak lebih rapi, dan sampur tidak mengganggu siswa itu sendiri. Pembelajaran tari Sari Tunggal ini memiliki keunikan yang tidak terdapat pada tari lainnya, yaitu karena tidak ada metode imitasi khusus dari guru maka siswa akan mengetahui urutan ragam tari dari guru serta isyarat penuntun berupa cakepan gerongan syair atau tembang yang dilantunkan oleh sinden. Isyarat penuntun dari tembangan ini dimulai dari gerak nggrudha, hingga gerak sembahan akhir. Cakepan tembangan dari tari Sari Tunggal adalah sebagai berikut: 1. Ginita kinarya kidung, panuntuning beksa estri, sembah pinangka purwaka, kasambet nggrudha kaeksi, nut ketawang Tunggal jiwa, mayuk jinjit amungkasi. 2. Ngendherek salajengipun, wiraga tata respati, sendhi imbal manuhara, kasambet impang pinilih, encot mangka jangkepira, nekuk siku den taliti. 3. Mayuk jinjit kicat sambung, nyangkol udhet lamba nuli, nengen minangka wiwitan, sambet ngiwa selang seling, sendhi cathok wurinira, kasambet nyamber mangiring. 4. Ulap-ulap cathok sampur, pinungkasan mayuk jinjit, mawi sendhi jangkepira, nuli kengser tumpang tali, pratitis kengser manganan, kasambet kengser mangiring. 5. Wiraga ingkang kapungkur, nggih nggudawa asta minggah, kaseling sendhi lumarap, tasikan mlampah ngubengi, rinasa jangkep tasikan, ngenceng alamba tumuli. 6. Trisik tinting encot muhung, pinurwakan mlajar ngering, tumuli tinting manganan, sinambet wiraga sendhi, pendhapan ngregem udhetnya, katiti ingkang pratitis. 7. Wus lembeyan sirig mundur, sirig majeng anjangkepi, ngenceng jengkeng linampahan, ndumuk semang milangeni, ukel tawing nuli nglayang, sembah minangka mbutuli. Terjemahan dari tembang tersebut yaitu: 1 Dinyanyikan sebuah lagu penuntun tari putri, sembah sebagai awalan, dilanjutkan dengan nggrudha mengikuti Ketawang Tunggal Jiwa, mayuk jinjit yang mengakhirinya. 2 Selanjutnya ngendherek, menata badan dengan rapi, melakukan sendhi imbal dengan indah, dilanjutkan impang, encot sebagai pelengkap, dan nekuk siku dengan teliti. 3 Mayuk jinjit dilanjutkan kicat nyangkol udhet hitungan lamba, ke kanan sebagai pemula, dilanjutkan ke kiri secara bergantian, selanjutnya sendhi cathok, dan nyamber ke samping. 4 Ulap-ulap cathok sampur diakhiri dengan mayuk jinjit, menggunakan sendhi sebagai pelengkap, dilanjutkan dengan kengser tumpang tali, kengser ke kanan, dan kengser ke kiri. 5 Selanjutnya adalah nggudawa asta minggah, diselingi sendi kemudian tasikan mubeng, tasikan dirasa cukup dilanjutkan dengan ngenceng lamba. 6 Trisik tinting encot ke kiri, kemudian ke kanan, dilanjutkan sendi, pendhapan ngregem udhet dilakukan dengan teliti. 7 Lembeyan sirig mundur, dilengkapi sirig majeng, melakukan ngenceng jengkeng, ndumuk semang, ukel tawing dilanjutkan dengan nglayang, dan sembahan sebagai penutup. Cakepan tembangan tersebut dibuat sesuai dengan urutan ragam tari Sari Tunggal, yaitu: 1. Sembahan, ndhodhok, panggel ngregem udhet. 2. Nggrudha kiri 3x, sendi, mayuk jinjit 3. Nggrudha kanan 2x, mayuk jinjit 4. Ngendherek 3x, toleh 5. Lampah imbal 6. Impang encot 2x 7. Ngundhuh sekar, pendhapan, mayuk jinjit 8. Kicat nyangkol udhet kiri, kanan, kiri, pendhapan 9. Nyamber kiri, nyamber kanan 10. Ulap-ulap wetah, pendhapan 11. Kengser tumpang tali 12. Nggudawa asta minggah, pendhapan 13. Tasikan mubeng 14. Ngenceng wetah 15. Tinting 16. Pendhapan ngregem udhet 17. Sepak sirig maju mundur 18. Ngenceng jengkeng, mayuk jinjit jengkeng, nglayang 19. Sembahan sila Jika diperhatikan dengan seksama, isyarat penuntun yang termuat dalam tembangan tersebut ada yang berbeda dengan gerak yang dilakukan saat menarikan tari Sari Tunggal. Misalnya saat sinden melantunkan tembang dengan kata nggrudha, penari sedang melakukan gerak mayuk jinjit. Walaupun isyarat penuntun yang dilantunkan tidak tepat, hal itu sangat membantu siswa dan guru saat sedang berlatih tari Sari Tunggal di Bangsal Kasatriyan. Berdasarkan hasil observasi peneliti di Bangsal Kasatriyan Keraton Yogyakarta, setiap Minggu gendhing pengiring tari Sari Tunggal yang digunakan berbeda-beda. Walaupun berbeda, jenis gendhing yang digunakan sama yaitu menggunakan gendhing ketawang. Hanya saja namanya yang berbeda. Ada Ketawang Tunggal Jiwa, adapula Ketawang Brondong Mentul. 5. Media Berdasarkan pengalaman dan hasil observasi peneliti, proses pembelajaran tari di Bangsal Kasatriyan Keraton Yogyakarta tidak menggunakan media secara khusus. Beberapa siswa berinisiatif membuat catatan ragam dan merekam video tari untuk dipelajari sendiri di rumah. 6. Kurikulum Keunikan dari kegiatan menyajikan bahan pelajaran di Bangsal kasatriyan Keraton Yogyakarta ini yaitu kurikulum serta materi sejak tahun 1974 disusun dan dikembangkan oleh tim pengajar dari Keraton Yogyakarta dengan berbagai pertimbangan. Misalnya ketika ada persiapan pentas tari Golek Bawaraga, setelah latihan tari Sari Tunggal dan tari Srimpi Pandhelori, guru pengajar meminta beberapa siswa yang mengikuti pentas untuk latihan setelah siswa laki-laki selesai berlatih. 7. Evaluasi Proses pembelajaran tari Sari Tunggal di Bangsal Kasatriyan, Keraton Yogyakarta unik karena evaluasi dilakukan saat siswa sedang menari maupun ketika selesai menari. Guru mengamati siswa saat berlatih, kemudian memberi tahu dan membenahi sikap serta cara melakukan gerak yang belum tepat. Guru pasti mengetahui siswa yang memiliki potensi lebih unggul, dan sudah bisa menarikan tari Sari Tunggal dengan baik. Biasanya siswa yang sudah baik dalam menari akan mendapat penghargaan untuk mengikuti dan menjadi wakil saat Keraton Yogyakarta mengadakan pentas baik di dalam maupun di luar keraton. 8. Sarana prasarana Sarana dan prasarana yang mendukung proses pembelajaran tari di Bangsal Kasatriyan Keraton Yogyakarta berbeda dengan di sekolah formal. Namun sama dengan sarana dan prasarana di sanggar tari klasik gaya Yogyakarta. Sarana dan prasarana tersebut antara lain: a Seperangkat gamelan berlaras slendro dan pelog yang diletakkan di pendapa Bangsal Kasatriyan. Gamelan ini dimainkan untuk mengiringi siswa dan guru berlatih tari di Bangsal Kasatriyan. b Abdi Dalem yang mengelola latihan rutin di Bangsal Kasatriyan Keraton menyediakan sampur, dan replika keris untuk siswa dan guru. c Pihak pengelola menyediakan makanan ringan dan minum teh manis untuk siswa dan guru, yang dibagikan pada saat presensi sebelum latihan dimulai. d Disediakan tikar yang diletakkan di sebelah gamelan. Tikar ini digunakan untuk duduk sembari menunggu latihan dimulai. e Fasilitas sound system yang dipasang pada alat gamelan, sehingga iringan tari terdengar lebih jelas. E. Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam pembelajaran tari Sari Tunggal di Bangsal Kasatriyan, Keraton Yogyakarta. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam proses pembelajaran tari Sari Tunggal di Bangsal Kasatriyan yaitu dua belas nilai yang terdiri dari sembilan nilai yang dicetuskan oleh Kemendiknas tahun 2010 serta tiga nilai budi pekerti yang dicetuskan oleh Tim Pengembangan Budi Pekerti Provinsi DIY. Nilai-nilai tersebut yaitu religius, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, cinta tanah air, tanggung jawab, sopan santun, empan papan, dan tata krama. Penjabaran nilai pendidikan karakter tersebut adalah sebagai berikut: 1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Hal ini diwujudkan baik dalam proses pembelajaran, maupun di dalam tarinya. a. Proses pembelajaran Guru dan siswa membiasakan diri untuk berdoa baik sebelum maupun sesudah berlatih. Ada guru dan siswa yang berdoa sendiri, ada pula yang berdoa bersama-sama. b. Tari Sari Tunggal Hal ini terdapat dalam ragam gerak sembahan yang dilakukan pada awal dan akhir tari, yang artinya bahwa gerak sembahan merupakan simbol berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Hal ini tercermin dalam proses pembelajaran yaitu: a. Ketika ada siswa yang secara tidak sengaja salah menggunakan jarik, ia diperbolehkan hanya duduk di atas pendapa dan melihat siswa lain berlatih menari. Guru pun akan mengingatkan untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. b. Ketika berlatih dengan jumlah siswa yang banyak dan memenuhi pendapa, siswa dapat membatasi ruang gerak agar tidak bertabrakan. c. Guru dan siswa tidak membedakan usia peserta latihan, siswa baru maupun siswa lama, dan mereka tidak membedakan latar belakang siswa asal sanggar siswa tersebut. d. Saling menghargai pendapat dari masing-masing guru. Misalnya ada guru yang berpendapat bahwa saat naik ke pendapa hendaknya sampur tidak diikat dua kali di pinggang. Ada pula guru yang berpendapat perlu diikat dua kali di pinggang berdasarkan hasil observasi di lokasi. 3. Disiplin Tindakan yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam menyelesaikan tugas-tugas tercermin dalam proses pembelajaran di dalam Keraton Yogyakarta dan dalam tari Sari Tunggal. a. Proses pembelajaran Tindakan disiplin ini diwujudkan dengan mematuhi aturan-aturan, yaitu: 1 Guru dan siswa putri menggunakan kebaya tangkepan model kartini, tanpa menggunakan bordir, hiasan renda, dan bros. 2 Menggunakan jarik yang digunakan berlatar putih yaitu jarik motif gaya Yogyakarta, tidak menggunakan gurdha. Jika menggunakan motif lerek, lebar lerek tidak boleh melebihi 7 cm misalnya jarik parang klithik. Jarik digunakan dengan model seredan. 3 Guru dan siswa putri menggunakan semekan. 4 Guru dan siswa putri menggunakan sanggul tekuk tanpa hiasan ceplok, mentul, penetep, dan perhiasan kepala lainnya. 5 Tidak menggunakan alas kaki. 6 Guru dan siswa diharapkan memakai giwang atau subang, jika tidak memakai subang artinya ia sedang berduka atau sedang hamil. 7 Tidak memakai gelang dan kalung. 8 Ketika datang ke Keraton, belum menggunakan sampur. 9 Menggunakan sampur yang tidak ada gombyok atau payet. 10 Sebelum berlatih, sampur diikat di pinggang satu kali. Ketika selesai menari, sampur diikat kembali dua kali di pinggang. 11 Tidak menggunakan tas di punggung, tetapi tas dibawa dengan cara ditenteng. b. Tari Sari Tunggal Guru menekankan siswa untuk selalu menaati aturan sikap badan, yaitu iga kaunus atau tulang rusuk dijunjung, ula-ula ngadeg atau tulang punggung berdiri, enthong-enthong wrata atau tulang belikat datar, jaja munjal atau dada membusung, serta weteng nglempet atau perut kempis. Pandangan mata juga harus sesuai dengan ketentuan, yaitu pandangan ke arah bawah dengan jarak tiga kali tinggi badan penari dan tidak boleh melirik. Biasanya guru akan menyentuh badan siswa yang belum benar, dan langsung memberi aba-aba. Kedisiplinan dalam tari Sari Tunggal juga bisa diwujudkan melalui ketepatan dan kesesuaian siswa dalam melakukan gerak dengan irama gendhing dan keprak. Jika hitungan gerak ada 8 dan hitungan 8 harus pas dengan bunyi gong, maka penari harus melakukan seblak pas dengan saat gong dipukul. Jika tidak bersamaan, maka guru akan menegur dan menjelaskan kepada siswa bahwa ia tidak disiplin dalam menari. Jika ada siswa atau guru yang melanggar ketentuan tersebut, pihak Keraton Yogyakarta tidak akan memberikan sanksi. Namun biasanya mereka akan dihimbau dan diberitahu kesalahannya dan diminta untuk tidak mengulang kesalahan tersebut di lain waktu. Adapula siswa yang melanggar karena ia tidak tahu peraturan memakai jarik dan terlanjur naik ke atas pendapa, siswa tersebut hanya diperbolehkan melihat saja. Kesalahan ada dua jenis, yaitu kesalahan yang dilakukan secara sadar atau disengaja dan kesalahan yang dilakukan secara tidak sadar atau tidak disengaja. 4. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik- baiknya. Hal ini tercermin dalam proses pembelajarannya, yaitu: a. Sebelum latihan dimulai, siswa berusaha mengingat ragam atau berdiskusi dengan teman ataupun guru mengenai ragam-ragam tari Sari Tunggal yang sudah dipelajari berdasarkan hasil observasi di Bangsal Kasatriyan, Keraton Yogyakarta. b. Siswa berusaha menghafalkan ragam gerak, dan mendengarkan iringan tari Sari Tunggal yang didapat dengan merekam video saat latihan rutin hari Minggu berlangsung. Biasanya siswa tersebut akan meminta rekannya untuk merekam pada saat ia berlatih, dan ketika selesai, ia akan berlatih sendiri dengan menggunakan hasil rekaman video tersebut. 5. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil yang telah dimiliki. Hal ini tercermin dalam proses pembelajaran dan tari Sari Tunggal. a. Proses pembelajaran Berpikir dan melakkan sesuatu secara kreatif dalam proses pembelajaran ini diwujudkan melalui: 1 Guru mewajibkan kepada siswa untuk berusaha menemukan cara dalam melakukan gerak agar terlihat luwes. Walaupun sudah ada peraturan mengenai sikap badan, pandangan, dan gerak, seorang penari harus bisa mencari keluwesannya sendiri. 2 Guru sering menjelaskan kepada siswa mengenai Joged Mataram yang terdiri dari sawiji yang berarti siswa harus bisa berkonsentrasi total tanpa menimbulkan ketegangan jiwa. Greget yang berarti semangat penari yang dimunculkan melalui pembawaan diri dan pada saat menari hanya tertuju pada kepentingan serta karakter tarinya. Sengguh yang memiliki arti percaya pada diri sendiri tanpa menyombongkan diri. Serta ora mingkuh yang memiliki arti pantang mundur. Siswa harus bisa memahami hal tersebut, dan harus bisa mewujudkannya. b. Tari Sari Tunggal Ragam gerak tari putri gaya Yogyakarta memang sudah paten dan memiliki aturan yang baku, namun penari harus bisa memunculkan dan melakukan gerak yang disesuaikan dengan postur tubuh masing-masing. Misalnya ragam gerak nggruda yang dilakukan pada awal setelah gerak sembahan. Penari yang memiliki postur tubuh kecil, maka volume gerak tangan kanan setelah catok sampur, dan tangan kiri saat seblak diperlebar dan diperbesar. Hal ini berbeda dengan penari yang berpostur tubuh lebih besar, volume geraknya diperkecil. 6. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Hal ini tercermin pada proses pembelajaran tari Sari Tunggal di Bangsal Kasatriyan, Keraton Yogyakarta yaitu: a. Guru dan siswa dituntut untuk bisa memakai pakaian adat jawa yang digunakan di Keraton Yogyakarta seperti memakai sanggul sendiri, memakai jarik dan kebaya sendiri, serta memakai sampur sendiri. b. Siswa harus bisa hafal ragam tari Sari Tunggal karena tidak ada pengulangan saat berlatih. Hal ini bertujuan agar siswa tidak ragu-ragu dalam melakukan gerak dan tidak bergantung pada hafalan orang lain. Hafalan siswa ini berkaitan dengan sengguh pada Joged Mataram. 7. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya. Hal ini tercermin dalam proses pembelajarannya, yaitu siswa melakukan diskusi dengan guru atau sesama teman mengenai ragam gerak tari Sari Tunggal yang belum dimengerti, dan mengenai aturan berpakaian yang baik dan benar. 8. Cinta Tanah Air Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Hal ini tercermin pada proses pembelajarannya, yaitu: a. Siswa yang berlatih menari di Bangsal Kasatriyan Keraton Yogyakarta menunjukkan bahwa mereka memiliki keingingan untuk mempelajari tari klasik gaya Yogyakarta. b. Siswa dan guru menghargai aturan-aturan yang berlaku di Keraton Yogyakarta, baik dalam berpakaian, dan saat berlatih menari. 9. Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan alam, sosial dan budaya, negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini tercermin dalam proses pembelajarannya yaitu: a. Guru dan siswa menerima konsekuensi atas segala perilaku yang dilakukan. Misalnya siswa tidak bisa ikut berlatih menari apabila tidak menaati aturan berpakaian yang sudah diatur. Siswa tersebut hanya bisa melihat teman-teman lainnya berlatih, dan hanya duduk di atas pendapa. b. Siswa dan guru bertanggung jawab atas hafalan ragam tari Sari Tunggal yang sudah dipelajari agar tidak bergantung pada guru dan teman lainnya. c. Siswa dan guru bertanggung jawab terhadap aturan berpakaian di Keraton Yogyakarta. 10. Sopan Santun Menurut Zuriah 2007: 84 sopan santun artinya sikap dan perilaku seseorang yang tertib sesuai dengan adat istiadat atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sopan santun ini terdapat pada proses pembelajaran dan tari Sari Tunggal. a. Proses pembelajaran Sopan santun dalam penelitian ini diwujudkan dalam proses pembelajaran yang berupa: 1 Guru dan siswa menggunakan kebaya, jarik, dan sanggul dapat menjaga sikap saat berbicara, berjalan, dan menghormati orang lain. 2 Ketika berjalan di depan orang yang lebih tua hendaknya membungkukkan badan. 3 Ketika memasuki keraton siswa dan guru berjalan dengan pelan. 4 Tidak berbicara keras kepada orang yang lebih tua. 5 Menjaga ketenangan saat berada di lingkungan Keraton Yogyakarta. 6 Tidak membantah dengan keras dan lantang saat diberi saran oleh guru. b. Tari Sari Tunggal Sopan santun dalam tari Sari Tunggal mencerminkan karakter tari putri yang membentuk karakter putri Jawa, dan diwujudkan melalui: 1 Pandangan mata saat menari tidak lebih dari 3 kali tinggi badan ke arah bawah. Hal ini agar penari terlihat lebih luruh dan tidak ada kesan sombong walaupun ia pandai. 2 Posisi dagu tidak diangkat namun pada posisi tegak, agar tidak terkesan menyombongkan diri. 3 Proses melakukan gerak tari Sari Tunggal yaitu banyu mili, atau bergerak pelan sesuai irama dan mengalir seperti air. Hal ini mengajarkan penari untuk bersikap sopan dan lemah lembut, tidak grusa-grusu atau terburu- buru dalam melakukan hal apapun. 11. Empan papan Artinya sikap dan perilaku seseorang yang bisa menempatkan diri pada lingkungan sekitar sehingga tidak bertentangan dengan aturan di lingkungan tersebut. Hal ini terdapat dalam proses pembelajarannya, yaitu: a. Guru maupun siswa saat masuk ke Keraton Yogyakarta memakai kebaya, jarik dan sanggul seperti para abdi dalem yang bertugas. Hal ini sesuai dengan aturan berpakaian di Keraton Yogyakarta. b. Guru dan siswa melakukan sembahan terlebih dulu sebelum naik ke pendapa. Hal ini berbeda dengan latihan rutin di sanggar tari klasik. c. Guru dan siswa masuk ke Keraton Yogyakarta tidak menggunakan alas kaki. 12. Tata Krama Artinya sikap seseorang yang menaati aturan dan sopan santun. Tata krama merupakan hal penting dan tidak bisa dipisahkan dengan budi pekerti. Tata krama ini berlaku pada lingkungan yang terbatas, misalnya tata krama yang baik di daerah Jawa belum tentu baik di daerah Bali Endraswara: 2006. Hal ini terdapat dalam proses pembelajaran dan dalam tari Sari Tunggal. a. Proses pembelajaran: Tata krama dalam penelitian ini diwujudkan dalam proses pembelajaran yang berupa: 1 Siswa berbicara dengan bahasa yang sopan kepada guru, menggunakan bahasa yang baik saat bertanya tentang ragam gerak, maupun saat berbincang-bincang. 2 Siswa menerima ajaran yang diberikan guru saat proses pembelajaran. Tidak membantah apa yang dikatakan oleh guru. 3 Guru dan siswa menjaga sikap dan perilakunya ketika berada di dalam lingkungan Keraton Yogyakarta. b. Tari Sari Tunggal: Berdasarkan hasil penelitian, tata krama dalam penelitian ini diwujudkan dalam proses pembelajaran yang berupa: 1 Guru dan siswa saat menari tidak terlihat tergesa-gesa, melainkan bergerak dengan santai dan pas dengan irama dan aturan. 2 Posisi badan saat bergerak sesuai aturan, yaitu tidak terlalu membuka. Hal ini berkaitan dengan karakter putri jawa yang lemah lembut. 3 Pandangan tetap ke arah bawah dan mata tidak lebih dari 3 kali tinggi badan. Hal ini menggambarkan perempuan yang tidak sombong. 68

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Tari Sari Tunggal merupakan tari putri klasik gaya Yogyakarta yang tidak memiliki cerita dan makna apapun, namun berisi urutan ragam gerak pada tari Srimpi dan Bedhaya yang memiliki makna untuk melatih kesabaran, kepekaan irama bagi penari. Tari ini berawal dari munculnya organisasi tari di luar benteng keraton, yaitu organisasi Krida Beksa Wirama yang biasa disebut KBW hingga bisa dipelajari di Bangsal Kasatriyan Keraton Yogyakarta dengan beragam keunikan. Proses pembelajaran tari Sari Tunggal di Bangsal Kasatriyan Keraton Yogyakarta memiliki keunikan yang dapat dilihat dari berbagai segi yaitu siswa, guru, tujuan, metode, media pembelajaran, kurikulum, evaluasi, maupun sarana dan prasarananya. Keunikan-keunikan tersebut tidak terdapat di sanggar tari klasik gaya Yogyakarta serta sekolah formal lainnya. Keunikan yang sangat terlihat yaitu dari segi metode pembelajaran yang menggunakan isyarat dari guru dan dari cakepan sinden. Proses pembelajaran tari Sari Tunggal di Bangsal Kasatriyan Keraton Yogyakarta tersebut berisi nilai-nilai pendidikan karakter yang diajarkan secara langsung dan tidak langsung. Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut yaitu sembilan nilai berasal dari nilai- nilai pendidikan karakter yang dicetuskan oleh Kemendiknas pada tahun 2010 yaitu religius, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, cinta tanah air, dan tanggung jawab. Nilai pendidikan karakter juga berasal dari tiga nilai budi pekerti yang dicetuskan oleh Tim Pengembangan Budi Pekerti TPBP Provinsi DIY yaitu sopan santun, empan papan, dan tata krama. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam proses pembelajaran tari Sari Tunggal di Bangsal Kasatriyan Keraton Yogyakarta yaitu religius, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, cinta tanah air, tanggung jawab, sopan santun, empan papan, tata krama. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat pada tari Sari Tunggal yaitu religius, disiplin, kreatif, sopan santun, empan papan, tata krama.

B. Saran

1. Untuk mahasiswa Pendidikan Seni Tari FBS, Universitas Negeri Yogyakarta semoga penelitian ini bermanfaat dan dapat menjadi gambaran untuk penelitian lebih lanjut mengenai nilai-nilai pendidikan karakter, tari Sari Tunggal maupun tari lainnya. 2. Untuk mahasiswa dapat berapresiasi belajar tari di Keraton Yogyakarta. 3. Untuk jurusan Pendidikan Seni Tari, sebaiknya diadakan lagi perkuliahan tari di Bangsal Kasatriyan Keraton Yogyakarta sehingga mahasiswa mendapat pengalaman berlatih di keraton. 4. Untuk tim pengajar diharapkan dapat lebih memperhatikan dan lebih teliti ketika menjelaskan materi tari Sari Tunggal, agar nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam pembelajaran tari tersebut dapat dipahami dan diterapkan oleh siswa. DAFTAR PUSTAKA Abdurachman, Rosjid. dkk. 1979. Seni Tari III untuk SPG. Jakarta: C.V. Angkasa Creswell. 2012. Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Terjemahan Achmad Fawaid. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1982. Pengantar Pengetahuan Tari untuk SMKI. Jakarta: Sandang Mas. _______, 1986. Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari. Jakarta: Depdikbud. Dewan Ahli Yayasan Siswa Among Beksa. 1981. Kawruh Joged-Mataram. Yogyakarta: Yayasan Siswa Among Beksa. Dimyati, dkk. 2013. Belajar Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Endraswara, Suwardi. 2006. Budi Pekerti Jawa Tuntunan Luhur dari Budaya Adiluhung. Yogyakarta: Buana Pustaka. Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Lickona, Thomas. 2013. Educating for Character. Terjemahan Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara. Madya, Suwarsih. 2013. Metodologi Pengajaran Bahasa dari Era Prametode sampai Era Pascametode. Yogyakarta: UNY Press Moleong, Lexy J. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rohman, dkk. 2013. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Samani, Muchlas dkk. 2013. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Sasmintamardawa, R.L. dkk. 1983. Tuntunan Pelajaran Tari Klasik Gaya Yogyakarta.Yogyakarta: Ikatan Keluarga S.M.K.I KONRI Yogyakarta. Slameto. 2013. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Soedarsono, RM. 2000. Masa Gemilang dan Memudar Wayang Wong Gaya Yogyakarta. Yogyakarta: Tarawang Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RD. Bandung: Alfabeta. _______, 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sunaryadi. 2013. Filsafat Seni Suatu Tinjauan dari Perspektif Nilai Jawa. Yogyakarta: Lintang Pustaka Utama. Suyono, dkk. 2014. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa Peradaban. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti secara Kontekstual dan Futuristik. Jakarta: PT Bumi Aksara. Sumber Internet: Metode-metode Pembelajaran, http:copyduty.blogspot.com201105metode- metode-pembelajaran.html, diunduh pada tanggal 11 Februari 2015. LAMPIRAN