Setting Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3. Kawedanan Hageng Puralaya Kawedanan ini mengelola pemakaman raja dan kerabat-kerabatnya di daerah Imogiri dan Kotagede. 4. Kawedanan Hageng Kaputren Kawedanan ini mengelola tempat tinggal raja dan putra-putrinya. Pada zaman Sri Sultan HB VII abdi dalem Bedhaya tinggal di Kaputren ini. Empat Kawedanan tersebut berfungsi untuk melestarikan budaya karena Keraton Yogyakarta merupakan pusat kebudayaan. Keraton Yogyakarta memiliki beberapa fungsi lain berikut ini: 1. Sebagai tempat tinggal raja dan keluarganya, 2. Sebagai pusat pemerintahan, 3. Sebagai pusat kebudayaan, kegiatan pariwisata, kegiatan ilmu pengetahuan, 4. Sebagai museum yang menyimpan sejarah Yogyakarta.

B. Sejarah Tari Sari Tunggal

Pada awalnya, tari klasik gaya Yogyakarta hanya boleh diajarkan di dalam benteng keraton, dengan materi tari Srimpi dan tari Bedhaya dan para penari tidak belajar menari dari permulaan atau tarian dasar. Penari tersebut adalah abdi dalem yang mengabdi, dan ketika putra dalem sedang latihan, para abdi dalem yang sudah memiliki kemampuan baik bisa ikut belajar menari bersama dan dibimbing oleh pengampu tari, sehingga suatu saat bisa ikut pentas di dalam keraton. Gerak-gerak dasar dalam tari putri awalnya hanya dipelajari oleh guru pengampu di keraton. Namun setelah berdirinya Kridha Beksa Wirama KBW pada tahun 1918 yang dipelopori oleh Pangeran Soeryobrongto dan Pangeran Tedjakusumo, tari boleh diajarkan di luar benteng keraton. Materi tari yang diajarkan di Kridha Beksa Wirama merupakan materi tari yang diajarkan di Keraton Yogyakarta. Namun, karena siswa yang belajar belum mengerti ragam gerak tari gaya Yogyakarta, maka Kridha Beksa Wirama mengajarkan tari Sari Tunggal sebagai dasar untuk putri. Ragam gerak tari Sari Tunggal di organisasi ini lebih panjang dan lebih komplit. Tahun 1950 an, kerabat keraton berinisiatif untuk mendirikan Bebadan Among Beksa Keraton Yogyakarta dan mengajarkan tari Sari Tunggal di nDalem Purwodiningratan saat ini disebut nDalem Kaneman sampai sekitar tahun 1970 an. Bebadan Among Beksa ini merupakan instansi kebudayaan resmi Keraton Yogyakarta. Tujuan dari latihan tari di nDalem Purwodiningratan adalah agar masyarakat umum juga bisa belajar menari tidak hanya kerabat kerajaan saja. Urutan ragam tari Sari Tunggal saat itu masih panjang dan komplit, ragam gerak tari tersebut diajarkan oleh guru kepada siswa secara detail yaitu perhitungan dan pada awalnya belum menggunakan iringan tari, hanya hitungan dari para guru. Para guru biasa menyebut metode ini dengan pembelajaran teori yang dilakukan selama 1 tahun. Pada tahap selanjutnya, siswa akan mulai belajar menggunakan iringan dan menari di atas pendapa wawancara dengan Ibu Sri Kadarjati pada tanggal 14 April 2015. Jadwal belajar siswa pemula dan siswa yang sudah lama belajar berbeda yaitu tari Sari Tunggal secara teori dan tanpa iringan setiap hari Minggu, sedangkan dengan iringan setiap hari Rabu dan Jumat. Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, ada seorang tokoh tari yang bernama Basuki Koeswaraga yang merangkum tari Sari Tunggal. Hal ini bersamaan dengan berdirinya KONRI atau Konservatori Tari pada tahun 1963 wawancara dengan Ibu Veronica Retnaningsih pada tanggal 22 April 2015. Rangkuman ragam ini kemudian diajarkan di Keraton Yogyakarta, dan digunakan hingga saat ini. Tahun 1974 Bebadan Among Beksa ditarik ke Keraton dan berada di bawah naungan Kawedanan Hageng Punokawan Kridha Mardawa. Kegiatan latihan tari di dalam benteng Keraton dimulai kembali dan dipimpin oleh Gusti Benawa. Siswa yang belajar tidak hanya putra dalem saja, masyarakat umum diperbolehkan mengikuti kegiatan tersebut. Pada tahun tersebut, kegiatan pariwisata sudah mulai ramai. Keraton Yogyakarta menjamu tamu dengan adanya acara makan siang wawancara dengan Ibu Siti Sutiyah pada tanggal 24 April 2015. Jadi latihan rutin hari Minggu juga untuk menunjang pariwisata di lingkungan keraton saat itu. Sistem pembelajarannya sama dengan di nDalem Purwodiningratan yaitu menggunakan belajar teori terlebih dahulu. Materi latihan tari di Keraton Yogyakarta awalnya yaitu Sari Tunggal, Srimpi, dan tari Golek Lambangsari wetah. Namun saat ini jatah latihan antara siswa putra dan putri masing-masing hanya dua tari saja. Biasanya setelah materi tari Srimpi, siswa sudah kelelahan dan tidak melanjutkan materi tari Golek. Latihan rutin ini mulai pukul 09.00 WIB diawali dengan mencuk atau hanya belajar urutan ragam selama satu jam yaitu sampai pukul 10.00 WIB. Kemudian, setelah GBPH Benowo meninggal, kepemimpinan dilanjutkan oleh RM Poeger dan latihan rutin sempat vakum selama beberapa tahun. Tahun 2013 yang lalu latihan rutin di Bangsal Kasatriyan, Keraton Yogyakarta dibuka kembali. Hal ini berkaitan dengan adanya keistimewaan Yogyakarta. Jadwal latihan tari tetap dilaksanakan pada hari Minggu dimulai pukul 10.00 dengan materi awal untuk putri yaitu tari Sari Tunggal. Tidak ada pembelajaran khusus atau tanpa menggunakan metode teori. Siswa hanya mendengarkan aba-aba dari guru.

C. Peraturan Pembelajaran Tari Sari Tunggal

Penari yang ingin mengikuti latihan rutin di Bangsal Kasatriyan, sebaiknya mendaftarkan diri terlebih dahulu kepada abdi dalem yang bertugas pada hari Minggu. Latihan rutin ini bisa diikuti oleh siapa saja dari semua kalangan, dan siswa diharapkan sudah memiliki kemampuan menari khususnya tari klasik gaya Yogyakarta. Penari yang sudah terdaftar diharapkan datang sebelum latihan rutin dimulai. Latihan rutin dimulai pukul 10.00 WIB, diawali dengan tari Sari Tunggal untuk siswa putri, kemudian dilanjutkan dengan Tayungan untuk siswa putra. Pembelajaran tari Sari Tunggal di Bangsal Kasatriyan, Keraton Yogyakarta tidak memiliki peraturan khusus yang mengikat. Namun hanya ada peraturan tentang pakaian atau busana yang boleh dipakai maupun yang tidak boleh dipakai oleh guru maupun siswa putri serta peraturan ketika berada di lingkungan Keraton Yogyakarta. Aturan-aturan tersebut yaitu: 1. Kebaya tangkepan atau disebut juga model kartini, tanpa menggunakan hiasan renda, bros, dan bordir. Kebaya yang digunakan bisa terawang maupun tertutup. 2. Guru dan siswa yang menggunakan kebaya terawang harus memakai semekan. Semekan merupakan kain bermotif batik yang digunakan sebagai dalaman kebaya. Berikut ini merupakan contoh siswa yang memakai kebaya dan semekan. Gambar 3: Siswa memakai kebaya dan semekan Dok.: Bowo, 2015 3. Jarik yang digunakan berlatar putih yaitu jarik motif gaya Yogyakarta, tidak menggunakan gurdha. Jika menggunakan motif lerek, dengan lebar lerek tidak boleh melebihi 7 cm. Biasanya jarik yang digunakan bermotif parang klithik. Siswa dan guru memakai jarik dengan model seredan, yaitu kain sebelah kiri diberi sisa sehingga bisa dijimpit saat menari. Siswa dan guru melipat sisa kain