BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara yang multi kultural dan multi etnis. Keberadaan etnis Cina di Indonesia diperkirakan sudah ada sejak abad ke-5. Secara umum etnis Cina
atau lebih dikenal dengan etnis Tionghoa di Indonesia membuat lingkungannya sendiri untuk dapat hidup secara “eksklusif” dengan tetap mempertahankan kebudayaan atau
tradisi leluhur. Etnis Tionghoa adalah salah satu kelompok masyarakat non-pribumi
yang bermigrasi ke Indonesia.
Hal itu ditunjukkan oleh kunjungan Fa-Hsien, seorang pendeta Budha ke Indonesia pada abad awal tarikh masehi Kwartanada, 2011. Semenjak berabad-abad
lalu, etnik Tionghoa berada di Indonesia dengan jumlah cukup besar. Persoalan menyangkut etnis masih dianggap peka, oleh karena itu sebelum tahun 2000, jumlah
suku bangsaetnis di Indonesia tidak pernah dimasukkan ke dalam sensus penduduk Republik Indonesia.
Masa pemerintahan Orde Lama maupun Orde Baru terlihat berbagai kebijakan yang mengatur sendi-sendi kehidupan Etnis Cina di Indonesia. Hal itu terlihat dari
pemerintahan Orde Lama dengan adanya Peraturan Presiden PP 101959 dengan kebijakan yang mengatur etnis Cina di Indonesia dan pada pemerintahan Orde Baru
dalam Instruksi Presiden Inpres No 141967, yaitu pemerintah telah memberikan garis-garis kebijaksanaannya mengenai “Masalah Cina” . Indonesia hanya mengenal
Warga Negara Indonesia WNI dan Warga Negara Asing WNA. Etnis Cina mulai mendapatkan tempatnya di Indonesia pada masa
pemerintahan Orde Reformasi. Angin Reformasi telah mengubah nasib etnis Tionghoa di Indonesia. Hal ini ditandai dengan mereka dapat lebih bebas berekspresi di berbagai
bidang kehidupan. Sekat-sekat yang membatasi kiprah mereka diranah politik, budaya, dan jabatan publik menguap seiring dengan dihapusnya kebijakan pembatasan yang
berlaku sejak akhir 1950-an dan, terutama, selama Orde Baru. Etnis Cina memiliki kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan-
kebudayaan yang dimiliki pada umumnya masyarakat di Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat yang
terdapat di Indonesia Suparlan, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Para pemimpin di era Reformasi tampaknya lebih toleran dibandingkan pemimpin masa Orde Baru. Sejak masa pemerintahan B.J. Habibie melalui Instruksi
Presiden No. 26 Tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non-Pribumi, seluruh aparatur pemerintahan telah pula diperintahkan untuk tidak lagi
menggunakan istilah pribumi dan non-pribumi untuk membedakan penduduk keturunan Tionghoa dengan warga negara Indonesia pada umumnya. Kalaupun ada
perbedaan, maka perbedaan itu hanyalah menunjuk pada adanya keragaman etinisitas saja, seperti etnis Jawa, Sunda, Batak, Arab, Cina dan lain sebagainya.
Pada masa pemerintahan Gusdur, Instruksi Presiden Inpres No 141967 yang melarang etnis Tionghoa merayakan pesta agama dan penggunaan huruf-huruf Cina
dicabut. Selain itu juga ada Keppres yang dikeluarkan Presiden Abdurrahman Wahid memberi kebebasan ritual keagamaan, tradisi dan budaya kepada etnis Tionghoa.
Imlek menjadi hari libur nasional berkat Keppres Presiden Megawati Soekarnoputri. Pada masa kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, agama Khonghucu diakui
sebagai agama resmi dan sah. Berbagai kalangan etnis Tionghoa mendirikan partai politik, LSM dan ormas.
Pada dasarnya banyak usaha-usaha yang telah dilakukan pemerintah dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan antara warga negara Indonesia asli
pribumi dengan warga negara Indonesia keturunan asing non-pribumi yang dalam hal ini etnis Cina. Namun dalam praktiknya, interaksi sosial etnis Cina dengan orang
pribumi pada dasarnya kurang harmonis. Etnis Cina, khususnya yang berada di Kota Medan, lebih memilih hidup secara
ekslusif ketimbang berbaur dengan warga sekitar dalam hal ini etnis Pribumi. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya kita lihat sekarang ini komplek-komplek
perumahan mewah dan komplek ruko 90 dimiliki oleh etnis Tionghoa. Belum lagi bila kita berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan atau tempat-tempat umum lainnya seperti
pasar dan lain-lainnya, etnis Cina seenaknya berbicara dengan menggunakan bahasa mereka sendiri, tidak peduli apakah disebelahnya ada temannya yg warga Pribumi yg
bisa dipastikan ingin sekali mengetahui apa yg sedang mereka bicarakan. Kita juga bisa melihat di sekolah-sekolah pembauran yg pada awal
didirikannya bertujuan untuk memperlancar proses pembauran ternyata sekarang menjadi sekolah ekslusif bagi etnis Cina. Bahasa pengantar yg mereka gunakan sehari-
hari disekolah pun bahasa ibu mereka. Padahal guru yg mengajar disekolah tersebut 80 adalah pribumi.
Universitas Sumatera Utara
Jika kita melihat pada uraian di atas, kita akan beranggapan bahwa komunikasi yang harmonis tidak berhasil dijalankan di kota Medan ini. Pembauran etnis Cina dan
etnis Pribumi di kota Medan tidak sepenuhnya gagal. Hal ini terbukti dengan terpilihnya orang dari etnis Cina masuk keputaran kedua pada pemilihan Walikota
Medan tahun 2010. Walaupun pada akhirnya dia tidak memenangkan pemilihan, hal ini sudah membuktikan adanya kesempatan yang sama bagi etnis Cina untuk dapat
memegang kekuasaan yang sama besar dengan etnis Pribumi. Kita bisa melihat kepada sekolah-sekolah pembauran di Medan ini, etnis Cina
juga sudah mendapat pendidikan yang sama dengan etnis Pribumi. Bahkan dikebanyakan sekolah-sekolah yang disebut sebagai sekolah Cina, mayoritas siswa-
siswa yang bersekolah di sana adalah dari kalangan etnis Cina itu sendiri. Hal ini memang tidak mengherankan karena sekolah itu sendiri bisa disebut sebagai sekolah
Cina karena penilaian masyarakat melihat banyak etnis Cina yang bersekolah di sana atau karena memang pemilik yayasan sekolah itu berasal dari etnis Cina.
Perguruan Harapan Mandiri yang terletak di jalan Brigjend Hamid No. 40 Medan, adalah salah satu sekolah pembauran di kota Medan. Sekolah ini terletak
sangat strategis di depan jalan besar dan dikelilingi banyak ruko-ruko milik etnis Cina. Sekolah ini terkenal sebagai sekolah etnis Cina karena pemilik yayasan sekolah ini
adalah keturunan dari Cina. Hal-hal yang membedakannya dengan sekolah-sekolah etnis Cina kebanyakan, di sini siswa-siswa dari etnis Cina tidak menjadi mayoritas,
tetapi malah menjadi minoritas. Jumlah siswa etnis Cina di SMA Harapan Mandiri adalah 30 dari keseluruhan jumlah siswanya.
SMA Harapana Mandiri adalah sekolah dengan gedung yang megah dan jika kita melihat kedalam sekolahnya, SMA Harapan Mandiri terkenal karena disiplinnya
yang kuat. Guru-guru dan siswa-siswanya diterapkan disiplin yang ketat dan harus mau mengikuti semua peraturan-peraturan yang ada di Harapan Mandiri. Hal ini juga
yang membuat etnis Cina tertarik untuk memasukkan anak-anak mereka di sekolah ini. Siswa-siswa yang melanggar peraturan dengan sengaja ataupun tidak sengaja akan
menerima sanksi yang tegas. Etnis cina terkenal sangat patuh terhadap peraturan dan disiplin, karena taat
peraturan dan disiplin adalah kunci sukses bagi mereka. Mereka tentu ingin memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Hal inilah yang
diterapkan di SMA Harapan Mandiri, karena sesuai dengan visi Harapan Mandiri yaitu profesionalisme untuk mencapai dan meningkatkan mutu unggulan.
Universitas Sumatera Utara
Kita masuk ke pembahasan kita tentang hubungan yang harmonis di SMA Harapan Mandiri ini. Di SMA Harapan Mandiri ini, kita akan melihat toleransi yang
sangat kental yang diterapkan di SMA Harapan Mandiri ini. Hari Raya Imlek, yang adalah merupakan tahun baru di kalender etnis Cina, di SMA Harapan Mandiri ini
mereka meliburkan siswa-siswanya selama hampir 2 minggu. Hal ini dikarenakan untuk menghormati dan menghargai keragaman etnis dan agama dari siswa-siswanya.
SMA Harapan Mandiri mengatur kalender akademiknya dengan sangat adil dengan memberikan libur kepada siswa-siswanya untuk menghormati Hari Raya Islam,
Lebaran diberi libur 2 minggu, untuk menghormati Hari Raya Kristen, Natal dan Tahun Baru diberi libur 2 minggu, dan untuk menghormati Hari Raya Budha etnis
Cina, Imlek juga diberi libur 2 minggu. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di SMA Harapan Mandiri ini
karena selain kedisiplinan yang diterapkannya sangat ketat, juga karena peneliti melihat SMA Harapan Mandiri ini memiliki banyak extra kurikuler di sekolahnya
yang wajib diikuti oleh siswa-siswanya. Extra kurikuler yang ada di SMA Harapan Mandiri bukan hanya sekedar mengikuti extra kurikuler saja sesuai dengan jadwal
yang telah disepakati, tetapi extra kurikuler di sini juga menekankan kedisiplinan. Extra kurikuler juga memiliki absen kehadirannya sendiri. Selain itu juga ada nilai
tersendiri untuk extra kurikuler ini. SMA Harapan Mandiri juga sering mengikuti perlombaan-perlombaan yang dapat lebih memotivasi siswanya dalam mengikuti
kegiatan-kegiatan extra kurikuler di sekolahnya ini. SMA Harapan Mandiri ini berbeda dengan SMA-SMA etnis Cina lain yang
banyak di Medan dikarenakan di SMA Harapan Mandiri ini kita tidak hanya menemukan bahasa Mandarin sebagai mata pelajaran, tetapi juga dia termasuk dalam
extra kurikuler. Bahasa Mandarin, yang pada dasarnya adalah bahasa yang resmi yang digunakan di Negara Cina, tidak hanya menarik minat dari etnis itu sendiri untuk
mempelajarinya. Sebaliknya di SMA Harapan Mandiri ini yang mengambil extra kurikuler bahasa Mandarin ini sebagian besar berasal dari etnis Pribumi.
SMA Harapan Mandiri juga rajin mengadakan festival-festival untuk menunjukkan bakat-bakat dari siswa-siswanya. SMA Harapan Mandiri secara rutin
setiap tahunnya mengadakan festival band atau yang lebih dikenal dengan pensi di lapangan Basket sekolahnya sendiri. Hal ini diadakan di sekolah sebagai bentuk
memperkenalkan sekolahnya kepada siswa-siswa dari sekolah lain.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Rumusan Masalah