Philipsen dalam Griffin, 2003 mendeskripsikan budaya sebagai suatu konstruksi sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang
dipancarkan secara mensejarah. Untuk mencari kejelasan dan mengintegrasikan berbagai konseptualisasi
tentang kebudayaan komunikasi antarbudaya, ada 3 dimensi menurut Young Yun Kim dalam Lubis, 2012 , yaitu :
a.
Partisipasi dalam berkomunikasi
b.
Konteks sosial
c. Saluran yang digunakan
Menurut Samovar dan Porter 1993 : 19-22 komunikasi antarbudaya terjadi apabila komunikator pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesan
komunikan adalah anggota suatu budaya lainnya. Komunikasi antarbudaya memiliki dua aspek, yaitu komunikasi intrabudaya dan komunikasi lintas budaya Senjaya. 2007:
7.10-7.11. Sitaram dan Cogdell Shadid, 2007 mengidentifikasi komunikasi intrabudaya sebagai komunikasi yang berlangsung antara para anggota kebudayaan
yang sama namun tetap menekankan pada sejauh mana perbedaan pemahaman dan penerapan nilai-nilai budaya yang mereka miliki bersama.
Komunikasi antarbudaya memiliki tema pokok yang membedakannya dari studi komunikasi lainnya, yaitu perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar
antara para komunikatornya, yang disebabkan perbedaan kebudayaan. Konsekuensinya, jika ada dua orang yang berbeda budaya maka akan berbeda pula perilaku komunikasi
dan makna yang dimilikinya. Dalam setiap budaya ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk budaya tersebut. Ini menunjukkan individu yang telah dibentuk oleh
budaya. Bentuk individu sedikit berbeda dari bentuk yang mempengaruhinya. Ini menunjukkan dua hal, pertama, ada pengaruh-pengaruh lain disamping budaya yang
membentuk individu. Kedua, meskipun budaya merupakan kekuatan dominan yang mempengaruhi individu, orang-orang dalam suatu budaya pun mempunyai sifat-sifat
yang berbeda.
b. Teori Efektivitas Komunikasi Antarbudaya
Universitas Sumatera Utara
Kenyataan dan kehidupan sosial telah membuktikan bahwa manusia di muka bumi tidak dapat hidup sendiri. Mereka pasti melakukan interaksi sosial dan selalu
berhubungan satu sama lain. Dan interaksi itu tidak akan terjadi tanpa adanya proses komunikasi. Itu artinya, dalam komunikasi antarbudaya, interaksi antarbudaya pun
tidak akan pernah ada jika tidak ada komunikasi antarbudaya. Segala keefektivan dalam interaksi antarbudaya tergantung pada komunikasi antarbudaya. Gudykunst 2003
menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah dasar penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antarbudaya.
Konsep di atas sekaligus menekankan bahwa segala tujuan komunikasi antarbudaya akan tercapai dan dikatakan berhasil jika bentuk-bentuk hubungan
antarbudaya menggambarkan upaya dari peserta komunikasi untuk memperbaharui relasi antar komunikator dan komunikan, menciptakan dan memperbaharui sebuah
manajemen komunikasi yang efektif, lahirnya sikap dan semangat kesetiakawanan, persahabatan, pertemanan, kekerabata, hingga kepada pengurangan konflik antar
keduanya. Pemahaman mengenai komunikasi antarbudaya dan bagaimana komunikasi dapat
dilakukan, dengan ini maka kita dapat melihat bagaimana komunikasi dapat mewujudkan perdamaian dan meredam konflik di tengah-tengah masyarakat. Dengan
komunikasi yang intens kita dapat memahami akar permasalahan sebuah konflik, membatasi dan mengurangi kesalahpahaman, komunikasi dapat mengurangi konflik
sosial. Usaha meredam konflik dan mendorong terciptanya perdamaian tergantung bagaimana cara kita mendefinisikan situasi orang lain agar kita dapat mencapai
perdamaian dan kerjasama. Kehidupan makhluk hidup terutama kita sebagai manusia tak bisa meninggalkan
yang namanya komunikasi. Baik antar individu, kelompok atau organisasi. Bila diteliti banyak kegagalan dari komunikasi yang kita lakukan. Joseph de Vito 2012
mengemukakan kondisi yang dibutuhkan untuk mencapai komunikasi yang efektif antara lain :
- Openese : adanya keterbukaan
- Supportiveness : adanya suasana saling mendukung
- Positiviness : bersikap positif
Universitas Sumatera Utara
- Empathy : memahami perasaan orang lain
- Equality : kesetaraan.
Komunikasi yang berjalan baik dan lancar sangatlah penting. Agar komunikasi berjalan baik dan lancar, kondisi di atas sangat penting untuk di perhatikan. Karena
sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang
lain. Untuk mencapai komunikasi antarbudaya yang efektif, individu seharusnya
mengembangkan kompetensi antarbudaya; merujuk pada keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai komunikasi antarbudaya yang efektif Jandt 2004
mengidentifikasikan empat keterampilan sebagai bagian dari kompetensi antarbudaya, yaitu personality strength, communication skills, psychological
adjustment and cultural awareness. Tidak dapat diragukan bahwa kompetensi antarbudaya adalah sebuah hal yang sangat penting saat ini. Seperti halnya
pendatang sementara yang disebut sojourners, yaitu sekelompok orang asing stranger yang tinggal dalam sebuah negara yang memiliki latar belakang budaya
yang berbeda dengan negara tempat mereka berasal.
Komunikasi efektif membantu kita untuk lebih memahami seseorang dan situasinya sehingga memungkinkan kita untuk menyelesaikan perbedaan, membangun
kepercayaan dan rasa hormat, serta menciptakan lingkungan di mana kita bisa berpikir kreatif, memecahkan masalah, menumbuhkan kasih sayang dan dan meningkatkan
kepedulian antarmanusia. Menurut Wahyudin 2010 menjelaskan bahwa “masyarakat ideal dan harmonis
terjadi jika adanya kesadaran akan hak dan kewajiban pada interaksi seluruh anggota masyarakat yang berperan sebagai peserta komunikasi. Dengan kata lain,
masyarakat ideal atau harmonis adalah kesesuaian tingkah laku seluruh anggota masyarakat dengan norma-norma umum masyarakat dan adat istiadat, terintegrasi
dengan tingkah laku umum, serta dapat mengetahui jati dirinya dan mengorganisasikannya sebagai satu kesatuan yang utuh dari sistem sosial”.
Kunci dari komunikasi yang harmonis ini adalah komunikasi efektif. Komunikasi yang harmonis dapat dengan mudah kita capai bila komunikasi yang kita lakukan sudah
efektif. Biasanya komunikasi yang harmonis ini akan sulit kita capai bila kita sudah memiliki persepsi yang buruk tentang suatu etnis, sehingga memperburuk hubungan
dan cara pandang kita terhadap etnis tertentu.
c. Teori Masyarakat Majemuk