BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada BAB ini peneliti akan menganalisis dan membahas hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu mengenai “Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan
yang Harmonis”. Adapun data yang telah terkumpul dilakukan dengan cara menyebarkan angket kepada responden yaitu siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di
SMA Harapan Mandiri Medan. Penyebaran angket dilaksanakan sejak tanggal 9 April sampai dengan 12 April 2013 bertempat di ruang guru lantai 5 SMA Harapan Mandiri
Medan. Agar pembahasan yang dilakukan lebih sistematis dan terarah maka analisis hasil
penelitian ini terbagi atas beberapa bagian, yaitu : 4.1
Langkah – langkah pelaksanaan penelitian 4.2
Analisis tabel tunggal 4.3
Analisis tabel silang 4.4
Uji hipotesa 4.5
Pembahasan
4.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian
Proses tahapan pengumpulan data penelitian ini terdiri dari kegiatan : a.
Penyebaran kuesioner atau angket penelitian kepada 82 responden yang menjadi sampel penelitian
b. Pengumpulan data dari angket penelitian
c. Pengolahan data terhadap jawaban yang telah diberikan oleh responden dalam
angket penelitian. Adapun pengolahan data ini meliputi tahapan sebagai berikut : 1
Penomoran Kuesioner Kuesioner yang telah dikumpulkan diberi nomor urut responden, dengan
memberikan nomor 01 – 82 dalam kotak nomor responden yang telah tersedia di atas kanan kuesioner.
Universitas Sumatera Utara
2 Editing
Pada tahap ini peneliti melakukan proses perbaikan atau pembenahan untuk memperjelas jawaban yang meragukan dan menghindari adanya kesalahan pengisian
data dalam kotak kode yang tersedia. 3
Coding Proses pemindahan jawaban responden ke dalam kotak kode angka yang telah
disediakan dikuesioner dalam bentuk angka atau skor. 4
Inventarisasi variabel Yaitu data yang diperoleh dari responden yang dimasukkan ke dalam tabel FC
Foltron Cobol yang memuat seluruh data dalam satu kesatuan. 5
Pengujian Hipotesa Merupakan pengujian statistik untuk mengetahui apakah data yang diperlukan
menolak atau menerima hipotesa penelitian yang diajukan. Dalam penelitian ini, digunakan rumus tata uji korelasi tata jenjang “Rank Spearman” rhos. Untuk
mengukur tinggi atau rendahnya hubungan antara variabel menggunakan skala Guilford yang dikutip dari buku Jalaluddin Rakhmat 2002, yang kriterianya adalah sebagai
berikut : -
≥ 0,00 → 0,20 : Hubungan yang sangat kecil dan bisa diabaikan
- ≥ 0,20 → 0,40
: Hubungan yang kecil tidak erat -
≥ 0,40 → 0,70 : Hubungan yang cukup erat
- ≥ 0,70 → 0,90
: Hubungan yang cukup erat reliabel -
≥ 0,90 → 1,00 : Hubungan yang sangat erat sangat reliabel
- 1,00
: Hubungan yang sempurna
4.2 Analisa Tabel Tunggal
4.2.1 Karakteristik Responden
Karakteristik responden perlu disajikan untuk lebih mengetahui latar belakang responden. Adapun karakteristik umum yang dianggap relevan dengan penelitian ini
meliputi jenis kelamin, kelas, agama, dan etnis. Hasil data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1 sampai dengan tabel 4.4.
Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden
Universitas Sumatera Utara
No. Jenis Kelamin
Frekuensi 1
Laki-laki 37
45,12 2
Perempuan 45
54,88 Jumlah
82 100
Sumber : K. 1FC. 3 Pada tabel Jenis Kelamin Responden di atas, diperoleh 37 orang yang berjenis
kelamin laki-laki dengan persentase 45,12 dari jumlah sampel secara keseluruhan, sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 45 orang atau
54,88 dari jumlah sampel secara keseluruhan. Tabel ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini, selisih antara laki-laki dengan perempuan adalah 8 orang.
Sampel ini diambil secara acak pada awalnya, tanpa membedakan antara jumlah laki-laki dan perempuan. Jumlah sampel yang didapat ini adalah bukan merupakan
suatu kesengajaan. Bila kita melihat jumlah siswa laki-laki dan perempuan secara keseluruhan, perbedaannya memang tidak terlalu besar. Jumlah wanitanya hanya lebih
banyak sekitar ±24 orang dari jumlah laki-lakinya.
Tabel 4.2 Jenjang Kelas Responden No.
Kelas Frekuensi
1 XI IPA 33
40,20 2 XI IPS
13 15,90
3 XII IPA 21
25,60 4 XII IPS
15 18,30
Jumlah 82
100 Sumber : K. 2FC. 4
Pada tabel 4.2 di atas, kita bisa melihat bahwa dalam penelitian ini sampel yang paling banyak diambil adalah dari kelas XI IPA yaitu sebanyak 33 orang atau 40,20
dari jumlah keseluruhan. Menyusul dibawahnya kelas XII IPA dengan 21 orang atau 25,60 dari jumlah keseluruhan. Kemudian dibawahnya kelas XII IPS dengan 15
orang atau 18,30 dari jumlah keseluruhan, dan yang paling sedikit diambil adalah siswa-siswa dari kelas XI IPS yaitu 13 orang atau 15,90.
Sampel ini diambil dengan menggunakan rumus Stratifikasi Propotional Random Sampling dengan perbandingan semakin banyak jumlah siswa dalam satu kelas maka
Universitas Sumatera Utara
semakin banyak pula sampel yang diambil dalam kelas tersebut. Kita bisa melihat pada tabel 3.1 yang memaparkan jumlah siswa perkelas, di sana jelas terlihat bahwa siswa-
siswa dikelas IPA jauh lebih banyak dibandingkan dengan siswa-siswa dikelas IPS. Pada tabel 3.1 juga sudah dijabarkan siswa-siswa yang diambil sebagai sampel dalam
tiap kelasnya.
Tabel 4.3 Agama Responden No.
Agama Frekuensi
1. Islam
40 48,78
2. Kristen Protestan
13 15,85
3. Kristen Katolik
4. Budha
28 34,15
5. Hindu
1 1,22
6. Aliran Kepercayaan
Jumlah 82
100 Sumber : K. 3FC. 5
Agama dirasa perlu untuk dimasukkan dalam penelitian ini karena peneliti melihat walaupun kebanyakan masyarakat Tionghoa beragaman Budha ataupun Kong
Hu Chu, tetapi ada juga masyarakat Tionghoa yang memeluk agama Kristen ataupun Islam. Seperti pada SMA Harapan Mandiri ini terdapat 2 orang siswa Tionghoa yang
beragama Kristen Protestan dan 1 orang keturunan Jawa Tionghoa yang beragama Islam.
Pada tabel di atas dapat terlihat bahwa penganut agama Islam yang menjadi mayoritas yaitu sebanyak 40 orang atau 48,78 dari jumlah keseluruhan. Budha yang
menjadi terbanyak kedua yaitu sebanyak 28 orang atau 34,10 dari jumlah keseluruhan. Pada SMA Harapan Mandiri ini tidak ada siswa yang beragama Kristen
Katolik, sedangkan yang beragaman Kristen Protestan ada sebanyak 13 orang atau 15,85. Pemeluk agama Hindu di sekolah ini ada sebanyak 1 orang saja, namun karena
agama Hindu tidak masuk dalam mata pelajaran agama pada sekolah ini jadi siswa ini dibebaskan memilih pada mata pelajaran agama mau mengikuti pelajaran agama mana
atau bila dia tidak ingin mengikuti pelajaran agama manapun, dia diizinkan untuk duduk diam di ruang kelas ataupun ruang guru.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4 Etnis Responden No.
Agama Frekuensi
1 Batak
20 24,40
2 Jawa
15 18,30
3 Padang
5 6,10
4 Melayu
4 4,88
5 Tionghoa
31 37,80
6 Dan lain-lain
7 8,53
Jumlah 82
100 Sumber : K. 4FC. 6
Keseluruhan jumlah etnis Tionghoa dari kelas XI sampai XII di SMA Harapan Mandiri ini sebenarnya ada 42 orang siswa. Namun penyebarannya disetiap kelas tidak
merata, jadi peneliti tidak dapat mengambil keseluruhan siswa Tionghoa di SMA ini. Siswa Tionghoa yang menjadi sampel dalam penelitian ini hanya 31 orang atau 37,80
dari jumlah keseluruhan sampel. Etnis pribumi dalam penelitian ini dibagi-bagi lagi berdasarkan sukunya. Suku
yang dipilih di sini hanya suku yang mewakili saja, yang dirasa menjadi mayoritas di Medan ini, sehingga dipilihlah suku Batak, Jawa, Padang, dan Melayu. Suku yang lain
yang tidak terdapat pada pilihan disediakan suku Dan lain-lain. Persentasi suku ini dapat kita lihat pada tabel 4.4 di atas ini, yaitu suku Batak
sebanyak 20 orang 24,40, suku Jawa sebanyak 15 orang 18,30, suku Padang sebanyak 5 orang 6,10, dan suku Melayu sebanyak 4 orang 4,88. Suku-suku lain
yang menjadi minoritas disatukan dalam dan lain-lain sebanyak 7 orang 8,53. Suku lain-lain ini terdiri dari suku Aceh 3 orang, Mandailing 2 orang, Bugis 1 orang, dan
Jepang 1 orang.
4.2.2 Komunikasi Antarbudaya Variabel X
Pada bagian ini akan dipaparkan data-data yang disaring dari jawaban setiap pertanyaan kuesioner tentang komunikasi antarbudaya antara siswa Pribumi dan siswa
Tionghoa. Akan ada sedikit pertanyaan yang juga memasukkan hubungan antara
Universitas Sumatera Utara
sesama etnis, namun itu hanya sebagai pembanding saja, tidak dibahas secara lebih mendalam.
Komunikasi antarbudaya yang akan dibahas di sini adalah dimensi berkomunikasinya dan bahasa yang digunakan. Kita bisa melihat pada tabel 2.1, di sana
telah dijabarkan tentang dimensi yang digunakan dalam berkomunikasi, yaitu partisipasi siswa dalam berkomunikasi, konteks sosial, dan saluran yang digunakan.
Sedangkan untuk bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, Mandarin, dan Inggris.
Masing-masing dimensinya tadi juga akan dijabarkan satu demi satu secara mendalam. Seperti pada partisipasi siswa dalam berkomunikasi, di sana dijelaskan lagi
tentang frekuensi berkomunikasi, isi pesan, dan intensitas berkomunikasi. Frekuensi berkomunikasi di sini yang dimaksud adalah seberapa sering waktu siswa-siswa itu
berkomunikasi, misalnya dalam sehari. Sedangkan intensitas berkomunikasi di sini yang dilihat adalah seberapa lama siswa itu berkomunikasi dengan teman yang berbeda
etnis. Hitungannya bisa jam, menit, ataupun detik. Konteks sosial dijabarkan dalam tempat, waktu, dan suasana. Semua ini
berhubungan dengan pada saat terjadinya komunikasi antara siswa Pribumi dan siswa Tionghoa. Dan yang terakhir yaitu saluran dijelaskan dengan komunikasi antarbudaya
maupun bermedia. Temuan data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.5 sampai dengan tabel 4.30.
4.2.2.1 Dimensi Komunikasi
a Partisipasi Siswa dalam Berkomunikasi
- Frekuenis Berkomunikasi
Tabel 4.5 Frekuensi siswa berkomunikasi dengan sesama etnis
Universitas Sumatera Utara
No. Tingkat Keseringan Berkomunikasi
Frekuensi 1
Sangat sering 49
59,76 2
Sering 31
37,80 3
Jarang 2
2,44 4
Tidak pernah Jumlah
82 100,00
Sumber : K. 5FC. 7 Kita bisa melihat pada tabel di atas bahwa frekuensi siswa berkomunikasi dengan
teman dari etnis yang sama dengannya sangat tinggi. Hal ini terlihat dari siswa yang memilih sangat sering yang paling besar yaitu sebanyak 49 orang 59,76, disusul
dibawahnya dengan sering sebanyak 31 orang 37,80. Siswa yang memilih jarang hanya 2 orang 2,44, sedangkan yang memilih tidak pernah sama sekali tidak ada.
Hal ini menunjukan bahwa siswa-siswa di SMA Harapan Mandiri adalah pribadi yang suka berinteraksi dengan lingkungannya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan
dengan beberapa siswa juga guru-gurunya, mereka juga mengakui bahwa siswa-siswa di SMA Harapan Mandiri ini memang dididik untuk menjadi manusia yang aktif, suka
bertanya, kritis, dan mampu mengeluarkan ide-ide. Siswa di SMA Harapan Mandiri ini diberikan banyak kegiatan dimana mereka
diwajibkan untuk berinteraksi dengan teman mereka, baik dengan teman sesama kelas maupun berbeda kelas. Salah satu contok membentuk interaksi siswa yang diterapkan
di SMA Harapan Mandiri ini adalah dengan memberikan banyak tugas kelompok kepada siswa. Contoh lainnya adalah dengan mewajibkan siswanya mengikuti dan aktif
dalam kegiatan ekstrakurikuler.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6 Frekuensi siswa berkomunikasi dengan berbeda ernis No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
1 Sangat sering
30 36,50
2 Sering
36 41,90
3 Jarang
16 19,51
4 Tidak pernah
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 6FC. 8
Bila kita membandingkan tabel 4.5 dan tabel 4.6, kita bisa melihat perbedaan frekuensi yang paling terlihat adalah pada pilihan jarang. Pada tabel 4.5, siswa-siswa
yang memilih jarang hanya 2 orang, sedangkan pada tabel 4.6 siswa yang memilih jarang lebih banyak, yaitu sebanyak 16 orang 19,51. Siswa yang memilih jarang
berkomunikasi dengan siswa yang berbeda etnis ini ternyata berdasarkan hasil kuesioner adalah siswa Pribumi. Siswa Tionghoa yang memilih jarang berkomunikasi
dengan siswa berbeda etnis hanya sebanyak 4 orang. Hal ini membuktikan bahwa siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan
Mandiri ini secara keseluruhan pernah berinteraksi dengan etnis yang berbeda dengannya, dalam hal ini etnis Pribumi dan Tionghoa. Siswa Tionghoa yang menjadi
minoritas di sini, pembagiannya pada tiap kelas tidak merata. Siswa Pribumi yang memilih jarang berkomunikasi dengan siswa Tionghoa mungkin disebabkan karena
teman sekelasnya tidak ada siswa dari etnis Tionghoa. Tetapi mereka tidak menjawab tidak pernah karena mungkin ada waktu-waktu tertentu mereka berinteraksi dengan
teman dari etnis Tionghoa ini, pada waktu ekstrakurikuler misalnya. Siswa Tionghoa yang menjawab jarang di sini pastilah sebaliknya. Maksudnya di
sini dalam kelas mereka pasti terdapat banyak siswa dari etnis yang sama dengan mereka dalam hal ini etnis Tionghoa sehingga mereka sudah membentuk suatu
komunitas tersendiri sehingga lebih banyak menghabiskan waktu dengan etnis dari mereka sendiri saja. tetapi meskipun demikian, mereka tetap masih berkomunikasi
dengan siswa dari etnis lain, walaupun kapasitasnya sangat kecil sekali. Hal itu juga dibenarkan oleh Wakil Kepala Sekolah yang sempat peneliti
wawancarai. Pada wawancara itu Wakil Kepala Sekolah yang juga bertindak mengurusi masalah-masalah siswanya berkata belum pernah terjadi masalah yang terlalu
signifikan sehingga memicu perkelahian antaretnis di SMA Harapan Mandiri ini.
Universitas Sumatera Utara
Masing-masing siswa dituntut untuk mampu beradaptasi dengan lingkungannya untuk menghindari timbulnya stereotip pada diri masing-masing siswa.
- Intensitas Komunikasi
Tabel 4.7 Frekuensi lamanya waktu berkomunikasi dengan sesama etnis No.
Lamanya waktu berkomunikasi Frekuensi
1 Lebih dari 1 jam
58 70,73
2 1 jam - 30 menit
22 26,83
3 30 menit- 15 menit
2 2,44
4 Kurang dari 15 menit
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 7FC. 9
Dari tabel di atas, kita bisa melihat bahwa yang menjawab lebih dari 1 jam lebih dari setengah dari jumlah keseluruhan sampel, yaitu 58 orang 70,73, sedangkan
yang menjawab 1 jam – 30 menit ada 22 orang 26,83, dan yang menjawab 30 menit – 15 menit hanya 2 orang 2,44. Bila kita bandingkan tabel 4,7 ini dengan tabel 4.5
yang juga membahas berkomunikasi dengan sesama etnis, kita akan melihat hasil kurang lebih sama. Dengan kata lain, kita bisa menyebut lebih dari 1 jam sebagai
sangat sering, 1 jam – 30 menit sebagai sering, 30 menit – 15 menit dengan jarang, dan kurang dari 15 menit sama nilainya dengan tidak pernah. Kurang dari 15 menit sama
nilainya dengan tidak pernah karena di sini 15 menit dianggap waktu yang terlalu singkat untuk berkomunikasi dengan sesama teman sehingga bisa dinyatakan tidak
pernah. Siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri tidak hanya
diajarkan untuk belajar dari buku saja, tetapi juga diajarkan untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Mereka diajarkan untuk berdiskusi dalam mencari pemecahan masalah,
bekerjasama dalam melakukan suatu pekerjaan, dan menjadi pribadi yang aktif dalam suatu kelompok.
Pada tabel 4.7 ini kita mendapatkan ternyata ada 2 orang siswa yang menjawab jarang. Bila kita melihat kepada hasil kuesioner, 2 orang yang menjawab jarang ini
adalah siswa dari etnis Tionghoa. Setelah peneliti melakukan sedikit wawancara dengan siswa yang bersangkutan, diketahuilah bahwa dia jarang berkomunikasi dengan siswa
dari etnisnya disekolah dikarenakan dia sama sekali tidak memiliki teman sekelas dari
Universitas Sumatera Utara
etnisnya. Sehingga dia menjadi lebih sering berkomunikasi dengan etnis lain Pribumi. Dia merasa senang dan nyaman bertukar pikiran dengan siswa dari etnis Pribumi.
Sementara yang 1 orang siswa lagi juga merasa lebih nyaman bertukar pikiran dengan teman dari etnis Pribumi daripada dengan teman dari etnis yang sama dengannya. Jadi
walau dikelasnya cukup banyak siswa dari etnis yang sama dengannya, tetapi dia lebih memilih etnis Pribumi sebagai teman dekatnya.
Tabel 4.8 Frekuensi lamanya waktu berkomunikasi dengan berbeda etnis No.
Lamanya waktu berkomunikasi Frekuensi
1 Lebih dari 1 jam
34 41,46
2 1 jam - 30 menit
31 37,81
3 30 menit- 15 menit
17 20,73
4 Kurang dari 15 menit
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 8FC. 10
Dari tabel di atas, kita bisa melihat siswa-siswa yang memilih lebih dari 1 jam ada 34 orang 41,46, sedangkan yang memilih 1 jam – 30 menit ada 31 orang
37,81, dan yang memilih 30 menit – 15 menit ada 17 orang 20,73. Pada tabel 4.6, kita melihat yang banyak memilih jarang adalah dari etnis Pribumi, tidak berbeda
jauh dengan tabel 4.8 ini, di sini juga yang paling banyak memilih 30 menit – 15 menit adalah dari siswa Pribumi. Hanya 4 orang saja yang menjawab 30 menit – 15 menit ini
berasal dari etnis Tionghoa. Hal ini menunjukkan bahwa siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan
Mandiri ini sebenarnya senang berinteraksi dengan teman dari etnis yang berbeda dengan mereka. Namun hal ini tidak bisa sering mereka lakukan karena beberapa
kendala dan situasi. Situasi yang dimaksud di sini adalah situasi kelas, situasi belajar, dan situasi-situasi lainnya yang membuat komunikasi antarbudaya dengan etnis lain
menjadi sulit untuk dilakukan. Hal ini juga dibenarkan oleh guru BP sekolah ini yang setiap harinya mengamati
seluruh kegiatan mulai dari belajar mengajar, istirahat, sampai kegiatan sekolah berakhir. Siswa Tionghoa, yang menjadi minoritas di sini, ditempatkan dimasing-
masing kelas secara merata. Namun siswa Tionghoa di SMA Harapan Mandiri ini saat memasuki pembagian jurusan, yaitu di kelas XI dan XII, lebih banyak memilih jurusan
Universitas Sumatera Utara
IPS daripada jurusan IPA. Sehingga untuk penyebarannya sendiri disetiap kelas menjadi tidak merata. Seperti kita lihat pada kelas XI IPAnya, di sini berdasarkan data
yang berhasil dikumpulkan peneliti, siswa Tionghoa yang memilih jurusan IPA hanya 3 orang, dan keseluruhannya itu ditempatkan di kelas XI IPA 1, sehingga pada kelas-
kelas XI IPA lainnya kita tidak akan menjumpai siswa Tionghoa. Hal ini bila kita kaitkan dengan hasil kuesioner yang telah kita jabarkan pada
tabel 4.8, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa siswa-siswa di SMA Harapan Mandiri ini, walaupun hanya bertegur sapa saat keluar main ataupun sepulang sekolah,
mereka tetap melakukan interaksi dengan teman dari etnis lain.
- Pesan
Pesan adalah salah satu unsur dari dimensi komunikasi. Pesan termasuk dalam pembagian partisipasi siswa dalam berkomunikasi. Di sini akan diuraikan isi pesan
yang sering dibahas siswa-siswa SMA Harapan Mandiri bila sedang melakukan komunikasi dengan teman yang berbeda etnis. Pesan akan diuraikan pada tabel 4.9
sampai 4.13. Tabel berikut berdasarkan pada kuesioner tertutup yang disebarkan kepada 82 sampel.
Tabel 4.9 Frekuensi membicarakan masalah pribadi dengan berbeda etnis No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
1 Sangat sering
12 14,63
2 Sering
34 41,46
3 Jarang
30 36,59
4 Tidak pernah
6 7,32
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 9FC. 11
Pada tabel di atas, kita bisa melihat frekuensi siswa SMA Harapan Mandiri membicarakan masalah pribadinya dengan teman dari etnis yang berbeda dengannya
yang paling banyak dipilih adalah sering, yaitu sebanyak 34 orang 41,46. Jarang dipilih sebanyak 30 orang 36,59, sangat sering dipilih 12 orang 14,63, dan yang
paling sedikit dipilih adalah tidak pernah sebanyak 6 orang 7,32. Masalah pribadi, atau lebih dikenal dengan kata curhat, biasanya sedikit orang
yang mau mengumbar atau menceritakan masalah pribadinya kepada sembarang orang.
Universitas Sumatera Utara
Masalah pribadi biasanya hanya diceritakan kepada sahabat, teman terdekat, ataupun keluarga.
Jadi bila kita melihat tabel 4.9 ini, perbandingan antara sering dan jarangnya tidak terlalu jauh, hanya selisih 4 orang saja. Masalah pribadi di sini tidak harus
menceritakan masalah remaja saja, seperti percintaannya. Bercerita tentang mendapat nilai jelek dalam suatu mata pelajaran juga termasuk menceritakan masalah pribadi.
Perbedaannya dengan membahas masalah pelajaran terlihat dari cara penyampaiannya. Penyampaiannya di sini dilihat apakah dia di sini menceritakan masalah itu untuk
berkeluh kesah tentang nilainya yang kurang memuaskan, atau dia ingin membahas soal-soal yang telah diberikan oleh gurunya.
Biasanya orang lebih nyaman menceritakan masalah pribadinya dengan teman yang dia rasa akrab dengannya. Bila kita kembali melihat pada tabel 4.9, di sini 6 orang
yang menjawab tidak pernah ini adalah siswa Pribumi. Siswa Pribumi di sini memang berpeluang besar untuk memilih tidak pernah, karena bila kita melihat pada situasi
sekolahnya yang tadi sudah kita bahas, pembauran etnis Tionghoa di sekolah ini tidak merata. Tetapi tidak menceritakan hal pribadi belum tentu juga menciptakan suasana
yang tidak akrab. Hal itu akan dibahas lebih mendalam pada tabel-tabel berikutnya.
Tabel 4.10 Frekuensi membicarakan soal pelajaran No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
1 Sangat sering
17 20,73
2 Sering
39 47,56
3 Jarang
23 28,05
4 Tidak pernah
3 3,66
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 9FC. 12
Pada tabel 4.10 ini, frekuensi yang paling banyak dipilih oleh sampel adalah sering, sebanyak 39 orang 47,56. Sedangkan 23 orang 28,05 lainnya memilih
jarang, 17 orang 20,73 memilih sangat sering, dan 3 orang 3,66 memilih tidak pernah. Tiga orang yang memilih tidak pernah di sini adalah siswa Pribumi.
Siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri ini, seperti yang telah diterangkan tadi, diajarkan untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Banyak
Universitas Sumatera Utara
tugas-tugas yang diberikan oleh guru mereka, dimana tugas itu harus dikerjakan secara berkelompok untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Berdasarkan wawancara dengan salah satu guru Bahasa Indonesia di SMA Harapan Mandiri ini, ibu Liza, berpendapat bahwa siswa-siswa di SMA Harapan
Mandiri ini sangat aktif dan kritis dalam menangkap semua pelajaran. Dia telah mengamati selama hampir 10 tahun mengajar disekolah ini, siswa-siswa di SMA
Harapan Mandiri ini sangatlah beragam. Mulai dari siswa yang kutu buku, siswa yang hobbynya dandan, sampai kepada siswa yang sangat nakal.
Ibu Liza melihat bahwa siswa-siswanya ini adalah anak-anak yang masih belum menemukan jati diri mereka, jadi sebisa mungkin guru di sini berkewajiban untuk
membimbing siswa-siswanya agar menemukan jati diri mereka. Ibu Liza sering memberikan tugas kelompok kepada siswa-siswanya, agar mereka mampu berinteraksi
dengan teman mereka. Kemudian mereka disuruh mendiskusikan suatu masalah, yang mana masalah itu akan dipresentasikan di depan kelas. Hal ini sangat baik untuk
menumbuhkan kepercayaan diri pada masing-masing siswa. Dalam pembagian kelompok, ibu Liza tidak jarang membebaskan siswa-siswanya
untuk mencari kelompoknya sendiri. Ibu liza melihat siswa-siswanya kebanyakan sudah mampu mencari kelompok dan menempatkan diri pada kelompoknya itu. Siswa-
siswanya saling membaur, tidak membedakan antara Pribumi dan Tionghoa. Walau terkadang ada yang ingin sekelompok dengan yang pintar saja. Tapi di sini ibu Liza
menambahkan bahwa pada dasarkan semua siswa-siswanya pintar-pintar, hanya dalam ruang lingkupnya masing-masing.
Hasil wawancara dengan ibu Liza ini memberikan kita kesimpulan bahwa siswa- siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri ini pada dasarnya berjiwa aktif
dan suka berinteraksi, dengan bimbingan dari guru-guru disekolah mereka dituntut untuk berbaur dengan lingkungannya agar tidak ada lagi stereotip antara Pribumi dan
Tionghoa. Tabel 4.11 Frekuensi membicarakan keadaan sekolah gosip
No. Tingkat Keseringan Berkomunikasi
Frekuensi 1
Sangat sering 19
23,17 2
Sering 35
42,68 3
Jarang 23
28,05 4
Tidak pernah 5
6,10
Universitas Sumatera Utara
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 9FC. 13
Pada tabel 4.11 ini, kita masih menemukan bahwa yang paling banyak dipilih oleh sampel adalah sering, yaitu sebanyak 35 orang 42,68. Sedangkan jarang dipilih
23 orang 28,05, sangat sering dipilih 19 orang 23,17, dan tidak pernah dipilih 5 orang 6,10.
Gosip adalah pembicaraan yang biasa paling sering dilakukan. Karena menceritakan tentang hal yang belum pasti kebenaranannya, bisa dilakukan dengan
siapa saja dan dimana saja. Di sini mengapa keadaan sekolah dikatakan sebagai gosip karena siswa menghabiskan waktunya hampir setengah hari berada di sekolah. situasi
atau keadaan yang dialami siswa juga beragam. Keadaan-keadaan inilah yang biasanya suka diceritakan dengan teman mereka, yang mereka anggap menarik untuk
diceritakan. Kadang mereka juga sering menceritakan keadaan yang sedang dialami oleh temannya.
Melihat dari hasil tabel 4.11 ini, wajar bila yang memilih tidak pernah hanya 5 orang, karena menceritakan keadaan sekolah kita, walaupun itu hanya sekedar gosip,
sudah menunjukkan seberapa besar kepedulian dan kepekaan kita terhadap lingkuangan kita. Dan ke-5 orang yang memilih tidak pernah ini adalah siswa Pribumi. Hal ini dapat
dimaklumi karena mungkin mereka memang lebih suka bercerita dengan teman dari etnis yang sama dengan mereka atau kembali kepada situasi tadi.
Tabel 4.12 Frekuensi membicarakan hal-hal kecil basa-basi No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
1 Sangat sering
23 28,05
2 Sering
38 46,34
3 Jarang
17 20,73
4 Tidak pernah
4 4,88
Universitas Sumatera Utara
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 9FC. 14
Tabel 4.12 menunjukkan frekuensi siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri yang biasanya hanya berbicara basa-basi dengan teman yang berbeda
etnis. Di sini yang menjawab sering masih menjadi yang paling banyak dipilih, yaitu sebanyak 38 orang 46,34. Sedangkan sangat sering dipilih 23 orang 28,05,
jarang dipilih 17 orang 20,73, dan tidak pernah dipilih 4 orang 4,88. Basa-basi di sini adalah seperti bertegur sapa saat jumpa, meminjam barang,
sekedar memberitahu informasi, ataupun berbicara saat ada sesuatu keperluan saja. Pembicaraan-pembicaraan yang tidak sampai 15 menit. Basa-basi adalah
membicarakan hal-hal yang tidak terlalu penting, hanya untuk sekedar memecah keheningan.
Pada tabel 4.12, 4 orang yang menjawab tidak pernah di sini adalah siswa Pribumi. Hal ini tidak mengherankan bila kita melihat tabel-tabel sebelumnya dimana
di sana siswa Pribumi cukup sering juga menjawab tidak pernah. Setelah peneliti mewawancarai siswa bersangkutan, mereka mengakui memang keadaan dan situasi
tadilah yang menjadi penghalang mereka untuk berkomunikasi. Tetapi mereka tetap berusaha untuk akrab dengan dengan dari etnis Tionghoa ini.
Tabel 4.13 Frekuensi bercanda mengejek dan saling mencela No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
1 Sangat sering
7 8,54
2 Sering
19 23,17
3 Jarang
33 40,24
4 Tidak pernah
23 28,05
Universitas Sumatera Utara
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 9FC. 15
Pada tabel 4.13 ini, jarang dipilih paling banyak, yaitu sebanyak 33 orang 40,24, sering dipilih 19 orang 23,17, tidak pernah dipilih 23 orang 28,05,
dan sangat sering dipilih 7 orang 8,54. Mengejek dan mencela di sini tidak semata dengan tujuan buruk, di sini bisa dimaksudkan bercanda. Remaja biasanya adalah jiwa-
jiwa yang masih sangat suka bercanda. Memang kadang candaan itu sendiri bisa menjadi sebuah permusuhan, tetapi tidak jarang juga malah tambah mempererat suatu
hubungan. Bila kita melihat pada tabel 4.13, siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA
Harapan Mandiri ini ada juga yang suka bercanda tetapi banyak juga yang menganggap bercanda dengan cara mengejek atau menghina itu adalah buruk dan kekanak-kanakan.
Kita bisa melihat di sini jarang menjadi yang paling banyak dipilih. Artinya di sini mereka tahu bahwa mengejek dan menghina itu bukan perbuatan yang terlalu baik,
tetapi terkadang mereka suka melakukannya untuk mencairkan suasana saja. Terdapat suatu pernyataan yang menarik dari salah satu etnis Pribumi di sekolah
SMA Harapan Mandiri ini, dia berkata bahwa untuk semakin mempererat hubungan dengan yang berbeda etnis cara yang harus dilakukan adalah dengan memperbanyak
mengejek dan menghina. Dari jawabannya ini kita sudah dapat menilai bahwa dia pastilah anak yang bisa disebut nakal ataupun humoris. Tetapi kita dapat mengambil
kesimpulan dari tabel 4.13 ini bahwa siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri ini memang suka bercanda, tetapi mereka tahu batasan-batasan dalam
bercanda itu agar tidak menimbulkan masalah.
b. Konteks Sosial
- Tempat
Salah satu unsur dalam konteks sosial adalah tempat. Tempat di sini adalah tempat terjadinya komunikasi. Karena dalam penelitian ini objeknya adalah sekolah,
maka yang menjadi tempat berkomunikasi para siswa adalah bagian-bagian dari sekolah itu, seperti kantin, ruang kelas, koridor, dan lain-lain. Hasil dari penelitian
tempat terjadinya komunikasi ini akan dijelaskan dari tabel 4.14 sampai 4.18.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.14 Frekuensi berkomunikasi di luar sekolah dengan yang berbeda etnis No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
1 Sangat sering
12 14,63
2 Sering
42 51,22
3 Jarang
23 28,05
4 Tidak pernah
5 6,10
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 10FC. 16
Pada tabel 4.14 ini, sering menjadi yang paling banyak dipilih, yaitu sebanyak 42 orang 51,22, jarang dipilih 23 orang 28,05, sangat sering dipilih 12 orang
14,63, dan tidak pernah dipilih oleh 5 orang 6,10. Pembicaraan di luar sekolah masih bisa berhubungan dengan pelajaran, bisa juga
sama sekali tidak ada hubungannya dengan pelajaran. Menurut salah satu siswa yang berhasil kami wawancarai, siswa-siswa di SMA Harapan Mandiri ini memiliki wadah
tersendiri untuk berhubungan dengan temannya diluar sekolah. Mereka memiliki akun tersendiri di facebook dan twiteer. Ada juga grup yang berisikan siswa-siswa Pribumi
dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri. Grup ini memang dibuat khusus untuk siswa- siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri. Jadi tidak sulit bagi siswa-
siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri untuk saling berhubungan diluar sekolah.
Frekuensi jarang di sini cukup tinggi, hal ini dikarenakan perjumpaan diluar sekolah itu kemungkinan bertemunya sangat kecil. Siswa-siswa biasanya bila sudah
keluar dari sekolah, mereka akan langsung pulang atau bermain-main dahulu dengan temannya. Mungkin pertemuan diluar sekolah ini baru akan bisa terjadi bila
sebelumnya mereka telah membuat janji misalnya ingin melakukan kerja kelompok dan sebagainya. Namun banyak juga siswa yang lebih suka mengerjakan kerja kelompok di
kantin sekolahnya, sehingga tidak perlu repot datang ke rumah temannya. Sehingga tidak jarang bila ada siswa yang menjawab tidak pernah.
Tabel 4.15 Frekuensi berkomunikasi di kelas dengan yang berbeda etnis No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
Universitas Sumatera Utara
1 Sangat sering
37 45,12
2 Sering
34 41,46
3 Jarang
10 12,20
4 Tidak pernah
1 1,22
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 10FC. 17
Pada tabel di atas, sangat sering menjadi yang paling banyak dipilih, yatu sebesar 37 orang 45,12. Sering berada diurutan kedua dengan 34 orang 41,46, jarang
diposisi ketiga dengan 10 orang 12,20, dan tidak pernah hanya dipilih 1 orang 1,22.
Berada di sekolah, berarti menghabiskan lebih dari 5 jam berada dikelas untuk menerima pelajaran. Dalam waktu 5 jam ini tidak mungkin tidak terjadi komunikasi
antara sesama siswa. Jadi wajar bila sangat sering menjadi yang paling banyak dipilih, karena kelas merupakan tempat yang paling sering terjadi komunikasi bila kita
membicarakan tentang sekolah. Siswa yang memilih jarang ini memiliki 2 kemungkinan, bisa saja dikelasnya
tidak ada teman yang berbeda etnis dengannnya dalam hal ini etnis Tionghoa, atau mungkin teman yang berbeda etnis dengannya di dalam kelasnya itu duduknya
berjauhan, sehingga tidak memungkinkan untuk sering melakukan komunikasi. Sementara 1 orang yang memilih tidak pernah di sini ternyata adalah siswa Pribumi.
Hal ini setelah peneliti coba teliti lebih mendalam, ternyata siswa ini dalam 1 kelasnya memang tidak ada siswa Tionghoa, dia juga termasuk anak yang pintar jadi tidak suka
ribut dalam kelas.
Tabel 4.16 Frekuensi berkomunikasi di Kantin sekolah dengan yang berbeda etnis No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
1 Sangat sering
12 14,63
2 Sering
27 32,93
3 Jarang
41 50,00
4 Tidak pernah
2 2,44
Jumlah 82
100,00
Universitas Sumatera Utara
Sumber : K. 10FC. 18 Pada tabel di atas, jarang menjadi yang paling banyak dipilih, yaitu sebanyak 41
orang 50,00, sering dipilih 27 orang 32,93, sangat sering dipilih 12 orang 14,63, dan tidak pernah dipilih 2 orang 2,44.
Siswa pergi ke kantin biasanya hanya pada jam istirahat. Sangat jarang sekali siswa pergi ke kantin saat jam pelajaran, kecuali ada kebutuhan yang sangat mendesak
dan tidak bisa ditunda sampai jam istirahat, atau ada siswa yang mencoba-coba tidak mau mengikuti pelajaran dengan bersembunyi di kantin. Namun setelah saya
berbincang dengan guru BP, pilihan kedua ini sangat kecil untuk terjadi melihat ketatnya peraturan sekolah ini. Guru BP tidak segan-segan memberikan hukuman
ditempat bagi siswa-siswa nakal yang berani tidak menaati peraturan. Jadi kita bisa mengambil kesimpulan bahwa percakapan di kantin hanya terjadi
pada jam istirahat. SMA Harapan Mandiri ini memberikan waktu istirahat kepada siswa-siswanya hanya 15 menit dalam 1 hari aktif belajar mengajar. Bisa dibayangkan
kelas SMAnya yang berada dilantai 4 dan kantinnya yang hanya berada di lantai I. Untuk naik turun tangga saja mungkin sudah menghabiskan waktu 5 menit, belum lagi
bila kantinnya penuh dan kita harus mengantri. Bila kita menghabiskan waktu istirahat kita dengan mengobrol, waktu 15 menit tidak akan cukup untuk istirahat.
Sehingga dapat kita tarik kesimpulan bertemu secara tidak sengaja dengan teman yang berbeda etnis di kantin sekolah dan mengobrol dengannya bukan sesuatu yang
dipilih siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri ini. Obrolan di kantin mungkin lebih santai dan lebih akrab bila dilakukan pada saat pulang sekolah.
Namun tidak semua siswa ingin berlama-lama di sekolah dan menunda jam pulang sekolah mereka. Sehingga wajar bila jarang menjadi pilihan terbanyak.
Tabel 4.17 Frekuensi berkomunikasi di Kamar Mandi dengan yang berbeda etnis No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
1 Sangat sering
5 6,10
2 Sering
21 25,61
3 Jarang
31 37,80
4 Tidak pernah
25 30,49
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 10FC. 19
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel 4.17, jarang menjadi yang paling banyak dipilih, yaitu sebanyak 31 orang 37,80, tidak pernah dipilih 25 orang 30,49, sering dipilih 21 orang
25,61, dan sangat sering dipilih 5 orang 6,10. Kamar mandi adalah tempat orang membuang air kecil ataupun besar. Bagi
sebagian orang, khususnya yang beragama islam, berbicara di dalam kamar mandi adalah hal yang tidak baik untuk dilakukan. Selain itu siswa biasanya ke kamar mandi
sendiri-sendiri secara bergantian. Jadi sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi komunikasi.
Bila kita melihat kembali kepada tabel 4.17, jarang adalah yang paling banyak dipilih. Hal ini tidak mengherankan karena siswa-siswa di sekolah ini mayoritasnya
adalah beragama islam. Kamar mandi bukanlah tempat yang baik untuk berbincang- bincang dengan teman.
Sangat sering di sini dipilih oleh 5 orang siswa. Setelah melihat hasil data kuesioner, ternyata 5 orang ini terdiri dari 2 orang siswa etnis Tionghoa dan 3 orang
lainnya adalah siswa etnis Pribumi dan seluruhnya adalah perempuan. Sehingga kita dapat mengambil kesimpulan siswa-siswa ini pastinya perempuan yang suka
bercengkrama dan berlama-lama di kamar mandi.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.18 Frekuensi berkomunikasi di Koridor dengan yang berbeda etnis No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
1 Sangat sering
6 7,32
2 Sering
27 32,92
3 Jarang
45 54,88
4 Tidak pernah
4 4,88
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 10FC. 20
Pada tabel di atas, jarang menjadi yang paling banyak dipilih, yaitu sebanyak 45 orang 54,88, sering dipilih 25 orang 32,92, sangat sering dipilih 6 orang
7,32, dan tidak pernah dipilih 4 orang 4,88. Sekolah SMA Harapan Mandiri ini dilengkapi dengan koridor-koridor kecil
sebagai jalan yang memisahkan kelas yang berhadap-hadapan. Koridor ini biasanya selalu penuh bila jam istirahat. Biasanya siswa-siswa yang sudah lelah duduk di bangku
kelasnya lebih memilih untuk duduk di koridor, walaupun harus duduk dilantai karena di koridor ini tidak tersedia bangku.
Peneliti sempat melakukan observasi atau pengamatan pada jam istirahat. Keadaannya sangat hiruk pikuk, koridor dipenuhi oleh siswa-siswa sehingga untuk
lewat saja sulit. Tetapi keadaan waktu istirahat yang hiruk pikuk seperti ini, sebenarnya membuat sangat sulit untuk berkomunikasi, terlalu banyak penghalang noice saat
ingin berkomunikasi. Koridor sebenarnya bukan tempat yang pas untuk melakukan komunikasi, terlebih pada jam istirahat.
Sehingga bila di sini kita melihat jarang yang paling banyak dipilih oleh siswa, sebenarnya itu adalah hal yang wajar. Bilapun ada terjadi komunikasi di koridor ini,
mungkin itu hanya sapaan hai dan berlalu, atau bila adan yang penting untuk diceritakan pastinya mereka mencari tempat yang lebih sepi dan santai untuk bercerita.
Universitas Sumatera Utara
- Waktu Terjadinya Komunikasi
Tabel 4.19 Frekuensi berkomunikasi saat jam pelajaran dengan yang berbeda etnis No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
1 Sangat sering
19 23,17
2 Sering
29 35,37
3 Jarang
32 39,02
4 Tidak pernah
2 2,44
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 11FC. 21
Pada tabel di atas, jarang menjadi yang paling banyak dipilih, yaitu sebanyak 32 orang 39,02, sering dipilih 29 orang 35,37, sangat sering dipilih 19 orang
23,17, dan tidak pernah hanya dipilih oleh 2 orang 2,44. SMA Harapan Mandiri adalah sekolah yang sudah terkenal karena peraturannya
yang ketat dan kedisiplinannya. Sebenarnya bila kita berbicara tentang kedisiplinan di SMA Harapan Mandiri ini, kita tidak hanya bisa melihatnya pada jam pelajaran saja,
tetapi juga pada saat jam istirahat ataupun jam pulang sekolah. Percakapan yang terjadi pada jam pelajaran pastinya adalah percakapan yang
berhubungan dengan pelajaran. Walaupun peneliti tidak mendapat izin untuk meneliti pada saat jam pelajaran, tetapi berdasarkan keterangan dari wakil kepala sekolah yang
juga mengajar di sekolah ini, siswa-siswa biasanya tertib saat jam pelajaran. Bilapun ada yang mengobrol, mereka mengobrol dengan suara sangat pelan, sehingga obrolan
ini biasanya hanya sekitar teman sebangku ataupun teman-teman disekitar tempat duduknya saja.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, yang tersaji dalam tabel 4.19, ternyata siswa- siswa di sekolah ini juga banyak memilih sering melakukan percakapan pada jam
pelajaran. Kesimpulan peneliti setelah berbincang dengan beberapa siswa bersangkutan, percakapan yang terjadi paling sering adalah meminjam barang, seperti
pulpen, buku, ataupun penggaris. Ataupun berkomunikasi saat membagikan buku, atau saat disuruh membuat kelompok belajar. Sehingga di sini yang paling banyak dipilih
adalah jarang.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.20 Frekuensi berkomunikasi saat jam istirahat dengan yang berbeda etnis No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
1 Sangat sering
22 26,83
2 Sering
42 51,22
3 Jarang
17 20,73
4 Tidak pernah
1 1,22
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 11FC. 22
Pada tabel 4.20, sering menjadi yang paling banyak dipilih, yaitu sebanyak 42 orang 51,22, sangat sering dipilih 22 orang 26,83, jarang dipilih 17 orang
20,73, dan tidak pernah hanya dipilih 1 orang 1,22. Jam istirahat sebenarnya adalah waktu terbaik untuk melakukan komunikasi.
Selain kegiatan biasa seperti ke kantin dan duduk-duduk di koridor depan kelas, istirahat juga dimanfaatkan siswa-siswa di SMA Harapan Mandiri ini untuk
mengunjungi teman-temannya yang berbeda kelas dengannya. Waktu istirahat di SMA Harapan Mandiri ini adalah 15 menit, sehingga waktu 15
menit ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para siswa. Berkomunikasi dengan teman berbeda etnis memang penting untuk dilakukan, tetapi mungkin bukan hal yang
sangat penting. Oleh karena itu siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri ini lebih banyak memilih sering daripada sangat sering.
Sementara 1 orang yang menjawab tidak pernah ini berdasarkan hasil kuesioner ternyata dia adalah siswa Pribumi. Dia adalah 1 orang siswa yang tadi juga menjawab
tidak pernah pada pertanyaan berkomunikasi dengan teman berbeda etnis di dalam kelas. Oleh karena itu tentu jawabannya sama mengapa dia juga tidak pernah
berkomunikasi dengan teman berbeda etnis pada jam istirahat.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.21 Frekuensi berkomunikasi saat pulang sekolah dengan yang berbeda etnis No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
1 Sangat sering
9 10,97
2 Sering
45 54,88
3 Jarang
26 31,71
4 Tidak pernah
2 2,44
Jumlah 82
100,00
Pada tabel di atas, kita bisa melihat bahwa yang paling banyak dipilih adalah sering, yaitu sebanyak 45 orang 54,88, jarang dipilih 26 orang 31,71, sangat
sering dipilih 9 orang 10,97, dan tidak pernah dipilih oleh 2 orang 2,44. Waktu pulang sekolah adalah waktu yang paling ditunggu oleh siswa, karena otak
yang sudah lelah berpikir selama hampir 5 jam butuh diistirahatkan agar tidak stress. Biasanya siswa yang baik, pulang sekolah akan langsung pulang ke rumah, setelah dari
rumah barulah mereka bisa keluar lagi jika mau. Tetapi banyak juga siswa yang begitu pulang sekolah langsung pergi dengan teman-temannya, atau bercengkrama di kantin
sekolah. Siswa ini bukannya tidak baik, hanya saja kurang baik. Bila kita melihat tabel 4.21, sering menjadi yang paling banyak dipilih. Hal ini
sebenarnya tidak mengherankan, karen di SMA Harapan Mandiri ini setelah pulang sekolah masih ada kegiatan ekstrakurikuler yang wajib diikuti oleh para siswanya.
Hanya saja waktu istirahat antara jam pulang sekolah dan memulai ekstrakurikuler cukup panjang, yaitu sekitar ±1 jam. Jadi siswa bisa beristirahat, atau yang mau pulang
juga bisa pulang terlebih dahulu. Siswa-siswa yang menjawab tidak pernah ini membuat peneliti meneliti lebih
jauh ke dalam. Peneliti mengamati bahwa siswa-siswa yang menjawab tidak pernah ini ternyata mengambil ekstrakurikuler yang dimana anggota pada ekstrakurikuler ini tidak
ada siswa yang berbeda etnis dengannya atau dalam hal ini siswa Tionghoa. Ekstrakurikuler yang sama sekali tidak diminati oleh siswa Tionghoa ini adalah seperti
multimedia club, gitar, theater, dan membaca Al-Quran.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.22 Frekuensi berkomunikasi saat ujian dengan yang berbeda etnis No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
1 Sangat sering
12 14,63
2 Sering
24 29,27
3 Jarang
36 43,90
4 Tidak pernah
10 12,20
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 11FC. 24
Pada tabel 4.22, jarang menjadi yang paling banyak dipilih, yaitu sebanyak 36 orang 43,90, sering dipilih 24 orang 29,27, sangat sering dipilih 12 orang
14,63, dan tidak pernah dipilih 10 orang 12,20. Kita mengetahui bahwa melakukan komunikasi saat sedang ujian adalah
perbuatan yang kurang baik. Hal ini dikarenakan saat ujian adalah saat dimana dibutuhkan konsentrasi penuh untuk dapat menjawab semua pertanyaan yang diberikan.
Saat kita mengajak teman kita mengobrol, konsentrasinya akan terpecah dan untuk mengembalikan konsentrasi itu kembali pastinya akan sangat sulit. Lagi pula
mengobrol disaat ujian dapat dicurigai sebagai kegiatan bekerjasama dan akan menarik perhatian pengawas.
Bila kita melihat pada table 4.22, yang memilih jawaban sering ternyata cukup banyak. Hal ini menurut pengakuan beberapa siswa yang peneliti wawancarai, ternyata
ujian yang ada di SMA Harapan Mandiri ini tidak semata-mata hanya ujian tertulis saja, tetapi juga ada ujian praktek. Ujian praktek di sekolah ini ada yang dilakukan oleh
siswa perseorangan, ada juga yang dilakukan siswa secara berkelompok. Jadi terjawablah mengapa banyak siswa yang menjawab sering di sini.
Hal ini juga dibenarkan oleh salah satu guru yang saya wawancarai. Beliau juga menambahkan komunikasi saat ujian tertulis juga tidak menutup kemungkinan untuk
terjadi. Beliau memaklumi hal ini karena banyak siswa yang masih belum percaya diri dengan jawabannya sendiri dan lebih percaya kepada jawaban yang diberi temannya.
Namun bila ada siswa yang tertangkap sedang berkomunikasi saat ujian tertulis, beliau tidak akan segan-segan untuk menghukumnya.
Hal ini juga menimbulkan tanda tanya baru bila kita melihat cukup banyak juga siswa yang menjawab tidak pernah berkomunikasi saat ujian. Peneliti mengambil
kesimpulan siswa-siswa ini bisa jadi siswa baik yang tidak suka mencontek saat ujian
Universitas Sumatera Utara
tertulis, namun mereka juga siswa yang kurang aktif saat ujian praktek karena hanya diam dan tidak mau bertanya.
Tabel 4.23 Frekuensi berkomunikasi saat mengikuti ekstrakurikuler dengan yang berbeda etnis
No. Tingkat Keseringan Berkomunikasi
Frekuensi 1
Sangat sering 13
15,85 2
Sering 37
45,12 3
Jarang 30
36,59 4
Tidak pernah 2
2,44 Jumlah
82 100,00
Sumber : K. 11FC. 25 Pada tabel di atas, sering masih menjadi yang paling banyak dipilih, yaitu
sebanyak 37 orang 45,12. Jarang menjadi yang terbanyak dipilih kedua yaitu sebanyak 30 orang 36,59. Sangat sering dipilih sebanyak 13 orang 15,85 dan
tidak pernah hanya dipilih oleh 2 orang 2,44 dari keseluruhan sampel. Pada tabel 4.21 di atas tadi, kita sudah sedikit menyinggung tentang
ekstrakurikuler ini. Ekstrakurikuler ini, khususnya bagi kelas XI dan XII yang masuk pagi setiap harinya, dilakukan setelah kegiatan belajar mengajar usai, yaitu dari jam
12.30 WIB sampai dengan jam 14.30 WIB. Ekstrakurikuler ini wajib diikuti oleh semua siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri. Mereka wajib memilih
minimal 1 ekskul per orang. Seperti yang telah dijelaskan di atas tadi, ada ekskul-ekskul tertentu yang
peminatnya sama sekali tidak ada siswa Tionghoanya. Hal ini mungkin yang menjadi penyebab mengapa ada siswa yang memilih tidak pernah.
Universitas Sumatera Utara
- Keadaan Saat Terjadinya Komunikasi
Tabel 4.24 Frekuensi suasana atau keadaan yang terjadi saat berkomunikasi dengan yang berbeda etnis
No. Suasana yang Terjalin
Frekuensi 1
Sangat Akrab 20
24,39 2
Akrab 50
60,98 3
Kurang Akrab 12
14,63 4
Tidak Akrab Jumlah
82 100,00
Sumber : K. 12FC. 26 Pada tabel di atas, akrab menjadi yang paling banyak dipilih, yaitu sebanyak 50
orang 60,98, sangat akrab dipilih 20 orang 24,39, dan kurang akrab dipilih 12 orang 14,63. Sementara itu tidak akrab sama sekali tidak ada pemilih.
Suasana yang dimaksud di sini adalah suasana yang terjadi saat melakukan komunikasi dengan yang berbeda etnis. Suasana ini mencakup keseluruhan, baik yang
terjadi saat jam pelajaran, jam istirahat, maupun jam pulang sekolah, baik yang terjadi di dalam kelas, kantin, maupun koridor. Bila kita melihat kembali kepada tabel di atas,
akrab menjadi yang paling banyak dipilih. Sehingga kita dapat mengambil kesimpulan bahwa keakraban telah terjalin pada siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA
Harapan Mandiri ini tanpa membeda-bedakan etnis mereka. Kurang akrab di sini setelah diteliti lebih mendalam lagi, ternyata hal ini bisa
terjadi karena masalah penyebaran siswa disetiap kelas yang tidak merata tadi. Siswa yang jarang berkomunikasi dengan siswa yang berbeda etnis Tionghoa merasa kurang
akrab dengan etnis tersebut. Tetapi mereka tidak menjawab tidak akrab karena mereka sebenarnya tidak ada menyimpan masalah apapun dengan etnis Tionghoa ini. Hanya
karena intensitas dan frekuensinya tidak terlalu sering, jadi merasa kurang akrab.
Universitas Sumatera Utara
c. Saluran yang Digunakan dalam Berkomunikasi
- Tatap Muka
Siswa-siswa SMA Harapan Mandiri yang menghabiskan hampir setengah waktunya dalam sehari berada di sekolah, pastinya selalu melakukan komunikasi tatap
muka dengan teman-teman mereka. Dalam uraian ini akan dijelaskan tingkat keseringan siswa-siswa SMA Harapan Mandiri melakukan komunikasi tatap muka dengan teman
yang berbeda etnis.
Tabel 4.25 Frekuensi berkomunikasi secara langsung tatap muka dengan yang berbeda etnis No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
1 Sangat sering
37 45,12
2 Sering
41 50,00
3 Jarang
4 4,88
4 Tidak pernah
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 13FC. 27
Pada tabel di atas, sering menjadi yang paling banyak dipilih, yaitu sebanyak 41 orang 50,00, sangat sering dipilih 37 orang 45,12, dan jarang dipilih 4 orang
4,88. Tidak pernah sama sekali tidak ada pemilih. Hal ini tentu saja tidak mengherankan melihat bahwa siswa-siswa Pribumi dan
Tionghoa di SMA Harapan Mandiri menghabiskan waktunya kurang dari setengah hari berada di sekolah dan berinteraksi dengan teman-temannya. Mereka saling bertatap
muka dan berinteraksi dengan lingkungannya. Jadi sangat tidak mengherankan bila tidak ada yang menjawab tidak pernah. Jarang di sini dipilih oleh 4 orang siswa. Siswa
yang memilih jarang ini pastinya adalah siswa-siswa yang di dalam kelasnya tidak terdapat etnis Tionghoanya, sehingga untuk terjadinya komunikasi dengan etnis
Tionghoa itu sangat jarang.
- Komunikasi Bermedia
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi pada masa sekarang ini tidak hanya dilakukan dengan tatap muka saja, tetapi juga bisa menggunakan media. Media yang digunakan dalam berkomunikasi
juga sudah sangat beragam. Mulai dari handphone, media cetak, sampai kepada internet. Siswa-siswa SMA Harapan Mandiri juga diajarkan di sekolahnya cara
menggunakan internet. Sehingga siswa-siswa SMA Harapan Mandiri dapat menjalin komunikasi dengan teman mereka tidak hanya pada saat berada di sekolah, tetapi juga
saat di luar sekolah, bahkan saat berada di rumah masing-masing. Hasil penelitian mengenai komunikasi bermedia ini akan dijelaskan dalam tabel 4.26 sampai 4.27.
Tabel 4.26 Frekuensi berkomunikasi menggunakan handphone dengan yang berbeda etnis No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
1 Sangat sering
6 7,32
2 Sering
42 51,22
3 Jarang
26 31,70
4 Tidak pernah
8 9,76
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 13FC. 28
Pada tabel di atas, yang paling banyak dipilih oleh sampel dalam penelitian ini adalah sering, yaitu sebanyak 42 orang 51,22. Kemudian terbanyak kedua adalah
jarang yang dipilih oleh 26 orang 31,70. Sisanya 8 orang 9,76 memilih tidak pernah dan 6 orang 7,32 memilih sangat sering.
Telepon genggam, atau yang lebih dikenal dengan Handphone, pada masa sekarang ini sudah bukan barang mahal lagi. Semua orang sudah dengan mudah dapat
memilikinya. Bahkan banyak sekarang 1 orang memiliki 2 ataupun 3 handphone. Hal ini bisa dimaklumi melihat perkembangan teknologi pada masa sekarang ini yang
semakin meningkat. SMA Harapan Mandiri ini melarang siswa-siswanya untuk membawa handphone
ke sekolah. Hal itu dikarenakan SMA Harapan Mandiri menilai handphone ini dapat menggangu konsentrasi siswa saat menerima pelajaran. Handphone diperkenankan
hanya pada saat ekstrakurikuler ataupun pada kegiatan-kegiatan di luar jam pelajaran. Bagi siswa yang ketahuan mempergunakan handphone saat jam pelajaran, akan
dikenakan sanksi tegas, seperti penyitaan barang yang bersangkutan sampai kepada pemanggilan orang tua.
Universitas Sumatera Utara
Kondisi yang demikian ini juga mendukung mengapa sampel lebih banyak memilih sering daripada sangat sering. Pada jam sekolah berlangsung mereka sudah
pasti tidak menggunakan telepon genggam mereka. Mereka menggunakan handphone mereka hanya ketika mereka berada di luar lingkup sekolah. Kebanyakan dari mereka
melakukan komunikasi dengan teman yang berbeda etnis hanya pada saat ada suatu keperluan saja. Namun karena keperluan itu biasanya sangat sering terjadi, jadi mereka
banyak yang menjawab sering dan sangat sering. Opsi tidak pernah di sini dipilih oleh 8 orang siswa. Siswa yang memilih tidak
pernah berkomunikasi dengan antaretnis di sini sebagian besar yang memilih adalah dari etnis Pribumi. Setelah diteliti lebih mendalam, siswa yang menjawab tidak pernah
di sini, selain dia tidak mempunyai teman dari etnis Tionghoa dalam satu kelasnya, dia juga menganggap bahwa handphone
adalah barang pribadi, sehingga penggunaannyapun juga pribadi. Maksudnya di sini handphone hanya digunakan untuk
menghubungi orang-orang yang dianggapnya dekat saja, atau bila ada kepentingan tertentu, bukan untuk mendapatkan teman baru ataupun untuk menjalin hubungan
pertemanan yang lebih akrab.
Tabel 4.27 Frekuensi berkomunikasi menggunakan internet dengan yang berbeda etnis No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
1 Sangat sering
7 8,53
2 Sering
24 29,27
3 Jarang
41 50,00
4 Tidak pernah
10 12,20
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 13FC. 29
Pada tabel di atas, jarang menjadi yang paling banyak dipilih, yaitu sebanyak 41 orang 50,00, sering dipilih 24 orang 29,27, tidak pernah dipilih 10 orang
12,20, dan sangat sering dipilih 7 orang 8,53. Penggunaan internet dikalangan remaja pada masa sekarang ini sedang marak-
maraknya terjadi. Internet di sini tidak lagi hanya diperlukan saat ingin mencari tugas saja, tetapi juga bisa menjalin suatu hubungan baru dengan menggunakan sosial media,
atau bisa juga mencari kesenangan dengan bermain game. Hanya penggunaan internet
Universitas Sumatera Utara
yang salah, seperti membuka situs-situs porno, dapat membawa dampak buruk bagi sikap dan prilaku remaja.
Bila kita melihat tabel 4.27, setengah dari sampel memilih sering. Hal ini tentunya tidak mengherankan melihat bahwa siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di
SMA Harapan Mandiri ini sudah sangat kreatif dengan menciptakan wadah tempat berkumpulnya siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri ini.
Mereka membuat grup tersendiri di sosial media. Grup ini beranggotakan siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri. Semua anggota grup bebas
mengeluarkan pendapat, berbagi informasi seputar sekolah, ataupun hanya ingin sekedar menyapa.
Siswa-siswa yang menjawab tidak pernah ini pastinya dia belum tergabung dalam grup ini, sehingga akan susah untuk berkomunikasi dengan teman yang berbeda etnis.
Hal ini juga dibenarkan oleh siswa yang bersangkutan.
4.2.2.2 Bahasa yang Digunakan untuk Berkomunikasi dengan yang Berbeda Etnis
a Bahasa Indonesia
Tabel 4.28 Frekuensi bahasa Indonesia digunakan dalam berkomunikasi dengan berbeda etnis No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
1 Sangat sering
69 84,15
2 Sering
13 15,85
3 Jarang
4 Tidak pernah
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 14FC. 30
Pada tabel di atas, sangat sering dipilih lebih dari setengah dari sampel keseluruhan, yaitu sebanyak 69 orang 84,15. Sisanya memilih sering sebanyak 13
orang 15,85. Sementara jarang dan tidak pernah sama sekali tidak ada pemilih. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi negara Indonesia. Semua warga negara
Indonesia harus mampu berbahasa Indonesia. Seperti yang tertuang dalam sumpah pemuda, maka kita sebagai pemuda-pemudi Indonesia wajib melestarikan budaya
Indonesia. Untuk itu peneliti merasa tabel di atas sudah cukup jelas tanpa harus dijelaskan lebih mendalam.
Universitas Sumatera Utara
b Bahasa Mandarin
Tabel 4.29 Frekuensi bahasa Mandarin digunakan dalam berkomunikasi dengan berbeda etnis No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
1 Sangat sering
2 Sering
2 2,44
3 Jarang
20 24,39
4 Tidak pernah
60 73,17
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 14FC. 31
Pada tabel di atas, tidak pernah menjadi yang paling banyak dipilih, yaitu sebanyak 60 orang 73,17, jarang dipilih sebanyak 20 orang 24,39, dan sering
hanya dipilih oleh 2 orang 2,44. Sementara sangat sering sama sekali tidak ada pemilih.
Bahasa Mandarin memang diajarkan disekolah ini, baik itu sebagai mata pelajaran, maupun sebagai pelajaran tambahan ekskul. Belajar bahasa Mandarin
memang tidak gampang, mulai dari cara membaca dan penyebutannya yang harus benar, juga cara penulisannya. Untuk mempelajari bahasa dari negara China ini, kita
harus rajin dan sering berlatih. Pada ekskul bahasa Mandarin, siswa-siswa yang mengikuti ekskul ini diupayakan supaya berlatih menggunakan bahasa Mandarin dalam
setiap percakapan yang mereka lakukan.
Tabel 4.30 Frekuensi bahasa Inggris digunakan dalam berkomunikasi dengan berbeda etnis No.
Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi
1 Sangat sering
2 2,44
Universitas Sumatera Utara
2 Sering
13 15,86
3 Jarang
36 43,90
4 Tidak pernah
31 37,80
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 14FC. 32
Pada tabel di atas, jarang menjadi yang paling banyak dipilih, yaitu sebanyak 36 orang 43,90, tidak pernah dipilih sebanyak 31 orang 37,80, sering dipilih
sebanyak 13 orang 15,86, dan sangat sering dipilih sebanyak 2 orang 2,44. SMA Harapan Mandiri bukanlah sekolah internasional yang menggunakan
bahasa Inggris dalam kesehariannya. SMA ini masih menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam memberikan pengajaran. Bahasa Inggris biasanya
wajib digunakan saat pelajaran bahasa Inggris. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila di sini banyak sampel yang
menjawab jarang. Sedangkan yang menjawab sering dan sangat sering di sini, kebanyakan mereka pada umumnya masih menggunakan bahasa Indonesia. Namun
tidak jarang percakapan yang mereka lakukan didominasi oleh bahasa Inggris.
4.2.3 Hubungan yang Harmonis Variabel Y
Pada bagian ini juga akan dipaparkan data-data yang disaring dari jawaban setiap pertanyaan kuesioner tentang hubungan yang harmonis antara siswa Pribumi dan siswa
Tionghoa. Kuesioner tentang hubungan yang harmonis ada 7 pertanyaan, 5 pertanyaan berisi kuesioner tertutup dan 2 lagi berisis kuesioner terbuka.
Hubungan harmonis yang dibahas dalam bagian ini juga merupakan penjabaran dari variabel Y yang ada dalam tabel 2.1. Dalam tabel 2.1 disebutkan ada 5 point
penting yang akan diuji dalam penelitian ini, yaitu openese, supportiveness, positiviness, empati, dan equility. Point-point penting yang akan diuji ini dibagi lagi
dalam masing-masing point. Hasil dari kuesioner, wawancara, dan observasi ini akan dijabarkan melalui tabel
4.31 sampai dengan tabel 4.36. A.
Openese Keterbukaan Tabel 4.31 Frekuensi keterbukaan siswa dengan teman dari etnis yang berlainan
No. Tingkat Keterbukaan
Frekuensi
Universitas Sumatera Utara
1 Sangat Terbuka
6 7,32
2 Terbuka
28 34,15
3 Kurang Terbuka
38 43,90
4 Tidak Terbuka
13 14,63
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 15FC. 33
Pada tabel di atas, kurang terbuka menjadi yang paling banyak dipilih, yaitu sebanyak 38 orang 43,90, terbuka dipilih sebanyak 28 orang 34,15, tidak
terbuka dipilih 13 orang 14,63, dan sangat terbuka dipilih sebanyak 6 orang 7,32.
Pada penelitian ini, untuk melihat bagaimana keterbukaan yang ada pada siswa- siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri dengan teman-teman mereka
dari etnis yang berbeda, peneliti mencoba mencari tahu dengan diwakili pertanyaan ‘Bila berkomunikasi dengan teman yang berbeda etnis, seberapa sering anda akan
menceritakan hal pribadi anda?’. Pertanyaan ini dirasa cukup mewakili dalam membahas keterbukaan ini.
Sehingga bila kita kembali pada tabel 4.31, kita akan melihat bahwa siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri ini masih kurang terbuka kepada
teman-teman yang berbeda etnis. Ada kecenderungan siswa dari etnis Pribumi misalnya, lebih memilih untuk menceritakan masalahnya kepada siswa dari etnis
Pribumi juga. Hal sebaliknya juga terjadi pada siswa etnis Tionghoa. Meskipun demikian, setidaknya di sini masih banyak juga sampel yang memilih
sering dan sangat sering. Jadi kita bisa mengambil kesimpulan di sini, siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri ini sebenarnya ingin untuk membuka
diri kepada semua teman-teman di sekolahnya, baik dari etnis yang sama maupun berbeda, namun pada kenyataannya faktor stereotip masih menjadi faktor terbesar yang
menghalangi siswa-siswa ini untuk melakukan keterbukaan. Hal yang telah terbentuk dalam pikiran masing-masing, baik itu tentang budaya maupun adat istiadat, membuat
siswa-siswa ini enggan untuk membuka diri kepada yang berbeda etnis. B.
Supportiveness Dukungan Tabel 4.32 Frekuensi saling mendukung antara siswa yang berlainan etnis
No. Tingkat Supportiveness
Frekuensi
Universitas Sumatera Utara
1 Sangat sering
14 17,07
2 Sering
43 52,44
3 Jarang
21 25,61
4 Tidak Sering
4 4,88
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 16FC. 34
Pada tabel di atas, kita bisa melihat bahwa sering menjadi yang paling banyak dipilih oleh sampel, yaitu sebanyak 43 orang 52,44. Kemudian diikuti dibawahnya
jarang dengan 21 orang 25,61 pemilih. Jarang dan tidak sering masing-masing mendapatkan 14 dan 4 orang pemilih.
Supportiveness atau dukungan, adalah sesuatu interaksi yang dapat membuat hubungan itu semakin baik dan akrab. Bila kita sedang dalam situasi mengikuti
kejuaraan, kita pastinya butuh dukungan semua teman-teman dan keluarga. Hal ini juga untuk lebih menambah semangat kita saat berjuang dalam perlombaan ini.
Saling mendukung sudah menjadi hal yang wajib diterapkan di SMA Harapan Mandiri ini. Walaupun mereka boleh bersaing, tapi di sini yang terjadi hanyalah
persangian sehat, bukan saling menjatuhkan. Siswa yang menjawab tidak sering di sini ada 4 orang. Setelah peneliti meneliti
lebih dalam kepada 4 orang ini, ternyata mereka merasa bahwa diri mereka hampir tidak pernah mengikuti perlombaan apapun selama berada di SMA Harapan Mandiri
ini. Tetapi mereka sebenarnya bukan tidak mau memberikan dukungan, hanya saja mungkin karena waktu mereka juga tidak banyak untuk menonton pertandingan-
pertandingan. Sehingga untuk memberi dukungan secara langsung hampir tidak pernah dilakukan.
C. Positiviness Berpikir Positif
Tabel 4.33 Frekuensi berpikir positif kepada teman dari etnis yang berlainan No.
Tingkat Berpikir Positif Frekuensi
Universitas Sumatera Utara
1 Sangat Positif
24 29,27
2 Positif
37 45,12
3 Kurang Positif
20 24,39
4 Tidak Positif
1 1,22
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 17FC. 35
Pada tabel di atas, positif menjadi yang paling banyak dipilih, yaitu sebanyak 37 orang 45,12, sangat positif dipilih sebanyak 24 orang 29,27, kurang positif
dipilih sebanyak 20 orang 24,39, dan tidak positif hanya dipilih oleh satu orang 1,22.
Berpikir positif di sini artinya sama dengan berprasangka baik terhadap teman yang berbeda etnis. Bila kita melihat dari penelitian awal hingga saat ini, siswa-siswa di
SMA Harapan Mandiri ini mampu bersosialisai dengan baik dengan teman baik yang sesama etnis maupun dengan teman yang berlainan etnis. Merela tidak suka mencari
permusuhan. Jadi bila kita melihat kembali pada tabel 4.33 ini wajar bila siswa SMA Harapan Mandiri ini sudah mampu berpikir positif, tidak mudah terprovokasi dengan
hal-hal kecil, sehingga keharmonisanpun semakin terjalin dengan bai di sini. Wakil kepala sekolah SMA Harapan Mandiri ini juga mengakui bahwa siswa-
siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri ini pada dasarnya adalah pribadi-pribadi yang sportif dan terbuka. Hal ini terlihat saat mereka mengikuti
perlombaan, baik itu olimpiade, turnamen, ataupun pertandingan. Misalnya pada saat olimpiade, sekolah ini biasanya mengirimkan wakilnya yang dinilai terbaik untuk
mengikuti olimpiade tersebut. Wakil ini dipilih dengan cara mengikuti seleksi secara terbuka. Bagi yang mendapatkan nilai tertinggi atau dinilai berprestasi mendapat
rekomendasi oleh guru yang bersangkutan akan mewakili sekolah untuk ikut dalam olimpade ini. Bagi siswa-siswa yang tidak terpilih, mereka sangat berbesar hati dan
biasanya akan mendukung siswa yang terpilih tadi untuk berjuang dalam mengikuti olimpiade tadi. Mereka berpikir positif dalam menerima kekalahan dan mereka bisa
mencoba lagi dalam mengikuti olimpiade atau turnamen lainnya. Tabel 4.34 Frekuensi berpikir negatif kepada teman dari etnis yang berlainan
No. Tingkat Berpikir Negatif
Frekuensi 1
Tidak Negatif 11
13,42
Universitas Sumatera Utara
2 Kurang Negatif
37 45,12
3 Negatif
18 21,95
4 Sangat Negatif
16 19,51
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 18FC. 36
Sebaliknya, pada tabel di atas kita bisa melihat bahwa berpikir kurang negatif menjadi yang paling banyak dipilih, yaitu sebanyal 37 orang 45,12, negatif dipilih
sebanyak 18 orang 21,95, sangat negatif dipilih sebanyak 16 orang 19,51, dan tidak negatif dipilih sebanyak 11 orang 13,42.
Bila kita membandingkan tabel 4.33 dan 4.34, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa siswa Pribumi dan siswa Tionghoa ini sudah cukup positif dalam berpikir dan
bertindak. Mereka bisa dengan positif mengambil sikap saat teman mereka melakukan hal-hal yang tidak mereka sukai.
D. Rasa Empati
Tabel 4.35 Frekuensi rasa empati kepada teman dari etnis yang berlainan No.
Tingkat Empati Frekuensi
1 Sangat berempati
11 13,42
2 Berempati
49 59,75
3 Kurang Berempati
19 23,17
4 Tidak Berempati
2 2,44
Jumlah 82
100,00 Sumber : K. 19FC. 37
Pada tabel di atas, yang paling banyak dipilih oleh sampel adalah berempati, yaitu sebanyak 49 orang 59,75. Sisanya 11 orang 13,42 memilih sangat berempati, 19
orang 23,17 memilih kurang berempati, dan 2 orang 2,44 memilih tidak berempati.
Empati adalah rasa dimana kita ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain, misalnya saat orang itu merasa senang, kita akan ikut merasa senang, bahkan bisa jauh
lebih senang demi kebahagiaannya. Sebaliknya bila orang itu sedang dalam kesusahan atau kesulitan, kita akan jauh merasa lebih sulit dari orang itu. Rasa empati ini haruslah
dipelihara agar terjalin yang namanya hubungan yang harmonis.
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel 4.35, kita bisa melihat seberapa besar kepedulian siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri ini terhadap teman-teman mereka dari etnis
yang berlainan. Ternyata mereka cukup berempati, walaupun tidak semua siswa merasa empati kepada teman yang berbeda etnis.
Empati ini juga berusaha dimunculkan oleh pihak sekolah dengan cara mencari sumbangan-sumbangan kepada masyarakat Pribumi untuk merayakan hasil besar umat
Tionghoa. Sumbangan-sumbangan itu biasanya diberikan ke tempat-tempat ibadah umat Tionghoa, ataupun diberikan langsung kepada yang bersangkutan. Hal ini juga
berlaku sebaliknya. Berdasarkan hasil wawancara dengan wakil kepala sekolah di SMA Harapan Mandiri, dia mengakui jiwa empati pada diri siswa-siswanya ikut dipupuk
oleh guru-guru di SMA Harapan Mandiri ini. Guru mengarahkan siswa-siswanya untuk berjiwa sosial tinggi dengan melibatkan siswa Pribumi dalam acara keagamaan siswa
Tionghoa begitu pula sebaliknya.
4.3 Analisa Tabel Silang