meskipun masih juga ditemukan balita yang tidak berubah status gizinya. Ada beberapa hal yang diduga berpengaruh yaitu jumlah balita di keluarga yang menerima
susu formula lebih dari satu orang, sehingga susu juga diberikan kepada saudara yang lain dan otomatis mengurangi jatah yang disediakan hanya untuk 1 orang balita
penerima PMT. Selain itu pengasuhan anak tidak dilakukan sendiri oleh ibu balita, tetapi dilakukan oleh kakak balita, nenek atau kerabat dekat hingga susu yang
diberikan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal-hal lain yang menjadi hambatan dalam program ini adalah ada beberapa balita yang tidak menyukai susu.
Petugas kesehatan dalam hal ini Tenaga Pemantau status Gizi TPG tetap berupaya memberi penyuluhan konseling pada masyarakat khususnya ibu yang
mempunyai balita meskipun penyuluhan yang dilakukan belum berjalan optimal. Monitoring dilakukan 10 hari sekali di wilayah kerja masing-masing puskesmas,
dengan melakukan penimbangan berat badan. Akibat beban tugas ganda, penimbangan dilakukan dengan meminta bantuan kader Posyandu. Pada balita yang
tidak juga menunjukkan kenaikan status gizi di setiap akhir masa PMT, mereka tetap diberikan PMT lanjutan untuk 1 periode berikutnya melalui dana Jamkesmas yang
ada di masing-masing Puskesmas.
1.2. Permasalahan
Apakah PMT pada balita dan konseling ibu berpengaruh terhadap perubahan status gizi balita yang mengalami kekurangan gizi dari keluarga miskin di Kota
Tebing Tinggi.
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh pemberian makanan tambahan dan konseling ibu balita terhadap status gizi balita gizi kurang dari keluarga miskin di Kota Tebing
Tinggi.
1.4. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pemberian makanan tambahan dan konseling ibu terhadap status gizi balita yang mengalami kekurangan
gizi dari keluarga miskin di Kota Tebing Tinggi.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat kepada : 1. Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi untuk mengoptimalkan upaya-upaya
penanggulangan masalah kurang gizi pada anak balita 2. Petugas kesehatan terutama tenaga pemantau status gizi di Puskesmas Kota
Tebing Tinggi untuk mengoptimal upaya penyuluhan tentang gizi kepada masyarakat terutama ibu-ibu yang mempunyai anak balita.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemberian Makanan Tambahan
Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, karena anak yang sedang tumbuh kebutuhannya berbeda dengan orang dewasa. Kekurangan
makanan yang bergizi akan menyebabkan retardasi pertumbuhan anak dan makanan yang berlebihan juga tidak baik karena menyebabkan obesitas. Kecukupan pemberian
makanan pada anak sangat penting sebab kekurangan energizat gizi dapat mengganggu pertumbuhan yang optimal, dan dapat pula menimbulkan penyakit
gangguan gizi, baik yang dapat disembuhkan ataupun tidak. Pemberian makanan pada anak tergantung dari beberapa hal sebagai berikut :
pertama, jenis dan jumlah makanan yang diberikan. Jenis dan jumlah makanan tambahan yang diberikan pada anak tergantung dari kemampuan pencernaaan dan
penyerapan saluran pencernaan. Kedua, kapan saat yang tepat pemberian makanan. Waktu yang tepat pemberian makanan pada anak tergantung pada beberapa faktor
yaitu kemampuan pencernaan dan penyerapan saluran pencernaan serta kemampuan mengunyah dan menelan. Ketiga, umur anak pada saat makanan padat tambahan dini
biasa diberikan. Pada umur berapa makanan padat tambahan biasanya diberikan kepada anak tergantung kebiasaan dan sosiokulltural masyarakat tersebut Wiryo,
2002.
11
Universitas Sumatera Utara
Makanan tambahan merupakan makanan yang diberikan kepada balita untuk memenuhi kecukupan gizi yang diperoleh balita dari makanan sehari-hari yang
diberikan ibu. Makanan tambahan yang memenuhi syarat adalah makanan yang kaya energi, protein dan mikronutrien terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin
C dan fosfat, bersih dan aman, tidak ada bahan kimia yang berbahaya, tidak ada potongan atau bagian yang keras hingga membuat anak tersedak, tidak terlalu panas,
tidak pedas atau asin, mudah dimakan oleh si anak, disukai, mudah disiapkan dan harga terjangkau. Makanan tambahan diberikan mulai usia anak enam bulan, karena
pada usia ini otot dan syaraf di dalam mulut anak sudah cukup berkembang untuk mengunyah, menggigit, menelan makanan dengan baik, mulai tumbuh gigi, suka
memasukkan sesuatu kedalam mulutnya dan suka terhadap rasa yang baru Wiryo, 2002.
Karena kebutuhan zat gizi tidak bisa dipenuhi hanya dengan satu jenis bahan makanan. Pola hidangan yang dianjurkan harus mengandung tiga unsur gizi utama
yakni sumber zat tenaga seperti nasi, roti, mie, bihun, jagung, singkong, tepung- tepungan, gula dan minyak. Sumber zat pertumbuhan, misalnya ikan, daging, telur,
susu, kacang-kacangan, tempe dan tahu. Serta zat pengatur metabolisme, seperti sayur dan buah-buahan. Pola pemberian makanan pada bayi dan anak sangat
berpengaruh pada kecukupan gizinya. Gizi yang baik akan menyebabkan anak bertumbuh dan berkembang dengan baik pula Depkes RI, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Makin bertambahnya usia anak makin bertambah pula kebutuhan makanannya, secara kuantitas maupun kualitas. Untuk memenuhi kebutuhannya tidak
cukup dari susu saja. Di samping itu anak mulai diperkenalkan pola makanan dewasa secara bertahap dan anak mulai menjalani masa penyapihan. Adapun pola makanan
orang dewasa yang diperkenalkan pada balita adalah hidangan yang bervariasi dengan menu seimbang Waryana, 2010.
Masa balita merupakan awal pertumbuhan dan perkembangan yang membutuhkan zat gizi. Konsumsi zat gizi yang berlebihan juga membahayakan
kesehatan. Misalnya konsumsi energi dan protein yang berlebihan akan menyebabkan kegemukan sehingga beresiko terhadap penyakit. Oleh karena itu untuk mencapai
kesehatan yang optimal disusun Angka Kecukupan Gizi AKG yang dianjurkan Achadi, 2007.
Dasar perhitungan AKG tahun 2004 dilakukan dengan cara : 1 Menetapkan berat badan untuk berbagai golongan umur. 2 Menggunakan rujukan WHOFAO
2002 dimana AKG untuk energi dan protein disesuaikan dengan ukuran berat dan tinggi badan rata-rata penduduk sehat di Indonesia Almatsier, 2009.
Tabel 2.1 Angka Kecakupan Gizi
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Lanjutan
Sumber : Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004
Pola makan yang diberikan yaitu menu seimbang sehari-hari, sumber zat
tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur. Jadwal pemberian makanan bagi bayi dan balita adalah tiga kali makanan utama pagi, siang dan malam dan dua
kali makanan selingan diantara dua kali makanan utama. Berbagai kebijakan dan strategi telah diterapkan untuk mengurangi prevalensi
terjadinya kekurangan gizi. Untuk itu masyarakat perlu diberi penyuluhan yaitu petunjuk dan ilmu pengetahuan tentang cara mengolah makanan dari bahan yang ada
di sekitar lokal untuk bayi, balita, ibu hamil dan menyusui. Petunjuk tersebut harus disosialisasikan dengan lebih baik pada masyarakat Wiryo, 2002.
Di Indonesia upaya yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi permasalahan gizi adalah dengan program PMT. Dimana yang menjadi sasaran
adalah penderita gizi kurang, baik itu balita, anak usia sekolah, ibu hamil dan pada penderita penyakit infeksi, misalnya penderita TB Paru. Dalam program ini
memerlukan dana yang tidak sedikit dan sangat diperlukan kerjasama pihak terkait lintas program dan lintas sektor dan yang terpenting adalah kesadaran masyarakat
itu sendiri dalam melakukan upaya-upaya penanggulangan masalah gizi.
Universitas Sumatera Utara
PMT ada 2 dua macam yaitu PMT Pemulihan dan PMT Penyuluhan. PMT Penyuluhan diberikan satu bulan sekali di posyandu dengan tujuan disamping untuk
pemberian makanan tambahan juga sekaligus memberikan contoh pemberian makanan tambahan yang baik bagi ibu balita. PMT Pemulihan adalah PMT yang
diberikan selama 60 hari pada balita gizi kurang dan 90 hari pada balita gizi buruk dengan tujuan untuk meningkatkan status gizi balita tersebut. Dalam hal jenis PMT
yang diberikan harus juga memperhatikan kondisi balita karena balita dengan KEP berat atau gizi buruk biasanya mengalami gangguan sistim pencernaan dan kondisi
umum dari balita tersebut. Program PMT bertujuan untuk pemulihan berat badan balita gizi buruk dan
gizi kurang menjadi membaik dalam satu periode 60 sd 90 hari sesuai dengan kebijakan pemerintah setempat. Pelaksana adalah Dinas Kesehatan dalam hal ini
Puskesmas yang diawali dengan penimbangan berat badan balita di posyandu. Pada anak usia 6 bulan sd 11 bulan diberi makanan tambahan berupa bubur susu, pada
anak usia 12 sd 23 bulan dan pada anak usia 25 sd 59 bulan diberi susu formula. PMT pada prinsipnya adalah untuk menambah kekurangan kalori dan protein dalam
makanan si balita sehari-hari. Sebagai pedoman pelaksanaan distribusi asupan makan dalam kelompok umur di bawah ini ditampilkan tabel dari klasifikasi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Pedoman PMT oleh Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi Usia Balita bulan
Jenis Asupan Makanan
Volume x Freq hari
≥ 6 sd 11 12 sd 24
25 sd 59 Bubur Susu
Susu Formula Susu Formula
60 gr x 60 hr 60 gr x 60 hr
60 gr x 60 hr
Sumber : Dinas Kesehatan Tebing Tinggi 2010
Untuk usia 6-11 bulan diberi Cerelac dimana takaran saji 5 sendok makan 50 gr. Nilai gizi persajian adalah Energi Total 210 kkal, Lemak 4,5gr, Protein 8gr,
Natrium 65mg. Untuk usia 12-24 bulan diberi SGM Eksplor dimana takaran saji 1 sendok makan 35gr. Nilai gizi persajian adalah Energi Total 160 kkal, Lemak 5gr,
Protein 6 gr, Karbohidrat 21gr. Untuk usia 25-59 bulan diberi SGM Aktif dimana takaran saji 3 sendok makan 32,5gr. Nilai gizi persajian adalah Energi Total 140
kkal, Energi dari lemak 35 kkal, Protein 5gr, Natrium 100gr dan Karbohidrat total 21gr.
Pemerintah Kota Tebing Tinggi di dalam menindak lanjuti kerawanan gizi masyarakat khususnya balita gizi kurang memanfaatkan Sistim Kewaspadaan Pangan
dan Gizi SKPG. Dalam SKPG ditekankan perlunya kerjasama dengan pemerintah pusat khususnya program yang ditujukan bagi masyarakat miskin seperti Jaminan
pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat miskin Jamkesmas, antara lain : memberi pelayanan kesehatan dasar melalui Puskesmas dan Rumah Sakit sebagai pusat
rujukan. Penatalaksanaan perbaikan gizi melalui pembentukan Tim Kewaspadaan Pangan dan Gizi, komitmen Pemda, peningkatan kemampuan teknis dan pemantauan.
Universitas Sumatera Utara
Intervensi pangan dan gizi berupa PMT bagi balita penderita gizi buruk dan gizi kurang serta Pemberian PMT penyuluhan yang dilakukan di posyandu setiap
bulannya. Kegiatan PMT tersebut di atas didasarkan atas pendapat yang menyatakan
bahwa penyuluhan gizi bagi golongan tidak mampu akan efektif jika disertai bantuan pangan berupa makanan tambahan. Makanan tambahan merupakan makanan bergizi
yang diberikan kepada seseorang untuk mencukupi kebutuhannya akan zat - zat gizi agar dapat memenuhi fungsinya di dalam tubuh manusia Depkes RI, 2000.
Untuk mencapai keberhasilan program PMT, sangat diperlukan peran serta masyarakat, agar hasil yang diperoleh dapat maksimal. Kegiatan ini memerlukan
kerja sama baik antar lintas sektoral Rumah Sakit, PKK, Dinsos, LSM dll dan lintas program, yang sejak tahun 2006 Pemerintah Kota Tebing Tinggi sudah melaksanakan
PMT dalam penanggulangan kekurangan gizi pada balita Dinkes Kota Tebing Tinggi, 2010.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian makanan tambahan balita gizi burukkurang adalah : a Apabila anak belum mancapai umur 2 tahun
maka ASI tetap diberikan, b Balita gizi burukkurang perlu diperhatikan dan pengamatan secara terus menerus terhadap kesehatan dan gizi antara lain dengan
pemberian makanan tambahan yang sesuai, c Anak yang menderita gizi buruk kurang terkadang mempunyai masalah pada fungsi alat pencernaan, hingga
pemberian makanan tambahan memerlukan perhatian khusus.
Universitas Sumatera Utara
Makanan Pendamping Air Susu Ibu MP-ASI diberikan kepada bayianak selain ASI. MP-ASI diberikan mulai umur 6-24 bulan, merupakan makanan peralihan
dari ASI ke makanan keluarga. Pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan kemampuan
alat cerna bayi dalam menerima MP-ASI Depkes RI, 2005. Menurut Nasution 2009, dalam penelitiannya tentang PMT pada anak balita
gizi kurang di Puskesmas Mandala Medan Sumatera Utara mendapatkan hasil bahwa PMT selama 90 hari memberikan hasil positif yaitu peningkatan dari status gizi
kurang menjadi gizi baik sebanyak 70 , sementara sisanya 30 tetap bertahan di status gizi kurang. Ada dibuat suatu rekomendasi berdasarkan kesimpulan penelitian
di atas agar upaya PMT terus dilakukan untuk menanggulangi masalah gizi kurang. Menurut Taopan 2005, menyatakan intervensi penanganan kasus gizi buruk
yang melanda anak balita di Nusa Tenggara Timur NTT, ternyata tidak cukup hanya dengan program PMT selama 90 hari. Alasannya adalah bahwa anak balita
setelah diintervensi PMT selama 90 hari, kondisi gizi buruk anak tetap saja terjadi karena dalam keluarga tidak ada lagi makanan bergizi yang tersedia untuk
dikonsumsi. Cara efektif untuk menangani kasus gizi buruk di NTT adalah memperbaiki kondisi ketahanan pangan masyarakat dengan cara mengubah pola
tanam. Gagal panen kelihatannya memiliki hubungan kuat dengan kondis gizi buruk pada balita. Ia menambahkan kalau persediaan pangan masyarakat cukup maka
kemungkinan munculnya kasus gizi buruk bisa ditekan. Ini yang bisa kita harapkan,
Universitas Sumatera Utara
karena intervensi PMT selama 90 hari ternyata belum mampu menekan angka gizi buruk.
2.2. Pengaruh PMT terhadap Status Gizi Balita