karena intervensi PMT selama 90 hari ternyata belum mampu menekan angka gizi buruk.
2.2. Pengaruh PMT terhadap Status Gizi Balita
PMT merupakan suatu program dalam rangka mencegah semakin memburuknya status kesehatan dan gizi masyarakat terutama keluarga miskin yang
diakibatkan adanya krisis ekonomi. Adapun tujuan dari PMT tersebut adalah mempertahankan dan meningkatkan status gizi anak balita terutama dari keluarga
miskin, meringankan beban masyarakat serta memotivasi ibu-ibu untuk datang ke posyandu.
Untuk mencapai keberhasilan program ini sangat diperlukan peran serta masyarakat berhubung bahwa dana yang disediakan pemerintah terbatas. Sejalan
dengan program PMT, maka petugas gizi lapangan yang ada di Puskesmas tetap melakukan pemantauan perkembangan berat badan balita sekali seminggu melalui
penimbangan dan pengukuran tinggi badan. Studi Thaha dkk 2000, yang dilakukan di Kabupaten Maros Sulawesi
Selatan dan Kabupaten Tangerang Jawa Barat, memunculkan suatu fenomena bahwa jika perbaikan status gizi balita ingin tetap dipertahankan maka program PMT harus
menjadi sebuah program yang berkesinambungan. Dengan kata lain, jangka waktu PMT harus diperhatikan. PMT sebaiknya diberikan terus menerus dengan
mempertimbangkan masa pertumbuhan kritis anak.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengalaman di Klinik Gizi Bogor, untuk meningkatkan status gizi dari gizi buruk ke gizi kurang diperlukan jangka waktu pelaksanaan PMT selama
sekitar 6 bulan. Dalam program PMT skala besar yang dilakukan oleh petugaskader setempat direkomendasikan untuk memperpanjang waktu PMT menjadi 10-12 bulan
Jahari, 2000. Penelitian Mualim 2000, menunjukkan bahwa status gizi balita sebelum
PMT-P 100 KEP berat 55,86 dan sesudah PMT-P meningkat ke KEP sedang 63,73. Tingkat kecukupan energi balita sebelum PMT-P yang berada pada tingkat
baik 0, sedang 24,3 dan tingkat kurang 75,7, sesudah mendapat PMT-P tingkat kecukupan energi menjadi ketingkat baik 27, tingkat sedang 59,5 dan masih
berada di tingkat kurang 13,5 Jadi dapat disimpulkan bahwa status gizi balita sebelum PMT-P program JPS-BK rata-rata adalah berstatus gizi buruk, sesudah
PMT-P program JPS-BK rata-rata berstatus gizi KEP sedang. PMT-P program JPS- BK sangat efektif digunakan sebagai media penyuluhan oleh petugas gizi terutama di
masyarakat. Setelah berahirnya program JPS-BK pemerintah daerah agar menganggarkan dana untuk PMT melalui APBD.
Penelitian Nuh 2006, menunjukkan bahwa proporsi balita sebelum intervensi termasuk gizi buruk dengan kelainan klinis 1, gizi buruk 41,7 dan gizi
kurang 57,9. Setelah pemberian PMT-P oleh pemerintah, kenaikan berat badan hanya pada 104 balita 34,7 , sedangkan 181 balita 60,3 berat badan tetap dan
yang mengalami penurunan berat badan sebanyak 15 balita 5. Perubahan status gizi balita pasca intervensi sebelum seluruhnya membaik seperti yang diharapkan dan
Universitas Sumatera Utara
hanya 13 balita yang status giznya menjadi gizi baik. Sebanyak 61 masih berada pada level status gizi kurang dan 26 tetap berada pada level status gizi buruk.
Untuk itu disarankan pemberian PMT-P diberikan secara terus menerus hingga kelompok sasaran dinyatakan berstatus gizi baik sesuai dengan aturan
kesehatan. Melakukan monitoring dan evaluasi program secara rutin serta perlu pengembangan pusat rehabilitasi gizi di daerah, penyuluhan dan konseling gizi serta
memanfaatkan potensi lokal yang ada di masyarakat, sehingga asupan gizi yang masuk lebih bervariasi dan tidak hanya didominasi oleh makanan pokok saja.
Penelitian yang dilakukan oleh Rahfiludin dkk 2005, pada anak sekolah di 8 SD di Semarang dimana 4 SD penerima PMT-AS dan 4 SD tidak menerima PMT-AS
dalam kurun waktu 3 bulan. Hasil menunjukkan rerata perubahan status gizi BBU dan prestasi belajar SD penerima PMT-AS lebih tinggi dibandingkan SD yang tidak
menerima PMT-AS. Hasil penelitian Wijayanti 2005, di Banyumas pada balita kelompok umur
12-24 bulan dengan rancangan penelitian pre dan post test dengan kelompok pembanding kontrol. Analisa yang digunakan paired t test, independent t test dan
regresi linier berganda. Hasil uji statistik paired t-test, ada perbedaan status gizi balita sebelum dan sesudah diberi PMT-P pada kelompok intervensi dan pada
kelompok kontrol tidak ada perbedaan. Hasil uji statistik independent t-test menunjukkan tidak perubahan status gizi balita pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Hasil uji statistik regresi linier berganda menunjukkan tidak ada pengaruh PMT-P dan tingkat kecukupan gizi harian terhadap perubahan status gizi
Universitas Sumatera Utara
balita. Berdasarkan hasil penelitian dihimbau kepada Dinas Kesehatan setempat agar melakukan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat melalui penyuluhan gizi yang
komunikatif dan efektih sehingga masyarakat mampu mengatasi masalah gizi keluarga sendiri.
2.3. Komunikasi