Karir dan Aktifitas Politik Imam Khomeini

Kecamannya terhadap Syah serta pemboikotan terhadap referendum nasinoal tersebut membuat Imam Khomeini-untuk pertama- kalinya ditahan tepatnya pada tanggal 25 Januari 1963. Ia memberikan kecamannya yang berbentuk khutbah di madrasah Faiziyeh Qum dan menganjurkan para ulama melakukan pemogokan dengan tidak pergi ke mesjid-mesjid. Madrasah Faiziyeh diserang oleh pasukan terjun tentara SAVAK, sejumlah tollab santrisiswa teologi banyak yang gugur. Ini semua merupakan tindakan keras yang dilakukan Syah kepada pihak yang menentang referendum. Tidak lama setelah di jebloskan ke penjara, Imam Khomeini kembali melancarkan kritikan tajam terhadap rezim dan kebijakan Syah. Imam Khomeini mengecam dominasi AS di Iran dan mengangap AS sebagai “musuh Islam” karena mendukung Israel. 24 Pada 3 Juni 1963 dalam sebuah khutbah yang bersejarah di Qom, Imam Khomeini mendeklarasikan perang terhadap Syah. Keesokan harinya, 4 Juni 1963, sewaktu berlangsung peringatan berlangsung peringatan ulang tahun syahidnya Imam Husain, rezim Syah menangkap Imam Khomeini untuk yang kedua kalinya. Syah juga menangkap sejumlah ulama, diantaranya Ayatullah Fazlullah Mahallati di Shiraz, A yatullah Hasan Tabataba‟I Qommi di Mashad, dan Muhammad Taqi Falsafi di Teheran. Ketika berita ditangkapnya Imam Khomeini samapai ke Teheran prosesi ulang tahun peringatan syahidnya Imam Husain berubah menjadi suatu demonstrasi besar-besaran. Besoknya, demonstrasi meluas ke kota-kota Shiraz, Khasan, dan Mashad. Kendaki di bawah tekanan pihak militer, 24 Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996, h. 46. demonstrasi terus berlanjut hingga jumat, 7 Juni 1963 dimana ditemukan sebuah pamflet yang menyerukan perang jihad terhadap rezim Syah. Beberapa hari kemudian demonstrasi baru berhasil dipadamkan dengan jatuhnya ratusan korban jiwa. 25 Imam khomaeni baru di bebaskan pada Agustus 1963. Oktober 19963 Iran mengadakan pemilu anggota parlemen. Karena menyeru kepada para pengikutnya untuk memboikot parlemen tersebut, Imam Khomeini untuk yang ketiga kalinya ditahan pada 5 November 1963. Sejumlah tokoh ulama seperti: Syariatmadari, Najafi Mar‟ashi, dan Montazeri secara bersamaan melancarkan kampanye yang efektif bagi pemebebasaan Imam Khomeini. Enam minggu setelah dipenjara akhirnya Imam Khomeini dibebaskan, tapi tidak diperbolehkan kembali ke Qom, dan berada dalam status tahanan rumah di Teheran sampai bulan Mei 1964. Setelah Imam Khomeini dibebaskan dari penjara, kaum ulama yang melancarkan protes kembali ke Qum. Pemilu anggota parlemen tersebut tetap berjalan dan dimenangkan oleh kelompok “progresif tengah” yang dipimpin Hasan Ali Mansur. Mansur yang kemudian diangkat sebagai PM tidak mau meneruskan kebijakan pendahulunya PM Alam yang berkonfrontasi dengan kaum ulama. Guna memperbaiki hubungannya dengan kaum ulama, Mansur mengizinkan Imam Khomeini untuk kembali ke Qum. Pada bulan Januari 1964, Imam Khomeini kembali ke Qum dan muncul sebagai pemimpim agama yang paling popular di Iran serta disambut bak 25 Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996, h. 47. pahlawan oleh para muridnya. Tidak lama kemudian murid-muridnya mengajukan rencana 10 pasal kepada pemerintah, yang merupakan refleksi akurat dari aspirasi dan persuasi ideology pereka. Di antara rencana 10 pasal itu, terdapat tuntutan bagi diberlakukannya Konstitusi 1906, khususnya pasal 2 yang memberikan hak veto pada kaum ulama terhadap legislasi majlis. Seperti telah disinggung bahwasanya Imam Khomeini merupakan sosok yang sangat keras dan paling terus terang menentang rezim Syah. Betapa bagaimanapun Syah telah berulangkali menahannya. Pada November 1964 untuk yang keempat dan terakhir kalinya, Imam Khomeini ditahan dan kemudian diasungkan ke Bursah, sebuah kota kecil di Turki. Ia diusir dengan paksa dari negaranya setelah dengan keras menentang rancangan undang-undang yang akan memberikan hak-hak istimewa bagi warga Amerika di Iran. Menurut Imam Khomeini rezim Syah telah menempatkan bangsa Iran lebih rendah dari anjing Amerika. Apabila ada seseorang memukul anjing Amerika, ia akan diusut, tetapi bila seorang koki Amerika memukul Syah Iran atau tokoh yang sangat penting disini, maka tidak ada orang yang berhak memprotes. 26 Pada awalnya Imam Khomeini akan diungsikan ke Pakistan dan India, tapi kedua Negara ini menolak. Sesampainya di Bursah, Turki, Imam Khomeini merasa terisolir total. Sekularisme Turki dan kenyataan bahwa kaum Syiah merupakan minoritas disana membuatnya merasa bagaikan “ikan di luar air” ungkapan ini berasal dari Ahmad Khomeini. Di samping itu, hukum di Turki melarang dikenakannya pakaian keagamaan seperti jubah atau sarung. Baik Imam Khomeini maupun Mustafa Khomeini putra sulung Imam Khomeini 26 Imam Khomeini : Pandangan, Hidup dan Perjuangan, T.tp: T.pn, t.t., h. 14-15. dianjurkan mengenakan pakaian Eropa atau tetap tinggal di rumah. Keadaan seperti itu membuat Imam Khomeini tidak betah tinggal di Turki. Akhirnya pada Oktober 1965 dengan bantuan izin dari duta besar Irak di Teheran Imam Khomeini pindah ke Najaf Irak. Beliau menetap disana selama 13 tahun. 27 Ketika sampai di Najaf rezim Baghdad berusaha membatasi aktivitas politik Imam Khomeini, tokoh ulama Syiah Irak Ayatullah Muhsin al-Hakim pun pada mulanya kurang menyukai aktivitas politik Imam Khomeini namun pada akhirnya al-Hakim mendukung sikap Imam Khomeini. Selama berada di Najaf, Imam Khomeini selalu mengikuti laporan atau berita internasional dari radio Baghdad dan BBC siaran bahasa Parsi, Imam Khomeini juga mempertahankan hubungan dengan negaranya dalam bentuk korespondensi secara regular dengan sejumlah mullah di dalam negeri Iran. Imam Khomeini juga tidak pernah berhenti melacarkan kritikan tajamnya terhadap gaya pemerintahan rezim Syah. Pada 1970, dalam kuliah-kuliahnya yang diberikan di Najaf, Imam Khomeini mengembangkan gagasannya tentang konsep wilayatul faqih. 28 Awal tahun1970, ketika Saddam Hussein mengambil alih kekuasaan, hubungan Imam Khomeini dengan Baghdad sempat membaik. Rezim Irak memanfaatkan keberadaan Imam Khomeini untuk menekan Syah ketika hubungan Baghdad-Teheran dalam suasana konflik. Namun hubungan tersebut membaik pada tahun 1975, dan sejak itu aktivitas politik Imam Khomeini dibatasi. Di sisi 27 Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, Depok: Pustaka IIMaN, 2009, h.58. 28 Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, Depok: Pustaka IIMaN, 2009, h.60. lain, dibukanya kembali perbatasan Iran-Irak justru menguntungkan perjuangan Imam Khomeini, karena pesan-pesan Imam baik dalam bentuk brosur maupun kaset rekaman lebih mudah sampai ke Iran. Pada Juni 1970, sesudah wafatnya al-Hakim, di Qum terjadi demonstrasi besar- besaran yang menentang Syariatmadari, karena ia dituduh “terlalu emosional loyalistik” dan “menanggalkan permusuhan yang telah ditunjukannya kepda rezim Syahpada Juni 1963”. Di lain pihak para demonstran yang berkerumun di depan kediaman Syariatmadari itu menegaskan kembali kesetiannya pada Imam Khomeini sebagai marja’. Pada saat bersamaan, 45 ulama mengirimkan surat kepada Imam Khomeini yang menyatakan turut berduka cita atas meninggalnya al-Hakim dan menjanjikan kesetiaan mereka yang abadi. Rezim Syah menangkap sejumlah penandatangan surat tersebut dan beberapa dari mereka yang ikut berdemonstrasi melawan Syariatmadari. Setelah peristiwa Juni 1970, timbul ketidak puasan dan perlawanan lain terhadap rezim Syah yang melengkapi bukti pengaruh Imam Khomeini yang lebih besar di Iran. Di Universitas Teheran muncul slogan-slogan yang menegaskan dukungan rakyat terhadap Imam Khomeini. 29 Syah memutuskan untuk mendeportasi Imam Khomeini dari Irak. Tentu saja dengan asumsi bahwa begitu dienyahkan dari lokasi bergengsi di Najaf dan kedekatannya dengan Iran, suara beliau pun tak akan didengar lagi. Kesepakatan pemerintah Irak tercapai pada sebuah pertemuan antara menteri luar negeri Irak dan Iran yang berlangsung di New York. Dan pada 24 September 1978, rumah 29 Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996, h. 58. Imam Khomeini di Najaf dikepung pasukan. Dikabarkan bahwa beliau boleh menempati rumah tersebut dengan syarat beliau menghentikan aktivitas politiknya. Setelah terusir dari Najaf, Imam Khomeini pergi ke Kuwait tetapi kedatangannya ditolak. Akhirnya, atas saran dari putra keduanya yaitu Haji Sayyid Ahmad Khomeini, yang telah bergabung dengan beliau, Imam Khomeini berangkat ke Paris dan bermukim di Neauphle-le-Chateau. 30 Radio-radio internasional dan Koran-koran besar memuat apa yang dikatakan Imam Khomeini berkaitan dengan sikapnya yang menentang Syah. Siaran BBC London berbahasa Persia menyiarkan apa saja yang dikatakan Khomeini dan tuntutannya kepada Syah. 31 Pada 4 September 1978, 200 ribu sampai 500 ribu demonstran menuntut kembalinya Imam Khomeini ke Iran. Pemerintah melarang rapat-rapat umum yang diadakan pihak oposisi, namun pemogokan tetap berlanjut. Dan pada 7 September 1978, lebih dari 100 ribu demonstran berbaris sepanjang ibukota Teheran. Besoknya, keadaan darurat perang diberlakukan selama 6 bulan di Teheran dan 11 kota lainnya. Demosntrasi besar meletus, setelah terjadi insiden terburuk di Jalehtimur Teheran dimana tentara mengepung 5000 pemuda yang mengakibatkan tewasnya sedikitnya 97 orang , yang kemudian dikenal sebagai 30 Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, Depok: Pustaka IIMaN, 2009, h.69. 31 Musa Al-Musawi, Tragedi Revolusi Iran, penerjemah : H. A. Syakur Yasin, Bandung: Al- Ma‟arif, 1988, h. 36. “jumat hitam”. Peristiwa ini menjadi salah satu pemicu berkobarnya revolusi Islam 1979. 32 Pada 1 februari 1979, Imam Khomeini kembali ke negaranya setelah sekitar 14 tahun sejak November 1964 berada di pengasingan- untuk memimpin langsung jalannya revolusi Islam. Sekembalinya dari pengasingan, ia sempat tinggal sebentar di Qu m, dan kemudian pindah ke Jamaran Teheran hingga saat wafatnya pada 3 Juni 1989. 33

C. Posisi Agama dalam Negara

Ketika membicarakan Iran maka tidak terlepas dari sekte Syiah. Keterkaitan tersebut berdasarkan daftar panjang dinasti-dinasti yang pernah berjaya di Iran dan mempunyai hubungan naik turun dengan para mullah di zamannya. Sementar itu, di kalangan komunitas Syiah hampir tidak dikenal istilah pemisahan agama dan politik. Setiap bentuk ritual keagamaan selalu dikaitkan dengan “ritual politik”. Para sejarawan umumnya sepakat bahwa yang pertama kali menjadikan Syiah Imamiyah sebagai agama resmi adalah Syah Ismail dari dinasti Safawi. Imperium Safawi bermula sebagai sebuah Negara missioner, yang dibentuk untuk melawan kekuatan Sunni Ustmani di barat dan Uzbek di timur. Syah Ismail 1487-1524 raja pada dinasti Safawi mengeluarkan dekrit revolusioner agar semua umat Islam menerima satu sekte Islam yang hingga kini diingat terutama 32 Muhammad Hasyim Asssagaf, Lintasan Sejarah Iran Dari Dinasti Achaemenia Ke Republik Revolusi Islam, Jakarta: The Cultural Section of Embassy of The Islamic Republik of Iran, 2009, h. 561. 33 Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996, h. 60. karena kepasifan politiknya di bawah ancaman kekuatan. Dia “menegaskan kesamaan antara iman kepada agama yang benar dan loyalitas kepada negara”. Syiah Kedua Belas dipaksakan sebagai agama resmi yang harus diakui oleh seluruh rakyat. Ideology awal kerajaan Safawi memadukan ide tasawuf, Syiah, dan patrimonial. Syah adalah guru spiritual yang sempurna mursyid-i kamil, yang memiliki kharisma barakat, dan mendapatkan wewenang Tuhan. Para penganut Syiah pada waktu itu percaya bahwa Syah adalah wakil Imam Kedua Belas yang akan datang dan guru tarekat sufi Safawi memberinya otoritas mutlak dalam urusan spiritual dan duniawi. 34 Bagaimanapun suatu dinasti yang berkuasa selalu menghadapi kesulitan. Dinasti semacam Safawi, terlalu banyak tergantung pada kualitas individu sang pemimpin. Abbas I yang merupakan salah satu Syah Safawi sedemikian takut akan pemberontakan, sehingga ia membunuh salah seorang putranya dan membutakan dua lainnya; karenanya, dinasti ini tidak memiliki pewaris yang cakap. Para Syah Safawi yang terakhir membolehkan pemusatan kekuasaan oleh kalangan agamawan, mungkin karena kesalehan mereka dan karena percaya bahwa dengan mendapatkan dukungan aktif dari fukaha, ia bisa mendapatkan kembali dukungan rakyat sehingga otoritas dinasti akan terangkat. 35 Kekuasaan oleh kalangan agamawan tersebut meningkat seiring dengan pejalanan waktu. Peningkatan tersebut tidak mampu menyelematkan Dinasti 34 Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini,Jakarta:PT Serambi Ilmu Semest,2006,h.404. 35 , Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, h. 427. Safawi, bahkan sebaliknya, mempercepat kematiannya. Perilaku serta tindakan mungkar dan amoral yang dipraktekan oleh keluarga istana mempercepat runtuhnya otoritas dan efektivitas politik dinasti itu dan pada gilirannya Negara. 36 Namun, pada pertengahan pertama abad ke-18, di bawah kekuasaan orang-orang sunni Afgan 1722-1730 yang menyerbu Isfahan-ibukota Persia sejak 1597-dan kemudian Nader Syah, menurut Esposito, posisi madzhab Syiah sempat “diturunkan” ke peringkat kelima di bawah empat madzhab Sunni kendati sinyalemen Esposito ini juga dipertanyakan oleh sebagian warga Iran sendiri. Banyak orang Syiah yang disiksa, dan sejumlah ulama mereka melarikan diri ke Najaf, Karbala, dan tempat-tempat suci lainnya di Irak. 37 Peranan dan posisi kaum ulama Syiah menguat kembali pada masa dinasti Qajar. Mereka memainkan peranan politik yang lebih kritis terhadap Negara. Pada dinasti Qajar ulama merupakan satu-satunya oposisi yang efektif para pemimpin dinasti Qajar. Mereka merupakan satu-satunya kelompok yang dapat bertindak sebagai kendali atas pemerintah, dan yang dapat mengajukan kritik secara terbuka kepada Syah dan para penasehatnya tentang dampak negatif dari beberapa kebijaksanaan mereka. Mereka mendorong “aksi komunal melalui mobilisasi massa”. Hal pertama yang mereka lakukan adalah menuntut pembubaran kaum sufi, kaum Baha‟i dan kalangan non muslim pada umumnya. Ini mengindikasikan 36 Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini,Jakarta:PT Serambi Ilmu Semest,2006,,h.431. 37 Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, , Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996,h.30. pandangan mereka tentang Negara Syiah-Iran; mereka sama sekali tidak mempunyai “konsepsi tentang masyarakat sekuler”. 38 Kaum Mullah atau kaum ulama Syiah memiliki sumber-sumber ekonomi, prestise sosial, status keagamaan dan kesinambungan, serta perspektif ideology yang berdaya guna. Mereka mengelola sebagian besar sekolah dan rumah sakit. Mereka memusatkan persosalan, menengahi perselisihan, termasuk sebagiannya antara pemrintah dan rakyat; mereka adalah para pembela kepentingan Negara dan masyarakat, pejuang bagi orang-orang yang merasa didzalimi oleh para pejabat Negara. Seperti di kebanyakan rezim Islam, “pelaksanaan keadilan dipilah antara pengadilan syariat, yang dijalankan oleh ulama, dan pengadilan hukum adat yang dipimpin oleh Syah serta para pejabatnya”. 39 Sesudah Perang Dunia I, kaum ulama Syiah terus memainkan peranan penting dalam politik, disamping meningkatnya peranan kaum politisi nasionalis. Pada masa dinasti Pahlevi1925-1979, misalnya, kaum ulama sangat berperan dalam mempertahankan identitas nasional dan reformasi politik, seperti yang terlihat dalam pemberontakan Juni 1963 dan pergolakan panjang akhir 1970-an yang berujung pada keberhasilan revolusi Islam 1979. Setelah revolusi Islam tahun 1979, Iran yang pada awalnya berbentuk monarki konstitusional berubah menjadi Republik Islam secara resmi berdasarkan persetujuan mayoritas 98,2 rakyat Iran melalui referendum yang diadakan pada 1 April 1979, sedangkan Undang-undang DasarRepublik Islam Iran disetujui mayorita 99,5 rakyat Iran 38 Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini,Jakarta:PT Serambi Ilmu Semest,2006h.517. 39 Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, h.513.