Teori Revolusi Islam Klasik dan Modern
Ada juga beberapa kalangan yang menyebutkan revolusi dengan “menghunuskan pedang” atau dengan “keluar dari kepemimpinan yang ada”.
Berikut beberapa pendapat dari kelompok-kelompok Islam klasik. Menurut Muktazilah, Khawarij, dan Zaidiyah serta mayoritas Murjiah
tindakan kekerasan diwajibkan jika kita mampu menghilangkan kezaliman dan kesewenang-wenangan untuk mendirikan kebenaran. Diantara pendapat yang
diriwayatkan Muktazilah adalah, “jika kita telah menyusun suatu kekuatan, dan kemenangan telah terjamin bagi kelompok kita, maka kita segera menyerang
kelompok yang berbeda dengan kita. selanjutnya kita mengangkat imam kita dan menghancurkan kekuasaan sulthan yang ada serta membunuhnya. Kemudian kita
mendorong rakyat untuk mendorong seruan kita. Khawarij berpendapat, “jika seorang imam tidak berjalan pada hukum
yang ada dan berlaku zalim, maka dia harus diberhentikan atau dibunuh. Sementara Zaidiyah berpendapat, “untuk menghadapi Imam penguasa yang
berlaku zalim, atau untuk menghilangkan kezaliman dan meneggakkan kebenaran, kita harus menggunakan kekerasan. Imam yang menyeru kepada Al-
Quran dan as-Sunnah serta menentang kezaliman harus dibela dengan pedang. Ibnu Hazm mengatakan bahwa begitu pula pendapat kalangan Ahlus
Sunah yaitu keharusan menggunakan pedang kekerasan untuk menghilangkan kemungkaran yang ada. Beliau mengutip beberapa hadist. Diantaranya, sabda
Rasulullah Saw, “Tidaklah seorang laki-laki berada pada sebuah kaum yang di dalamnya
dilakukan suatu kemaksiatan, mereka mampu mengubah kemaksiatan tersebut lalu tidak melakukannya, maka Allah akan menimpakan siksa
kepada mereka sebelum mereka meninggal .” HR. Abu Dawud dari Jarir,
hadits no. 3776. Juga sabda Rasulullah Saw:
Barangsiapa yang terbunuh karena membela hartanya maka ia syahid, dan barangsiapa terbunuh karena membela dirinya maka ia syahid, dan
barangsiapa yang terbunuh karena mempertahankan agamanya maka ia syahid, dan barangsiapa yang terbunuh karena mempertahankan
keluarganya maka ia syahid. HR Abu Daud dan al-Tirmizi. al-Tirmizi berkata bahwa ini adalah Hadis hasan sahih
Sedangkan madzhab yang memilih sikap bersabar dalam menghadapi kemungkaran, kebanyakan dianut oleh kalangan ahli hadis dan sebagian dari
kalangan ulama sunnah terutama kelompok mutaakhirin dari mereka. Mereka berpendapat bahwa sikap ini merupakan sikap sahabat yang menahan diri mereka
untuk turut terlibat pada peperangan pada saat terjadi fitnah antara Ali dan Muawiyah.
13
Situasi Politik, ekonomi, budaya dan masyarakat Islam selama dua sampai tiga ratus terakhir telah lemah. Ini merupakan kemunduran dalam sejarah.
Pasca runtuhnya dinasti Ustmaniyah di Turki yang mana boleh dikatakan sebagai pertanda kekalahan politik Islam, mayarakat Islam yang bersatu dan dipimpin
oleh seorang khalifah terpecah belah dan dibatasi oleh territorial. Mereka dikuasai oleh kolonialisme dan imprealisme Barat. Kekalahan politik dan kuatnya
cengkraman imprealisme telah semakin melemahkan kekuatan Islam jika dibandingkan dengan peradaban Islam klasik. Ditengah-tengah cengkraman
kolonialisme ada beberapa tokoh-tokoh Islam yang melakukan pembaharuan- pembaharuan terhadap kondisi social masyarakat Islam, yang mana pembaharuan
tersebut boleh dikatakan merupakan suatu gerakan menuju revolusi Islam.
13
M. Dhiaudin Rais, Teori Politik Islam, Jakarta :Gema Insani Press, 2001, h. 290.
Setelah Islam memasuki abad modern dan beberapa peristiwa di negara Islam melakukan suatu gerakan menuju revolusi Islam, Banyak pemikir
mendefisinikan revolusi Islam. Diantara mereka adalah Kalim Siddiqui yang mengatakan bahwa revolusi Islam adalah keadaan suatu masyarakat dimana:
satu, seluruh umat Islam di suatu daerah menjadi termobilisasi sampai pada tingkat dimana kehendak dan usaha kolektif mereka menjadi tak tertahankan dan
tak terkalahkan; dua, masyarakat Islam memerlukan suatu kepemimpinan yang benar-benar terikat kepada tujuan-tujuan peradaban Islam dan yang tidak
mempunyai kelas ataupun kepentingan-kepentingan lainnya sendiri; tiga, kekuatan-kekuatan yang disumbangkan mampu, secara internal, menata kembali
masyarakat pada segala tingkatan; dan empat, tatanan sosial tersebut memerlukan kepercayaan dan kemampuan untuk berhubungan dengan dunia luar menurut
cara-caranya sendiri.
14
Tufail Ahmad Quresyi juga memberikan konsep Islam tentang revolusi yaitu lebih banyak mencangkup aspek eksploitasi dan adanya gangguan di
masyarakat. Konsepsi-konsepsi dasarnya adalah sebagai berikut: 1.
Masyarakat harus berupaya memajukan diri lewat proses evolusioner , demi menuju sasaran yang telah ditetapkan. Dalam
proses yang berlangsung lamban tersebut, maka menjadi tugas para pemikir, pendidik, dan pemimpin untuk selalu mewaspadai
elemen-elemen anti kemajuan, anti evolusi, atau yang cenderung mengeksploitasi.
14
Kalim Siddiqui, dkk, Gerbang Kebangkitan Revolusi Islam dan Khomeini dalam Perbincangan, Yogyakarta: Shalahuddin Press, 1984, h. 21.
2. Bahwa perjuangan kearah kemajuan dan mencapai sasaran
hendaknya dijadikan sebagai bagian kehidupan, sehingga setiap orang hendaknya revolusioner dalam kesabaran dan berencana.
3. Apabila suatu masyarakat mencapai tahapan, yang mana kekuatan
agama, politik atau ekonomi menjadi amat dominan, atau adanya kelompok, kelas sosial yang sedemikian membahayakan bagi
kemajuan masyarakat, maka upaya peniadaan elemen-elemen tersebut menjadi amat vital, bahkan kalau perlu harus ditempuh
metodologi revolusioner atau juga lewat peperangan. 4.
Jika individu-individu dalam masyarakat tidak mampu meniadakan
eksploitasi, mencegah
ketidakadilan dan
menghentikan kemerosotan, secara alami masyarakat tersebut akan sampai pada titik kematian.
15
Secara tidak langsung Islam yang merupakan bagian dari masyarakat modern bersentuhan dengan konsep revolusi yang lahir pada abad modern. Para
pemikir Islam modern menyumbangkan pemikirannya yang dilatarbelakngi oleh kondisi umat Islam sendiri pasca runtuhnya kekuatan politik Islam dinasti
Usmani yang di berbagai daerah mengalami keprihatinan secara politik, ekonomi dan budaya. Selanjutnya penulis akan memaparkan sejarah gerakan-gerakan
social masyarakat Islam.
15
A. Nasir Budiman penerjemah, Perspektif Muslim tentang Perubahan Sosial, Bandung: Pustaka, 1988, h.68-69.