Definisi Revolusi Biografi Imam Khomeini

2. Pemberontakan adalah peristiwa tindakan kekerasan besar yang bertujuan menentang penguasa dalam negeri atau penakluk dari luar yang menghasilkan konsesi atau perubahan kecil ketimbang transformasi revolusioner. 3. Pembangkangan adalah penolakan untuk patuh yang dilakukan kelompok bawahan tertapi tak disertai pandangan positif mengenai perubahan yang diperlukan. 4. Putsch adalah pengambilalihan pemerintahan dengan paksa oleh militer atau segmen militer atau oleh kelompok pejabat yang mendapat dukungan militer. 5. Perang Sipil adalah konflik bersenjata antara segmen masyarakat yang sama, yang sering dimotifasi oleh permusuhan agama atau etnis dan bertujuan untuk melenyapkan atau menindas pihak yang dimusuhi. 6. Perang Kemerdekaan adalah perjuangan masyarakat yang dijajah atau ditaklukan terhadap kekuatan asing. 7. Kerusuhan adalah pengungkapan ketidakpuasan, keluhan dan kekecewaan yang tersebar secara spontan, terbatas pada sasaran tertentu dan tak mencita-citakan perubahan tertentu. Dalam konsep di atas terlihat berbagai bentuk perilaku kolektif dan tindakan kolektif, tetapi revolusi jelas tak termasuk di dalamnya. Semua fenomena seperti itu mungkin menyertai revolusi, mendahului atu mengikutinya, tetapi tak dapat disamakan dengan revolusi. 7 Revolusi juga bisa terjadi dalam fikiran, tanggapan, atau pemandangan pada segolongan manusia misalnya dari orang yang berorientasi agama menjadi berorientasi pada ilmu pengetahuan, atau dari berorientasi adat berubah ke agama, atau juga dari berpandangan feodalisme berubah ke demokrasi. Konsep revolusi ini disebut revolusi fikiran atau disebut revolusi Geiger. Dari sinilah maka akan timbul revolusi. 8 Dengan demikian revolusi merupakan gerakan sosial modern yang merubah sistem lama dengan sistem yang baru dalam bidang politik, ekonomi, dan budaya serta biasanya berhubungan dengan penggulingan kekuasaan dan menggunakan kekerasan karena makna dari revolusi sendiri yang berarti mencabut sampai akar atau dasar.

B. Teori Revolusi Islam Klasik dan Modern

Abul a‟la al-Maududi 1903-1979 memberikan pengertian terhadap revolusi dalam Islam berarti perubahan menuju arah yang lebih baik dan ideal yang berdasarkan tatanan Ketuhanan Tauhid. Ia menyatakan bahwa perubahan dalam masyarakat Islam harus dilakukan menuju sebuah tatanan masyarakat 7 Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada, 2008, h. 362-363. 8 Musa Asy‟ari, Menggagas Revolusi Kebudayaan Tanpa Kekerasan. Yogyakarta: LESFI, 2002, h. 18. politik Islam yang ideal yang disebutnya dengan theo democration kekhalifahan demokratis. 9 Beliau juga berpendapat bahwa revolusi Islam merupakan jalan menuju Negara Islam. Revolusi tersebut dimulai dengan gerakan berdasarkan atas teori- teori dan pikiran Islam dan para pemegangnya adalah orang-orang yang sepenuh jiwa membentuk dirinya dengan Islam dan menyebarluaskan pemikiran Islam dan berjuang dalam menyebarkannnya ditengah-tengah masyarakat. Maka dari sini akan terlahir manusia-manusia yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat dan Negara. Manusia yang siap menyusun konsep teori untuk kehidupan praktis berdasarkan atas prinsip dan kaidah-kaidah Islam. Manusia yang siap melalui berbagai penderitaan dalam memberantas kebathilan. 10 Secara teori Islam klasik, revolusi Islam yang merubah semua tatanan sistem politik, ekonomi dan budaya pada masa klasik sangat sulit ditemukan. Hal ini disebabkan oleh kejayaan Islam sendiri dalam bidang politik, ekonomi, social dan budaya. Tetapi beberapa elemen revolusi seperti pergantian kekuasaan dan sistem pemerintahan akan banyak kita temukan. Dalam pemikiran Islam klasik istilah revolusi dimaknai dengan beberapa istilah yang memiliki pengertian yang kontra-produktif, seperti Fitnah godaan, hasutan, perselisihan menentang Allah, ma’syiah ketidak patuhan, pembangkangan atau pemberontakan, riddah berpaling atau memunggungi, 9 Kazuo Shimogaki, Kiri Islam Antar Modernisme dan Posmodernisme; Telaah Kritis Pemikiran Hasan Hanafi, Yogyakarta: LKIS, 2003, h. 56. 10 Abul A‟la Al Maududi, Metode Revolusi Islam, Yogyakarta: Ar-Risalah, 1983, h. 34-35. bahkan berarti kharij atau khawarij yang berarti keluar yang dinisbatkan kepada peristiwa perpecahan di tubuh pengikut Ali bin Abi Thalib. 11 Abdur Qadir Audah dalam kitabnya At- Tasyri’ Al-Jina’I Al-Islami membahas tentang al-bagyu yang berarti pemberontakan dan mengutip beberapa hadis Rasulullah Saw yang beberapa kali menyinggung tentang ketidaktaatan seseorang kepada pemimpinnya atau para ulama menyebutnya dengan al-bagyu. Al-Quran juga menginggung tentang pemberontakan dalam QS. Al-Hujurat ayat 9. Salah satu hadis yang menyinggung pemberontak adalah sebagai berikut: Dari Abu Hurairah Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa yang keluar dari ketaatan kepada khalifah dan memisahkan diri dari jamaah kemudian mati, maka matinya adalah mati jahiliyy ah.” HR. Muslim No. 3436. Abdul Qadir Audah memberikan beberapa devinisi al-bagyu dari beberapa madzhab diantaranya madzhab Malikiyah, Syafiiyah, Hanabilah, Syi‟ah Zaidiyah. Dari beberapa devinisi yang dikutip, beliau menyimpulkan bahwa ada 3 unsur yang harus ada pada pengertian Bughat yaitu: 1. Pembangkangan terhadap kepala Negara imam. 2. Pembangkangan dilakukan dengan menggunakan kekuatan. 3. Adanya niat yang melawan hukum Al-Qasd Al-Jinaiy 12 Pemberontakan atau keluar dari ketataatan kepada seorang Imam merupakan suatu tindakan pidana dalam khazanah Islam klasik. Hal tersebut ditandai dengan bertebarannya hadis-hadis yang menyinggung tentang pemberontakan. 11 Sarbini, Islam di Tepian Revolusi, t.t, h. 23. 12 Abdul Qadir Audah, At-Tasyri Al-Jinai Al-Islami, Libanon: Dar Al-Kutub Al- Ilmiyah, 2005, h. 553. Ada juga beberapa kalangan yang menyebutkan revolusi dengan “menghunuskan pedang” atau dengan “keluar dari kepemimpinan yang ada”. Berikut beberapa pendapat dari kelompok-kelompok Islam klasik. Menurut Muktazilah, Khawarij, dan Zaidiyah serta mayoritas Murjiah tindakan kekerasan diwajibkan jika kita mampu menghilangkan kezaliman dan kesewenang-wenangan untuk mendirikan kebenaran. Diantara pendapat yang diriwayatkan Muktazilah adalah, “jika kita telah menyusun suatu kekuatan, dan kemenangan telah terjamin bagi kelompok kita, maka kita segera menyerang kelompok yang berbeda dengan kita. selanjutnya kita mengangkat imam kita dan menghancurkan kekuasaan sulthan yang ada serta membunuhnya. Kemudian kita mendorong rakyat untuk mendorong seruan kita. Khawarij berpendapat, “jika seorang imam tidak berjalan pada hukum yang ada dan berlaku zalim, maka dia harus diberhentikan atau dibunuh. Sementara Zaidiyah berpendapat, “untuk menghadapi Imam penguasa yang berlaku zalim, atau untuk menghilangkan kezaliman dan meneggakkan kebenaran, kita harus menggunakan kekerasan. Imam yang menyeru kepada Al- Quran dan as-Sunnah serta menentang kezaliman harus dibela dengan pedang. Ibnu Hazm mengatakan bahwa begitu pula pendapat kalangan Ahlus Sunah yaitu keharusan menggunakan pedang kekerasan untuk menghilangkan kemungkaran yang ada. Beliau mengutip beberapa hadist. Diantaranya, sabda Rasulullah Saw, “Tidaklah seorang laki-laki berada pada sebuah kaum yang di dalamnya dilakukan suatu kemaksiatan, mereka mampu mengubah kemaksiatan tersebut lalu tidak melakukannya, maka Allah akan menimpakan siksa