BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batasan dan karakteristik Ketunanetraan
Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang normal.
4
Mereka memiliki keterbatasan untuk melakukan berbagai aktivitas yang membutuhkan bantuan penglihatan seperti menonton televisi, membaca huruf atau
tanda visual, serta hal lainnya yang berkenaan dengan penglihatan. Untuk mengetahui ketunanetraan dapat digunakan suatu tes yang dikenal sebagai tes Snellen Card.
13
Akibat dari ketunanetraan, secara kognitif pengenalan atau pengertian terhadap dunia luar anak tidak dapat diperoleh secara lengkap dan utuh. Sehingga
perkembangan kognitif anak tunanetra cenderung terhambat dibandingkan anak-anak normal pada umumnya. Hal ini disebabkan perkembangan kognitif tidak saja erat
kaitannya dengan kecerdasan atau kemampuan inteligensinya, tetapi juga dengan kemampuan indera penglihatannya.
13
Dari segi motorik, pada anak tunanetra mungkin fungsi sistem neuromuskularnya tidak bermasalah tetapi fungsi psikisnya kurang mendukung
sehingga menjadi hambatan tersendiri dalam perkembangan motoriknya.
13
Secara fisik, anak-anak tunanetra mempunyai ciri tersendiri, diantaranya yaitu: berjalan
dengan posisi tegak, kaku, lamban, dan penuh kehati-hatian dimana tangan mereka selalu berada di depan dan sedikit tersendat pada saat berjalan.
4
Universitas Sumatera Utara
Dari segi intelegensi, anak-anak tunanetra hampir sama dengan anak normal pada umumnya,dimana ada anak yang cerdas, ada yang rata-rata dan ada yang
rendah. Menurut Kirley 1975, berdasarkan tes intelegensi dengan menggunakan Hayes-Binet Scale ditemukan bahwa rentang IQ anak tunanetra berkisar antara 45-
160, dengan distribusi12,5 memiliki IQ kurang dari 80, kemudian 37,5 dengan IQ diatas 120 dan 50 dengan IQ antara 80-120.
13
Dari segi perkembangan emosi, anak tunanetra akan sedikit mengalami hambatan dibandingkan dengan anak yang normal. Keterlambatan ini terutama
disebabkan oleh keterbatasan kemampuan anak tunanetra dalam proses belajar. Pada awal masa kanak-kanak, anak tunanetra mungkin akan melakukan proses belajar
untuk mencoba menyatakan emosinya, namun hal ini tetap dirasakan tidak efisien karena dia tidak dapat melakukan pengamatan terhadap reaksi lingkungannya secara
tepat. Akibatnya pola emosi yang ditampilkan mungkin berbeda atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh diri sendiri maupun lingkungannya.
13
Dari segi perkembangan sosial, anak tunanetra memiliki lebih banyak hambatan. Hal tersebut terutama muncul sebagai akibat langsung maupun tidak
langsung dari ketunanetraannya. Kurangnya motivasi, ketakutan menghadapi lingkungan sosial yang lebih luas atau baru, perasaan-perasaan rendah diri, malu,
sikap-sikap masyarakat yang seringkali tidak menguntungkan seperti penolakan, penghinaan, sikap tak acuh, ketidakjelasan tuntutan sosial, serta terbatasnya
kesempatan bagi anak untuk belajar tentang pola-pola tingkah laku yang diterima merupakan kecenderungan tunanetra yang dapat mengakibatkan perkembangan
sosialnya amenjadi terhambat. Jadi, perkembangan sosial dari anak tunanetra sangat
Universitas Sumatera Utara
tergantung pada bagaimana perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama lingkungan keluarga terhadap anak tunanetra itu sendiri.
13
2.2 Etiologi Ketunanetraan