2.5. Zat Pengatur Tumbuh
Fitohormon adalah senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh tanaman tingkat tinggi secara endogen. Senyawa tersebut berperan merangsang dan meningkatkan
pertumbuhan serta perkembangan sel, jaringan, dan organ tanaman menuju arah diferensiasi tertentu. Senyawa-senyawa lain yang memiliki karakteristik yang
sama dengan hormon, tetapi diproduksi secara eksogen, dikenal sebagai zat pengatur tumbuh ZPT. Didalam teknik kultur jaringan, kehadiran ZPT sangat
nyata pengaruhnya Pierik, 1997. Auksin dan sitokinin berperan penting dalam manipulasi pertumbuhan
tumbuhan dalam kondisi yang terkontrol dengan baik. Kebanyakan eksplan menghasilkan sejumlah auksin dan sitokinin endogen endogenus. Dalam kultur
jaringan, ZPT tambahan eksogenus diberikan untuk memperoleh efek pertumbuhan. Sebagai panduan umum, auksin atau sitokinin atau keduanya
ditambahkan ke dalam kultur untuk memperoleh respons pertumbuhan Pandiangan Subarnas, 2011.
Zat pengatur tumbuh yang biasa digunakan antara lain auksin, sitokinin, dan giberelin. Hormon-hormon ini sering digunakan karena mempunyai
kemampuan untuk merangsang pertumbuhan eksplan dan mempengaruhi pertumbuhan akar. Dari ketiga jenis hormon ini yang paling sering digunakan
adalah auksin dan sitokinin Wetherell, 1982.
2.5.1. Auksin
Auksin adalah sekelompok senyawa yang berfungsi merangsang pemanjangan sel-sel pucuk yang spektrum aktivitasnya menyerupai IAA indole-3-acetic acid.
Pierik 1997, menyatakan bahwa pada umumnya auksin meningkatkan pemanjangan sel, pembelahan sel, dan pembentukan akar adventif. Auksin
berpengaruh pula untuk menghambat pembentukan tunas adventif dan tunas aksilar, dalam medium kultur dibutuhkan untuk meningkatkan embriogenesis
somatik pada kultur suspensi sel. Konsentrasi auksin yang rendah akan meningkatkan pembentukan akar adventif, sedangkan auksin konsentrasi tinggi
akan merangsang pembentukan kalus dan menekan morfogenesis Smith, 1992.
Universitas Sumatera Utara
Pemberian 2,4-D pada konsentrasi 10
-7
– 10
-5
M tanpa sitokinin sangat efektif untuk induksi proliferasi kalus pada kebanyakan kultur Dodds Roberts,
1985. Menurut Gamborg et al., 1976, senyawa tersebut dapat menekan organogenesis dan sebaiknya tidak digunakan pada kultur yang melibatkan
inisiasi pucuk dan akar. Sementara itu, Pierik 1997 menganjurkan untuk membatasi penggunaan 2,4-D pada kultur in vitro karena 2,4-D dapat
meningkatkan peluang terjadinya mutasi genetik dan menghambat fotosintesis pada tanaman yang diregenerasikan.
2.5.2. Sitokinin