Menurut Indrianto 2002, insiasi kalus embriogenik terjadi sebagai respon dari  stres  akibat  pangaruh  konsentrasi  auksin.  Auksin  2,4-D  memiliki  kontribusi
untuk  meningkatkan  kalus  embriogenik  kelapa  sawit  Abdullah  et  al.,  2005. Berbagai  hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  konsentrasi  2,4-D  yang  tepat,
efektif untuk induksi kalus embriogenik. Zat pengatur tumbuh tersebut merupakan auksin  sintetis  yang  cukup  kuat  dan  tahan  terhadap  degradasi  karena  reaksi
enzimatik dan fotooksidasi Purnamaningsih, 2002. Oleh karena itu, untuk menstimulasi pertumbuhan lebih lanjut dari embrio
somatik  perlu  mentransfer  kultur  embriogenik  pada  medium  yang  rendah  atau tanpa auksin. Salah satu mekanisme dimana auksin dapat mengatur embriogenesis
adalah melalui pengasaman sitoplasma dan dinding sel Zimmerman, 1993.
4.4. Warna Kalus
Pengamatan warna kalus dilakukan di akhir penelitian. Warna kalus yang tumbuh bervariasi,  yaitu  kuning,  kuning  coklat,  coklat. Warna  kalus  yang  paling  banyak
tumbuh  adalah  kuning  dengan  persentase  sebesar  55,56,    sedangkan  warna kuning coklat 30,56 dan warna coklat 13,88 Lampiran 5 halaman 34.
a b
c Gambar  4.5.  Warna  kalus  kelapa  sawit
Elaeis  guineensis  Jacq.  pada perlakuan  kombinasi  2,4-D  dan  BAP:  a  kuning;  b  kuning
coklat; c coklat
Warna kalus yang paling baik adalah kalus yang berwarna kuning. Hal ini sejalan  dengan  pernyataan  Keese  et  al.  1991,  kalus  yang  paling  baik  adalah
kalus yang berwarna kuning karena kalus ini memiliki ciri-ciri kalus yang kompak dan bernodul serta bersifat embriogenik. Sedangkan kalus yang  tidak baik adalah
kalus  yang  berwarna  coklat.  Dari  data  di  atas  didapatkan  warna  kalus  berwarna coklat terdapat pada perlakuan auksin 475 µM. Menurut Gray 2005, auksin 2.4-
D  dapat  menstimulasi  gas  etilen  dalam  konsentrasi  rendah  dapat  meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan  dan  perkembangan  embrio  somatik,  tetapi  jika  konsentrasi  etilen terlalu  tinggi  dapat  menghambat  pertumbuhan  dan  perkembangan  embrio  yang
akhirnya dapat menyebabkan browning pada kultur kalus embriogenik. Kalus  berwarna  coklat  mengalami  peningkatan  pada  konsentrasi  2,4-D
475  µM.  Konsentrasi  2,4-D  yang  ditambahkan  ke  dalam  media  tergolong  tinggi untuk  masa  kultur  yang  panjang.  Auksin  2,4-D  memicu  eksplan  menghasilkan
senyawa  fenol  sebagai  mekanisme  pertahanan  diri.  Menurut  Kardhinata  1999, kalus yang berwarna cokelat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan kalus
terhambat.  Apabila  kalus  telah  berubah  menjadi  coklat  maka  kalus  tidak  dapat melakukan  aktivitas  sehingga  menyebabkan  kematian.  Hal  ini  kemungkinan
disebabkan oleh terhambatnya difusi nutrien, penguapan air yang mengakibatkan penimbunan  metabolit  yang  bersifat  racun  bagi  kalus  dan  nutrisi  telah  habis.
Wattimena 1988 menambahkan, sitokinin berperan dalam memperlambat proses senesen  sel  dengan  menghambat  perombakan  butir-butir  klorofil  dalam  protein
dalam sel.
4.5. Berat Basah Kalus