Menurut Masmoudi et al. 2011, penambahan sitokinin eksogen seperti BAP tidak diperlukan untuk induksi kalus pada tanaman monokotil.
Menurut Poonsapaya et al. 1989, penambahan auksin ke dalam media kultur dapat meningkatkan konsentrasi ZPT endogen di dalam sel menjadi faktor
pemicu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan .
Teixeira et al. 1994 menambahkan, media MS dengan penambahan arang aktif dan ZPT 2,4-D
memberikan hasil terbaik untuk induksi kalus kelapa sawit. Pada kultur tanpa penambahan 2,4-D tidak adanya pertumbuhan kalus dan
warna eksplan menjadi coklat browning. Hal ini mungkin terjadi karena eksplan hanya dipacu oleh hormon endogen sehingga tidak mampu untuk menginduksi
pembentukan kalus dan menyebabkan eksplan mati. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Teixeira et al. 1994, subkultur eksplan ke dalam
media tanpa 2,4-D menyebabkan pertumbuhan menjadi lambat dan adanya peningkatan akumulasi fenolik menyebabkan eksplan browning dan mati. Eksplan
browning sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan eksplan Santoso Nursandi, 2001.
Gambar 4.2. Eksplan mati dalam kultur in vitro: a. eksplan browning; b. media
4.3. Persentase Kultur yang Membentuk Kalus Embriogenik
Kalus embriogenik adalah kalus yang memiliki potensi untuk menghasilkan embrio somatik baik secara langsung embrio somatik primer maupun secara
tidak langsung embrio somatik sekunder. Kalus embriogenik memiliki ciri selnya berukuran kecil, berwarna kuning mengkilat, dan sitoplasma padat
Lestari, 2007.
a
b
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3. Kalus embriogenik dengan perbesaran 40 kali
Pengamatan kultur yang membentuk kalus embriogenik dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 32. Hubungan persentase kultur membentuk kalus
embriogenik dengan kombinasi ZPT dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4. Hubungan persentase kultur membentuk kalus embriogenik dengan kombinasi ZPT
Dari Gambar 4.4. dapat dilihat persentase kultur yang membentuk kalus embriogenik terdapat pada perlakuan A
1
B
0,
A
1
B
2
, dan A
1
B
3
sebesar 100 , sedangkan pada perlakuan A
B
0,
A B
1
, A B
2,
A B
3,
A
2
B
3
, A
3
B
0,
A
3
B
2,
dan A
3
B
3
tidak terlihat adanya kalus embriogenik. Menurut Wattimena et al. 1988, pada umumnya untuk menginduksi kalus embriogenik diperlukan auksin dan sitokinin.
Perbandingan kedua ZPT auksin dan sitokinin yaitu konsentrasi auksin dalam media harus lebih tinggi dibandingkan konsentrasi sitokinin Suryowinoto, 1991.
20 40
60 80
100 120
A0 A1
A2 A3
P er
se n
tas e
K al
u s
E m
b riogeni
k
Perlakuan
B0 B1
B2 B3
Universitas Sumatera Utara
Menurut Indrianto 2002, insiasi kalus embriogenik terjadi sebagai respon dari stres akibat pangaruh konsentrasi auksin. Auksin 2,4-D memiliki kontribusi
untuk meningkatkan kalus embriogenik kelapa sawit Abdullah et al., 2005. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi 2,4-D yang tepat,
efektif untuk induksi kalus embriogenik. Zat pengatur tumbuh tersebut merupakan auksin sintetis yang cukup kuat dan tahan terhadap degradasi karena reaksi
enzimatik dan fotooksidasi Purnamaningsih, 2002. Oleh karena itu, untuk menstimulasi pertumbuhan lebih lanjut dari embrio
somatik perlu mentransfer kultur embriogenik pada medium yang rendah atau tanpa auksin. Salah satu mekanisme dimana auksin dapat mengatur embriogenesis
adalah melalui pengasaman sitoplasma dan dinding sel Zimmerman, 1993.
4.4. Warna Kalus