Laporan HB Multikultur 2006
35 kepala sekolah, serta komite sekolah terhadap pendidikan danatau
pembelajaran multikultural. Dari kelima belas sekolah menunjukkan kondisi yang bervariasi baik dari segi etnisras, agama, budaya, maupun bahasa
yang digunakan dalam pergaulan murid maupun komponen sekolah lainnya. Secara umum, sekolah-sekolah yang berada
di perkotaan memiliki keberagaman kultur yang lebih bervariasi daripada sekolah-sekolah yang
ada di pedesaan atau pinggiran. Di sekolah-sekolah yang memiliki siswa heterogen secara etnisras, agama, budaya, maupun bahasa diasumsikan
lebih kondusif untuk pengembnagan pembelajaran multikultural daripada yang homogen. Secara rinci, kondisi masing-masing sekolah dapat
dideskripsikan sebagai berikut.
1. SDN Bangirejo I
Kepala sekolah SD ini memiliki masa kerja menjadi kepala sekolah selama 13 tahun. Namun demikian, sampai saat ini belum pernah mengikuti
seminar atau kegiatan sejenis tentang pendidikan multikultural, sehingga belum
mengetahui tentang pengertian maupun konsep pendidikan multikultural.
Kondisi guru di SD ini sebagai berikut. Jumlah guru sebanyak 9 guru berstatus PNS semua, terdiri atas 3 laki-laki dan 6 wanita, PNS semua
dengan penugasan 4 guru mata pelajaran serta 5 guru kelas, dan masa kerja dari 13 tahun hingga 32 tahun. Variasi agama yang dianut oleh para guru
adalah 2 orang beragama Katholik dan 7 orang lainnya beragama Islam, sedangkan daerah asal guru-guru dari Propinsi DIY dan Kabupaten Sragen.
Dari sejumlah guru tersebut, belum ada satu pun yang pernah mengikuti seminar atau kegiatan sejenis tentang pendidikan multikuktural, lebih-lebih
memahaminya. Pengurus Komite Sekolah ada 13 orang terdiri atas 10 laki-laki dan 3
wani-ta, hampir semua beragama Islam, 1 Katholik dan 1 Kristen. Personalia sekolah yang lain meliputi 1 pesuruh, 1 petugas kantin, dan 1 petugas
keamanan. Di antara mereka belum ada satu pun yang pernah ikut