Pengawasan Dprd Terhadap Implementasi Peraturan Daerah Dan Peraturan Bupati Di Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

PENGAWASAN DPRD TERHADAP IMPLEMENTASI

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN BUPATI

DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Oleh

NURDIN SIPAYUNG

067005057/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 8


(2)

PENGAWASAN DPRD TERHADAP IMPLEMENTASI

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN BUPATI

DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURDIN SIPAYUNG

067005057/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

N a m a : Nurdin Sipayung

N I M : 067005057

Program Studi : Ilmu Hukum

: PENGAWASAN DPRD TERHADAP IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN BUPATI DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Menyetujui : Komisi Pembimbing

(Prof. Syamsul Arifin. SH, MH.) Ketua

(Prof. Dr. Bismar Nasution,SH, MH.) (Dr. Pendastaren Tarigan,SH, MS.) Anggota Anggota

Ketua Program Studi Ilmu Hukum Direktur

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH.) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc.)


(4)

HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL TESIS : PENGAWASAN DPRD TERHADAP

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN BUPATI DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

NAMA MAHASISWA : Nurdin Sipayung

NOMOR POKOK : 067005057

PRORAM STUDI : Ilmu Hukum

Menyetujui : Komisi Pembimbing

(Prof. Syamsul Arifin, SH.,MH.) K e t u a

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH.) (Dr. Pendastaren Tarigan, SH., MS.) A n g g o t a A n g g o t a

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun B., M.Sc)


(5)

Telah diuji pada Tanggal 13 Juni 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Syamsul Arifin, SH., MH.

Anggota : 1. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH. 2. Dr. Pendastaren Tarigan, SH., MS. 3. Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Nurdin Sipayung

Tempat/Tgl. Lahir : Pagar Manik/ 19 Maret 1967 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen

Instansi : DPRD Kabupaten Serdang Bedagai

Pendidikan : - Sekolah Dasar Swasta GKPS Pagar Manik (Lulus …..Tahun 1979)

- Sekolah Menengah Pertama Swasta Silinda (Lulus Tahun 1982)

- Sekolah Menengah Atas Swasta Parulian Medan (Lulus Tahun 1985)

- Fakultas Hukum Universitas Medan Area (Lulus Tahun 1990)

- Fakultas Ilmu Pendidikan Unimed (Lulus Tahun 1990)

- Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (Lulus Tahun 2008)


(7)

ABSTRAK

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten memiliki peranan yang sangat strategis dalam penyelengaraan Pemerintahan Daerah, karena DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Fungsi pengawasan DPRD terhadap implementasi Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati, merupakan kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh DPRD dalam rangka meningkatkan kehematan, efesiensi dan efektivitas dengan sekaligus memberikan alternatif perbaikan maupun penyempurnaan. Pengawasan terhadap Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati, sangat penting dilaksanakan, karena menyangkut kehidupan masyarakat, bahkan Peraturan Daerah adalah merupakan salah satu sumber hukum di Indonesia sebagaimana yang diatur dalam TAP MPR No. III/MPR/2000, maupun UU No. 10 Tahun 2004. Dalam Tesis ini permasalahan yang akan dibahas adalah Pertama, Bagaimana pengaturan fungsi pengawasan DPRD terhadap Pemerintah Daerah, Bagaimana pelaksanaan pengawasan DPRD terhadap implementasi Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati di Kabupaten Serdang Bedagai, Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap implementasi Peraturan Daerah dan Perauran Bupati.

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Serdang Bedagai, dengan pendekatan yuridis normatif yang bersifat analisis kualitatif, artinya dengan bertitik tolak pada aturan hukum yang berlaku dan berkembang serta melalui pembahasan bahan sekunder. Kemudian dengan logika berpikir deduktif dan induktif, maka semua bahan diseleksi dan diolah serta dianalisis dengan memaparkan apa adanya (deskriptif), serta kemudian dengan berpedoman pada asas-asas hukum yang berlaku maupun peraturan perundang-undangan.

Hasil penelitian ini bahwa DPRD sebagai lembaga legislasi berfungsi membuat Peraturan Daerah yang kemudian DPRD melakukan pengawasan terhadap Peraturan Daerah tersebut serta mengawasi Peraturan Bupati dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pengaturan Pengawasan DPRD terhadap Pemerintah Daerah sebagaimana yang diatur dalam Peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun dalam Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Serdang Bedagai bahwa DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Fungsi pengawasan tersebut dilaksanakan terhadap penyelenggaraan Pemerintah Daerah dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Mekanisme Pengawasan DPRD terhadap Pemerintah Daerah pertama: pengawasan DPRD menilai penerapan dan keefektipan peraturan perundang-undangan, kedua: pengawasan terhadap pengadministrasian dan pelaksanaan program-program yang diciptakan dengan peraturan-peraturan, ketiga: pengawasan DPRD juga dilakukan terhadap lembaga-lembaga dan pelaksanaan berbagai kegiatan lain ditingkat daerah, keempat: pengawasan terhadap investasi di daerah dan kelima: pengawasan terhadap upaya pembentukan tata pemerintahan yang bersih.


(8)

Pelaksanaan kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh DPRD dirangkai dalam bentuk: Dengar Pendapat, Kunjungan Kerja, Pembentukan Panitia Khusus, Pengawasan Tentang Pengelolaan Barang dan Jasa dan Pengawasan tentang proses pengadaan barang dan jasa, Pengawasan tentang kinerja pemerintah, serta reses. Kegiatan pengawasan ini dilaksanakan oleh alat kelengkapan DPRD seperti: Pimpinan, Panitia Musyawarah, Komisi, Badan Kehormatan, Panitia Anggaran dan Alat Kelengkapan lain yang diperlukan.


(9)

KATA PENGANTAR

Sebagai umat yang beragama, maka sepantasnyalah kita selalu mengucapkan syukur, terhadap Tuhan Yang Maha Esa, atas segala Hikmat dan Ridho Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisaan Tesis ini sesuai dengan jadwal yang seharusnya.

Tesis ini berjudul “ Pengawasan DPRD Terhadap Implementasi Peraturan Daerah dan Keputusan Bupati Kabupaten Serdang Bedagai”, dimana penulisan Tesis ini disusun sebagai suatu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Hukum dapa Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Dengan keterbatasan pemahaman yang dimiliki penulis, maka penulis dalam menyusun tesis ini sangat mengharapkan bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang disebutkan dibawah ini, maka dalam kesempataan ini peneliti dengan setulus hati, mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang telah banyak membantu penulis, seperti :

1. Direktur sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc.

2. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H, selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara serta sekaligus sebagai Pembimbing.


(10)

3. Bapak Prof. Syamsul Arifin,S.H., M.H., selaku Pembimbing Utama serta yang selama ini telah banyak memberikan materi perkulian yang semuanya sebagai bekal bagi penulis.

4. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, S.H., M.S., selaku Pembimbing serta yang selama ini juga telah banyak memberikan saran-saran dalam penulisan tesis ini.

5. Bapak/Ibu Dosen serta pegawai Magister Ilmu Hukum, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

6. Kepada Bapak Ir. T. Erri Nuradi selaku Bupati Serdang Bedagai, serta seluruh Jajaran Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai yang telah memberikan data dan Informasi yang diperlukan dalam penelitian ini.

7. Kepada Rekan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Serdang Bedagai, serta seluruh unsur sekretariat DPRD yang telah membantu dalam memberikan data dan informasi.

8. Rekan-rekan Program Studi Ilmu Hukum Jurusan Hukum Admnistrasi Negara, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara sebagai mitra diskusi dan telah banyak memberikan masukan dalam tupisan ini.

Serta ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya penulis ucapkan kepada kedua orang tua Ayahanda St. R. Sem Sipayung dan Ibunda Kappung Br. Purba, yang telah banyak memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Serta kepada Istri Tercinta Dra. Sada Ukur Br Barus dan Ananda Nario Richi Lorensio Sipayung


(11)

serta Raidinata Agape Sipayung, dimana selama ini cukup memberikan pengertian dan semangat kepada penulis untuk melanjutkan studi dan menyelesaikannya.

Akhirnya peneliti sangat menyadari atas segala kekurangan dan keterbatasan ilmu yang dimiliki peneliti sehingga tesis ini masih jauh dari yang sempurna maka jika terdapat segala tutur kata yang kurang berkenan dalam tulisan ini serta seluruh sikap dan perbuatan penulis selama mengikuti perkuliahan, maka dalam kesempatan ini saya memohon maaf, Terima kasih.

Medan,19 Maret 2008 Penulis,

Nurdin Sipayung NIM:067005057


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... ………... i

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang………... 1

B. Perumusan Masalah………...……….. 14

C. Tujuan Penelitian………... 14

D. Manfaat Penelitian………... 15

E. Keasliaan Penelitian………. 16

F. Kerangka Teori dan Konsepsi……….. 16

G. Metode Penelitian………... 27

1. Tipe Penelitian………... 27

2. Sumber Data ……….…. 27

3. Teknik Pengumpulan Data.……….... 28

4. Analisis Data ………. 29

BAB II PENGATURAN FUNGSI PENGAWASAN DPRD TERHADAP PEMERINTAH DAERAH……… 30

A. Fungsi DPRD Sebagai Pengawas………... 30

B. Pemerintah Daerah……….... 48


(13)

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH DAN

PERATURAN BUPATI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI 55

A. Deskripsi Kabupaten Serdang Bedagai………. 55

1. Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai………... 55

2. Gambaran Umum DPRD Serdang Bedagai……….. 59

B. Peraturan Daerah………. 63

1. Dasar Pembentukan Peraturan Daerah……… 63

2. Proses Dan Prosedur Pembuatan Peraturan Daerah…… 68

C. Peraturan Bupati……… 75

1. Prosedur Penyusunan Produk Hukum Pengaturan…….. 78

2. Prosedur Penyusunan Produk Hukum Penetapan……… 79

D. Pengawasan DPRD Terhadap Peraturan Daerah Dan Peraturan Bupati……… 80

1. Pengawasan DPRD……… 80

2. Mekanisme Pengawasan DPRD Kabupaten Serdang Bedagai... 83

3. Bentuk Pengawasan DPRD Kabupaten Serdang Bedagai. 93 4. Kegiatan Pengawasan Oleh Alat Kelengkapan DPRD…. 105

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI DPRD DALAM MELAKSANAKAN FUNGSI PENGAWASAN... 112

A. Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati Kab. Serdang Bedagai112 B. Hambatan-Hambatan Dalam Pengawasan... 120

1. Hambatan Faktor Internal………. 124

2. Hambatan Faktor Eksternal……….. 126

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 128

A. Kesimpulan………... 128

B. Saran………. 130


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Tata Urutan Hukum yang digunakan di Indonesia………... 21

2. Bagan Pemerintahan Daerah………... 52

3. Tahap-tahap Penyusunan Perda... 74

4. Pendapatan Asli Daerah... 91

5. Program Kerja Pengawasan DPRD Kab. Serdang Bedagai... 92

6. Batasan Pengawasan DPRD………..104

7. Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2005…..113

8. Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2006….. 115

9. Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2007….. 115

10. Himpunan Peraturan Bupati Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2006….. 118


(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam Negara demokrasi, keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau lembaga legislatif adalah merupakan suatu keharusan.1 Karena lembaga legislatif merupakan perwakilan rakyat dalam membuat Undang-undang ataupun Peraturan Daerah yang akan diberlakukan bagi rakyat. Perubahan Undang-undang tentang keparlemenan mungkin merupakan sebagai “Tradisi Politik Menuju Demkrasi”2 Karena Konstitusi Negara modern membentuk organ-organ legislatif yang harus diterapkan oleh pengadilan atau organ pemerintah.3

Demokrasi memang sesuatu yang penuh makna, sehingga sepanjang sejarah pemikiran tentang politik hampir selalu diterima bahwa pandangan atas demokrasi senantiasa berada pada situasi ambiguous. “Ambiguitas tersebut terletak pada apakah demokrasi itu baik ataukah tidak dan pada bagaimana mengimplementasikan demokrasi.”4 Dalam Negara demokrasi terdapat pemisahan kekuasaan antara legislaif, eksekutif dan judikatif.

1

Sadu Wasistono & Ondo Riyani, Etika Hubungan Leislatif Eksekutif Dalam Pelaksanaan

Otonomi Daerah, (Bandung: Penerbit Fokusmedia, Cet.ke-2, 2003), hlm. 93.

2

Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik Indonesia, (Jakarta: Pusat Studi Hukum FHUI, 2005), hlm. 97.

3

Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, (Bandung: Penerbit Nusamedia & Nuansa, Cet. Ke-2 2007), hlm. 247.

4

Moh. Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Gama Media, Cet. Peratama, 1999), hlm. 48.


(16)

Menurut Montesqueu dalam sistem suatu pemerintahan Negara, ketiga jenis kekuasaan itu harus terpisah, baik mengenai fungsi (tugas) maupun mengenai alat perlengkapan (organ) yang melaksanakan:

1. Kekuasaan legislatif, dilaksanakan oleh suatu perwakilan rakyat (parlemen); 2. Kekuasaan eksekutif, dilaksanakan oleh pemerintah (presiden atau raja

dengan bantuan menteri-menteri atau kabinet);

3. Kekuasaan yudikatif, dilaksanakan oleh badan peradilan (Mahkamah Agung dan pengadilan dibawahnya).5

Dari pendapat tersebut bahwa terdapat tiga kekuasaan dalam satu Negara dan ketiga kekuasaan tersebut tidak dipegang oleh satu lembaga saja. Indonesia memiliki semua elemen Trias Politica secara lengkap, praktis apa adanya. Kalau John Locke memisahkan ketiga lembaga atas dasar pemikiran bahwa “ketiganya merupakan hak paling azasi setiap warga masyarakat dalam hidup bernegara, sistem ketatanegaraan yang berlaku di Indonesia tak lain merupakan pengakuan terhadap etika politik yang beriorentasi pada hak-hak warga masyarakatnya.”6

Menurut A. Dahl yang diperkenalkan ulang oleh Aren Lijphart 7) bahwa suatu Negara menjalankan demokrasi bila memenuhi unsur-unsur:

1. Freedom to form and join organization (ada kebebasan untuk membentuk

dan menjadi anggota perkumpulan);

2. Freedom of expression (ada kebebasan menyatakan pendapat);

3. The right to vote (ada hak untuk memberika suara dalam pemungutan suara);

4. Free and fair elections Eligibility to public office (ada kesempatan untuk

dipilih atau menduduki berbagai jabatan pemerintahan Negara);

5

C.S.T. Kansil dan Chiristine S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1997), hlm.76.

6

Paimin Napitupulu, Menuju Pemerintahan Perwakilan, (Bandung: Penerbit P.T.Alumni Bandung, 2007), hlm. 2.

7

Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, (Bandung: Penerbit P.T.Alumni Bandung, 2004), hlm. 82


(17)

5. The right of political leaders to compete for support and vote (ada hak bagi

pemimpin politik berkampanye untuk memperoleh dukungan atau suara); 6. Alternative sources of information (terdapat beberapa sumber imformasi);

7. Free and fair elections (adanya pemilihan yang jujur dan bebas);

8. Institutions or making government politics dependon votes and other

expresiions of preference (lembaga-lembaga yang membuat kebijaksanaan

yang bergantung kepada pemilih).

Memasuki era reformasi sampai dengan revisi terhadap UU No. 22/1999 menjadi UU No. 32 / 2004 adalah fase pertama pelaksanaan otonomi daerah.8

Sebagaimana yang disebutkan dalam UU Nomor 22 Tahun 2003 dalam konsideran menimbang;

bahwa untuk melaksanakan kedaulatan rakyat atas dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan perlu diwujudkan lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah yang mampu mencerminkan nilai-nilai demokrasi serta dapat menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat termasuk kepentingan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara9

Berdasarkan kalimat tersebut di atas sebagai dasar pertimbangan lahirnya UU Nomor 22 Tahun 2003, bahwa lembaga perwakilan rakyat dan lembaga perwakilan daerah merupakan wadah demokrasi dalam memperjuangan aspirasi rakyat. “Serta kekuasaan legislatif (legislatio dari hukum Romawi) adalah kekuasaan membentuk hukum (leges)”10

Dalam penjelasan UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD, disebutkan:

8

Mariaman Darto, “Otonomi Daerah, Civil Society dan Kemandirian Dareah”, Equilibrium, Vol. 3, No. 1 September-Desember 2005, hlm.9.

9

Lihat ,Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2003, dalam Konsideran Menimbang.

10

Hans Kelsen, Teori Umum Hukum dan Negara, (Jakarta: BEE Media Indonesia, 2007), hal.312.


(18)

…membentuk Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD dalam rangka meningkatkan peran dan tanggung jawab lembaga permusyawaatan dan perwakilan rakyat/ daerah untuk mengembangkan kehidupan demokrasi, mejamin keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, serta mengembangkan mekanisme

checks and balances antara lembaga legislatif dan eksekutif serta meningkatkan

kualitas, produktivitas, dan kinerja anggota lembaga permusyawaratan/ perwakilan rakyat dan daerah demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.11

Sebagaimana layaknya Negara Demokrasi, bahwa Negara Indonesia dalam sejarah keparlemenan Indonesia sudah dibentuk sejak awal Kemerdekaan Indonesia yakni terbentuk Komite Nasional, dibentuk pada tanggal 22 Agustus 1945, melalui sidang PPKI.12 Kemudian kelompok sosialis yang dipimpin oleh Sjahrir terus mendapat dukungan sehingga terbentuklah Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP).

Setelah BP-KNIP berhasil dibentuk, kembali lembaga ini diberi wewenang yang lebih besar, yakni dengan keluarnya Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945, yang berisi tentang pemberian kekuasaan legislatif kepada BP-KNIP13. Indonesia sebagai Negara Kesatuan telah mengalami dinamika ketatanegaraan, yang berarti terjadi juga perubahan dalam keparlemenan, khususnya terhadap fungsi dan kewenangan daripada lembaga legislatif. Menurut F.A Polard, bahwa “kelahiran Parlemen sebagaimana konsekwensi dari ide perwakilan itu

11

Lihat Penjelasan, Undang-Undang tentang Susunan Dan Kedudukan MPR,DPR,DPD dan

DPRD, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003, Lembaran Negara Nomor 92 Tahun 2003.

12

Republik Indonesia, 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1949, Sekretariat Negara Republik Indonesia, (Jakarta: diterbitkan PT. Citra Lamtoro Agung Persada, Cetakan ke-7, 1986), hlm. 24.

13


(19)

sendiri pada dasarnya bukan karena gagasan dan cita-cita demokrasi akan tetapi karena adanya sistem monarki sistem feodal di Inggris”.14

Kehadiran perwakilan rakyat dalam sebuah Negara demokrasi bukanlah untuk mengurangi kewenangan dari pada eksekutif tetapi harus dipandang sebagai upaya untuk lebih terjaminya kepentingan rakyat dalam seluruh kebijakan pemerintah termasuk pemerintah daerah. “Selanjutnya fungsi legislatif dipahami bukan sebagai pembentuk semua norma hukum, melainkan hanya pembentuk norma umum oleh organ khusus yang disebut lembaga legislatif.”15

Berarti kewenangan dalam membentuk norma hukum tidaklah monopoli dari pada legislatif, tetapi selain lembaga legislatif, yakni oleh organ-organ dari kekuasaan eksekutif atau yudikatif, biasanya dipandang sebagai fungsi eksekutif dan yudikatif. 16

Dalam pembahasan ini akan dibahas lebih dalam mengenai fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) khususnya pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah serta implementasi peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain dalam penyelenggaraan pemerintah kabupaten. Peranan DPRD sebagai badan legislatif daerah, tidak bisa dilepaskan dengan peranan badan eksekutif dalam sistem

14

Munir Amir & Reni Dwi Purnomowati, Lembaga Perwakilan Rakyat, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, Cet, Pertama, 2005), hlm. 13. Baca, A.F Polard, The Evolution of Parliament, disebutkan “Representation was not the off spring at democratic theory, but an incident at the feudal system”.

15

Hans Kelsen., Op.,Cit., hlm. 314

16


(20)

pemerintahan daerah. Karena kedua lembaga itulah yang berperan menetapkan kebijakan politik dan pemerintahan di daerah.17

Dalam perkembangan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Indonesia telah mengalami pasang surut seiring dengan dinamika ketatanegaraan. Menurut UU No. 5 Tahun 1974, DPRD merupakan bagian dari pemerintah daerah seperti yang diatur dalam Pasal 13. “Hal ini dengan sendirinya memberikan arti DPRD menjadi bawahan Kepala Daerah”.18 Setelah bergulirnya reformasi di bidang hukum, maka Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, sudah dianggap tidak cocok lagi dengan situasi dan kondisi saat ini, yang diwarnai dengan tuntutan global, yang mendorong untuk terciptanya transparansi, akuntabilitas, dan peran serta masyarakat, sebagai wujud penghormatan terhadap hak-hak azasi manusia khususnya yang menyangkut tentang hak-hak sipil dan hak-hak politik warga Negara.19 Sehingga terjadi perubahan yang drastis terhadap kewenangan dan fungsi DPRD. Seharusnya DPRD melakukan fungsi pengawasan dan penilaian atas pelaksanaan tugas otonomi daerah oleh Kepala Daerah.

Karena otonomi daerah merupakan kesempatan bagi daerah untuk mewujudkan kesejahtraan bagi masyarakat setempat.

Fungsi DPRD sangat strategis dalam melakukan pembelaan terhadap rakyat, karena DPRD menyalurkan aspirasi menerima pengaduan dan memfasilitasi

17

H. Siswanto Sunarso., Hubungan Kemitraan Badan Legislatif & Eksekutif Di Daerah, (Bandung: Penerbit CV. Mandar Maju, 2005), hlm. 1.

18

Moh. Mahfud MD., Pergulatan Politik dan Hukum Di Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Gama Media, 1999), hlm. 204.

19


(21)

penyelesaian. Namun tidak jarang terjadi bahwa fungsi dan kewenangan DPRD tersebut tidak dapat terwujud yang akhirnya berujung pada penurunan citra terhadap DPRD tersebut. Sebab DPRD bukan lembaga teknis yang menjalankan peraturan, melainkan melakukan pengawasan terhadap peraturan daerah itu, sementara justru dalam upaya menjalankan peraturan daerah itulah terjadi benturan kepentingan antara rakyat dengan pemerintah atau dengan penguasa. Atau pemerintah daerah justru memiliki agenda tersendiri yang dengan sengaja mengabaikan kepentingan rakyat, sehingga dengan nyata bahwa DPRD dianggap tidak aspiratif, sehingga dalam situasi yang diciptakan demikian maka pemerintah daerah dapat dengan mudah mendapatkan simpatik terhadap rakyat. Jika orientasinya adalah untuk membela kepentingan rakyat maka jika terjadi hal seperti tersebut di atas, tentu tidak pantas untuk diperdebatkan, tentang siapa yang paling berjasa.

Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat 2 disebutkan: Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsif otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. “Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah”.20

20

Pasal 1 poin (4), Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 32 Tahun 2004, Lembaran Negara Nomor 125 Tahun 2004.


(22)

Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota terdapat pada Pasal 77 UU Nomor 22 Tahun 2003, Jo. Pasal 41, UU No. 32 / 2004 berbunyi: DPRD Kabupaten/ Kota mempunyai fungsi:

a. legislasi; b. anggaran; c. pengawasan.

` Dalam penjelasan disebutkan lebih lanjut bahwa: Huruf a, yang dimaksud dengan fungsi legislasi adalah legislasi daerah yang merupakan fungsi DPRD Kabupaten/Kota untuk membentuk peraturan daerah Kabupaten/ Kota bersama bupati/wali kota. Huruf b, yang dimaksud dengan fungsi anggaran adalah fungsi DPRD Kabupaten/Kota bersama-sama dengan pemerintah daerah untuk menyusun dan menetapkan APBD yang di dalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD Kabupaten/kota. Huruf c. yang dimaksud dengan fungsi pengawasan adalah fungsi DPRD Kabupaten/kota untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, peraturan daerah, dan keputusan bupati/walikota serta kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.

Berdasarkan fungsi legislasi, dimana DPRD Kabupaten/Kota membentuk peraturan daerah bersama bupati/walikota. Dalam penjelasan UU Nomor 32 Tahun 2004, disebutkan bahwa peratuan daerah dan peraturan kepala daerah diartikan yakni; Peraturan daerah dibuat oleh DPRD bersama-sama Pemerintah Daerah, artinya prakarsa dapat berasal dari DPRD maupun dari Pemerintah Daerah. Khusus


(23)

peraturan daerah tentang APBD rancangannya disiapkan oleh Pemerintah Daerah yang telah mencakup keuangan DPRD, untuk dibahas bersama DPRD. Peraturan Daerah dan ketentuan daerah lainnya yang bersifat mengatur diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah. Peraturan daerah tertentu yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, perubahan APBD, tata ruang, berlakunya setelah melalui tahapan evaluasi oleh pemerintah. Hal itu ditempuh dengan pertimbangan antara lain untuk melindungi kepentingan umum, penyelaraskan dan penyesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainya, terutama peraturan daerah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.

Pemerintahan daerah adalah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsif otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945.21 Dalam pelaksanaan pemerintahan daerah, maka dikenal beberapa hal yang berhubungan dengan DPRD, seperti; Kedudukan dan Fungsi, Tugas dan Wewenang, Hak dan Kewajiban.

Kerangka dasar pengawasan oleh DPRD,22 walaupun Tata Tertib DPRD telah secara gamblang mengatur mekanisme pengawasan, hampir semua DPRD menyebutkan bahwa pengawasan seringkali masuk pada aspek yang sangat teknis.

21

Ibid.

22

Agung Djojosoekarto, Dinamika Dan Kapasitas DPRD Dalam Tata Pemerintahan


(24)

Misalnya, “DPRD melakukan pengawasan terhadap pembangunan gedung atau fasilitas infrastruktur lain. Pengawasan seperti ini telah menimbulkan hubungan yang kurang harmonis dengan Pemerintah Daerah.”23

Kekurang harmonisan antara DPRD dengan Pemerintah Daerah sebagai akibat daripada pengawasan, dapat saja bersumber dari akibat dari perilaku pengawasaan itu sendiri yang seolah-olah bertindak sebagai pihak yang mencari-cari kesalahan, sehingga terjadi ketidak harmonisan. Sisi lain pihak yang diawasi seharusnya tidak perlu bersikap reaktif negatif, jika pekerjaan itu diawasi, sebab jika pihak yang diawasi (pemerintah daerah) tidak ada unsur kesengajaan melakukan penyimpangan terhadap pembangungan fasilitas infrastruktur, tentu tidak perlu kwatir kendatipun sedang diawasi. Penguatan posisi lembaga legislatif daerah yang kini dimiliki DPRD baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/ kota cukup signifikan. Pasca lengsernya Soeharto menjadi titik awal memperkuat peran dan fungsi legislatif daerah terhadap hegemoni eksekutif.24 Sejalan dengan penguatan posisi legislatif daerah/DPRD tersebut maka hubungan yang tidak harmonis antara Pemerintah daerah dengan DPRD, sering terjadi bila dibandingkan dengan era orde baru. Bila hal ini terjadi maka dapat berakibat pada keterlambatan proses pengesahan APBD, yang pada gilirannya akan terlambatnya pelaksanaan pembangunan.

Penguatan peran DPRD, baik dalam legislasi maupun pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah, sangat perlu dilakukan, sebagaimana diperlihatkan

23 Ibid.

24


(25)

pada Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 yang menetapkan, “level DPRD sejajar dengan pemerintahan daerah, bukan sebagai again atau subordinasi lembaga eksekutif sebagaimana ditampilkan pada UU Nomor 5 tahun 1974 sebelumnya”.25 Ilmu pemerintahan selama ini cendrung memberi tekanan pada penggunaan kekuasaan. “Gambaran posisional antara pemerintah dengan rakyat selalu bersifat vertikal – hiearkis. Pemerintah sebagai unsur yang memerintah berada di atas, sedangkan rakyat sebagai unsur yang diperintah berada di bawah”.26 Penguatan peran DPRD tersebut suatu hal yang harus didukung dalam penataan ilmu pemerintahan masa kini, sebagaimana upaya dalam menghindari sistem pemerintahan yang memberi tekanan kekuasaan. Karena DPRD merupakan lembaga formal yang menampung aspirasi masyarakat, jika dikaitkan dengan kepemerintahan yang baik (good governance) sebagaimana dikemukakan oleh World Bank maupun UNDP, terdapat tiga domain yang berperan di dalamnya yaitu domain sector public (public sector), sektor swasta (private sector) dan sektor masyarakat (society). Ketiga sektor tersebut masing-masing berada pada posisi yang sejajar hanya berbeda fungsinya. Sektor publik menjalankan fungsi regulasi, fasilitasi dan pengawasan, sedangkan sektor swasta menjadi motor penggerak kemajuan ekonomi. Sektor masyarakat berperan memberi kontribusi masukan dan menerima hasil.27

25

Ibid.

26

Taliziduhu Ndraha, Kybernologi Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2005), hlm. 202.

27

Sadu Wasistiono,MS. Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah, (Bandung: Penerbit Fokusmedia, 2003), hlm. 107.


(26)

Dari pendapat World Bank tersebut jelas bahwa sektor publik merupakan pengawasan, sedangkan sektor masyarakat berperan memberi kontribusi masukan dan penerima hasil. Dalam posisi ini DPRD dapat menjadi lembaga yang berperan sebagai sektor pengawasan dan perwakilan masyarakat dalam memberi masukan kepada pemerintah daerah.

Pengawasan pada hakekatnya melekat pada jabatan pimpinan sebagai pelaksana fungsi manajemen, disamping keharusan melaksanakan fungsi perencanaan dan pelaksanaan. Oleh karena pelaksanaan pengawasan di dalam administrasi atau manajemen Negara/pemerintah sangat luas, maka perlu dibedakan macam-macam pengawasan tersebut, yakni:

1. Pengawasan fungsional, yang dilakukan oleh aparatur yang ditugaskan melaksanakan pengawasan seperti BPKP, Irjenbang, Irjen Departemen dan aparat pengawasan fungsional lainnya di lembaga Pemerintahan Non Departemen atau Instansi Pemerintah lainnya.

2. Pengawasan politik, yang dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

3. Pengawasan yang dilakukan oleh BPK sebagai pengawasan eksternal eksekutif.

4. Pengawasan social yang dilakukan oleh mass media, ORMAS-ORMAS individu dan anggota masyarakat pada umumnya.

5. Pengawasan melekat, yakni pengawasan yang dilaksanakan oleh atasan langsung terhadap bawahannya.28

Dilihat dari pendapat tersebut di atas yang membedakan lima (5) macam pengawasan, maka dalam bahasan ini tentu yang dimaksud pengawasan adalah pengawasan politik melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ataupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Karena yang diawasi adalah Peraturan Daerah

28

H. Hadari Nawawi, Pengawasan Melekat di Lingkungan Aparatur Pemerintah, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1994), hlm. 24.


(27)

serta Peraturan Bupati, maka yang akan mengawasi adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten.

Pengawasan DPRD merupakan pengawasan politik yang tentunya pengawasan yang mewakili komunitas yang ada di dalam masyarakat, karena DPRD merupakan representatif dari masyarakat.

Dalam fungsi pengawasan, seorang DPRD dapat memainkan peranan sebagai “public services watch”29 bagi pelaksanaan anggaran dan kebijakan pemerintah daerah.

Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD adalah sepanjang pelaksanaan peraturan daerah sebagai produk bersama antara DPRD dengan Bupati. Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD terhadap perda dan peraturan bupati, tentu dipengaruhi oleh faktor internal dari pada pengawas itu sendiri seperti sumber daya manusia. Karena keterbatasan sumber daya manusia dalam melakukan pengawasan akan mempengaruhi hasil yang diawasi.

DPRD sebagai lembaga yang mengawasi peraturan daerah dan keputusan bupati dimaksudkan bahwa DPRD melakukan pengawasan terhadap peraturan daerah serta peraturan bupati. Setelah peraturan daerah itu dibuat bersama antara DPRD dan Bupati, maka DPRD masih perlu mengawasi atas berlakunya peraturan daerah, tersebut karena pengawasan adalah merupakan salah satu fungsi DPRD dalam

29


(28)

kesinambungan pemerintahan daerah, sehingga peraturan daerah dapat berjalan dengan baik.

B. Perumusan Masalah

Dari uraian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan bahwa yang menjadi pokok permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan fungsi pengawasan DPRD terhadap Pemerintahan Daerah ?

2. Bagaimana pelaksanaan pengawasan DPRD terhadap implementasi Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati di Kabupaten Serdang Bedagai ? 3. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi DPRD dalam melaksanakan

fungsi pengawasan terhadap implementasi Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati ?

C. Tujuan Penelitian

Seiring dengan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini dilaksanakan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan Fungsi pengawasan DPRD terhadap Pemerintah Daerah.


(29)

2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengawasan DPRD sebagai lembaga pengawas terhadap implementasi Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati di Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi DPRD dalam melakukan pengawasan terhadap implementasi Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati.

D. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian tentu diharapkan akan bermanfaat dalam perkembangan ilmu sebagai teori serta dalam pelaksanaannya, maka dengan berpedoman pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku bahwa penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana khususnya tentang fungsi DPRD sebagai lembaga pengawas. Atas dasar tujuan penelitian yang disebutkan di atas, maka penelitian terhadap hukum positif yang berhubungan dengan fungsi DPRD, diharapkan akan memberikan manfaat terhadap teoritis untuk memperkaya perkembangan ilmu ketatanegaraan, khususnya perkembangan dalam hukum pemerintahan daerah.

Undang-undang tentang pemerintahan daerah telah mengalami beberapa kali perubahan, maka dengan penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang perkembangan tersebut sehingga secara teoritis penelitian ini dapat diharapkan memberikan sumbangsih terutama jurusan Hukum Administrasi Negara.

Secara Praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan terhadap para pihak yang berhubungan dengan aparat pemerintahan daerah, karena


(30)

perkembangan ilmu pemerintahan daerah begitu cepat seiring dengan perubahan Undang-undang, yang mana perubahan Undang-undang tersebut adalah untuk menyesuaikan dengan tuntutan reformasi dibidang pemerintahan.

Dengan demikian diharapkan penelitian ini dapat mempermudah pemahaman atas perkembangan tata pemerintahan daerah.

E. Keaslian Penelitian

Sebelum penelitian ini dilaksanakan tentu terlebih dahulu penelusuran terhadap kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, sebagai mana layaknya persyaratan akademik, makalah ini mengenai “ Pengawasan DPRD Terhadap Implementasi Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati Kabupaten Serdang Bedagai” belum pernah dilakukan terhadap topik dan permasalahan yang sama.

Makalah ini juga didasari atas perkembangan Undang-undang pemerintahan daerah yang pernah berlaku, hingga yang terakhir adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah serta berdasarkan keadaan yang berkembang. Atas pertimbangan tersebut maka penelitian ini merupakan sesuatu yang baru dan asli (sejauh pemahaman penulis menelusuri bahan-bahan hukum dan kepustakaan hukum)30 Dengan berpegang pada bahan hukum primer, sekunder dan

30

Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Penerbit Bayumedia Publishing, 2006), hlm. 383.


(31)

tertier, maka penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka terhadap kritik dan saran dalam penyempurnaan penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Pemahaman terhadap fungsi pengawasan DPRD terhadap implementasi peraturan daerah dan peraturan bupati, diperoleh dari teori yang ada sebelumnya namun disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya undang-undang tentang otonomi daerah.

Seiring dengan hal tersebut maka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan teori pemisahan kekuasaan dan pembagian kekuasaan.

Penggunaan teori pemisahan kekuasaan sebagai grand theory berdasarkan pada pemahaman bahwa keberadaan DPRD sebagai badan atau organ yang menjalanakan fungsi legislasi daerah dan kepala daerah sebagai organ atau badan yang menjalankan fungsi eksekutif.31

Sebagaimana yang diajarkan oleh Immanuel Kant disebut sebagai doktrin “Trias Politica” Montesquieu. Dasar pemikiran doktrin Trias Politica sebelumnya pernah ditulis oleh Aritoteles dan kemudian dikembangkan oleh John Locke.32 Atas dasar pemikiran tersebut maka terdapat istilah pemisahan kekuasaan dan pembagian kekuasaan.

31

Juanda, Op., Cit., hal. 12

32

Ibid., hlm. 13. dikutif dari Suwoto Mulyosudarmo, Peralihan Kekuasaan Kajian Teoritis


(32)

Pemencaran kekuasaan secara horizontal (ke samping) melahirkan

lembaga-lembaga Negara di tingkat pusat yang berkedudukan sejajar seperti legislative,

eksekutif, dan yudikatif yang diatur dengan mekanisme check and balance, sedangkan

pemencaran kekuasaan secara vertical melahirkan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah otonom yang memikul hak desentralisasi.33

Demikian halnya dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan, serta Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, dimana dalam ketentuan tersebut terdapat Peraturan Daerah sebagai salah satu tata urutan peraturan perundag-undangan yang berlaku di Indonesia.

Dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III Tahun 2000, Tentang Sumber Hukum Dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan adalah:

1. Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia; 3. Undang-Undang;

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu); 5. Peraturan Pemerintah;

6. Keputusan Presiden; 7. Peraturan Daerah.

33


(33)

Dalam Pasal 7, UU Nomor 10, Tahun 2004, diatur mengenai peraturan perundang-undangan, yaitu:

a. UUD Negara Republik Indonesia, Tahun 1945. b. UU/Perpu.

c. Peraturan Pemerintah. d. Peraturan Presiden.

e. Peraturan Daerah (Perda) yang meliputi:

1) Peraturan Daerah Provinsi oleh DPRD Provinsi bersama Gubernur.

2) Peraturan Daerah Kabupaten/kota dibuat oleh DPRD Kabupaten/kota bersama bupati/walikota.

3) Perauran Desa/peraturan setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya.

Dimana dalam Ketetapan MPR tersebut bahwa Peraturan Daerah adalah salah satu Tata Urutan Perundang-undangan di Indonesia. Atau peraturan daerah adalah merupakan salah satu hukum positif yang berlaku di Indonesia. Sehingga begitu strategisnya peraturan daerah dalam mengatur kehidupan masyarakat, untuk itu peraturan daerah yang telah dibuat harus juga diawasi dalam penggunaannya. Seperti yang disebutkan Esmi, “mengingatkan agar para penstudi dan pengguna hukum harus selalu menyadari secara sungguh-sungguh bahwa hukum itu tidak


(34)

begitu saja jatuh dari langit, tetapi ia dibuat dan selalu berada dalam lingkup social tertentu.”34 Karena hukum itu memang dibuat, maka peraturan daerah sebagai salah satu produk hukum maka perlu dilakukan pengawasannya.

Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat, dalam arti bahwa hukum mungkin dipergunakan sebagai suatu alat oleh agent of change. “Agent of change atau pelopor perubahan”.35 Fungsi hukum ialah memelihara kepentingan umum dalam masyarakat, menjaga hak-hak manusia, mewujudkan keadilan dalam hidup bersama. “Ketiga tujuan ini tidak saling bertentangan, tetapi merupakan pengisian satu konsep dasar, yakni bahwa manusia harus diatur dengan baik”.36 Sedangkan sumber hukum seperti yang terdapat dalam Pasal 1 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/2000, disebutkan:

1. Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk menyusun peraturan perudang-undangan.

2. Sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan tidak tertulis.

3. Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

34

Esmi Warassih., Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, (Semarang: PT. Suryandaru Utama Semarang, 2005), hlm. xiii.

35

Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajawali Press, 1988), hlm.122.

36

Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: Penerbit Kanisius, 1982), hlm. 289.


(35)

permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945.37

Menurut Theo Huijbers, yang pertama-tama muncul sebagai hukum ialah hukum yang berlaku dalam sebuah Negara. Hukum semacam ini disebut hukum positif. “Teori hukum murni adalah teori hukum positif disebut hukum positif umum, bukan tentang tatanan hukum khusus, ia merupakan teori hukum umum, bukan penafsiran tentang norma hukum nasional atau internasional; namun ia menyajikan teori penafsiran”.38

Tabel 1. Tata Urutan Hukum yang Digunakan di Indonesia39

Tata Urutan Hukum Penetapan Fungsi

Undang Undang Dasar Ditetapkan MPR Sumber hukum tertinggi dari

segala hukum Undang-Undang

Ditetapkan oleh DPR dan ditandatangani oleh Presiden

Pelaksana Konstitusi (UUD 1945)

Peraturan Pemerintah

Pengganti UU Ditetapkan oleh Presiden

Setingkat dengan UU (selanjutnya harus diserahkan kepada DPR untuk ditetapkan atau ditolak menjadi UU) Peraturan Pemerintah

Ditetapkan oleh Presiden setelah disetujui oleh Mentri

Pelaksanaan UU

Peraturan Daerah Ditetapkan oleh DPRD Penyelesaian tugas, kewajiban

dan hak pemerintah daerah Sumber: USAID LGSP, Legal Drafting Penyusunan Peraturan Daerah. Jakarta 2007

37

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). No. III/MPR/2000.(Jakarta:

Sekretariat MPR RI 2006).

38

Hans Kelsen, Op., Cit., hlm. 1.

39

Judith Edstron, Chief of Party, Hans Antlov, Governance Advisor, (Jakarta: USAID-LGSP,


(36)

Pemerintahan Daerah telah dicantumkan dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dilatarbelakangi oleh kehendak untuk menampung semangat otonomi daerah dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat daerah. Hal ini dilakukan setelah belajar dari praktik ketatanegaraan pada era sebelumnya yang cendrung sentralistik, adanya penyeragaman sistem pemerintahan seperti dalam UU No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah dan UU No. 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa, serta mengabaikan kepentingan daerah.

Akibatnya kebijakan yang cendrung sentralistis itu, Pemerintah Pusat menjadi sangat dominan dalam mengatur dan mengendalikan daerah sehingga daerah diperlakukan sebagai objek, bukan sebagai subjek yang mengatur dan mengurus daerahnya sendiri sesuai dengan potensi dan kondisi objektif yang dimilikinya.40 Lebih lanjut tentang pemerintahan daerah diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Negara Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.41 Seiring dengan pasal tersebut maka lahirlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh

40

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal, dan Ayat, (Jakarta:

Sekretariat Jendral MPR RI 2006), hlm. 78-79.

41


(37)

undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.42 Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.43

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.44 Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyaraakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.45

DPRD Kabupaten/Kota merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan daerah kabupaten/kota.46 Fungsi pengawasan yang dilakukan DPRD adalah dengan melakukan penilaian terhadap pelaksanaan Peraturan-Peraturan Daerah yang dijalankan oleh eksekutif. Fungsi pengawasan dioperasionalisasikan secara berbeda dengan lembaga pengawas fungsional. DPRD sebagai lembaga politik juga melakukan pengawasan yang bersifat politis. Bentuk pengawasan ini tercermin dalam hak-hak DPRD, yaitu hak

42

Ibid.,Pasal 18 ayat (5).

43

Ibid.,Pasal 18 ayat (6).

44

Lihat pasal 1 ayat (5), Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah.

45

Ibid., Pasal 1 ayat (6)

46

Pasal 78, Undang Undang No. 22 /2003, Tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR,DPD dan DPRD.


(38)

mengajukan pertanyaan, hak meminta keterangan dan hak mengadakan peyelidikan.47 Pengawasan legislatif adalah pengawasan yang dilakukan DPRD terhadap pemerintah daerah sesuai tugas, wewenang dan haknya melalui dengar pendapat, kunjungan kerja, pembentukan panitia khusus dan pembentukan panitia kerja yang diatur dalam tata tertib dan/ atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan.48

Sedangkan dalam fungsi pengawasannya, maka DPRD mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan, pelaksanaan keputusan dari Gubernur/ Bupati/ Walikota, pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), kebijakan pemerintah daerah melalui Peraturan Daerah (Perda), dan pelaksanaan kerjasama Internasional di daerah.49

Peraturan Daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.50 Peraturan kebijakan merupakan yang berada dalam lingkup penyelenggaraan kewenangan pemerintahan dalam arti sempit atau ketataprajaan, dan aturan ini bukan kewenangan perundang-undangan. Peratuan tersebut tidak dapat bergerak terlalu jauh sehingga mengurangi hak-hak azasi warga Negara dan penduduk. Peraturan tersebut tidak dapat mencamtumkan sanksi pidana atau sanksi pemaksa bagi pelanggaran

47

Paiman Napitupulu, Op. Cit., hlm. 27.

48

Soeparmo, Pengawasan Administrasi Dan Pengawasan Pelaksanaan APBD, Bahan Presentase Pada Kegiatan Pembekalan DPRD Kab. Serdang Bedagai, Dari Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Medan, Medan 2006.

49

Ondihon, Op.Cit., hlm. 14.

50


(39)

ketentuannya.51 Karena itu peraturan daerah merupakan sebagai pelengkap dari peraturan yang lebih tinggi, yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

2. Kerangka Konsepsi

Atas dasar kerangka teoritis yang disebutkan di atas, dapat diartikan terhadap istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini, yakni:

Fungsi adalah kegunaan suatu hal, pekerjaan yang dilakukan (jabatan yang dilaksanakan).52 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (4) UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 53

Fungsi DPRD dapat disebutkan kegunaan atau pekerjaan yang dilakukan DPRD untuk membuat peraturan daerah, membuat anggaran serta melakukan pengawasan.

Sedangkan pengawasan legislatif adalah pengawasan yang dilakukan DPRD terhadap pemerintah daerah sesuai tugas, wewenang dan haknya melalui dengar pendapat, kunjungan kerja, pembentukan panitia khusus dan pembentukan panitia kerja yang diatur dalam tata tertib. Pengawasan DPRD adalah wewenang DPRD Kabupaten/Kota untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, peraturan daerah, dan keputusan bupati/walikota serta kebijakan yang ditetapkan oleh

51

H. Siswanto Sunarso, Op. Cit., hlm. 90.

52

Daryanto S.S., Kosa Kata Baru Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Penerbit APOLLO, 1997), hlm. 207.

53

Pasal 1 ayat (4), Undang Undang No. 22/2003, tentang: Susunan Kedudukan MPR,DPR,DPD dan DPRD.


(40)

pemerintah daerah.54 “Implementasi dapat diartikan sebagai penerapan, pelaksanaan.”55

Peraturan Daerah dapat diartikan sebagaimana yang terdapat pada Tap MPR Nomor III/MPR/2000, Pasal 3 ayat (7) disebutkan: Peraturan daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus daerah yang bersangkutan. Selanjutnya dalam pasal 3 ayat (7) huruf b. disebutkan: Peraturan daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota. Kebijakan kepala daerah merupakan kewenangan pemerintah daerah sepanjang belum diatur oleh peraturan daerah serta tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.

Karena Peraturan Daerah merupakan salah satu sumber hukum maka peraturan daerah tersebut harus diawasi, dimana dalam rangka pengawasan inilah maka DPRD kabupaten memiliki fungsi pengawasan tersebut.

Peraturan daerah memang hanya berlaku diwilayah kabupaten yang bersangkutan, namun karena setiap pemerintahan daerah dapat membuat peraturan daerah serta kepala daerah dapat membuat peraturan kepala daerah serta kebijakan kepala daerah, maka pengaruh produk hukum daerah tersebut dapat berdampak luas.

Begitu pentingnya pengawasan itu dilakukan oleh DPRD terhadap produk hukum daerah, sementara pengaturan tentang fungsi pengawasan DPRD terkadang

54

Lihat penjelasan pasal 77 huruf c, Undang Undang tentang: Susunan Kedudukan

MPR,DPR,DPD,dan DPRD.

55


(41)

diabaikan oleh DPRD itu sendiri, bahkan Undang-undang yang mengatur tentang pengawasan tersebut masih dianggap kurang sempurna sehingga mengakibatkan fungsi pengawasan tersebut tidak maksimal.

Maka penulis menganggap sangat penting untuk menelusuri lebih dalam tentang bagaimana pengaturan fungsi pengawasan DPRD itu sendiri, dan bagaimana pelaksanaannya serta hambatan-hambatannya. Oleh karena itu penulis memutuskan tulisan ini terkonsentrasi pada pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati.

G. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian

Tipe Penelitian ini dilakukan tergolong yuridis normatif dan bersifat deskriptif analisis dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kewenangan DPRD Kabupaten dalam mengawasi peraturan daerah, serta kebijakan bupati atau disebut peraturan kepala daerah/peraturan bupati. Sehingga penelitian ini bukan untuk menguji hipotesa, atau teori, akan tetapi dengan mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang ada. Sehingga penelitian ini juga berupaya memaparkan serta menggambarkan Pengawasan DPRD Kabupaten Serdang Bedagai, terhadap implementasi peraturan daerah serta peraturan bupati Kabupaten Serdang Bedagai.


(42)

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang berhubungan dengan penelitian ini seperti: Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, serta peraturan-peraturan lain yang berhubugan dengan penelitian ini.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks (textbooks),56 serta bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer.

c. Bahan hukum tertier atau bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,57 seperti berupa kamus, jurnal ilmiah, makalah, majalah, dan bahan sejenisnya yang dipergunakan dalam melengkapi penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan Bahan hukum primer dilakukan dengan cara pengamatan langsung dan sebahagian dengan cara wawancara. Wawancara

56

Johnny Ibrahim, Op. Cit., hlm.296.

57


(43)

dilakukan terhadap pihak yang berkompeten seperti dari DPRD adalah dari Pimpinan DPRD, maupun alat kelengkapan DPRD yang ada, unsur Sekretariat DPRD. Sedangkan dari Pemerintah Daerah bahan hukum primer mewawancarai Sekretariat Daerah dan Kepala Bagian Hukum. Sedangkan dalam mengumpulkan bahan sekunder dilakukan dengan cara studi dokumentasi demikian juga terhadap bahan hukum tertier. Data yang tersedia kemudian dikumpulkan khususnya bahan yang memiliki relevansi dengan tulisan ini. Bahan yang diperoleh arsip Sekretariat DPRD dan Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai.

4. Analisis Data

Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan tertier yang dikumpulkan oleh peneliti, kemudian diinvetarisasi dan diklasifikasi berdasarkan studi dokumen atau menyesuaikan dengan masalah yang dibahas. Bahan yang diperoleh kemudian dipaparkan, disistematisasi, kemudian dianalisis untuk menginterpretasikan hukum yang berlaku.58

Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif, artinya dengan bertitik tolak pada aturan hukum yang berlaku yang berkembang melalui pembahasan dalam bahan sekunder. Kemudian dengan logika berpikir

deduktif, maka semua bahan diseleksi dan diolah serta dianalisis dengan memaparkan

apa adanya (deskriptif), maka dengan mengungkapkan permasalahan, juga dengan

58


(44)

penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana baru dalam rangka pengawasan yang dilaksankan DPRD terhadap Peraturan Daerah, sehingga dapat diketahui batasan-batasan pengawasan DPRD.


(45)

BAB II

PENGATURAN FUNGSI PENGAWASAN DPRD TERHADAP PEMERINTAH DAERAH

A. Fungsi DPRD Sebagai Pengawas

Meningkatkan pengawasan merupakan salah satu program pembangunan, yang dasar dan landasannya tidak berbeda dengan kegiatan-kegiatan pembangunan lainnya.59 Sehingga pengawasan adalah bahagian yang integral dari kegiatan pembangunan, dimana pengawasan harus dilaksanakan dengan efesiensi dan efektivitas, agar jangan pengawasan justru menimbulkan pemborosan.

Pelaksanaan pengawasan di Indonesia memiliki landasan formal,60 seperti: 1. Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)

Sejak pemerintahan Orde Baru, dimana GBHN sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan yang ditetapkan lima tahun sekali oleh MPR-RI, dimana untuk tahun 1988 dirumuskan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1988 yang mengatakan sebagai berikut:

a. Aparatur pemerintah sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat perlu makin ditingkatkan pengabdiannya dan kesetiaannya kepada cita-cita perjuangan bangsa dan Negara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945. b. Pembangunan aparatur pemerintah diarakan untuk menciptakan aparatur yang

lebih efesien, efektif, bersih dan berwibawa serta mampu melaksanakan

59

H. Hadari Nawawi, Op., Cit., hlm. 17.

60


(46)

seluruh tugas umum pemerintahan dan pembangunan degan sebaik-baiknya dengan dilandasi semangat dan sikap pengapdian pada masyarakat, bangsa dan Negara. Dalam hubungan ini kemampuan aparatur pemerintah untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan mengendalikan pembangunan perlu ditingkatkan. Untuk itu perlu ditingkatkan mutu, kemampuan dan kesejahteraan manusianya, organisasi dan tata kerja termasuk kordinasi serta penyediaan sarana dan prasarana.

c. Pembinaan, penyempurnaan dan pedayagunaan aparatur pemerintah baik ditingkat pusat maupun daerah, termasuk perusahaan-perusahaan milik Negara dan milik daerah selaku aparatur perekonomian Negara, perlu dilakukan secara terus menerus sehingga dapat meningkatkan kemampuan, pengabdian, disiplin dan keteladanannya. Sejalan dengan itu aparatur pemerintah harus makin mampu melayani, mengayomi serta menumbuhkan prakarsa dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta tanggap terhadap pandangan-pandangan dan aspirasi yang hidup dalam masyarakat. d. Kebijaksanaan dan langkah-langkah penertiban aparatur pemerintah yang

perlu dilanjutkan dan makin ditingkatkan, terutama dalam menanggulangi masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran kekayaan dan keuangan Negara, pugutan liar serta berbagai bentuk penyelewengan lainnya yang dapat menghambat pelaksanaan pembangunan serta merusak citra dan kewibawaan aparatur pemerintah. Untuk perlu ditingkatkan secara lebih


(47)

terpadu pengawasan dan langkah-langkah penindakannya serta dikembangkan kesetiakawanan sosial dan disiplin nasional.

2. Inpres No. 15 Tahun 1983 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan.

Pasal 1.

(1) Pengawasan bertujuan mendukung kelancaran dan ketetapan pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan.

(2) Dalam merencanakan dan melaksanakan pengawasan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. agar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dilakukan secara tertib berdasarkan peraturan perudang-undangan yang berlaku serta berdasarkan sendi-sendi kewajaran penyelenggaraan pemerintahan agar tercapai dayaguna hasilguna, dan tepatguna yang sebaik-baiknya. b. Agar pelaksanaan pembangunan dilakukan sesuai dengan rencana dan

program pemerintah serta peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tercapai sasaran yang ditetapkan.

c. Agar hasil-hasil pembangunan dapat dinilai seberapa jauh tercapai untuk memberi umpan balik berupa pendapat, kesimpulan, dan saran terhadap kebijakan, perencanaan, pembinaan dan pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan.


(48)

d. Agar sejauh mungkin mencegah terjadinya pemborosan, kebocoran, dan penyimpangan dalam penggunaan wewenang, tenaga, uang dan perlengkapan milik Negara, sehingga dapat terbina aparatur yang tertib, bersih berwibawa, berhasilguna dan berdayaguna.

Pasal 2.

(1) Pengawasan terdiri dari:

a. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan/atasan langsung, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah.

b. Pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat pengawasan. (2) Ruang Lingkup Pengawasan meliputi:

a. Kegiatan umum pemerintahan; b. Pelaksanaan rencana pembangunan;

c. Penyelenggaraan pengurusan dan pengelolaan keuangan dan kekayaan Negara.

d. Kegiatan badan usaha milik Negara dan badan usaha milik Daerah; e. Kegiatan aparatur pemerintah dibidang yang mencakup kelembagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaan.

Demikianlah yang dimaksud dengan pengawasan menurut Inpres No. 15 Tahun 1983, tentang pedoman pelaksanaan pengawasan. Pengawasan merupakan pengawasan dalam instansi pemerintah, yang dilakukan oleh atasan terhadap bawahan, sehingga dengan pengawasan dapat mencegah terjadinya pemborosan,


(49)

kebocoran dan penyimpangan sebagaimana yang diatur pada pasal 1 ayat (2) huruf d tersebut di atas.

3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2007, Tentang Norma Pengawasan dan Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah

Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah hakekatnya adalah pengawasan terhadap kinerja pemerintah daerah dan kinerja DPRD. Tugas pengawasan tersebut meliputi pelaksanaan azas desentralisasi (urusan wajib dan urusan pilihan), azas dekonsentrasi dan azas tugas pembantuan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang meliputi:

a. Perencanaan peraturan perundang-undangan pada tingkat daerah; b. Rancangan peraturan daerah;

c. Rancangan peraturan Kepala Daerah/Peraturan Kepala Daerah; d. Peraturan Tata Tertib DPRD;

e. Peraturan pelaksanaan kebijakan daerah lainnya;

f. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan tingkat pusat;

g. Pelaksanaan APBD dan APBN yang dilaksanakan di daerah dalam rangka Pelaksanaan azas dekonsentrasi dan tugas pembantuan. h. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah (LKPJ); i. Laporan Peneyelenggaraan Pemerintahan Daerah;


(50)

instansi yang harus dilaksanakannya (di luar tugas pokok dan fungsi SKPD); dan

k. Pengelolaan sumber daya (manusia, uang, sarana prasarana, Sumber Daya Alam, Sumber Daya Ekonomi dan Sumber Daya lainnya),untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah secara ekonomis, efesien dan efektif.

Pengawasan tidak hanya digunakan untuk kegiatan yang dilaksakan oleh pejabat Pengawas pemerintah dalam rangka menghimpun/menemukan informasi untuk menguji dan menilai kelayakan pelaksanaan kegiatan dan atau laporan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah tetapi juga untuk menilai:

a. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan;

b. Effesiensi dan kehematan dalam penggunaan sumber daya untuk pelaksanaan kegiatan organisasi (SKPD); dan

c. Effektifitas dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pengawasan merupakan bagian penting dari kebertanggunggugatan (accountability) dan pertanggungjawaban (responsibility) melalui penilaian secara obyektif dan independen terhadap pejabat atau pemerintah daerah. Pengawasan harus dapat membantu, memberikan motivasi kepada pejabat berwenang untuk mengambil kebijakan dalam peningkatan kehematan, efesiensi dan efektifitas dengan


(51)

menunjukkan jalan/cara memperbaiki, menertibkan, menyempurnakan dan meningkatkan kinerja.61

Pengawasan dimaksudkan sebagai kegiatan untuk mengukur kegiatan pemerintah yang dilakukan secara obyektif serta independen, sehingga pengawasan itu dapat mengingkatkan produktifitas kegiatan yang efesien dan efektif.

Para pengawas dari suatu lembaga pengawasan dapat memanfaatan hasil pengawasan yang telah dilaksanakan oleh lembaga pengawasan lain, sebagai referensi untuk melakukan pengawasan lebih lanjut atau dimanfaatkan secara utuh apabila obyek/sasaran yang diawasi sama sehingga tidak perlu adanya pengulangan kegiatan pengawasan yang sama.62

Tindakan seperti ini tentu agar tidak terjadi tumpang tindih serta untuk menghindari pengawasan yang bertubi-tubi, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kebosanan bahkan mengurangi kegiatan pokok, karena adanya pengawasan yang tumpang tindih. Serta dengan memanfatkan hasil pengawasan lembaga lain terhadap obyek yang sama, adalah merupakan upaya saling menghormati antar lembaga aparat yang bertindak sebagai pengawas, khususnya pengawasan terhadap pemerintah daerah.

4. Pengawasan DPRD menurut UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah

61

Permendagri, Nomor 28 Tahun 2007, tentang Norma pengawasan dan kode etik pejabat pengawas pemerintah.

62


(52)

Menguatnya tuntutan reformasi mengakibatkan terjadinya perubahan yang besar terhadap Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, dalam hal ini termasuk menguatnya peran dan fungsi DPRD. Sebelum berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dimana proses pengangkatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, bahwa peran DPRD hanya menyeleksi calon yang kemudian diserahkan kepada pejabat yang berwenang untuk mengangkatnya.

Namun dengan keluarnya UU No. 22 Tahun 1999 bahwa peran DPRD sangat kuat dalam Pemerintahan Daerah, hal ini ditandai dengan kewenangan DPRD. Agar DPRD dapat melaksanakan fungsinya secara optimal, maka DPRD diberikan kewenangan, yakni:

a. memilih Gubernur/Wakil Gubernur Bupati/Wakil Buapti, dan Waliota/Wakil Walikota;

b. Memilih anggota Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) dari utusan Darah;

c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, atau Walikota/Wakil Walikota;

d. Bersama dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota membentuk Peraturan Daerah;

e. Bersama dengan Gubernur, Bupati atau Walikota menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;


(53)

1) Pelaksanaan Peratuan Daerah dan Peraturan Perundang-undangan lain;

2) Pelaksanaan keputusan Gubernur, Bupati, dan Walikota; 3) Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 4) Kebijakan Pemerintah Daerah.

g. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah;

h. Menampung dan menindaklanjuti aspirasi daerah dan masyarakat.

Agar kewenangan tersebut dapat dilaksanakan dengan efektif, maka dalam pasal 19 UU No. 22 Tahun 1999, DPRD diberikan hak, yakni:

a. Meminta pertanggungjawaban Gubernur, Bupati, dan Walikota; b. Meminta Keterangan kepada Pemerintah Daerah;

c. Mengadakan penyelidikan;

d. Mengadakan perubahan atas Rancangan Peraturan Daerah; e. Mengajukan pernyataan pendapat;

f. Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah; g. Menentukan Anggaran Belanja DPRD; dan h. Menetapkan Peraturan Tata Tertib DPRD.

Dari kewenangan dan hak DPRD seperti yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999 tersebut diatas, bahwa DPRD memiliki peran yang sangat besar terhadap Pemerintah Daerah, demikian juga dalam hal pengawasannya. Bahwa DPRD dapat menolak


(54)

pertanggungjawaban Kepala Daerah yang seterusnya dapat dilanjutkan dengan pengusulan pemberhentian Kepala Daerah.

5. Pengawasan DPRD Menurut UU Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susduk MPR, DPR, DPD dan DPRD

Pengawasan DPRD adalah merupakan bahagian dari pada fungsi DPRD sebagaimana yang diatur pada pasal 77 UU Nomor 22 Tahun 2003. Selain fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan yang dimiliki DPRD, juga memiliki tugas. Dalam rangka pengawasan yang dimiliki DPRD, maka tidak terlepas dari pada Tugas dan Wewenang,63 serta Hak dan Kewajiban.64

Dalam penjelasan pasal 77 huruf c Undang-Undang Nomor 22 tahun 2003 disebutkan, yang dimaksud dengan fungsi pengawasan adalah fungsi DPRD Kabupaten/kota untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, peraturan daerah, dan keputusan bupati/walikota serta kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.

Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten/kota tersebut dimaksudkan untuk menindaklanjuti fungsi DPRD sebagai legislasi dan fungsi anggaran. Sehingga produk DPRD dalam fungsi legislasi dan anggaran dapat diawasi pelaksanaannya oleh DPRD melalui fungsi pengawasan. Pengawasan juga dapat dilakukan terhadap pelaksanaan undang-undang yang ada di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan.

63

Pasal 42, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

64


(55)

Pengawasan harus dilihat dari sinkronisasi antara peraturan daerah, keputusan bupati serta kebijakan yang ditetapkan pemerintah daerah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

6. Pengawasan DPRD Menurut UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 41 bahwa DPRD Kabupaten /Kota mempunyai fungsi:

a. legislasi; b. anggaran; c. pengawasan.

Dalam hal fungsi DPRD menurut UU No. 32 Tahun 2004, sama halnya dengan UU No. 22 Tahun 1999.

Disamping fungsi DPRD tersebut juga diatur mengenai tugas dan wewenang DPRD sebagaimana yang terdapat pada UU No. 32 Tahun 2004 pasal 42 ayat (1), yakni:

1) membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama;

2) membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah;


(56)

3) melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah;

4) mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota;

5) memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah;

6) memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;

7) memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;

8) meminta lapaoran keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;

9).membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;

10).melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah;

11) memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.


(57)

Dari tugas dan wewenang tersebut di atas, dimana yang berhubungan dengan pengawasan DPRD terdapat pada huruf c, huruf h dan huruf j. Pengawasan DPRD sebagai mana yang terdapat dalam UU No. 32 Tahun 2004, pasal 42 ayat (1) huruf c, adalah merupakan Tugas dan Wewenang DPRD, Tugas dan Wewenang DPRD tersebut untuk mengawasi: pelaksanaan Perda, dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala dearah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah.

Dalam tulisan ini membahas tentang pengawasan DPRD terhadap implementasi Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati. Maka tugas dan wewenang DPRD terhadap pengawasan implementasi peraturan daerah serta peraturan bupati merupakan bagian daripada fungsi DPRD.

Dalam Pasal 43 diatur tentang Hak dan Kewajiban DPRD yakni: (1) DPRD mempunyai hak:

a. interpelasi; b. angket, dan

c. menyatakan pendapat.

Dalam penjelasan disebutkan, yang dimaksud dengan “hak Interpelasi” dalam ketentuan ini adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang bedampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan Negara.65

65


(58)

Dalam penjelasan disebut, yang dimaksud dengan “hak angket” dalam ketentuan ini adalah pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepada daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan nmasyarakat, daerah an Negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.66

Yang dimaksud dengan “hak menyatakan pendapat” dalam ketentuan ini adalah hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.67

(2) Pelaksanaan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan setelah diajukan hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan mendapatkan persetujuan dari Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.

(3) Dalam menggunakan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPRD yang bekerja dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari telah menyampaikan hasil kerjanya kepada DPRD.

66

Ibid., Penjelasan Pasal 43 ayat (1) huruf b.

67


(59)

(4) Dalam melaksanakan tugasnya, panitia angket sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat memanggil, mendengar, dan memeriksa seseorang yang dianggap mengetahui masalah yang sedang diselidiki serta untuk meminta menunjukkan surat atau dokumen yang berkaitan dengan hal yang sedang diselidiki.

(5) Setiap orang yang dipanggil, didengar, dan diperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memenuhi panggilan panitia angket kecuali ada alasan yang sah menurut peraturan perundang-undangan.

(6) Dalam hal telah dipanggil dengan patut secara berturut-turut tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), panitia angket dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(7) Seluruh hasil kerja panitia angket bersifat rahasia.

(8) Tata cara penggunaan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat diatur dalam peraturan Tata Tertib DPRD yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Dalam rangka melaksanakan pengawasan DPRD, maka sebagaimana diatur dalam Pasal 44, disebutkan:

(1) Anggota DPRD mempunyai hak: a. mengajukan rancangan Perda; b. mengajukan pertanyaan;


(60)

d. memilih dan dipilih; e. membela diri; f. imunitas; g. protokoler;

h. keuangan dan administrasi.

Hak mengajukan Rancangan Peraturan Daerah, sebagaimna diatur dalam Tata Tertib DPRD pasal 40, disebut: (1) sekurang-kurangnya lima orang anggota DPRD dapat mengajukan suatu usul prakarsa Rancangan Peraturan Daerah.68

Hak mengajukan pertanyaan bagi setiap anggota DPRD diajukan kepada Pemerintah Daerah bertalian dengan tugas dan wewenang DPRD baik secara lisan maupun tertulis.69 Dalam rangka pertanyaan yang diajukan oleh anggota DPRD, maka Pimpinan DPRD mengadakan rapat untuk menilai pertanyaan yang diajukan guna memutuskan layak tidaknya pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk ditindaklanjuti.70

Selanjutnya bila rapat Pimpinan menyataakan pertanyaan itu perlu ditindaklanjuti, maka setelah mendapat pertimbangan dari Panitia Musyawarah pertanyaan tersebut dapat diteruskan kepada Pemerintah Daerah.71

Anggota DPRD memiliki hak mengajukan usul dan pendapat, dimana hak ini dapat disampaikan pada setiap rapat-rapat DPRD, yaitu hak mengajukan usul dan

68

Pasal 40 ayat (1),Tatib DPRD.

69

Pasal 41 ayat (1)

70

Pasal 41 ayat (3)

71


(61)

pendapat secara leluasa baik kepada Pemerintah Daerah maupun kepada Pimpinan DPRD. Usul dan pendapat tersebut disampaikan dengan memperhatikan tata krama/etika, moral, sopan santun dan kepatutan sebagai wakil rakyat.72

Setiap anggota DPRD berhak untuk memlih dan dipilih menjadi Pimpinan DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD.73 Serta setiap anggota DPRD berhak untuk memilih dan dipilih menjadi anggota atau pimpinan dari alat kelengkapan DPRD.74 Sehingga melalui kenggotaan dalam alat kelengkapan DPRD maka fungsi pengawasan itu dapat dilaksanakan lebih fokus pada bidang komisi tertentu.

Dalam rangka pembelaan diri, maka setiap anggota berhak membela diri terhadap dugaan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPRD. Hak tersebut dapat dilakukan sebelum pengambilan keputusan oleh Badan Kehormatan DPRD.75

Hak imunitas diatur dalam Pasal 45 Tatib DPRD, yakni:

(1) Setiap anggota DPRD tidak dapat dituntut dimuka pengadilan karena pernyataan dan pendapat yang dikemukakan dalam rapat-rapat DPRD, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik DPRD.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud; pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yangbersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat

72

Pasal 42.

73

Pasal 43 ayat (1)

74

Ayat (2)

75


(62)

untuk dirahasiakan, atau hal-hal yang dimaksud oleh ketentuan mengenai pengumuman rahasia Negara dalam buku kedua BAB I KUHP.

(3) Anggota DPRD tidak dapat diganti antar waktu karena pernyataan dan pendapat yang disampaikan dalam rapat DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Hak Imunitas yang diberikan kepada anggota DPRD tersebut sangat erat

kaitannya dengan fungsi pengawasan DPRD, sehingga anggota DPRD dalam melakukan pengawasan baik sebagai anggota maupun sebagai lembaga tidak perlu kuwatir dengan sanksi yang diberikan oleh partai.

Dalam rangka meningkatkan kinerja Lembaga dan membantu pelaksanaan fungsi dan tugas DPRD Kabupaten Serdang Bedagai secara professional dapat diangkat sejumlah pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan.76 Hak ini diberikan juga dalam rangka meningkatkan fungsi DPRD sebagai pengawas terhadap seluruh kegiatan Pemerintah Daerah. Sehingga diharapkan dengan pengawasan yang dilakukan DPRD tepat sasaran dan berkualitas, maka dapat meningkatkan pelayanan Pemerintah Daerah kepada masyarakat.

Fungsi Pengawasan DPRD terhadap Pemerintahan Daerah dapat dilaksanakan melalui, kedudukan dan fungsi, tugas dan wewenang serta hak dan kewajiban DPRD. Sebab jika, kedudukan, fungsi, tugas, wewenang serta hak DPRD dapat dijalankan, maka peranan DPRD sebenarnya sudah maksimal dalam menjalankan peranannya

76


(63)

sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah.77 Hal ini yang diharapkan terhadap fungsi pengawasan DPRD dalam upaya peningkatan pelayanan.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah juga mempunyai kewajiban, seperti yang terdapat pada UU No. 32 Tahun 2004, Pasal 45, menyebutkan:

Anggota DPRD mempunyai kewajiban:

a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menaati segala peraturan perundang-undangan;

b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah;

c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

d. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat daerah;

e. menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;

f. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan;

g. memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral politis terhadap daerah pemilihannya;

77


(1)

serta tidak memiliki pengalaman yang cukup dapat mengawasi pemerintah daerah yang sangat komplek.

2. Kondisi sosial ekonomi yang kuat serta orang-orang profesional sangat diperlukan sebagai anggota DPRD, karena kondisi seperti inilah yang dapat memberikan pengawasan yang baik terhadap pemerintah daerah, maka mereka yang memiliki kondisi sosial yang kuat dan memiliki profesi, ada baiknya jika tampil dalam politik. Sehingga tidak dengan mudah dipermainkan oleh eksekutif yang berpengalaman serta memiliki pendidikan formal yang tinggi.

3. Rekrutmen yang dilakukan partai politik dalam mendudukkan perwakilannya di legislatif, seharusnya faktor pendidikan dan moral harus diutamakan. Sehingga nama baik lembaga dapat dipertahankan sebagai lembaga perwakilan rakyat yang mengawasi pemerintah daerah.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Djojosoekato. Dinamika dan Kapasitas DPRD Dalam Tata Pemerintahan Demokratis, Jakarta: Konrad Adeneur Stiftung, 2004.

Abduh, Muhammad, Profil Hukum Administrasi Negara Dikaitkan Dengan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (Peratun), Pidato Pengukuhan, Medan: FH USU, 1988.

Abdullah, Rojali (I), Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

Ali, Zainuddin, Sosiologi Hukum, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, Cet. Pertama, 2005.

Amir, Munir & Reni Dewi Purnomowati, Lembaga Perwakilan Rakyat, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, Cet. Pertama, 2005.

Arifin, Syamsul, Perkembangan Hukum Lingkunan di Indonesia, Medan: Universitas Sumatera Utara Press, 1993.

Arinanto, Satya, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik Di Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Asshiddiqie, Jimly, Undang Undang Dasar 1945, Konstitusi Negara Kesejahteraan dan Realitas Masa Depan, Jakarta 2005.

Kansil C.S.T, dan Chiristine S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1997.

Sunaryati Hartono C.F.G, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung: Alumni Bandung, 1991.

Darto, Mariaman, Otonomi Daerah, Civil Society dan Kemandirian Daerah, Equilibrium, Jakarta 2005.

Edstron, Judith & Hans Antlov, USAID-LGSP, Legal rafting Penyusunan Peraturan Daerah, Jakarta 2007.


(3)

Huijbers, Theo, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Bandung: Penerbit Kanisius, 1982.

Ibrahim, Johnny, Teory & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Penerbit Bayumedia Publishing, Malang Jawa Timur- Indonesia, 2006.

Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Bandung: Penerbit P.T. Alumni Bandung, 2004.

J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Suatu Solusi dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Kelsen, Hans, Teori Hukum Murni, Jakarta: Penerbit Nusamedia & Nuansa, Cet. Ke-2,2007.

Kelsen, Hans, Teori Umum Hukum Dan Negara, Jakarta: BEE Media Indonesia, 2007.

Mahfud M.D. Moh., Pergulatan Politik dan Hukum Di Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Gama Media, Cet. Pertama, 1999.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media Grup, Cet. 2, 2006.

Marbun, B.N., DPR RI Pertumbuhan Dan Cara Kerjanya, Jaakarta: B.M. Marbun, 1999.

Miriam Budiardjo, dan Ibrahim Ambong, Fungsi Legislatif Dalam Sistem Politik Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1995.

Napitupulu, Paimin, Menuju Pemerintahan Perwakilan, Bandung: Penerbit P.T. Alumni, 2007.

Nawawi, Hadari, Pengawasan Melekat di Lingkungan Aparatur Pemerintah, Jakarta: Penerbit Erlangga Cet.-ke 4, 1994.

Ndraha, Taliziduhu, Kybernologi Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2005.


(4)

Rasyid, Riyas, Makna Pemerintahan, Ditinjau dari Segi Etika dan Kepemimpinan, Jakarta, 1996.

Salman, H.R. Otje & Anton F. S, Teori Hukum, Jakarta: Penerbit Refika Aditama, Cet. Ke 2, 2005.

Sitorus, Oloan, & Darwinsyah Minim, Cara Penyelesaian Karya Ilmiah Di Bidang Hukum, Yoyakarta: Penerbit Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Cet. Ke 2, Edisi Revisi, 2006.

Soeparmo, Pengawasan Adminitrasi dan Pengawasan Pelaksanaan APBD, Bahan

Presetase Pembekalan DPRD, BPK Perwakilan Medan, Medan 2006.

Sukarna, Social Control/Kontrol Masyarakat, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990.

Sunarso, Siswanto, Hubungan Kemitraan Badan Legislatif & Eksekutif di Daerah, Bandung: Penerbit CV. Mandar Maju, 2005.

Syafruddin, Ateng, Sekilas Tentang Pemerintahan Daerah di Jepang, Bandung: Aditama, Cet.1, 2006.

Soekanto, Soerjono, Pokok-Pokok sosiologi Hukum, Jakarta: Penerbit rajawali Press, 1988.

Utrecht, U & Moh. Saleh Djindang, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Penerbit Dan Balai Buku Ichtiar, Cet. Ke-9, 1990

Warassih, Esmi, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang: P.T. Suryandaru Utama, 2005.

Wasistono, Sadu & Ondo Riyani, Etika Hubungan Elislatif Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Bandung: Penerbit Focus Media, Cet.2, 2003.

Wasistiono, Sadu, Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah, Bandung: Penerbit Focus Media, 2003.


(5)

Peraturan dan Perundangan

Majelis Permusyaatan Rakyat, Ketetapan MPR, Nomor XV/MPR/1998, tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; Serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketetapan MPR Nomor III/MPR/ 2000, tentang, Sumber Hukum Dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 22 tahun 2003, tentang Susunan Dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah.

Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004, tentang Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, Tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan MenteriDalam Negeri Nomor 79 Tahun 2005, tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri, Nomor 16 Tahun 2006, tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah.

Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 – 52 Tahun 2005. Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 – 12 Tahun 2006. Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 – 34 Tahun 2007. Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Serdang Bedagai, Periode 2004-2009. Peraturan Bupati Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 – 15 Tahun 2006. Peraturan Bupati Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 – 16 Tahun 2007.


(6)

Majalah-Majalah

Pitri Yandry, Optimalisasi Potensi Ekonomi Daerah dari Globalisasi ke Lokalisasi, Equilibrium, Vol. 3 No. 1 Sept-Des. 2005

Saut Situmorang, Evaluasi Total Otonomi Daerah, Ondihon, Volume 1 Nomor 2, Mei 2007.