Konsep Junshi dan Pemikiran Mengenai Junshi

27 para pedagang yang kehidupannya lebih baik. Dengan demikian kehidupan perekonomian pada zaman ini dapat dikatakan maju karena tidak ada perang, petani memang diharuskan bekerja sekuat tenaga, tapi keberhasilan dalam bidang perdagangan dapat menaikkan tingkat perekonomian pada saat itu.

2.2. Konsep Junshi dan Pemikiran Mengenai Junshi

Jika dilihat berdasarkan kanjinya Jun 殉dan shi 死, memiliki arti bunuh diri mengikuti kematian majikan. Louis Frederic dalam Japan Encyclopedy 2000 : , mengartikan Junshi sebagai jalan kematian atau bunuh diri yang dilakukan karena unsur kesetiaan. Tradisi kuno ini pada umumnya dilakukan oleh pelayan yang setia pada Rajanya yang berkuasa, dan memilih untuk melakukan bunuh diri ketika Raja atau majikan tersebut meninggal karena para pengikut tersebut beranggapan mereka tidak dapat hidup tanpa majikannya dan memilih untuk mati agar tetap bersama majikan atau Raja tersebut. Tradisi ini merupakan sejarah pada zaman Chinese Wei Weizhi untuk menghormati Yamato pada abad 646. Dalam hal ini, banyak samurai dan pelayan yang membunuh dirinya ketika majikan atau Raja mereka meninggal. Sikap dan perilaku yang menunjukkan kesetiaan ini dianggap para samurai atau pelayan pada saat itu merupakan sesuatu yang sangat mulia dan untuk mewujudkan kesetiaan tersebut, mereka melakukan Junshi atau mengikuti kematian tuannya sebagai bentuk pengabdian mutlak untuk tuannya. Selain Junshi para samurai juga melakukan Adauchi yaitu pembalasan dendam untuk majikan. Seorang samurai juga harus mampu membalaskan dendam majikannya, hal ini Universitas Sumatera Utara 28 dilakukan dengan keyakinan agar arwah majikan mereka bersemayam lebih tenang dialam akhirat, dan para pengikutnya juga mendapatkan ketenangan hidup dari perlindungan arwah majikan tersebut. Pada masa ini, perilaku Adauchi dan Junshi saling berkaitan, pada umumnya, apabila kematian seorang majikan dikarenakan suatu perkelahian atau pertempuran maka sebagai pengikutnya, samurai harus terlebih dahulu melakukan Adauchi lalu diakhiri dengan Junshi, pada saat itulah seorang samurai akan merasa dirinya benar-benar sebagai samurai sejati karena telah melakukan seluruh pengabdiannya sampai kepada kematian. Junshi dalam konteks, diluar pemahaman sebagai samurai, dapat berupa hanya mengikuti kematian tuan. Para pelayan diluar golongan samurai tidak dituntut untuk membalaskan dendam majikannya. Cara mereka menunjukkan pengabdian kesetiaannya hanya dengan mengikuti kematian. Cara melakukan Junshi ini pun berbeda dengan golongan para samurai, para samurai yang melakukan Junshi dapat dicontohkan dengan melakukan Seppuku, sedangkan golongan para pelayan biasa dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya gantung diri. Yang terpenting dari makna Junshi ini adalah mengikuti kematian tuan, sedangkan cara dan waktu melaksanakannya tidak terlalu penting, karena dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pemahaman orang Jepang khususnya samurai terhadap Junshi yaitu berlandaskan unsur kesetiaan yang merupakan salah satu ajaran yang paling ditekankan dalam ajaran Bushido. Ajaran Bushido ini terdapat dalam Bushido lama yaitu Budha Zen. Selanjutnya Yamamoto Tsunetomo dalam buku Hagakure banyak menuliskan konsep kesetiaan seorang Bushi. Buku ini banyak dijadikan pedoman para samurai dalam memandang arti kematian bagi golongan mereka. Universitas Sumatera Utara 29 Hagakure dapat juga disebut sebagai buku yang banyak mengajarkan bagaimana ”mati yang terbaik” sebagai wujud kesetiaan. Buku ini ditulis pada kurun abad ke 18, dan menggaris besarkan tentang keberanian untuk mati. Keberanian untuk mati, telah membawa semangat tersendiri bagi samurai. Keberanian untuk mati menurut Yamamoto Tsunetomo dalam buku Hagakure yaitu : Jalan Samurai ditemui dalam kematian. Apabila tiba kepada Kematian, yang ada di sini hanya pilihan yang pantas untuk Kematian . www.mythus.samurai.html Jalan kematian samurai yang merupakan pembuktian dari kata setia banyak diwujudkan para samurai dengan keberanian mereka untuk selalu siap mati, hal ini dapat berupa, keberanian mati di medan pertempuran, Seppuku, Junshi, Kanshi atau bunuh diri yang dilakukan sewaktu melakukan demonstrasi, dan Sokotsu-shi yaitu bunuh diri dengan cara melakukan seppuku sebagai tanda untuk menebus dosa yang telah diperbuat. Konsep keberanian dan kesetiaan menurut Yamamoto Tsunetomo dalam Hamzon 1995:27-28, yaitu: ”Sebagai pelayan harus hanya memikirkan kepentingan tuan. Dengan demikian akan menjadi anak buah hebat. Anak buah dari generasi ke generasi hidup karena kebaikan tuannya, oleh karena itu harus membalasnya dengan keharusan mengabdikan diri bagi tuan sebagai On kebaikan . Lebih – lebih jikalau mempunyai ketrampilan, Dengan pengetahuan untuk diabadikan kepada tuan. Tetapi walaupun tidak mempunyai ilmu dan ketrampilan, jika mengabdi kepada tuan adalah lebih baik daripada mempunyai ketrampilan tetapi tidak mengabdi”. Lebih lanjut Yamamoto juga menuliskan mengenai pengabdian bushi yang berbunyi : Universitas Sumatera Utara 30 ”Ada orang yang semenjak dilahirkan sudah dikaruniai kecakapan. Ada juga dengan berusaha keras. Ada orang yang waktu dilahirkan bodoh, tetapi dengan berdoa untuk mengabdi kepada tuan ia akan mendapatkan kecakapan karena berusaha memikirkan rencana jauh untuk mengabdi. Tetapi ada juga orang yang hanya memikirkan diri sendiri, ini adalah buruk. Melakukan shiseigan empat doa Permohonan bagi tuan adalah paling baik”. Hamzon 1995:28-29 Ke-4 isi shiseigan tersebut yaitu : 1. Agar menjadi bushi yang mampu mematuhi peraturan yang berlaku bagi bushi. 2. Agar menjadi bushi yang berguna bagi tuan. 3. Agar menjadi bushi yang mengabdi kepada orang tua. 4. Agar menjadi bushi yang berhati jujur terhadap sesama manusia. Prinsip untuk mengabdikan jiwaraga bagi tuannya, mengandung arti bahwa kematian bukan suatu hal yang harus ditakutkan. Ini adalah prinsip utama untuk menjadi seorang Bushi. Cakupan mengenai ini sesuai dengan jalan Yamamoto yang berbunyi : ”Menjadi abdi tuan, selain untuk mengabdikan diri, tidak membutuhkan apa – apa jikalau ada dua – tiga orang seperti ini, ie akan bersemangat. Di dunia ini banyak orang mempunyai talenta, kecakapan. Tetapi pada waktu ditinggal mati oleh tuan, para generasi penerus banyak yang berpikiran kotor untuk menjadi ahli warisnya. Orang kuat, orang lemah, orang pintar semua hidup bersemangat, tetapi pada saat mengorbankan diri bagi tuan menjadi Lemah. Sedikit pun tidak mempunyai kepahlawanan, menjadi orang yang tidak berguna. Pada waktu ada masalah sebaiknya menjadi orang yang rela mengorbankan jiwaraga, dengan alasan mempunyai perasaan yang sama dengan tuan. Pada saat seperti ini harus ada kesiapan untuk mati. Biasanya ada gejala, masyarakat menjadi murung, generasi penerus tidak menghiraukan kematian. Walaupun dikatakan mengutamakan janji Gi balas budi terhadap tuan, akan menjauhkannya dan hal ini menyolok mata”. Hamzon 1995:29-30. Yamamoto Tsunetomo telah lama bercita – cita untuk mengabdikan dirinya kepada tuannya. Ketika ia berusia 42 tahun dan melihat Mitsuhige Universitas Sumatera Utara 31 tuannya meninggal, maka ia berfikir untuk mengikuti jalan majikannya dengan melakukan Junshi. Kesetiaannya ini juga tertulis dalam bukunya Hagakure yang berbunyi : ”Sebelum mati tuan, saya bekerja sebagai kamigata, entah karena apa suatu saat ingin pulang. Memohon kepada orang untuk mengganti bekerja. Berjalan siang dan malam berikutnya, sehingga masih sempat bertemu dengan tuan, hal ini adalah suatu yang sangat aneh. keadaaan penyakit tuan sudah sangat kritis, saya waktu di Kyoto betul – betul tidak mengetahuinya. Tetapi pada waktu kecil saya bercita – cita ingin menemani kematian tuan. Walaupun orang lain banyak yang berpikiran kotor untuk hidup lama. Sekarang adalah kesempatannya”. Hamzon 1995:30-31 Pelarangan pemerintahan bakufu untuk melakukan Junshi, memutuskan Tsunetomo untuk melakukan Sukke yaitu pengasingan diri dari dunia sekitar, dan memilih untuk menjalani hidup dengan mengabdikan diri pada ajaran agama, pelarangan dari Bakufu memutuskan Tsunetomo menjadi pengikut ajaran Budha Zen di kaki gunung Kinryu, sebelah barat Nabeshima dan menuliskan konsep Bushido yang kemudian menjadi ajaran khusus bagi kaum samurai. Dari berbagai isi yang terdapat pada Hagakure dapat dikatakan bahwa kesetiaan merupakan kehormatan tertinggi bagi seorang Samurai. Kisah 47 Ronin merupakan contoh kisah nyata kesetiaan para samurai kepada majikannya. Untuk menjadi seorang samurai dituntut harus mengabdi penuh kepada tuannya atau Zettai teki . Keadilan seorang samurai terletak pada kesungguhannya dalam mengabdi, ketulusan dan kejujuran sama berharganya dengan nyawa mereka. Bushi no Ichi Gon atau janji samurai melebihi janji akan harga dirinya. Samurai sebagai kestria sejati tidak menunjukkan tanda mengenai penderitaan dan kesenangan mereka. Universitas Sumatera Utara 32 Segala tanggung jawab harus dipikul tanpa mengeluh dan menangis. Dalam bertindak dan berpikir seorang samurai juga penuh dengan ketenangan. Ajaran Budha Zen tentang Reinkarnasi yaitu untuk mengabdi sebanyak 7 kali menjadi abdi tuan adalah wujud loyalitas pengabdian kesetiaan samurai demi tuan. Kesetiaan di atas adalah kesetiaan yang diajarkan dalam ajaran Budha Zen, sedangkan kesetiaan dalam sudut pandang Konfusionis lebih ditekankan pada ajaran Gorin atau etika kesadaran. Hamzon 2000: 1, mengartikan kesetiaan sebagai wujud kesediaan melaksanakan perintah atau keinginan orang lain dengan mengorbankan kepentingan diri sendiri. Kesetiaan menurut Hamzon terbagi atas tiga unsur yaitu ; 1. Setia karena situasi yang terdesak atau terpaksa. 2. Setia karena ajaran moral. 3. Setia karena untuk mendapat keuntungan ekonomi. Sedangkan kesetiaan pengabdian samurai terdiri atas dua ikatan yaitu : 1. Ikatan berdasarkan perjanjian tuan dan pengikut Ikatan ini berupa Onko dan Hoko. Onko adalah pemberian yang diberikan dari tuan untuk para pengikutnya. Tuan dengan sengaja menyediakan hadiah kepada pengikutnya dengan syarat, samurai tersebut harus berhasil memenangkan pertempuran. Apabila seorang samurai mati dalam barisan bushi tanpa diketahui tuan,maka samurai tersebut akan mati sia-sia Inuji, dan tidak akan mendapatkan apa – apa dari tuan, tapi sebaliknya apabila samurai mati dalam barisan bushi dan diketahui tuannya, maka samurai tersebut akan mendapat nama dan hadiah dari tuan. Universitas Sumatera Utara 33 Hal ini merupakan balasan dari Hoko atau pelayanan yang telah diberikan pengikut, dan untuk membalas Onko tersebut pengikut harus mampu mengorbankan diri melewati batas antara hidup dan mati. 2. Ikatan berdasarkan pada hubungan darah atau keluarga Ikatan ini merupakan ikatan ke samping dan bersifat kekeluargaan, berbeda dengan ikatan antara tuan dan pengikutnya, dalam keluarga tidak ada struktur hubungan tuan dan pengikut yang terpencar- pencar. Sesama anggota ie memiliki kaitan, maka ikatan vertikal dan horizontal sangat diperlukan sehubungan dengan meluasnya keluarga karena perkawinan. Konsep kesetiaan yang memiliki latar belakang yang berbeda ini secara garis besar dikarenakan sifat tata krama orang Jepang yang meliputi On, Giri,Chu, dan Gimu : On Yaitu : Suatu konsep kebaikan, seseorang yang berkedudukan lebih terhormat harus memberikan bantuan kepada yang lebih rendah. Giri yaitu : Suatu konsep balas budi dari anak buah yang telah menerima On dari tuannya. Chu yaitu : Konsep balas budi dari pengikut terhadap Tuannya, pada zaman Edo, Chu adalah balas budi terhadap tuan, balas budi terhadap Shogun, maka konsep Chu ini bertumpu di tangan Shogun. Gimu yaitu : Konsep pembalasan kebaikan setulus hati. Bahwa kebaikan yang telah diterima harus dibalas tanpa memikirkan untung rugi. Dari berbagai latar belakang proses tata krama orang Jepang ini kemudian munculah keinginan dalam hati untuk berbuat yang terbaik untuk majikan, salah satu cara untuk menunjukkan keinginan membalas jasa baik majikan adalah Universitas Sumatera Utara 34 memberikan pelayanan yang terbaik yaitu patuh dan setia. Konsep setia ini kemudian membuat para samurai banyak yang mengambil jalan untuk menunjukkan loyalitas mereka kepada tuannya dengan melakukan Junshi. Konsep Junshi dan perilaku mengenai ini dapat digambarkan dalam Kisah 47 Ronin. Berikut penulis akan menjelaskan secara singkat sinopsis Kisah 47 Ronin tersebut berdasarkan novel karya John Allyn.

2.3. Sinopsis Novel Kisah 47 Ronin Karya John Allyn